Pernikahan Evan dan Zaya berjalan cukup baik. Dengan ditempatkannya Zaya di bawah kepemimpinan manajer Ardi, rasa cemburu dan takut kehilangan yang dirasakan oleh Evan terus saja menggebu-gebu. Hingga tak terasa satu bulan perjalanan pernikahan mereka pasca rujuk kembali pun terlewati dengan baik. Evan dan Zaya memutuskan untuk pergi ke psikolog untuk melakukan aneka terapi untuk menyembuhkan Zaya dari trauma yang dialaminya pasca pengkhianatan yang Evan lakukan dan semuanya berjalan dengan mulus. Pelan-pelan, Evan dan Zaya mulai bisa mengarungi bahtera rumah tangga mereka berdua di mana saat ini adalah hari pertama mereka kembali menyatu sebagai pasangan suami istri. Evan awalnya dengan sangat terpaksa memangkas pemanasan saat melakukan kegiatan nakalnya dengan Zaya karena itulah yang menyebabkan istrinya teringat-ingat akan perbuatannya dengan Mira dulu. Sampai akhirnya sang istri mulai terlena, baru ia bisa melakukan yang ia inginkan, yaitu mencium sang istri di tengah-tengah p
“Apa yang kamu lakukan, Mas?” Mata Zaya membelalak lebar, kotak berisi makan siang dan kue tart untuk suaminya terlepas begitu saja kala melihat suaminya sedang berciuman dengan seorang wanita di atas sofa kantor. Kakinya gemetar, kedua tangannya spontan menutupi mulutnya, tak percaya dengan apa yang ia lihat. Sejak pagi suaminya melarangnya pergi ke kantor dengan alasan ada meeting penting, tapi karena Zaya ingin memberikan kejutan ulang tahun pernikahan yang kedua pada suaminya, Zaya nekat mendatangi perusahaan tanpa izin sang suami dan hasilnya, ia yang berniat memberi surprise, malah mendapatkan kejutan luar biasa. “Zaya?” Evan tampak terkejut. Pria itu buru-buru mendorong sekretarisnya dan membenahi resleting celananya. "K-kenapa kamu ke sini?" "Aku yang seharusnya bertanya, Mas. Kamu bermain gila di belakangku?" Bersamaan dengan itu, tangisnya luruh. Ia tak percaya kalau suaminya yang selama ini terlihat baik dan setia ternyata bermain api dengan sekretarisnya sendiri. "Ibu
“Jangan pernah menyentuhku dengan tangan kotormu itu!” Zaya menepis tangan Evan yang menyambutnya ketika ia baru saja memasuki rumah. Ia pikir, pria itu masih asyik bergumul dengan selingkuhannya di kantor hingga tidak akan pulang, seperti sebulan belakangan. Namun ternyata, pria itu telah menunggunya dengan tatapan wajah kemerahan dan raut frustrasi. Pria itu bahkan sempat memujinya cantik, padahal selama sebulan mulut pria itu selalu bungkam. “Kenapa aku tak boleh menyentuhmu? Aku suami kamu.” Zaya tertawa miring. “Suami? Suami yang tega mencumbu wanita lain di belakang istrinya?” “Itu kekhilafan saja, Zaya. Berapa kali harus kukatakan, dialah yang terus menggodaku. Aku—” “Cukup!” Zaya mengarahkan tangannya ke depan, memberi kode agar suaminya berhenti bicara. “Aku tidak perlu penjelasan apa pun darimu. Pengkhianatan yang kamu lakukan tadi sudah menunjukkan pilihanmu.” Wanita itu menatap garang. Lalu, dengan suara dinginnya, ia berujar, “Ceraikan aku, Mas!” Sesaat, raut wajah
“Zaya? Mazaya ....” Wanita cantik berambut panjang itu menoleh ke arah suara dan mendapati seseorang pria yang terlihat mengerutkan dahi, tak percaya sekaligus raut bahagia bisa menemukannya di sini. "Arga??" Tak kalah terkejut, wanita itu pun heran bisa menemukan pria dari masa lalunya. "Kenapa kamu ada di sini?” Pria itu melangkah diiringi senyum di bibirnya yang semakin lebar. “Justru aku yang mau tanya, Za. Kamu kenapa di sini? Kamu kerja di sini?” Zaya mengangguk pelan seraya menunjuk papan informasi yang ada di atas mejanya. "Seperti yang kamu lihat, aku bekerja sebagai resepsionis di sini." Pandangan Arga menyelidik. “Kok aku tidak tahu? Kemarin kamu belum kerja di sini, kan?” Kemarin, selepas keluar dari rumahnya bersama pria sinting itu ... Zaya dibantu salah seorang sahabatnya melamar kerja di hotel ini. Beruntung, karena posisi ini kosong dan sedang dicari ... Wanita itu diterima dengan mudah. Ya, meski pekerjaan ini jauh dari pekerjaan dan jabatan terakhirnya, ia tet
