"Pokoknya Pak Zein harus bertanggung jawab. Masa depanku sudah hancur sekarang."
Dua hari pasca insiden yang menghebohkan jagad raya, di mana mobil yang dikendarai Mas Zein menabrak pohon, dengan kondisi Mas Zein dan seorang wanita ditemukan dalam keadaan setengah telanjang, Misyka datang bersama dua orang yang mengaku pengacaranya meraung meminta pertanggung jawaban pada suamiku.Ya, perempuan yang ditemukan tak sadarkan diri bersama suamiku adalah Misyka.Terkejut? Tentu saja! Tapi seperti permintaan Mas Zein, aku harus lebih percaya pada suamiku itu."Bagaimana, Pak Zein? Demi menjaga nama baik, saran saya sebaiknya Anda bertanggung jawab. Laki-laki baru akan disebut gentle apabila dia mau mengakui dan bertanggung jawab atas apa yang sudah ia perbuat. Apalagi klien saya banyak dirugikan dari insiden memalukan ini." Salah satu dari pengacara Misyka pun ikut mengeluarkan suara, memojokkon Mas Zein.Mata lelaki yang membersamaiku beberapa tahun itu tertuju padaku. Mata itu seolah mengisyaratkan agar aku tidak percaya pada apapun perkataan mereka. Namun ketidak berdayaannya saat ini membuat Mas Zein tidak bisa berbuat apa-apa."Maaf, Pak ...." ucapku menggantung."Aldo. Nama saya Aldo. Anda siapa?" tanya laki-laki botak yang tadi mengaku pengacara Misyka.Aku yang sejak tadi duduk di sofa menyimak, kini beranjak mendekat pada suamiku yang sudah tertodong."Begini Bapak Aldo yang terhormat. Saya Salsa, istri sah dari Mas Zein. Saya tidak tahu kronologi yang sebenarnya. Pun tidak pernah mendengar kalau suami saya ini punya hubungan khusus dengan klien Anda. setahu saya Misya hanya skretaris suami saya di kantor," ucapku sambil berjalan santai ke arah bad Mas Zein.Aku berhenti di sisi kiri Mas Zein, menggenggam jemarinya kuat, sebagai tanda bahwa aku percaya sepenuhnya pada suamiku.Misyka yang duduk di kursi roda di sisi kanan Mas Zein dengan dua orang di belakangnya menatap sinis padaku."Oh, rupanya Anda istri dari Bapak Zein Adiguna? Pantas saja ...." Lelaki yang berdiri di sebelah Aldo itu berbicara sambil memindaiku dari ujung kaki hingga ujung kepala. Mereka tersenyum mengejek padaku.Lagi-lagi, mungkin karena panampilanku yang sederhana.Aku pikir tak perlu berpenampilan wah kalau hanya untuk menunggui orang sakit. Memakai daster ternyaman adalah pilihanku malam ini. Tetapi hal itu agaknya menjadi poin bagi mereka menjatuhkanku.Tak masalah, mereka boleh meremehkanku. Menilai apapun tentangku. Mereka belum tahu saja siapa itu Salsabila Khairunnisa sebenarnya."Pantas kenapa Bapak pengacara yang terhormat?" tanyaku."Semua orang juga akan berkata wajar jika Pak Zein ini ada affair dengan klien saya, mengingat Anda sebagai istrinya tidak pandai menyenangkan suami." Perkataan menohok dari Aldo itu berhasil membuatku sedikit panas.Mas Zein mengeratkan genggaman tangannya padaku.Berkali-kali aku beristighfar dalam hati agar aku kuat dan tidak gegabah menghadapi mereka.Aku terkekeh seraya memandang mereka. "Apa sebagai pengacara Anda hanya menilai seseorang dari penampilannya saja? Jika iya, maka sangat di sayangkan gelar yang menempel pada diri Anda. Seharusnya Anda menjadi desainer saja kalau begitu, bukan jadi pengacara.""Anda meremehkan