“Jangan pernah menyentuhku dengan tangan kotormu itu!”
Zaya menepis tangan Evan yang menyambutnya ketika ia baru saja memasuki rumah. Ia pikir, pria itu masih asyik bergumul dengan selingkuhannya di kantor hingga tidak akan pulang, seperti sebulan belakangan.Namun ternyata, pria itu telah menunggunya dengan tatapan wajah kemerahan dan raut frustrasi. Pria itu bahkan sempat memujinya cantik, padahal selama sebulan mulut pria itu selalu bungkam.“Kenapa aku tak boleh menyentuhmu? Aku suami kamu.”Zaya tertawa miring. “Suami? Suami yang tega mencumbu wanita lain di belakang istrinya?”“Itu kekhilafan saja, Zaya. Berapa kali harus kukatakan, dialah yang terus menggodaku. Aku—”“Cukup!” Zaya mengarahkan tangannya ke depan, memberi kode agar suaminya berhenti bicara. “Aku tidak perlu penjelasan apa pun darimu. Pengkhianatan yang kamu lakukan tadi sudah menunjukkan pilihanmu.” Wanita itu menatap garang. Lalu, dengan suara dinginnya, ia berujar, “Ceraikan aku, Mas!”Sesaat, raut wajah Evan terlihat menegang. Wajahnya yang semula memerah kini memucat.Zaya menahan dengusannya, ia begitu yakin jika Evan tidak membayangkan kalau wanita yang begitu mencintainya itu sanggup mengucap kata pisah.“Z-zaya??" Suara Evan bahkan tergagap. "Apa kamu sadar dengan apa yang kamu ucapkan?”“Apa kamu juga sadar dengan apa yang kamu lakukan di belakangku, Mas? K-kamu—” Kata-kata Zaya tercekat di tenggorokan.Sekuat tenaga Zaya menahan diri agar tidak menangis di depan laki-laki brengsek yang tega mengkhianatinya. Ia harus tegar dan juga tetap tegas meminta cerai dari peselingkuh yang tega menodai tali suci pernikahan yang sudah terjalin selama dua tahun.“Aku tak sengaja, Zaya. Itu karena kamu—”“Karena aku bau bawang? Karena aku lusuh dan kumal?” Ia mengulang pernilaian sang suami padanya tadi siang. “Kalau hanya itu masalahmu, kenapa tidak jujur sedari awal sehingga aku bisa memperbaikinya?!” Zaya menjerit, tak kuasa membendung kesedihannya.Zaya pikir, apa lagi yang harus dipertahankan? Evan bahkan sudah menganggapnya rendah dengan membandingkannya dengan wanita murahan seperti Mira, contohnya.“Aku—”“Aku sungguh tidak sanggup lagi menjalani hidup bersamamu.” Nada suara Zaya melemah, kendati pancaran emosi itu masih terlihat kental di matanya. “Lepaskan aku dan nikahi dia agar kalian tidak terus-terusan berzina!”“Itu tidak adil untukku, Zaya.” Pria itu kembali enggan mengabulkan permintaan istrinya. “Hukuman ini tidak setimpal."Bibir Zaya naik, ia juga menatap sinis. "Kamu bahkan masih berhitung setimpal atau tidak?"Ia tidak habis pikir dengan jalan pikiran sang suami."Zaya, dengarkan aku dulu." Evan berusaha tenang agar sang istri mau mendengarkannya secara utuh. "Aku tidak mau bercerai. Aku tidak ingin kehilangan semuanya."Emosi Zaya yang tengah di puncak itu lagi-lagi merasa perkataan Evan sungguh menyayat hati."Maksudmu posisimu sebagai pewaris?" tuduh Zaya. Zaya menatap kecewa, juga marah. Wanita itu menggelengkan kepalanya. "Apa selama ini kamu hanya menganggapku alat untuk mendapatkan kekuasaan, Mas?!”