Di sisi lain, Zein saat ini tengah beradu kekuatan dengan beberapa anak buah yang berjaga di bangunan penyekapan Mama Rita.Dibantu oleh Bima, Santos dan anak buahnya, Zein berhasil menerobos masuk ruangan itu.Begitu pintu terbuka lebar, Zein dapat melihat dengan jelas mamanya kini tengah terikat pada kursi dengan mulut tersumpal lakban. Di sampingnya berdiri seorang pria yang begitu dia kenal memegang senjata api tengah menyeringai padanya."Selamat datang, Zein Mahardika yang terhormat. Apa kabar? Saya tidak menyangka loh Anda bisa sampai di sini," ucap Danu congkak."Katakan, apa maumu? brengsek!" sergah Zein."Ini yang aku tunggu. Kamu ingin tahu apa mauku? Baiklah akan ku beritahu."Zain hanya memberi tatapan menghunus. Dia ingin segera tahu apa maksud semua rencana ini. Apa tujuan dari rekan bisnisnya ingin menghancurkan dirinya beserta keluarganya."Tanda tangani kertas ini sekarang," perintah Danu sambil menyodorkan map hijau di tangannya."Apa itu?" tanya Zain.Danu melirik
"Tidak ...!!!"Tepat ketika Danu menekan pelatuk senjatanya, Risa berlari kencang memasang badan di depan Zein sehingga mau tidak mau timah panas itu menancap pada perutnya."Risaaa ...." Tangan Danu gemetar, senjatanya jatuh begitu saja saat mendapati kenyataan bahwa pelurunya justru mengenai anak kandungnya sendiri."Tidak. Tidak, tidak mungkin." Danu terus bergumam sembari matanya nanar memandang telapak tangan yang selalu mengasihi dan membelai anaknya, justru kini tangan itulah yang melukai buah hati tercintanya.Darah berceceran pada lantai keramik putih di mana kini Risa terkapar dalam pangkuan Zein dengan nafas tersengal."Zein. Maafkan ayahku," ucap Risa lemah.Satu tangannya memegangi luka dan satunya lagi menggapai-gapai wajah Zein."Bertahanlah, Ris. Bantuan akan segera datang." Zein berusaha menguatkan sembari menggenggam erat tangan Risa."Tidak Zein. Aku tidak kuat. Tapi, aku sudah cukup bahagia jika harus pergi dalam keadaan berada di pangkuanmu. Maafkan Aku yang tidak
"Ya sudah kalau Mas Zein keberatan. Aku akan memberikan bayi itu pada panti asuhan saja. Tapi, aku boleh mengunjunginya setiap waktu 'kan Mas?"Melihat wajah datar dan dingin suaminya, Salsa pada akhirnya memutuskan untuk mengaihkan pengasuhan bayi itu pada sebuah panti. Meski begitu ia akan tetap memantau perkembangan bayi itu. Ia tak ingin egois. Berusaha memaklumi jika suaminya berat menerima bayi wanita yang secara terang-terangan menghancurkan impiannya mempunyai banyak anak.Ya, rencana Zein mempunyai 5 atau 6 anak dari Salsa harus kandas karena ulah mereka yang membenci Zein. Dan melalui Misyka semua kebahagiaan yang dirasakan Zein dengan keluarga kecilnya menjadi porak-poranda."Sebaiknya kita istirahat saja dulu, Sayang. Mungkin suami kamu masih capek. Kamu juga sepertinya kelelahan, lihat matamu sudah seperti mata panda saja." Mama Rita mencoba mencairkan suasana. Sebagai orang yang paling tua dia lebih bijak.Mama Rita dapat melihat sebuah keinginan besar di dalam diri Sal
"Maaf, cari siapa ya?""Pak Zein ada?""Pak Zein lagi di sekolah anaknya. Lagi ada acara."Wanita yang masih berada di luar pagar dengan rambut lurus sebahu itu hanya menganggukkan kepalanya. Sejurus kemudian, dia melangkah menerobos pagar yang sedikit terbuka tanpa permisi terlebih dahulu padaku.Benar-benar tidak sopan. Rasanya tak sepadan dengan penampilannya yang terlihat berpendidikan.Kondisiku yang lemah akibat kehamilan kedua ini membuatku tak bisa bergerak dengan gesit. Bahkan untuk sekedar mengeraskan suara guna mencegahnya saja aku tak bisa.Itulah sebabnya mengapa Mas Zein yang menemani Naura di acara kontes nyanyi di sekolahnya.Jika bukan karena penasaran oleh bel yang terus dibunyikan olehnya, aku tidak akan membukakan pagar dan melihat siapa yang berada di luar.Dengan langkah tertatih aku mengikuti wanita yang belum kuketahui namanya itu setelah kembali menutup pagar."Cepetan dong jalannya! Lelet banget, sih!" sentak wanita itu yang sukses membuatku membelalakkan mat