saya!" Aldo memekik, matanya melotot tajam padaku."Wow ...! Santai dong Pak. Jangan kasar sama wanita. Ada suaminya di sini. Meskipun saya sedang sakit, kalau hanya untuk mengajak Anda menginap di rumah sakit ini saya masih sanggup!" hardik Mas Zein membelaku."Anda jangan mengancam teman saya Pak Zein. Selesaikan dulu masalah Anda dengan Bu Misyka, jangan cari perkara lain," timpal laki-laki yang bertubuh gempal membela si Aldo itu."Semua sudah diurus oleh pengacara saya, jadi silakan kalian semua pergi dari sini sebelum saya panggilkan scurity," usirku.Hari semakin larut, Mas Zein harus segera istirahat. Aku pun sudah mulai mengantuk."Lalu nasibku bagaimana sekarang ..." Misyka kembali mengeluarkan air mata buayanya.Tangisan yang seperti dibuat-buat hanya untuk mencari simpati dua pengacaranya dan Mas Zein. Dasar tukang akting!"Tenang Bu Misyka, kita akan datang lagi besok pagi. Pokoknya saya dan tim akan berjuang mendapatkan keadilan untuk Anda.""Benar, Bu Misyka, Anda jangan sedih, ya.""Ya sudah sih nangisnya. Udah ditenangin dua cowok kok," selorohku terkekeh kecil."Saya sangat menyayangkan sikap Anda yang terkesan membela Pak Zein, Bu Salsa. Meskipun dia itu suami Anda, seharusnya sebagai sesama wanita Anda mengerti keadaan Bu Misyka yang menjadi korban kebejadan Pak Zein. Lagipula, apa Anda tidak sakit hati sudah dikhianati oleh suami Anda?" ucap Aldo."Memangnya apa yang sudah suami saya lakukan pada Misyka? Mengkhianati bagaiman yang Anda maksud?""Semua kejadian di TKP sudah cukup jelas bahwa suami Anda mencoba melecehkan Bu Misyka. Banyak saksi mata yang melihat Pak Zein dan Bu Misyka dalam keadaan yang tidak senonoh.""Tapi apakah Anda juga bisa memastikan pada saat belum terjadi kecelakaan itu, mereka tengah bercumbu ... Apakah Anda punya rekaman atau bukti kuat yang mengarah ke sana?" ujarku tenang."Memang tidak ada rekaman apapun sebelum terjadi kecelakaan itu. Tetapi Anda bisa lihat sendiri bukan, Pak Zein pun tidak bisa menyangkal semua tuduhan yang Bu Misyka arahkan padanya. Itu artinya dia pun mengakuinya.""Belum tentu, Pak pengacara. Suami saya tahu pada siapa dan di mana harus membuka suaranya. Tidak perlu mengeluarkan banyak suara, jika memang bersalah, maka sekuat apapun suami saya menyangkal pasti akan terlihat juga kebenarannya.""Anda terlalu bucin, Bu Salsa. Apa karena Pak Zein kaya raya sehingga Anda menutup mata atas kelakuan tidak terpujinya."Aku kembali terkekeh mendengar ucapan pengacara Misyka yang terdengar lucu bagiku.Melepaskan genggaman tangan Mas Zein, aku berjalan ke arah Misyka."Jika terbukti suami saya melakukan pelecehan padamu, maka saya sendiri yang akan menyiapkan pesta pernikahan untuk kalian!" ujarku tenang tapi penuh penekanan.Terlihat senyum mengembang dari ketiganya."Tetapi jika sebaliknya, maka saya akan pastikan karir kalian berdua akan selesai sampai di sini, dan Misyka akan saya masukkan daftar blacklist agar tidak ada satu perusahaan pun yang akan menerimanya!" imbuhku.Seketika senyum mereka meredup.Tapi beberapa detik berikutnya si Aldo botak itu menyeringai."Saya terima tantangan Anda, Bu Salsa," ucapnya tegas seraya mengulurkan tangan padaku.Kusambut uluran tangannya