“Sial! Bukan begitu, Zaya. Maksudku ….” Evan mengacak rambutnya, semakin merasa pusing karena cecaran sang istri. "Apa yang harus aku jelaskan pada Mama? Aku—""Soal Mama, jangan khawatir. Kupastikan kamu hanya kehilangan istrimu yang tidak menarik ini, bukan jabatan yang kamu bangga-banggakan itu!” Zaya menghela napas panjang. "Kalau Mas tidak mau menceraikanku, maka aku yang akan melayangkan gugatan.""T-tapi, Zaya—"Zaya mengangkat tangannya, menghentikan ucapan Evan lagi. Wanita itu menghela napas panjang dan menatap dingin pria yang sebentar lagi akan jadi mantan suaminya ini.Baginya, inilah keputusan final yang meski pahit harus ia terima. "Ikuti saja semua proses cerainya agar kita berdua bisa cepat bebas dari pernikahan sialan ini!"Sedetik kalimat pamungkas itu meluncur dari bibir Zaya, sedetik itu pula wanita cantik itu masuk ke dalam kamar meninggalkan pria itu.Evan menendang kursi di sampingnya, mulai melempar apa saja yang ia lihat untuk melampiaskan kekesalannya. “Arrrggghhh, sial!” Tak lama, pria itu segera menyusul sang istri yang telah memasuki kamar. “Zaya, please, jangan begini! Semuanya tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku tidak pernah berkhianat.”Evan berusaha menjelaskan semua yang terjadi. Namun, Zaya menulikan telinganya. Dengan semua yang Evan lakukan, ia benar-benar sudah gila kalau masih mau mempertahankan pernikahan sialan ini.Cinta Zaya yang membumbung tinggi itu serasa tak terbalas, karena ia hanya dianggap alat untuk mencapai kekuasaan.Ia memang tahu jika sang suami bekerja di kantor milik mama mertua yang begitu menyayanginya. Namun, ia tak menyangka kalau Evan benar-benar memanfaatkannya hingga rasanya ia buta tak bisa membandingkan mana ketulusan, mana tipuan.Zaya tahu, mungkin cara terbaik membalas sakit hatinya adalah membuat Evan kehilangan seluruhnya. Namun, jika sampai menyakiti mama mertua yang sudah begitu baik padanya itu, ia tak mungkin tega.“Berhentilah berbicara sebelum aku jadi semakin jijik dan benci padamu!” Zaya menutup dua koper dan lalu menyeretnya, meninggalkan Evan yang mengekorinya, ingin mencegah kepergiannya. “Jangan ikuti aku, Evan!” toleh Zaya menatap tajam laki-laki yang sebentar lagi tak memiliki ikatan apa pun dengannya.Evan terhenyak di tempatnya. Bahkan istrinya tak sudi memanggilnya Mas seperti biasa. “Tidak, aku tidak ingin bercerai.”“Tolong permudah semuanya kalau kamu tidak mau kehilangan semua yang sudah kamu punya!” tandas Zaya dingin lalu berpaling, menahan langkahnya, masih ingin mengucapkan beberapa kata terakhir sebelum benar-benar keluar dari kehidupan Evan.“Selamat tinggal, Evan Alexander. Maaf, kalau aku tidak bisa memuaskanmu. Semoga kamu berbahagia dengan wanita barumu!”“Zaya? Mazaya ....” Wanita cantik berambut panjang itu menoleh ke arah suara dan mendapati seseorang pria yang terlihat mengerutkan dahi, tak percaya sekaligus raut bahagia bisa menemukannya di sini. "Arga??" Tak kalah terkejut, wanita itu pun heran bisa menemukan pria dari masa lalunya. "Kenapa kamu ada di sini?” Pria itu melangkah diiringi senyum di bibirnya yang semakin lebar. “Justru aku yang mau tanya, Za. Kamu kenapa di sini? Kamu kerja di sini?” Zaya mengangguk pelan seraya menunjuk papan informasi yang ada di atas mejanya. "Seperti yang kamu lihat, aku bekerja sebagai resepsionis di sini." Pandangan Arga menyelidik. “Kok aku tidak tahu? Kemarin kamu belum kerja di sini, kan?” Kemarin, selepas keluar dari rumahnya bersama pria sinting itu ... Zaya dibantu salah seorang sahabatnya melamar kerja di hotel ini. Beruntung, karena posisi ini kosong dan sedang dicari ... Wanita itu diterima dengan mudah. Ya, meski pekerjaan ini jauh dari pekerjaan dan jabatan terakhirnya, ia tet
