Purple Doors, Agustus 2020
Bartender itu menuangkan red wine ke dalam sloki ketujuh yang dipesan seorang wanita dan langsung diteguk dengan cepat. Kening wanita itu berkerut manahan pahit. Sudah hampir tiga bulan, sejak malam kejadian dia tertatih meninggalkan Red Buffalo Grand Hotel dengan langkah lunglai, ditiap selepas jam dua puluh satu, di Purple Doors, nama bar ini, yang selalu penuh dengan insan yang mencari penghiburan, Audrey menghabiskan waktunya sampai jelang dini hari. Suara musik mengalun memekakkan telinga. Tidak dia pedulikan beberapa pasang mata menatapnya, mungkin mengagumi wajah jelitanya atau heran dengan keberadaannya yang selalu sendiri.
Sebenarnya dia bukanlah seorang peminum alkohol. Kekalutannya yang membuat Audrey merasa dirinya sudah tidak berharga, dihadapan suami bahkan dilingkungan sekitarnya. Audrey memutuskan tidak membawa permasalahan tersebut ke jalur hukum, karena dia berpikir kehormatan keluarganya akan dipertaruhkan, rumah tangga yang belum lama dia bangun bisa hancur, Audrey tidak menginginkan hal itu. Profesinya mengharuskan dia memiliki kredibilitas yang baik untuk mendapatkan kepercayaan dalam mengerjakan pembangunan di bidang jasa konstruksi dari pihak swasta ataupun pemerintah. Kecamuk perasaan itu yang membuatnya larut dalam kesedihan. Cairan memabukkan yang menemaninya dalam kesendirian, karena suaminya jarang pulang. Perihal kejadian malam jahannam itu juga tidak mungkin dia ceritakan karena Audrey ingin menjaga rumah tangganya tetap utuh.
Gawainya bergetar karena bunyinya kalah keras dengan dentuman musik, seorang disc jockey yang sedang memainkan aksinya.
“Bu, badan Adek tiba-tiba demam.” Yanti, pengasuh anaknya berbicara diseberang sana.
Audrey tertegun, dia merasa kwatir, “Sebentar, Yanti. Saya akan sampai dirumah dalam waktu setengah jam,” jawabnya.
Setelah membayar anggurnya, Audrey melangkahkan kakinya terburu-buru menuju mobilnya yang terparkir. Gas diinjak dengan kecepatan penuh. Berharap putri kecilnya yang cantik cuma demam biasa.
Sesampainya di rumahnya yang tidak begitu besar, Yanti menyambut sambil menggendong Ventria yang menangis. Suhu tubuh Ventria tinggi. Audrey menggendong batitanya dan merebahkan diatas tempat tidurnya, disusuinya sampai Ventria tenang. Sebelumnya Audrey sudah melekatkan selembar kompres sekali pakai yang selalu dia siapkan.
Audrey mendengar bunyi keras dentang satu kali dari jam besar antik yang terletak di ruang tengah. Setelah peristiwa kelam di rooftop Red Buffalo Grand Hotel itu, Audrey susah memejamkan mata. Pikirannya mengembara. Prabu Plan sampai kini tidak mendapatkan tender pekerjaan.
“Bagaimana aku harus membayar gaji karyawan? Aku sudah menjual satu mobil untuk juga agar rumah yang kutempati ini tidak disita bank," keluh Audrey menghela napas dalam.
Kepada suaminya dia membuat alasan kalau pagu dana proyek pengerjaan tiga buah apartemen yang perusahaannya menangkan atas persetujuan Manhattan Group itu harus diturunkan pagu dananya pada nominal yang pasti membuat penyedia jasa merugi. Nilai yang tidak masuk diakal. Padahal RAB yang diajukan Prabu Plan tidak mencari banyak keuntungan.
