Share

Bab 13

Suasana tampak ambigu.

Elena mendapat suntikan dan akhirnya bisa tidur nyenyak.

Nathan, yang telah melakukan sesuatu, pergi untuk mencuci tangannya.

Dia melihat jari-jarinya yang ramping, lalu tersenyum.

Elena perlahan membuka matanya, kemudian dia mencium bau disinfektan rumah sakit.

Dia mendengar suara seorang pria berbicara dengan suara rendah.

Ketika dia sudah sadar, dia menoleh lalu mendapati pria yang berdiri di dekat jendela sedang bertelepon.

Suaranya sangat serak, tetapi ada sedikit nada dingin dalam perkataannya. "Biarkan dia tinggal di penjara selama sisa hidupnya."

Brandon Edkins yang ada di ujung telepon tertawa. "Nathan, bisa-bisanya kamu marah karena seorang wanita. Ini nggak seperti kamu."

"Mungkin aku kerasukan," kata Nathan dengan malas, nadanya tidak terdengar takut. "Harus membaca kitab suci."

"Oke, serahkan masalah ini kepadaku," sahut Brandon dengan semangat.

Nathan sepertinya menyadari bahwa seseorang sedang menatapnya. Dia menoleh, lalu melihat wanita yang masih terbaring di ranjang rumah sakit itu sedang memandangnya.

Sudut bibir Nathan sedikit terangkat, dia pun langsung menutup panggilan telepon temannya.

"Sudah bangun?"

Elena lebih memilih tidak bangun untuk sementara.

Pikirannya samar-samar mengingat apa yang terjadi tadi malam.

Bisa-bisanya Nathan ... membantunya ... melampiaskan gairahnya ....

Elena tersipu. Dia memejamkan matanya, kemudian menutupi kepalanya dengan selimut.

Tidak, aku belum bangun.

Rasanya dia mau mati saja.

Nathan mengangkat sebelah alisnya. Dia berjalan ke samping tempat tidur, lalu menatap wanita yang ada di bawah selimut itu. "Kenapa sembunyi? Keluar."

"..."

Elena benar-benar berpura-pura mati.

Sangat memalukan.

Setelah menunggu beberapa saat, Elena pun mendengar seseorang membuka pintu dan keluar.

Elena baru kemudian membuka selimutnya. Saat dia membukanya, dia melihat Nathan berdiri di samping tempat tidur sambil memandangnya dengan geli.

"Halo, Dokter Nathan. Kebetulan sekali."

Dia pura-pura tidak mengingat apa yang terjadi tadi malam.

Selama Elena tidak mengatakannya, Nathan tidak akan tahu bahwa Elena masih ingat apa yang terjadi tadi malam.

Nathan membuka kotak makan, lalu menatap Elena dengan penuh arti. "Bangun, minum sup ayam."

Tadi dia membuka pintu untuk mengambil sup ayam.

Elena duduk, rambutnya tergerai di bahunya, wajah cantiknya tampak linglung.

Dia bertanya dengan suara serak, "Kenapa Dokter Nathan menjadi dokter di sini?"

Nathan mengenakan jas putih.

Nathan bergumam lalu mengangkat sebelah alisnya dengan malas, "Kenapa kamu nggak panggil 'paman' lagi?"

Telinga Elena memerah, dia pun memanggil dengan tenang, "Paman."

Nathan terkekeh.

Setelah Elena memanggil, perutnya pun keroncongan.

Ketika orang lain dirawat inap, kerabat dan teman mereka akan datang untuk merawat mereka.

Sedangkan Elena hanya sendirian sampai sekarang.

Dia tampak kasihan.

Aroma sup ayam keluar dari kotak termos yang dibuka Nathan, sangat harum.

"Sup ayam ini terbuat dari ayam kampung. Kamu minum ini dulu untuk mengganjal perut sambil pikir ingin makan apa."

Nathan mengisi semangkuk sup ayam yang masih mengepul, kemudian menaruhnya di meja samping tempat tidur.

Elena tidak menyangka Nathan akan menyiapkan sup ayam untuknya karena mereka berdua tidak terlalu akrab. "Terima kasih."

Jika bukan Nathan yang menyelamatkannya tadi malam, Elena mungkin akan menyeret Nicholas ke neraka.

Kaedyn cukup kejam.

Melihat ekspresi malu Elena, Nathan pun menggodanya. "Harga ayam ini dua ratus ribu. Jangan lupa transfer ke aku."

Elena pun mengangguk. "Oke."

Dia berhati-hati untuk tidak menyentuh luka di tangan kirinya sambil bangkit dari tempat tidur. Kakinya lemas, Elena hampir jatuh.

Elena, "..."

Kakinya sangat lemas.

Wajahnya panas sekali.

Untungnya, Nathan memapahnya.

"Aku akan menggendongmu."

Nathan tahu Elena mau pergi ke kamar mandi untuk sikat gigi.

Elena yang digendong tiba-tiba teringat akan hal bodoh yang dia lakukan tadi malam.

Elena menggigit puting Nathan.

Elena mencoba mengucapkan terima kasih dengan tenang. "Terima kasih."

"Sama-sama, yang penting jangan gigit aku."

Nathan berkata dengan santai dan menggoda.

Elena, "..."

Nathan bersikap baik tanpa tanggung-tanggung. Dia memencet odol untuk Elena. "Gosoklah, aku akan memapahmu."

Elena telah mendapatkan kembali tenaganya, tetapi tubuhnya masih lemas.

Obat yang diberikan Nicholas sangat kuat.

Elena langsung berkumur lalu menggosok gigi.

Nathan melihat rambut panjang Elena berantakan, jadi dia mengambil sisir untuk menyisir rambut Elena dengan halus.

Nathan tidak menyangka.

Bahwa suatu hari dia akan menyisir rambut wanita.

Elena berhenti sejenak, lalu dia lanjut menyikat giginya sambil tersenyum.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status