Share

Bab 8

Suasana di klinik agak kaku untuk sesaat.

Nathan tersenyum tipis. Dia memakai masker sehingga Elena tidak bisa melihat senyumannya.

Dia mengikuti kemauan Elena. Dia berkata, "Ternyata kamu belum menikah, maaf. Meskipun istri keponakanku juga bernama Elena, keponakanku itu seorang bajingan."

Nada Nathan penuh dengan rasa jijik.

"..."

Elena tidak tahu harus senang atau marah.

Dia tidak yakin dengan hubungan antara Nathan dan Kaedyn.

Namun, pria ini mengatakan bahwa keponakan adalah seorang bajingan.

Entah itu bajingan benaran atau bukan.

Dari nada suaranya, Nathan tampak muak terhadap keponakannya itu.

Nathan seharusnya tidak akan memberi tahu siapa pun tentang aborsinya, bukan?

"Apakah rumah sakit ini merahasiakan kondisi pasien?" tanya Elena.

Nathan mengetik kata terakhir di komputer, kemudian mencetak daftarnya. Mendengar pertanyaan Elena, dia pun tersenyum. "Kalau ada uang, kamu bisa membeli riwayat medis yang kamu inginkan."

"Bukankah ini melanggar etika profesional?" tanya Elena lagi.

Sulit untuk dijelaskan. Apakah rumah sakit ini begitu tak bermoral?

Akan tetapi, omongan Nathan ada benarnya.

Nasib Elena sangat buruk dalam memilih rumah sakit.

Sebelumnya dia bertemu Kaedyn dan Doreen, kali ini dia bertemu pamannya Kaedyn.

"Nona Elena, operasinya besok jam tiga sore. Kamu bisa mengurus prosedur rawat inap dengan tanda terima ini.

Elena mengangguk dengan tidak fokus.

"Sebelum operasi, jangan lupa buang air kecil dan kosongkan kandung kemih," pesan Nathan.

Elena tertegun sejenak, lalu dia mengangguk dengan wajah agak merah. "Terima kasih."

Saat Elena hendak keluar dari ruang konsultasi ....

Perawat yang tadi berbicara dengan manja bertanya kepada Nathan sambil tersenyum, "Dokter Nathan, aku membuat bekal penuh cinta. Apakah kamu ingin mencicipinya?"

Nathan menatap layar komputer sambil memikirkan berbagai hal. Dia menjawab tanpa mengangkat kepalanya, "Tingkahmu bisa dianggap sebagai pelecehan seksual di tempat kerja. Aku bisa lapor polisi."

Elena seketika merasa canggung untuk perawat itu. Dia sangat terkejut.

Dia kemudian meninggalkan ruang konsultasi dengan raut datar.

Nathan membaca informasi Elena, kemudian mengganti ekspresi santainya. Janin dalam perut Elena ....

Nathan mengirim pesan untuk meminta seseorang menyelidiki Elena.

Sebenarnya Nathan pernah bertemu Elena dua bulan lalu.

Di hotel.

Malam itu.

Secara tidak sengaja, mereka berhubungan intim.

Hari itu Nathan pergi ke Kota Burgan dan minum-minum bersama beberapa temannya.

Mereka menertawakan Nathan yang masih perjaka, serta mengatakan bahwa hadiah untuk mengakhiri keperjakaan Nathan ada di dalam kamar.

Ketika Nathan keluar dari kamar mandi, dia melihat seorang wanita telanjang di tempat tidurnya.

Nathan bukankah orang suci yang tak memiliki hasrat. Dia hanya acuh tak acuh terhadap aspek ini.

Gairah Nathan sangat tinggi malam itu.

Wanita itu juga sangat kooperatif.

Dari jendela, sofa, hingga kamar mandi, wanita bersikap sangat kooperatif.

Satu hari setelah kejadian itu.

Ketika Nathan melihat hadiah yang diberikan temannya untuk mengakhiri keperjakaannya ternyata sebuah cangkir yang bisa membantu pria mencapai klimaks tanpa menggunakan jari atau wanita ....

Nathan merasa marah. Wanita itu naik ke atas ranjangnya, bahkan berhasil.

Tak disangka, dua bulan kemudian, saat mereka bertemu kembali, wanita tersebut tidak mengenalinya.

Nathan mengerutkan kening, ini terlalu kebetulan.

Wanita ini muncul di hadapannya dalam kondisi hamil, jadi Nathan harus berhati-hati.

Kalau dihitung-hitung, janin dalam perut Elena mungkin benihnya.

Namun, mungkin juga tidak.

Nathan mengusap keningnya.

Semua jawaban harus menunggu hasil penyelidikan.

Siang harinya, Elena mencari sebuah restoran kecil untuk makan.

Dia mengangkat pandangannya dari tempat duduknya, lalu melihat sebuah mobil hitam merek internasional diparkir di seberang jalan.

Dua pria berjas hitam berjaga di luar mobil.

Pintu mobil terbuka, kemudian Elena melihat pria itu keluar dari mobil.

Dokter bernama Nathan itu.

Dari seberang saja, Elena bisa merasakan aura Nathan yang dingin dan tegas. Berbeda dengan aura santai yang Nathan tunjukkan kepada Elena sebelumnya.

Nathan sepertinya merasakan seseorang sedang menatapnya. Dia menolehkan kepalanya ke arah kedai mi.

Elena dengan cepat mengambil menu untuk menutupi wajahnya.