Kepergian suaminya selama beberapa hari ini juga berkaitan dengan penyelesaian penawaran pengerjaan proyek lain yang mereka ajukan ke PT Gunung Agung. Audrey hanya bisa tertidur sebentar dan terbangun karena mendapati badannya tidak enak. Kepalanya pusing.
Huekh…
Sensasi mual dirasakannya. Audrey tertegun, “Ya, Tuhan. Apa yang terjadi pada diriku!? gumamnya lirih. Dia mengingat-ingat ternyata sudah dua kali waktu datang bulan tamu yang diharapkan absen datang.
Matanya terbelalak kaget, bibirnya menganga, dia merasa de ja vu dengan kondisi seperti ini, betul, kala Ventria kecil hadir di rahimnya. Segera membuka laci lemari yang berada tak jauh dr Ventria tertidur. Sebuah testpack kehamilan. Berlari ke kamar mandi dan mencelupkan alat itu pada urinnya. Setelah harap-harap cemas, dua garis tertera di testpack laksana godam yang meluluh lantakkan kepalanya.
“Aku hamil?” padahal sejak malam terakhir dia bersama Benigno dan sekitar dua bulan sebelumnya, suaminya belum lagi menemani tidurnya. Dia maklum karena suaminya sibuk mencari tender untuk usahanya. “Anak dari laki-laki keparat itu, Benigno!”
Audrey tersungkur dilantai kamar mandinya, wajahnya pucat.
…
Seminggu berlalu,
Telpon genggam Audrey berbunyi. Rupanya ada pesan. Denish, istri adik lelakinya, ‘Kak … kami bertengkar lagi. Saya mau kerumah kakak ya?’
“Duh, apalagi yang sudah Jonash lakukan? Kenapa istrinya pergi kesini lagi?” batin wanita itu. Mau tidak mau mengiyakan permintaan adek iparnya itu.
Masih pukul enam pagi. Denish berjalan cepat memasuki gerbang rumah. Dia menyewa jasa ojek, menenteng koper besar. Audrey bisa melihat dari jendela kamar utama yang terletak di lantai dua.
Audrey mengerenyitkan kening tidak suka. Mereka baru sembilan bulan membina rumah tangga tapi sering ribut.
Dengan berurai air mata, Denish menuju kamar Audrey seperti pesan yang tertulis di gawainya tadi, kakak iparnya ini bilang kalau Ventria tidak bisa ditinggalkan.
“Kak Jonash, dia memukulku gara-gara kuingatkan, uang dua puluh juta yang kak Audrey beri belum lama sudah dia habiskan untuk berjudi,” ucap Denish meminta dukungan.
Audrey tercekat, “Terulang lagi seperti ini?” gerutunya, “Kamu tenangkan diri dulu disini sampai adikku menjemputmu,” ujarnya menenangkan Denish.
Terdengar tangisan keras Ventria, Audrey beranjak cepat menghampiri box bayi itu. Matanya nanar melihat bercak merah disekujur tubuh putrinya, karena kontras dengan warna kulit Ventria yang menurun dari sang mama. Napasnya tersengal dan darah segar keluar dari mulut Ventria.
“Denish, kamu beristirahat dulu di kamar tamu, aku mau bawa Ventria ke rumah sakit,“ tukasnya Audrey panik.
Audrey beranjak cepat meraih mantel untuk dipadankan saja dengan daster untuk sekedar menutupi tubuhnya.
“Aku ikut kak,” ujar Denish sambil bersiap dan segera melangkahkan kakinya dengan sigap.
Tidak menunggu lama mereka sampai di Grand Mercure Hospital yang berjarak sekitar delapan kilo saja dari kediaman Audrey, seorang satpam yang mereka tuju mengarahkan langsung ke ruang NICU, Neonatal Intensive Care Unit, bayi delapan bulan itu dikelilingi beberapa tenaga kesehatan.