tanpa ragu.Setelah itu mereka pergi meninggalkan ruangan ini."Terima kasih, Sayang. Kamu sudah percaya pada Mas," ucap Mas Zein setelah ketiga orang itu tak terlihat.Aku menoleh, menatap tajam padanya."Jangan senang dulu, Mas. Aku membelamu bukan berarti tidak mencurigai mu. Jika sampai Mas terbukti melakukan itu, bukan hanya akan menikah dengan Misyka tetapi Mas Zein harus siap kehilangan aku dan anak-anak.""Tidak, Dek. Mas akan buktikan kalau Mas sama sekali tidak melakukan itu.""Ya sudah, istirahatlah. Aku juga ngantuk."Kemudian aku berjalan menuju sofa bersiap untuk tidur."Dek ...." Mas Zein memanggil setelah aku memejamkan mata."Hemmm.""Tidur di kasur saja, sini. Mas gak tega lihat kamu tidur di sofa begitu. Kasihan calon anakku di perutmu."Mataku terbuka mendengar ajakan Mas Zein. Kalau dipikir-pikir emang gak enak sih tidur di sofa begini. Aku iyakan aja deh tidur di kasur. Kayaknya muat kalau buat tidur berdua."Jangan macam-macam, ya. Awas tangannya!" sentakku pada Mas Zein saat aku sudah berada di kasur."Enggak akan macam-macam kok, Dek. Paling cuma satu macam aja. Boleh kan?""Apaan sih, Mas. Aku masih marah loh sama Mas.""Cuma peluk doang, kok. Gak boleh juga?""Enggak! Enggak! Enggak!"Lalu setelah itu Aku tak ingat apapun lagi karena kesadaranku sudah menyeberang ke alam mimpi.****Tengah malam aku terbangun. Perlahan turun dari ranjang berniat mencari ponselku.Alangkah terkejutnya ketika aku membaca beberapa pesan dari orang kepercayaanku.Pesan berisi informasi tentang Misyka dan para anteknya yang bisa dijadikan sebagai senjata ampuh menghancurkan mereka.Sesuai ucapan mereka kemarin, pagi-pagi sekali cecunguk berkepala plontos itu datang kembali. Namun berbeda dari sebelumnya, kini pria tambun yang belum aku ketahui namanya itu datang sendiri.Wah, sepertinya akan sangat menyenangkan kali ini. Ya, walaupun akan jauh lebih seru kalau ada Misyka juga sebenarnya.Tapi tak apalah, satu persatu, perlahan akan aku tumbangkan mereka yang berani mengusik ketentramanku."Selamat pagi, Pak Zein, Bu Salsa. Saya datang membawa berkas perjanjian damai yang akan menguntungkan kedua belah pihak. Silakan dipelajari lalu tanda tangan di bawahnya." Dia menyodorkan map merah pada Mas Zein.Aku yang kebetulan sedang menyuapi Mas Zein sarapan, langsung menyambar map itu."Pegang, Mas," ucapku pada Mas Zein menyerahkan mangkuk berisi bubur. "Dihabiskan sendiri, ya. Aku mau ke sana sebentar," sambungku setelah mangkuk itu berpindah tangan.Kemudian aku mengajak Pria tambun itu menuju sofa.Setelah pria itu duduk, aku mengotak-atik sebentar handphone milikku
"Salsa, Sayang. Malam ini biar Mama yang jagain Zein di sini. Kamu istirahatlah di rumah. Naura juga sepertinya merindukanmu, Nak," titah Mama Rita--mertuaku.Habis Maghrib, tadi beliau datang bersama supirnya. Semenjak mengetahui Mas Zein kecelakaan, mertuaku itu langsung meluncur dari kota tempat suamiku dilahirkan ke sini dan menginap di rumahku menemani Naura."Emangnya gak pa-pa, Ma?" tanyaku sungkan."Iya, gak pa-pa dong, Sayang. Kasihan calon cucu Mama di sini." Mama mertua yang sudah seperti Mama kandungku itu mengelus perut ku."Gimana, Mas?" tanyaku pada Mas Zein."Iya, Mama benar. Istirahatlah di rumah. Di sini kamu pasti kurang cukup istirahat," sahut suamiku."Ya sudah, mumpung belum terlalu malam, pulanglah bersama Jono. Besok baru ke sini lagi," titah Mama Rita lagi."Ya udah, deh, makasih ya, Ma." Aku memeluk mama mertuaku dengan sayang.Barulah setelah itu aku pamit pada Mas Zein."Aku akan menghubungi Mas nanti. Takut Mas kangen," candaku."Genit." Mas Zein menoel h