"...." Zaya tak bisa berkata-kata. Bibirnya terkunci saat mendengar pertanyaan Arga. Melihat reaksi wanita itu, Arga pun mengambil sebuah kesimpulan pahit. “Sepertinya kamu memang punya masalah dengan suamimu. Katakan, apa yang Evan lakukan padamu, sehingga kamu terlihat sedih begini!” Meski tatapan wanita itu tak bisa berbohong, tetapi Zaya tetap kukuh pada pendiriannya untuk tak bercerita apa pun mengenai masalah rumah tangganya. Ia menggeleng disertai senyum tipis yang ia buat-buat. “Kamu salah, aku tak punya masalah apa pun dengan Mas Evan. Aku hanya ingin pulang, takut kemalaman. Kalau begitu aku permisi.” Zaya beranjak dari tempat duduknya, ingin segera meninggalkan Arga. Ia tak mau menambah masalah baru di tengah perceraian yang sebentar lagi akan ia urus. Bahkan Zaya berniat tak akan melanjutkan pekerjaannya di Hotel Diamond dan akan mencari kerja di tempat lain karena tak ingin terus-terusan bertemu dengan mantan terindahnya tersebut. Namun, langkah wanita cantik itu k
“Jangan menuduhku sembarangan!" Zaya mendengus kesal mendengar tuduhan yang dilemparkan suami brengseknya itu padanya. Ia menepis tangan Evan sekuat tenaga. “Kamu pulang malam-malam bersama kakak tiriku tanpa izin, itu artinya kamu berselingkuh!" Evan bersikeras dengan tuduhannya. "Apa kamu bersekongkol dengan Mira dan dia untuk menjebakku seakan aku selingkuh, sehingga kalian bisa bersama lagi? Begitu?" “Jangan sembarangan bicara kamu!" Zaya menatap nyalang ke arah suaminya. "Siapa yang kamu tuduh selingkuh?" Arga tiba-tiba turun dari mobil dan bersuara. "Kalau aku mau, aku bisa merebutnya terang-terangan darimu!" lanjut pria itu dengan begitu arogan. "Apa maksudmu?" Evan memutar tubuhnya menghadap sang kakak. Tatapan tak suka kentara sekali dari pria itu. "Dia bekerja di hotel milikku mulai hari ini, dan hari ini adalah hari pertama kami berjumpa sejak kamu menikahinya.” Pria itu berujar dengan santai. Bahkan sebuah senyum miring tercetak di sana. "Dan lagi ... sepertinya kamu
“Kamu baik-baik saja, Za? Kenapa ada Arga di sini?” Gea tidak bisa tidak bertanya. Sejak tadi ia mematung, menunggu sang sahabat masuk ke dalam rumahnya sambil memperhatikan pertikaian yang terjadi antara Zaya dengan dua orang pria yang pernah hadir dalam hidup sahabatnya tersebut. Wanita berparas cantik itu menatap sendu pada sahabatnya. Sedetik kemudian, air mata Zaya tumpah. Ia tak mampu menahan kesedihannya lagi. Batinnya terasa kacau. Kenapa semuanya terasa sulit baginya? Di saat ia benar-benar ingin melepaskan diri dari laki-laki yang sudah menghancurkan perasaannya, ia malah dipertemukan dengan mantan yang menjadi CEO-nya sendiri di tempatnya bekerja hingga berujung dua orang itu bertengkar di luar sana karena dirinya.Zaya sama sekali tidak ingin jadi rebutan, terlebih oleh kakak-beradik tersebut yang memiliki perangai serupa. Apa ia harus pergi dari kota ini, menata luka hati, juga menyembuhkan kepedihan di hatinya tanpa perlu melihat wajah mereka berdua lagi? Gea mendekap
“Pagi, Za.”Senyuman indah tersungging di bibir Arga, menyambut Mazaya yang baru membuka pintu pagi itu. Semalaman hatinya gembira, membayangkan akan terus bersama dengan sang pujaan hati. “Kenapa kamu datang kemari?” Zaya menoleh ke sekitar, merasa sedikit gugup, takut kalau sang suami juga datang yang berpotensi akan membuat keributan kembali seperti tadi malam.“Kamu cari siapa? Adik tiriku?” Arga sontak cemberut melihat Zaya masih saja memedulikan suaminya.“Aku hanya takut kalian berdebat lagi,” sahut Zaya. “Kamu ngapain ke sini?” Zaya mengulangi pertanyaannya sambil melangkah keluar rumah, tak lupa menutup pintunya.“Aku mau menjemputmu. Kita bareng aja ke hotel. Oh, ya, sebaiknya kamu ganti pakaianmu.” Arga memperhatikan tampilan Zaya yang mengenakan seragam resepsionis seperti kemarin.Alis Zaya naik, dahinya berkerut. “Kenapa aku harus ganti outfit? Ini seragamku kalau kamu lupa.”CEO tampan itu tersenyum tipis lalu menyampaikan niatnya untuk menaikkan jabatan Zaya. “Ganti aj
