Sepulangnya Audrey dari kantor polisi, dia kembali ke Grand Mercure Hospital menuju bangsal rumah sakit yang dia pesan, sementara Ventria dirawat diruang Neonatal Intensive Care Unit, yang adalah ruang perawatan yang dikhususkan untuk bayi dan anak-anak dengan gangguan kesehatan serius, Audrey tidak boleh berada diruang itu berlama-lama.
Di bangsal? Iya dia menunggu disana, kondisi keuangannya tidak memungkinkan dia menyewa kamar yang lebih baik. Menatap anaknya yang tertidur lemah tidak berdaya tadi, memikirkan adiknya yang menyatakan penyesalannya dan meminta bantuannya untuk terhindar dari jerat hukum, mengusahakan terlaksananya tindakan operasi ayah tirinya, membuat kepalanya pening.
Ketika pulang sejenak, Audrey merasa kesedihan itu semakin menikam relung hatinya. Kondisi terjepit yang mengharuskannya mempersiapkan dana tidak sedikit. Suaminya jarang pulang karena sedang berjuang merintis usaha yang belum jua menampakkan titik terang.
Semua perhiasan serta tas berharga mahal miliknya yang dulu ia beli kala usahanya berjaya, sudah ia lelang. Beberapa kawan arisannya mau membeli karena Andrea melepasnya dengan harga murah.
Mobil miliknyapun sudah dia jual kepada Lily, sahabat Audrey yang selalu memberikan dukungan moril dan sesekali menemani menunggui Ventria di rumah sakit. Cuma mobil Prabu yang belum dijual, kerena mereka masih membutuhkan untuk mempermudah pekerjaan.
Ditengah keputusasannya, saat ini Audrey tiba-tiba ingin mengakhiri saja hidupnya. Rasanya mau gila, Audrey merasa cobaan ini bertubi-tubi.
“Mas Prabu, kamu dimana?” tangisnya menyayat hati. “Aku butuh dirimu.”
Dia berlari menuruni tangga, dicarinya cairan membasmi serangga yang sama Bibik suka diletakkan dipojok dekat indoor taman belakang.
Audrey berlari kedapur mengambil cawan, lamat-lamat dia mendengar namanya dipanggil. “Bik Andar,” pikirnya.
Tapi panggilan itu tidak dia pedulikan. Cairan itu dituang kedalam cawan kecil, kala cairan beracun itu hampir masuk tenggorokannya, sebuah tangan berkulit keriput menepis kuat dan…
Pranggg…
“Mbak Audreeey, hentikan!” jerit wanita berusia senja itu.
Bik Andar meraih tubuh Audrey dan langsung memeluk erat wanita muda, majikannya yang sangat dia sayangi. Hatinya sangat sedih. Dia bisa mengerti permasalahan yang dihadapi pasti sungguh berat. Tapi bunuh diri adalah cara yang salah. Dengan berurai air mata dipapahnya Audrey masuk ke dalam kamarnya.
“Dek Ventria sangat membutuhkan embak. Bagaimana adek harus menjalani rasa sakitnya apabila mbak Audrey pergi? Mbak harus semangat ya. Pasti Tuhan akan memberi jalan.”
Kalimat bibik menghunjam sanubarinya begitu dalam.
“Bik Andar tidak mengerti beban yang aku hadapi. Tidak mungkin aku jelaskan semua karena itu hanya akan menambah beban pikirannya. Aku tidak mau, karena dia sudah menjadi pengganti ibuku. Dan nasib anak yang kukandung ini? Dia bukan darah daging mas Prabu. Bagaimana kalau perutku semakin membesar? Tapi tindakan bunuh diri adalah salah, anak yang kukandung tetaplah suci dia berhak hidup,” ujarnya dalam hati.
Setelah beberapa menit berlalu dan hatinya mulai tenang, Audrey bertanya, “Tadi bibik memanggil-manggil saya. Ada apa?”
“Tadi hape mbak Audrey yang diletakkan diruang tengah berbunyi lama, bibik pikir ada hal penting, barangkali berita tentang adek. Tapi tadi ini terus mati mbak.”
Diperiksanya gawai yang disodorkan bik Andar. Bukan nomor telephon Prabu Wisesa, tapi Benigno tertera mengubunginya.
Ini kali yang keseratus tiga dia menghubungi setelah seratus dua sebelumnya selalu ditolak.