Setelah melalui serangkaian test yang panjang dokter Firman Bhirowo menyampaikan dengan penuh kehati-hatian,“ Ibu harus tabah ya, Adek Ventria terdiagnosa kanker darah.“
Kalimat itu laksana petir disiang hari. Tidak pernah Audrey bayangkan mendapatkan ujian seperti ini. Matanya berkaca-kaca.
“Mengapa bisa terjadi begitu cepat, Dok?"
“ Ibu, karakteristik panyakit ini memang begitu. Perkembangannya begitu cepat. Ini tergolong akut. Pada leukemia kronis, berkembang perlahan, tidak memiliki gejala pada tahap awal dan sulit dideteksi. Namun gejala akan muncul setelah penyakit sudah memasuki stadium menengah dan lanjut. Umumnya muncul badan mudah lelah, demam, anemia, namun saat disadari, racun atau toksin telah menyebar keseluruh tubuh. “
Audrey memohon agar dokter itu mengusahakan pengobatan terbaik untuk putri semata wayang nya.
“Baik ibu, Adek akan menjalani chemotheraphy sebagai langkah awal ya.”
Pada kepulangan Prabu dua hari berikutnya, mereka berpikir keras bagaimana mencari dana untuk berobat Ventria yang tidak sedikit.
Prabu adalah pria yang baik, dia tidak keberatan mengantar Denish berbelanja atau sekedar mencari angin. Seperti petang itu, mereka baru menghabiskan waktu di pusat perbelanjaan tidak jauh dari rumah.
Suatu sore, Prabu Wisesa mengatakan akan menemui teman sesama penyedia jasa konstruksi yang akan membagikan tender proyek kepada Prabu Plan. Tentu hal itu disambut baik oleh Audrey, dia berharap keadaan keuangan mereka segera membaik.
Pertemuan Prabu dengan rekan pemberi kerja direncanakan di Big Bang Hotel yang berjarak sekitar sepuluh kilo dari kediaman mereka. Sesampainya disana, Prabu bergegas menuju lift dan berjalan memasuki kamar no 1500 yang telah dia pesan. Diketuknya pintu itu. Seorang wanita cantik bertumbuh indah membuka pintu. Dia bergaun merah yang mengikuti bentuk tubuh, langsung menyambut hangat. Mereka berpelukan, berciuman bibir dengan mesra, layaknya sepasang kekasih yang saling mencinta yang lama tidak bersua. Lengan wanita itu bergelayut manja dilengan Prabu.
“Kak Audrey gak curiga kan, Mas?” tanya wanita itu manja.
“Aman Denish, kakak iparmu itu sangat polos . “
Mereka tertawa tergelak, terbahak-bahak, mentertawakan kebodohan Audrey, wanita baik hati yang malang.
…
Chemotheraphy yang sudah berjalan selama sebulan belum juga menampakkan hasil. Sel kanker telah menggerogoti bayi kecil berusia sembilan bulan itu, Ventria kecil masih tergolek lemas. Tidak berhenti rewel. Hati Audrey tersayat hatinya melihat putrinya tergolek lemah.
Dokter Firman Bhirowo, SP.PD-KHOM,MMRS,FINASIM, (Fellow of Indonesian Society of Internal Medicine) seorang dokter ahli dalam spesialisasi Hematologi Onkologi Medik, yang diberikan gelar oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, suatu gelar akademik tertinggi dalam bidang kedokteran penyakit dalam di Indonesia, telah memberikan opsi operasi transplantasi sumsum tulang belakang untuk tindakan menyelamatkan nyawa bayi cantik itu. Audrey dan Prabu telah menyetujui tindakan itu demi menyelamatkan nyawa buah hati mereka.
Siang itu Audrey sedang menatap putri kecilnya yang tergolek di Ruang NICU saat gawainya berbunyi. Seseorang menelpon dari seberang sana. “Dengan ibu Audrey Abellard?”
“Iya, betul. Saya.”
“Saat ini tuan Jonash Abellard berada dikantor polisi sehubungan dengan tindak pidana penyalahgunaan narkoba. Mohon kerjasamanya untuk kemari. Terimakasih.”