“Aku tidak akan membiarkan kamu turun dari mobil ini.” Melihat Zaya yang mulai menangis dan menurunkan intonasi bicaranya, perlahan emosi pada diri Arga pun meluruh. “Aku hanya ingin membantumu."Zaya menghapus lelehan air mata di pipinya dan menatap Arga dengan pandangan sendu. Nampak sorot matanya kelelahan menghadapi kekeraskepalaan Arga.“Kamu ingin bercerai, tapi tidak mau membuat suamimu kehilangan semuanya, kan?” Arga bertanya, tetapi Zaya masih diam menunggu kalimat pria itu selesai. “Kamu juga butuh pekerjaan untuk melanjutkan hidupmu dan aku bisa mewujudkan semua itu. Aku juga tidak akan mengadu pada Mama. Apa itu cukup untuk membuatmu percaya padaku?” Sejenak, Zaya terdiam. Ia mencerna semua hal yang Arga paparkan. Bicaranya yang sudah lebih melunak, juga sorot mata pria itu yang tak lagi mendesak membuat wanita itu mulai percaya dan bahkan mempertimbangkan tawaran Arga. Namun, lagi-lagi Zaya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. “Kalian memiliki hubungan, Ga. Keterlibat
“Apa yang harus aku lakukan?”Di kantor, di dalam ruangannya, Evan merenung di kursinya. Raut frustrasi terlihat kentara di wajah pria itu. Kertas-kertas berhamburan di lantai. Barang-barang yang ada di ruangan itu pun hancur berantakan. Ya, sejak pagi sampai menjelang siang, Evan tidak juga keluar dari ruangannya seusai mengamuk. Ia mengalami tekanan cukup berat.Bagaimana tidak, pernikahannya kini berada di ujung tanduk. Belum lagi ancaman dari kakak tirinya dan teror dari sang mama yang meminta ia mengajak Zaya menginap di kediamannya. Yang paling ia takutkan adalah mamanya. Ia tak tahu bagaimana marahnya sang mama jika tahu pernikahannya dan Zaya terancam cerai.Dari luar, seorang wanita seksi berpakaian ketat tersenyum lebar melihat Evan dari celah pintu yang sedikit terbuka. Rencana Mira memisahkan laki-laki tampan itu dari istrinya sepertinya berhasil. Mira yakin, pasti CEO-nya itu bertengkar hebat dengan sang istri.‘Aku harus memanfaatkan keadaan ini. Pak Evan pasti sangat pus
“Apa yang kamu lakukan di sini, Evan?” Zaya berusaha menepis tangan laki-laki yang sedang mencekal tangannya. Wanita itu mendesis tajam, mengultimatum laki-laki yang masih berstatus suaminya itu. “Lepaskan tanganku! Jangan mempermalukanku?”Arga menatap sengit pada adik tirinya. Tangannya mengepal menahan marah. Tak beberapa lama, Arga pun ikut memegangi pergelangan tangan Zaya, berusaha melepaskannya dari cengkeraman tangan Evan. Matanya melotot tajam. “Lepaskan tangan Zaya! Kamu menyakitinya.”Melihat sang kakak yang lagaknya sudah seperti seorang suami bagi Zaya, Evan mendengus kesal. Pandangannya nanar membalas tatapan sang kakak yang tengah mengintimidasinya lewat tatapan setajam elang.Pria tampan itu bukannya melepas pergelangan tangan sang istri, malah balas mengancam dan memaksa Zaya berdiri.“Kamu yang seharusnya melepaskan tangan istriku. Apa kamu mau jadi pebinor yang berniat merebut istri adik tirimu sendiri?” Evan menarik tangan Zaya sambil melepaskan tangan Arga dari per