Sejenak akal sehat Audrey memainkan perannya. “Mungkin ini yang dimaksud “pertolongan Tuhan”. Mungkin “setan” itu bisa aku manfaatkan untuk membebaskanku dari permasalahan keuangan yang menghimpit ini, baiklah. Tidak ada cara lain,” lirihnya dalam hati.
“Baik, Bik. Saya mau istirahat ya, saya janji tidak akan menyentuh cairan racun itu.”
Bibik menganguk lembut, wanita itu tahu bahasa isyarat yang nyonya mudanya tunjukkan agar dia pergi. Setelah menghilang dibalik pintu kamarnya, Audrey meraih kembali gawai itu. Berat sebenarnya harus memutuskan ini, tapi mungkin hanya ini satu-satunya cara yang bisa dia lakukan.
Ditekan telefon balik di layar yang tertera.
“Sayang, apa kabarmu?” jawab seseorang dari seberang sana. Suaranya begitu bersemangat seperti tidak percaya, Audrey bersedia menelephon balik.
Audrey bergidik, dia masih kesal. Kejadian malam beberapa waktu lalu melintas dipikirannya, “Dasar lelaki biadab,” pikirnya. Audrey menyadari lelaki seperti itu harus dihadapi dengan kelembutan untuk bisa dia perdaya, demi membalaskan dendamnya.
“Bagaimana, Sayang?” tanya Beni, mengulang pertanyaannya.
...
Kafe Sekopi Hitam.
Pukul Delapan Petang.
Pengunjung tidak banyak, karena hanya kalangan elit yang bisa memiliki akses ke kafe mewah itu.
Audrey hanya memoles lipstik tipis ke bibirnya agar wajah putih cantikmya tidak pucat. Mengenakan pakaian longgar untuk menutupi perutnya yang sebenarnya diusia tiga bulan belum terlihat besar. Tapi Audrey dengan gaya apapun terlihat sangat menawan. Siang ini Audrey bersedia menerima ajakan pertemuan Benigno, dia tahu maksud lelaki itu, tapi Audrey berpikir tidak dengan cuma-cuma Benigno mendapatkan dirinya begitu saja.
“Langsung ke maksud keinginanku mengajakmu kemari, Sayang. Aku sangat ingin menikahimu.”
Audrey menatap Beni tajam. Hatinya tidak suka, benci sekali terhadap lelaki yang melakukan cara keji untuk mendapatkan keinginannya. Tapi tidak ada pilihan lain, Audrey harus melanjutkan hidup carut marutnya. Ditata hatinya, kemudian berujar datar, “Aku harus menerimamu karena keadaan yang memaksa.”
Tertunduk dan matanya mulai berkaca-kaca.
Benigno Jacobson tersenyum puas. Hatinya membuncah rasa bahagia. Dia merasa jiwanya terbang kelangit ketujuh. Akhirnya wanita sombong ini bersedia dia nikahi.
“Nah, sekarang ceritakan padaku masalahmu.” Sekali lagi Benigno bersandiwara, karena dialah dalang dibalik hampir semua masalah Audrey.
“Bantu aku untuk membiayai operasi anakku dan ayahku yang tiba-tiba koma. Adikku satu-satunya terlibat perdagangan narkoba. Aku harus berurusan dengan kepolisian. Dan rumahku terancam disita Bank, karena aku sudah tidak mampu membayar. Dan masalah utamanya kamu tahu, aku bukanlah wanita lajang.”
“Kau akan menceraikannya. Itu bukan hal yang sulit. Terlebih dahulu aku akan membantu semua kesulitan keuangan yang kau hadapi. Kau tenang saja.”