"Lho, Misyka! Kenapa kamu ada di sini?" Mas Zein nampak terkejut melihat wanita yang berdiri agak jauh di sampingku."Iya, Pak," sahutnya sopan, dan bergeser sedikit menghadapku dan Mas Zein berada."Ada apa? Ini masih jam kerja, kenapa kamu tidak berada di kantor?""Anu, Pak. Sa-saya, saya ada perlu penting sama Bapak.""Perlu penting apa? Kan bisa dibicarakan nanti di kantor.""Iya, Pak." Wanita itu menunduk. Sesekali terlihat mengelap keringat di keningnya. Padahal ruangan ini ber-AC loh, kok dia seperti kepanasan begitu.Pasti dia sudah panas dingin takut aku mengadukan tingkahnya barusan.Sayangnya, aku tidak ingin melakukan hal itu. Aku bukanlah wanita yang suka mengadu. Lagipun, aku ingin bermain-main terlebih dahulu dengannya.Aku tersenyum miring melihat tingkah lakunya yang seperti kerupuk tersiram air. Berbeda dua ratus derajat ketika berhadapan denganku tadi."Siapa, sih, Mas?" tanyaku basa-basi."Dia Misyka, sekretaris Mas yang baru.""Owh, pengganti Santi?""Iya. Rekomen
P.O.V MisykaSialan. Aku dikerjain sama wanita udik itu. Bisa-bisanya dia menyuruhku untuk menjadi babu di rumah ini.Padahal niat awal aku ke sini untuk sekedar mencari perhatian pada atasan sekaligus pemilik perusahaan tempat di mana aku bekerja sekarang.Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Bukan perhatian yang aku dapat, tetapi kesialan yang menimpa.Semua ini gara-gara si Salsa udik itu. Alasan lemasnya itu pasti cuma akal-akalannya saja supaya bisa membalas perlakuan kasar ku sebelumnya pada dia.Aku pikir, Pak Zein pergi bersama istrinya, sehingga mengira bahwa Salsa itu babu di sini. Namun, ternyata dia sendirilah istri dari bosku itu.Bukan salah aku dong mengira dia babu, karena penampilannya yang udik dan kumel itu.Lagian, orang kaya kok pakainya daster murahan. Mana muka kucel, lusuh, jelek begitu. Sungguh tidak pantas bersanding dengan Pak Zein yang tampan, berwibawa, kaya, cool, sempurna 'lah pokoknya.Pantasnya, orang seperti Pak Zein itu, bersanding deng
P.O.V SalsaAku terkikik geli melihat sang sekretaris s0ng0ng yang sombong sedang menggerutu sambil mencuci piring kotor bekas makanku.Ditambah kedatangan Naura yang terus merengek minta ditemenin main.Aku yakin, saat ini dia pasti tengah merutuki nasib apesnya, sebab mendapat serangan balasan tak terduga dariku."Kenapa sih, Sayang? Kok ketawanya begitu. Lihat apa, sih?" tanya Mas Zein penasaran. Kepalanya sampai melongok pada benda pipih di tanganku yang terhubung langsung dengan CCTV di rumah ini."Ini loh, sekretaris baru Mas, lucu," sahutku mendekatkan handphone padanya.Terlihat di layar persegi ini, Misyka sedang menenangkan Naura yang terus-menerus memanggilnya untuk segera bermain.Penampilannya sudah sangat kacau. Rambut lurus super mengkilapnya, acak-acakan. Kemeja panjang warna maroon dengan hiasan rempel di bagian kancingnya, sudah berantakan. Makeup-nya juga terlihat luntur."Kok ada Naura, Sayang?" tanya Mas Zein. Matanya masih menatap layar handphone, tapi wajahnya m
Klakson pamit Mas Zein berhasil mengembalikkan tubuhku yang sempat mematung beberapa detik.Kepalaku pun reflek menengok pada mobil yang melaju melewati pagar yang dibiarkan terbuka begitu saja.Dengan gontai, aku harus menutup pagar sebab tak ada lagi orang di rumah ini selain Aku dan Naura.Selesai menutup pagar, handphone di tanganku kembali bergetar. Kali ini bahkan beberapa kali, menandakan pesan beruntun yang masuk.[Kamu kenal tangan yang memakai jam ini bukan?][Mungkin malam ini dia akan menghabiskan malam denganku][Gak apa-apa 'kan? Cuma satu malam, kok]Rasanya aku tahu siapa si pengirim pesan ini.Hammm, baiklah, akan aku ladeni.Belum selesai aku mengetik, pesan susulan sudah datang.[Kenapa? Kamu pasti kaget kan, suamimu bisa bersama denganku sekarang?][Ini belum seberapa. Kamu harus benar-benar menyiapkan mental untuk menghadapi kejutan-kejutan lainnya dari aku, Salsa!]Aku meremas benda berlayar menyala di tanganku.Setenang mungkin aku berjalan ke dalam rumah untuk