Audrey terkesiap, marah dan kecewa. “Apa lagi yang dilakukan bocah bodoh itu?” gusarnya.
Tapi dia lebih dikejutkan oleh bunyi pesan digawainya.
‘Tuan Abelllard saat ini berada di ruang Intensive Care Unit Moderrate Hospital dalam kondisi koma. paska mengalami syok kardiogenik’
“Pasti papah sudah dikabari tentang Jonash dari kepolisian,” geram Andrea bersungut-sungut penuh emosi.
Dia lebih dulu mencari tahu keadaan papanya. Dengan kecepatan penuh, mobilnya telah sampai di Moderrate Hospital, duapuluhan kilo dari rumah sakit putrinya dirawat.
Dokter Nugraha, spesialis Bedah Thorax, Kardiak dan Vaskular Subspesialis Jantung Dewasa menjelaskan perlu dilakukan operasi bypass jantung.
“Bypass jantung adalah prosedur operasi bedah darurat yang bermanfaat untuk mengatasi penyumbatan arteri pada jantung.”
“Lakukan tindakan terbaik untuk papah saya, Dok. Berapapun biayanya akan segera saya usahakan.” Tanpa berpikir panjang kalimat itu terlontar begitu saja.
Audrey membaca deretan angka yang tertera pada nota pembayaran yang diberikan bagian administrasi. Totalnya dua ratus juta. Matanya terbelalak. Darimana mendapatkan uang sebanyak itu? Tapi dia tetap setuju dan menandatangani dengan perjanjian pelunasan uang sebesar itu akan dilakukan maksimal tiga hari kedepan agar segera dapat dilakukan tindakan operasi. Belum genap empat tahun ibunya meninggal karena sakit yang lama diderita, kali ini Audrey tidak ingin ditinggalkan lelaki yang telah mengasuhnya sejak kecil. Iya, beberapa saat sebelum menghembuskan napas terakhir, ibunya mengatakan Tuan Abellard bukanlah ayah kandung Audrey.
Sepulangnya Audrey dari kantor polisi, dia kembali ke Grand Mercure Hospital menuju bangsal rumah sakit yang dia pesan, sementara Ventria dirawat diruang Neonatal Intensive Care Unit, yang adalah ruang perawatan yang dikhususkan untuk bayi dan anak-anak dengan gangguan kesehatan serius, Audrey tidak boleh berada diruang itu berlama-lama. Kondisi kesehatan Ventria terpantau selalu pada layar monitor yang terletak disitu. Tenaga medis dengan sigap melakukan pekeerjaannya. Audrey mempercayakan anaknya tanpa ragu.Di bangsal? Iya dia menunggu disana, kondisi keuangannya tidak memungkinkan dia menyewa kamar yang lebih baik. Menatap anaknya yang tertidur lemah tidak berdaya tadi, memikirkan adiknya yang menyatakan penyesalannya dan meminta bantuannya untuk terhindar dari jerat hukum, mengusahakan terlaksananya tindakan operasi ayah tirinya, membuat kepalanya pening.Ketika pulang sejenak, Audrey merasa kesedihan itu semakin menikam relung hatinya. Kondisi terjepit yang mengharuskannya mempe
Grand Mercure Hospital27 Oktober 2020Audrey dan suaminya tersenyum bahagia melihat Ventria sudah bisa tertawa setelah operasi transplantasi sumsum tulang belakang yang telah dilakukan beberapa hari lalu. Tinggal pemulihan berangsur-angsur yang akan membuat kesehatan bayi ini semakin membaik. Mereka sudah membawa Ventria pulang dari rumah sakit. Perasaan suka cita bibik Andar dan Yanti menyambut kepulangan Ventria dengan mengihias rumah itu dengan balon hias serta bunga-bunga yang mereka rawat yg tumbuh disamping rumah. Pesta kecil dipersiapkan dengan matang. Mereka mendatangkan banyak kerabat, teman juga saudara. Tak lupa, puluhan anak yang bernaung di panti asuhan yang Audrey sesekali memberikan donaturnya. Sebuah yayasan yang didirikan beberapa teman Audrey dan dirinya yang sebagai bendahara, merawat dan menyekolahkan anak-anak itu agar mendapatkan kasih sayang yang semestinya mereka dapatkan. Audrey memiliki jiwa sosial yang tinggi. Sementara itu kondisi tuan Abellard juga sudah