Grand Mercure HospitalAudrey dan suaminya tersenyum bahagia melihat Ventria sudah bisa tertawa setelah operasi transplantasi sumsum tulang belakang yang telah dilakukan beberapa hari lalu. Tinggal pemulihan berangsur-angsur yang akan membuat kesehatan bayi ini semakin membaik. Mereka sudah membawa Ventria pulang dari rumah sakit. Sementara itu kondisi tuan Abellard juga sudah tersadar dari komanya. Benigno membuktikan ucapannya. Jonash Abellard menunggu beberapa minggu sebelum pengacara terhebat di negeri ini akan dapat membebaskannya dari jerat hukum. Hutang bank mereka pun tanpa sepengetahuan suaminya telah Audrey lunasi. Kesulitan Audrey telah berangsur-angsur teratasi.…Siang panas pukul tiga belas, Benigno berjanji akan memberikan jalan keluar terbaik untuk memuluskan rencana pernikahan mereka. Di kafe Sekopi Hitam, mereka akan mengadakan pertemuan rahasia.Audrey datang sesuai waktu yang telah mereka sepakati.Benigno sudah duduk menantinya di private room.“Kau lihat video i
Benigno Jacobson, adalah putra dari Mathilda, seorang wanita yang dinikahi Sir Jacob karena kecantikannya. Belakangan Sir Jacob mengetahui suatu rahasia yang selama ini Mathilda sembunyikan darinya, Mathilda telah terlibat hubungan gelap dengan seorang lelaki dari masa lalunya yang bahkan telah dia lakukan sebelum bersua Sir Jacob. Mathilda sangat berhasrat menikah dengan Sir Jacob, orang teramat kaya di Italy, yang memiliki usaha bernilai trilyunan dolar yang ia lakukan bersama temannya. Gruppo METRO ( Metalmeccanica Torinese) adalah perusahaan besar milik mereka yang memproduksi banyak prodak dari alat pengering rambut sampai helikopter.Benigno, yang Sir Jacob kira adalah anaknya itu ternyata buah cinta Mathilda dengan Frank, kekasihnya, sehingga Sir Jacob memutuskan memberikan hak kepemilikan saham sebesar 90 prosen serta seluruh asetnya kepada Audrey. Kenapa Audrey? Wanita itu adalah putri Sir Jacob dengan seorang wanita Jawa Barat, yang telah dia sia-siakan. Suryani memutuskan m
Tujuh jam sebelumnya...Audrey menatap arloji ditangannya, pukul 19 malam. Dia berencana menjenguk ayahnya di rumah sakit. Sudah lima hari paska operasi Bypass*) jantung yang berjalan lancar. Tuan Abellard sudah siuman dari komanya.“ Aku tidak lama, Yanti. Tolong jaga Ventria baik-baik ya.” Pengasuh anaknya mengangguk.Audrey hanya mengenakan jersey dengan celana denim dan sepatu kets. Kehamilannya yang masih tiga bulan belum membuat perutnya membesar. Dia mengendarai mobil yang belum lama dibelikan Benigno, karena kendaraan yang biasa dia pergunakan telah dia iklaskan diberikan kepada Prabu.Sejak kehancuran rumah tangga mereka, Audrey yang memiliki hak asuh atas Ventria membawa serta bik Andar dan Yanti menempati sebuah apartemen yang dibelikan Benigno. Berada disebuah kota yang agak jauh dari rumahnya dahulu. Benigno tidak ingin Prabu dan orang lain yang mengenal Audrey mengetahui keberadaan adik tirinya itu.Rumah yang sebelumnya mereka tempati telah dibeli Benigno dengan harga l
Nathaniele Salvator Diangello tersenyum menatap langit dari kaca jendela kerjanya di lantai 17 gedung perkantoran megah Torre Diamante kota Milan. Bola mata biru lelaki dua puluh sembilan tahun itu terlihat berbinar, sesaat setelah Anthony, orang kepercayaannya baru selesai menelephon.Kabar orang suruhannya itu sangat dinanti, laksana angin segar yang membuatnya tersenyum sumringah. Mendiang Jacob Andriano, sahabat sekaligus guru terbaiknya meninggalkan surat wasiat yang membuat Nathan menghabiskan waktu hampir setahun untuk menemukan titik terang teka-tekinya selama ini, yaitu keberadaan putri Jacob di Indonesia.Anthoni dipercaya untuk mencari dan mengamankan wanita pewaris Gruppo METRO (Metalmeccanica Torinesse), sebuah perusahaan besar, penguasa pasar industri di Italia, berada di kota Milan. Perusahaan yang memproduksi dari alat pengering rambut sampai helikopter. Belum lagi ban untuk setiap mobil yang keluar dari perusahaan FAMA (Fabbrica Milanesse Automobili), dimana Nathan ada