Pengacara Misyka itu meberi tatapan tajam, lalu mencondongkan tubuhnya padaku sembari berucap penuh penekanan. "Jangan macam-macam dengan saya, Salsa. Kamu tidak tahu siapa saya sebenarnya. Saya bahkan bisa berbuat hal yang tidak pernah kamu duga!"Mungkin dia pikir aku akan takut dengan ancamannya itu.Dengan berani aku pun ikut membalas tatapan tajamnya serta menimpali ocehannya, "Simpel saja, Pak Aldo. Jangan usik ketenangan saya, maka saya juga tidak akan mengusik Anda. Gampang 'kan?"Pria itu justru terbahak mendengar ucapanku sehingga mengundang perhatian para pengunjung lainnya.Cukup lama dia melakukan itu. Dan aku tidak terpengaruh sama sekali."Come on, Bu Salsa. Suami Anda sudah tertangkap basah dengan seorang wanita. Kenapa Anda masih mau membelanya?" ujar Aldo setelah tawanya mulai mereda.Beberapa detik keheningan melanda.Aku sibuk mencari sesuatu yang akan aku tunjukkan pada si Aldo itu di handphone milikku. "Lihat ini dengan seksama Pak Aldo. Saya yakin Anda cukup ce
Waktu bergulir begitu cepat. Mas Zein sudah diperbolehkan pulang, setelah sebelumnya melakukan serangkaian tes untuk memastikan zat berbahaya di dalam tubuhnya hilang tak tersisa."Jadi bagaimana perkembangan masalah kamu dan sekretarismu itu. Apa sudah beres?" Mama Rita dan Mas Zein tengah mengobrol di kamar Mas Zein sehabis sarapan.Aku yang hendak membantu Mas Zein meminum obatnya berhenti dibalik pintu yang sedikit terbuka.Bukan bermaksud menguping, hanya penasaran saja. Apakah cerita yang akan Mas Zein sampaikan pada mamanya akan sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya sudah aku ketahui, atau justru menutupinya.Samar-samar aku mendengar Mas Zein menjawab pertanyaan mama. Tapi jarak tempatku berada membuat suara Mas Zein tak begitu jelas di telingaku.Akhirnya demi bisa memenuhi rasa penasaran, aku memutuskan untuk ke kamar sebelah saja. Kamar kosong yang biasa ditempati tamu bila ada yang berkunjung.Aku berniat mendengar obrolan mereka dari CCTV. Di samping akan lebih jelas, a
"Zein? Jadi kamu ... Hemmm nguping ya?" ucap mama tersenyum simpul sambil menatapku.Aku nyengir kuda seraya menggaruk kepala yang tidak terasa gatal. "Ketahuan, deh.""Dasar kamu itu. Sini duduk." Mama menepuk sofa panjang yang beliau duduki.Aku pun segera melangkah, mendudukkan bokong tepat di samping mama sesuai perintah beliau.Melirik sekilas, mama Rita masih memperhatikan Mas Zein dari balik layar handphone milikku."Dari kecil Zein tidak pernah menghadapi masalah berat seorang diri. Almarhum papanya selalu menjadi garda terdepan ketika Zein mengalami masalah. Termasuk mama pun akan ikut andil menyelesaikan masalahnya." Mama mulai bersuara.Aku hanya diam, menunggu kalimat berikutnya yang akan mama sampaikan."Hal itulah yang sedikit Mama sesali sekarang. Zein tumbuh menjadi laki-laki yang sulit menyelesaikan masalahnya sendiri. Walaupun kami berhasil mendidik dia menjadi pria yang penyayang dan tidak suka kekerasan. Tapi hal itu justru sering dimanfaatkan oleh orang yang tidak