Leon, asisten Nathan yang turun dari mobil, dengan hormat menyerahkan informasi tentang seorang wanita bernama Elena kepada Nathan. "Bos, kapan Bos kembali ke ibu kota?"

Nathan menarik pandangannya dari kedai mi itu, lalu dia menerima informasi tersebut. "Nggak buru-buru."

Leon mengangguk lalu hendak pergi.

Tak disangka begitu dia hendak masuk ke dalam mobil, Nathan memanggilnya.

"Suruh seseorang untuk mencari tahu siapa yang mengambil rekaman CCTV malam itu."

Nathan mencibir dengan penuh arti. Dia tidak menyangka bahwa semuanya benar-benar kebetulan.

Bisa-bisanya Elena adalah istri dari keponakannya itu.

"Baik." Leon kemudian masuk ke dalam mobil, lalu melajukan mobil pergi.

...

Mi yang dipesan Elena datang.

Dia melihat ke seberang jalan sebelum meletakkan menunya.

Mobil sudah melaju pergi.

Dia meletakkan menu, lalu memakan minya.

Sebuah amplop besar diletakkan di depannya. Elena mendongak, kemudian dia melihat Nathan.

Nathan juga memesan semangkuk mi. Dia duduk di depan Elena.

"Nona Elena, kamu nggak boleh makan makanan pedas sekarang."

Elena menambahkan sedikit cabai ke dalam mi. Dia tidak percaya pada Nathan. "Aku hanya mencampur sedikit cabai."

Mata Nathan tertuju pada amplop besar di atas meja yang berisi informasi Elena.

Informasi tersebut juga tertulis bahwa Elena sangat mencintai keponakannya.

Nathan mengernyit ketika memikirkan operasi aborsi yang akan dia lakukan pada Elena besok.

Nathan baru pertama kali menghadapi hal seperti ini.

Elena memakan mi dengan lambat. Setelah Nathan selesai makan dan pergi pun, Elena masih sedang makan.

Nathan juga membayar pesanan Elena.

Keesokan harinya, jam tiga sore.

Elena didorong ke ruang operasi.

Dia meletakkan tangannya di atas perutnya, merasa ingin menangis, merasa seperti semuanya sudah berakhir.

"Jangan gugup. Semuanya akan baik-baik saja setelah kamu bangun."

Ketika Elena yang dibius akan kehilangan kesadaran, dia mendengar kalimat itu dari Nathan.

Melihat Elena kehilangan kesadaran, Nathan pun bertanya kepada perawat yang bertugas, "Apakah anggota keluarganya datang?"

Perawat itu menggelengkan kepalanya. "Nggak terlihat."

Wanita ini datang untuk melakukan aborsi sendirian. Entah pria mana yang begitu bajingan.

Mata Nathan tertuju pada wajah Elena yang tidak sadarkan diri, kemudian berpindah ke perutnya.

Nathan mengambil alat aborsi, kemudian memegang pergelangan kaki wanita itu dengan tangannya yang memakai sarung tangan.

Nathan yang awalnya sudah siap melakukan aborsi pada Elena, menghentikan gerakan.

"Tunggu sebentar."

"Dokter Nathan?"

"Aku akan telepon dulu."

Setelah itu, Nathan keluar dari ruang operasi.

Nathan bersandar ke dinding, kemudian menghubungi Kaedyn.

Kaedyn cukup bingung ketika dia menerima panggilan telepon dari Nathan. Pasalnya, dia tidak begitu dekat dengan pamannya ini.

"Apakah kamu berhubungan badan dengan istrimu selama dua bulan terakhir?"

"???"

Kaedyn sedikit bingung.

Nathan mengerutkan keningnya. "Cepat jawab, aku sedang mengisi kuesioner yang diperlukan oleh rumah sakit."

Kaedyn tiba-tiba paham. Oh, ternyata sedang mengisi kuesioner.

Apakah rumah sakit masih zaman melakukan kuesioner?

Meskipun Kaedyn merasa agak aneh, karena orang yang bertanya adalah Nathan, dia pun terpaksa menjawab.

Kaedyn mengingat malamnya bersama Elena di hotel dua bulan lalu. "Ya."

Nathan mengangkat kelopak matanya, tatapannya sedikit dingin. "Apakah kamu masih ingat tanggalnya?"

"3 Mei," jawab Kaedyn.

Nathan, "..."

Kebetulan sekali.

Malam dia berhubungan intim dengan Elena juga terjadi pada tanggal 3 Mei.

Mustahil Elena masih memiliki kekuatan untuk mencari Kaedyn malam itu.

Selain itu, malam itu adalah pengalaman pertama bagi Elena.

"Bagaimana dengan setelah tanggal 3 Mei? Apakah kalian nggak melakukannya lagi?"

"Nggak."

Ketika Nathan mendengar jawaban ini, dia mengangkat sebelah alisnya lalu berkata dengan santai, "Kehidupan seks kalian kurang bagus ya."

"Ya," jawab Kaedyn.

Kaedyn tidak menyukai Elena, jadi wajar saja dia tidak mau tidur dengan Elena. Malam itu dia demam sehingga terjadi kecelakaan.

Nathan sangat yakin bahwa janin dalam perut Elena adalah miliknya.

Dia merasa masalah ini agak rumit.

Sepertinya Elena juga mengira bahwa pria malam itu adalah Kaedyn.

Nathan berpikir bahwa dirinya bukan orang baik, tetapi dia tidak cukup jahat untuk menghancurkan pernikahan orang lain.

Dia menutup panggilan telepon, kemudian masuk ke dalam ruang operasi lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status