Benigno Jacob Andriano, adalah putra dari Mathilda, seorang wanita yang dinikahi Sir Jacob karena kecantikannya. Belakangan Sir Jacob mengetahui suatu rahasia yang selama ini Mathilda sembunyikan darinya, Mathilda telah terlibat hubungan gelap dengan seorang lelaki dari masa lalunya yang bahkan telah dia lakukan sebelum bersua Sir Jacob. Mathilda sangat berhasrat menikah dengan Sir Jacob, orang teramat kaya di Italia yang memiliki usaha bernilai trilyunan dolar yang ia lakukan bersama temannya. Gruppo METRO ( Metalmeccanica Torinese) adalah perusahaan besar milik mereka yang memproduksi banyak prodak dari alat pengering rambut sampai helikopter.Benigno, yang Sir Jacob kira adalah anaknya itu ternyata buah cinta Mathilda dengan Frank Kashogie, kekasihnya, sehingga Sir Jacob memutuskan memberikan hak kepemilikan saham sebesar 90 prosen serta seluruh asetnya kepada Audrey. Kenapa Audrey? Wanita itu adalah putri Sir Jacob dengan seorang wanita Jawa Barat, yang telah dia sia-siakan. Suryan
Tujuh jam sebelumnya...Audrey menatap arloji ditangannya, pukul 19 malam. Dia berencana menjenguk ayahnya di rumah sakit. Sudah lima hari paska operasi Bypass*) jantung yang berjalan lancar. Tuan Abellard sudah siuman dari komanya.“ Aku tidak lama, Yanti. Tolong jaga Ventria baik-baik ya.” Pengasuh anaknya mengangguk.Audrey hanya mengenakan jersey dengan celana denim dan sepatu kets. Kehamilannya yang masih tiga bulan belum membuat perutnya membesar. Dia mengendarai mobil yang belum lama dibelikan Benigno, karena kendaraan yang biasa dia pergunakan telah dia iklaskan diberikan kepada Prabu.Sejak kehancuran rumah tangga mereka, Audrey yang memiliki hak asuh atas Ventria membawa serta bik Andar dan Yanti menempati sebuah apartemen yang dibelikan Benigno. Berada disebuah kota yang agak jauh dari rumahnya dahulu. Benigno tidak ingin Prabu dan orang lain yang mengenal Audrey mengetahui keberadaan adik tirinya itu.Rumah yang sebelumnya mereka tempati telah dibeli Benigno dengan harga l
Milan, 22 Oktober 2020Nathaniele Salvator Diangello tersenyum menatap langit dari kaca jendela kerjanya di lantai 17 gedung perkantoran megah Torre Diamante kota Milan. Bola mata biru lelaki dua puluh sembilan tahun itu terlihat berbinar, sesaat setelah Anthony, orang kepercayaannya baru selesai menelephon."Goodjob, Anthoni. Kau lakukan hal terbaik. Bawa wanita itu pulang ke negaranya, bawa serta putri serta bila memungkinkan orang-orang terdekat yang ia sayangi. Kerjakan dengan sempurna. Aku percaya padamu."Kabar orang suruhannya itu sangat dinanti, laksana angin segar yang membuatnya tersenyum sumringah. Mendiang Jacob Andriano, sahabat sekaligus guru terbaiknya meninggalkan surat wasiat yang membuat Nathan menghabiskan waktu hampir setahun untuk menemukan titik terang teka-tekinya selama ini, yaitu keberadaan putri Jacob di Indonesia.Saat ini wanita itu selalu dalam pengawasan anak buahnya. Anthoni juga berhasil menelusi perihal kehidupan putri temannya itu, bagaimana ia terpuru