"Makasih, Sayang. Kamu selalu yang terbaik buat Mas." "Sama-sama, Mas. Salsa bahagia bisa melayani Mas Zein."Setelah menuntaskan apa yang seharusnya dituntaskan, aku dan Mas Zein masih setia bersembunyi dibalik selimut dengan posisi tanpa jarak.Sesekali, suamiku ini masih mengecup keningku."Percayalah, hati Mas sepenuhnya hanya untuk kamu, Dek. Tak pernah ada yang lain.""Aku percaya, kok, Mas.""Tentang Misyka ....""Sssssttt." Aku mengunci mulut Mas Zein dengan telunjuk. "Salsa sudah tahu semuanya."Kemudian aku duduk, diikuti Mas Zein yang juga duduk di belakangku"Kamu cari tahu semuanya, Dek?""Iya. Termasuk zat yang sengaja dimasukkan ke minuman Mas. Cuma ... Salsa masih kesulitan menemukan orang yang mengedit foto-foto Mas.""Serius kamu, Dek. Sudah sejauh itu?" Mas Zein nampak kaget mengetahui aku sudah bertindak lebih cepat dari pada Pak Handoko--kuasa hukum Mas Zein."Lebih dari itu, Mas. Siap-siap saja melihat aksi sang ratu di Istana kerajaan kita ini. Salsa tidak akan
Mama terlihat memicingkan mata. "Memangnya itu anak siapa? Kenapa saya harus menyayanginya?" ketus mama."Ini anak Mas Zein juga, Tan. Kami saling mencintai. Tolong restui kami. Ijinkan aku masuk ke kamarnya saja ya, supaya Mas Zein juga tahu kalau aku sedang mengandung buah hatinya." Misyka kembali beranjak. Mungkin ingin mencari letak kamarku dan Mas Zein.Namun, buru-buru mama mencekal tangan wanita berpakaian dres tanpa lengan itu. Didudukkan lagi tubuh tinggi kurusnya pada sofa."Diam dan tunggu menantu saya keluar. Jangan pernah ganggu mereka. Atau saya bisa membuat tubuh kurusmu itu semakin kurus!" seru mama. Telapak tangannya mencengkeram rambut hitam kebanggaan wanita itu.Misyka meringis. Kepalanya mendongak dengan tatapan penuh kebencian pada mertuaku itu.Di hempasnya kepala Misyka sehingga membentur sandaran sofa. Lalu mama melenggang meninggalkan Misyka begitu saja.Sudah aku bilang, mertua tercintaku itu paling anti dengan yang namanya perusak. Jadi, tak heran kalau lam
"Tangkap penghianat itu. Saya sudah tidak mau mengambil resiko lebih jauh lagi. Amankan di tempat biasa, nanti saya akan ke sana."Sambungan telepon terputus, Setelah orang di seberang sana mengiyakan perintahku.Kini aku berada di rumah sakit menemani mama yang sudah ditangani oleh dokter. Sementara Mas Zain sedang menemui dokter untuk menanyakan penyebab mama seperti ini.Filingku mengatakan semua ini pasti ada sangkut pautnya dengan Misyka dan tikus pengkhianat di rumahku. Tadinya aku pikir ingin menangkap basah musuh dalam selimut itu. Akan tetapi, tikus itu sudah lebih dulu melampaui batas. Tidak ada toleransi apapun lagi selain membasmi hama itu, agar tidak ada lagi yang menjadi korban."Sayang, sebaiknya kamu istirahat di rumah saja. Mama biar Mas yang jagain, kasihan Naura," ucap Mas Zein mengagetkanku."Eh, Mas Zein, bikin kaget saja. Kapan masuknya? kok aku nggak denger," sahutku. "Gimana mau dengar ... kalau mata dan telinga kamu fokus pada benda ini." Tunjuknya pada pons