Tubuh Audrey yang menukik kedalam sungai dibawah jurang itu bak atlet lompat indah yang sedang memperagakan gerakan forward dive*). Audrey adalah perenang yang handal dan kalau saja kepalanya tidak habis dihajar orang suruhan Kiara sebelumnya, serta lengannya tidak tertembak dan mengucurkan darah, alih-alih terlihat indah, lompatan Audrey yang saat itu menderita luka parah adalah pemandangan yang menyedihkan.Hunjaman air pertama dikepalanya cukup membuat Audrey tidak sadarkan diri. Tubuh lemah itu mulai tenggelam.Cukup lama berada di dasar sungai yang dingin.Dibibir jurang, Kiara yang tadi masih beberapa kali membidik pistolnya mencari keberadaan Audrey, terhenti ketika wanita itu kehabisan peluru.“Damn!” teriaknya kesal.Tapi disisi lain, dia yakin kalau ‘buruannya’ itu sudah tewas dan tenggelam.“Kau sudah tamat, Audrey Abellard! Sekarang tidak ada yang mengganggu hubunganku dengan Benigno Jacob Andriano!” Kiara terbahak dan menyeringai.“Semudah ini saja aku menghabisimu?” Kiar
Kiara dan kedua anak buahnya menghabiskan banyak waktu berjalan untuk mengingat-ingat sampai pada akhirnya dapat menemukan mobil mereka terparkir.Mobil Audrey, pemberian dari Benigno, tunangan Kiara, yang berada tidak jauh dari situ telah mereka bakar sampai tertinggal besi meleleh dengan jelaga. Kepulan asap yang mempu menarik perhatian warga yang pukul dua dini hari adalah waktu mereka terlelap dalam selimut dimalam yang dingin itu.Kejahatan yang sempurna, karena diwaktu seperti itu tak satu mahlukpun melintasi jalan yang sangat jauh dari pemukiman warga.Mereka berusaha menghilangkan jejak. Benigno maupun pihak kepolisian setempat sekalipun tidak akan mendapatkan jawaban dari mysteri hilangnya Audrey. Barang bukti tidak ada.Sementara itu Dokter Dante yang melaju mambawa tubuh lemah Audrey hanya menghabiskan waktu sekitar empatpuluh menit perjalanan saja. Sebuah pesawat jet pribafi jenis Cessna 152 yang dapat menggunakan landasan udara tak beraspal telah menunggu mereka. Pesawat
Dini hari masih pukul 2 pagi. Sesorang mengetuk pintu apartemen Audrey yang berada di lantai sepuluh, Grey Tower. Wanita berusia empat puluh lima tahun, bermata coklat, rambutnya diikat cepol rapi. Perawakannya tinggi dan langsing, ditemani dua orang lelaki dibelakangnya. Yanti yang terbangun berjalan mendekat, mengintip dari sebuah lubang kecil yang terdapat didaun pintu apartemen itu.Entah mengapa dia merasa kalau wanita yang mengetuk pintu itu sepertinya baik. Karena dari penampilannya seperti wanita kelas menengah dg setelan klasik yang berkesan mahal.Semalaman ini dia dan bik Andar gelisah sampa larut karena sejak pukul sembilan belas tadi petang sampai kini Nyonya Audrey belum juga pulang. Yanti berpikir mungkin saja wanita yang mengetuk pintu itu adalah saudara dari tuannya dan memberi kabar yang penting. Dengan berdoa dalam hatinya, Yanti perlahan membuka pintu itu.Wanita didepannya tersenyum dengan tulus dan mengangguk penuh respek. "Dia sopan dan terlihat berpendidik
Benigno Jacob Andriano menyelesaikan sekolah Internasional Milan dengan peringkat agak menyedihkan dan melanjutkan study ke Indonesia. Disanalah dia mengenal Audrey yang saat itu belum diketahui bila wanita cantik, kembang kampus itu ternyata putri lelaki yang sudah menikahi ibunya Mrs Mathilda Andriano.Secara tidak sengaja pertemuan itu terjadi dan saling mengenal. Kenalan biasa seperti teman-teman Audrey lain yang mengenalnya.Entah mengapa dari berbagai literatur yang dia baca sebelumnya, Benigno memutuskan melanjutkan study di negara itu karena tertarik dari bentang alam serta keindahan negerinya.Alasan lebih kuat dari itu sebenarnya adalah, Benigno remaja tertarik dengan kecantikan wanita Indonesia yang memiliki kulit yang eksotis serta pembawaannya yang lemah lembut. Entah secara kebetulan apa sekedar mengisi hidupnya saja, karena alih-alih serius menimba ilmu dengan tekun, dia kuliah cuma karena menuruti kehendak ayahnya.Sir Jacob Andriano tidak berkeberatan menerima keput