2 Desember 2020, dini hariTubuh Audrey yang menukik kedalam sungai dibawah jurang itu bak atlet lompat indah yang sedang memperagakan gerakan forward dive*). Audrey adalah perenang yang handal dan kalau saja kepalanya tidak habis dihajar orang suruhan Kiara sebelumnya, serta lengannya tidak tertembak dan mengucurkan darah, alih-alih terlihat indah, lompatan Audrey yang saat itu menderita luka parah adalah pemandangan yang menyedihkan.Hunjaman air pertama dikepalanya membuat Audrey tidak sadarkan diri. Tubuh lemah itu mulai tenggelam. Mata yang terpejam dengan denyut jantung yang melemah. Antara hidup dan mati. Audrey tidak berdaya setelah perjuangan yang panjang malam itu.Cukup lama berada di dasar sungai yang dingin. Riaknya membenamkan tubuh Audrey semakin dalam. Tapi itu membantu Audrey untuk mengalihkan pandangan Kiara sehingga tidak tampak dari ketinggian ia berdiri.Dibibir jurang, Kiara yang tadi masih beberapa kali membidik pistolnya mencari keberadaan Audrey, terhenti ketik
Kiara dan kedua anak buahnya menghabiskan banyak waktu berjalan untuk mengingat-ingat sampai pada akhirnya dapat menemukan mobil mereka terparkir.Mobil Audrey, pemberian dari Benigno, tunangan Kiara, yang berada tidak jauh dari situ telah mereka bakar sampai tertinggal besi meleleh dengan jelaga. Kepulan asap yang mempu menarik perhatian warga yang pukul dua dini hari adalah waktu mereka terlelap dalam selimut dimalam yang dingin itu.Kejahatan yang sempurna, karena diwaktu seperti itu tak satu mahlukpun melintasi jalan yang sangat jauh dari pemukiman warga.Mereka berusaha menghilangkan jejak. Benigno maupun pihak kepolisian setempat sekalipun tidak akan mendapatkan jawaban dari mysteri hilangnya Audrey. Barang bukti tidak ada.Sementara itu Dokter Dante yang melaju mambawa tubuh lemah Audrey hanya menghabiskan waktu sekitar empatpuluh menit perjalanan saja. Sebuah pesawat jet pribafi jenis Cessna 152 yang dapat menggunakan landasan udara tak beraspal telah menunggu mereka. Pesawat
2 Desember 2020Dini hari masih pukul 2 pagi. Sesorang mengetuk pintu apartemen Audrey yang berada di lantai sepuluh, Grey Tower. Wanita berusia empat puluh lima tahun, bermata coklat, rambutnya diikat cepol rapi. Perawakannya tinggi dan langsing, ditemani dua orang lelaki dibelakangnya. Yanti yang terbangun berjalan mendekat, mengintip dari sebuah lubang kecil yang terdapat didaun pintu apartemen itu. Entah mengapa dia merasa kalau wanita yang mengetuk pintu itu sepertinya baik. Karena dari penampilannya seperti wanita kelas menengah dg setelan klasik yang berkesan mahal.Semalaman ini dia dan bik Andar gelisah sampa larut karena sejak pukul sembilan belas tadi petang sampai kini Nyonya Audrey belum juga pulang. Yanti berpikir mungkin saja wanita yang mengetuk pintu itu adalah saudara dari tuannya dan memberi kabar yang penting. Dengan berdoa dalam hatinya, Yanti perlahan membuka pintu itu.Wanita didepannya tersenyum dengan tulus dan mengangguk penuh respek. "Dia sopan dan ter