"...." Zaya tak bisa berkata-kata. Bibirnya terkunci saat mendengar pertanyaan Arga. Melihat reaksi wanita itu, Arga pun mengambil sebuah kesimpulan pahit. “Sepertinya kamu memang punya masalah dengan suamimu. Katakan, apa yang Evan lakukan padamu, sehingga kamu terlihat sedih begini!” Meski tatapan wanita itu tak bisa berbohong, tetapi Zaya tetap kukuh pada pendiriannya untuk tak bercerita apa pun mengenai masalah rumah tangganya. Ia menggeleng disertai senyum tipis yang ia buat-buat. “Kamu salah, aku tak punya masalah apa pun dengan Mas Evan. Aku hanya ingin pulang, takut kemalaman. Kalau begitu aku permisi.” Zaya beranjak dari tempat duduknya, ingin segera meninggalkan Arga. Ia tak mau menambah masalah baru di tengah perceraian yang sebentar lagi akan ia urus. Bahkan Zaya berniat tak akan melanjutkan pekerjaannya di Hotel Diamond dan akan mencari kerja di tempat lain karena tak ingin terus-terusan bertemu dengan mantan terindahnya tersebut. Namun, langkah wanita cantik itu k
“Jangan menuduhku sembarangan!" Zaya mendengus kesal mendengar tuduhan yang dilemparkan suami brengseknya itu padanya. Ia menepis tangan Evan sekuat tenaga. “Kamu pulang malam-malam bersama kakak tiriku tanpa izin, itu artinya kamu berselingkuh!" Evan bersikeras dengan tuduhannya. "Apa kamu bersekongkol dengan Mira dan dia untuk menjebakku seakan aku selingkuh, sehingga kalian bisa bersama lagi? Begitu?" “Jangan sembarangan bicara kamu!" Zaya menatap nyalang ke arah suaminya. "Siapa yang kamu tuduh selingkuh?" Arga tiba-tiba turun dari mobil dan bersuara. "Kalau aku mau, aku bisa merebutnya terang-terangan darimu!" lanjut pria itu dengan begitu arogan. "Apa maksudmu?" Evan memutar tubuhnya menghadap sang kakak. Tatapan tak suka kentara sekali dari pria itu. "Dia bekerja di hotel milikku mulai hari ini, dan hari ini adalah hari pertama kami berjumpa sejak kamu menikahinya.” Pria itu berujar dengan santai. Bahkan sebuah senyum miring tercetak di sana. "Dan lagi ... sepertinya kamu
“Kamu baik-baik saja, Za? Kenapa ada Arga di sini?” Gea tidak bisa tidak bertanya. Sejak tadi ia mematung, menunggu sang sahabat masuk ke dalam rumahnya sambil memperhatikan pertikaian yang terjadi antara Zaya dengan dua orang pria yang pernah hadir dalam hidup sahabatnya tersebut. Wanita berparas cantik itu menatap sendu pada sahabatnya. Sedetik kemudian, air mata Zaya tumpah. Ia tak mampu menahan kesedihannya lagi. Batinnya terasa kacau. Kenapa semuanya terasa sulit baginya? Di saat ia benar-benar ingin melepaskan diri dari laki-laki yang sudah menghancurkan perasaannya, ia malah dipertemukan dengan mantan yang menjadi CEO-nya sendiri di tempatnya bekerja hingga berujung dua orang itu bertengkar di luar sana karena dirinya.Zaya sama sekali tidak ingin jadi rebutan, terlebih oleh kakak-beradik tersebut yang memiliki perangai serupa. Apa ia harus pergi dari kota ini, menata luka hati, juga menyembuhkan kepedihan di hatinya tanpa perlu melihat wajah mereka berdua lagi? Gea mendekap
“Pagi, Za.”Senyuman indah tersungging di bibir Arga, menyambut Mazaya yang baru membuka pintu pagi itu. Semalaman hatinya gembira, membayangkan akan terus bersama dengan sang pujaan hati. “Kenapa kamu datang kemari?” Zaya menoleh ke sekitar, merasa sedikit gugup, takut kalau sang suami juga datang yang berpotensi akan membuat keributan kembali seperti tadi malam.“Kamu cari siapa? Adik tiriku?” Arga sontak cemberut melihat Zaya masih saja memedulikan suaminya.“Aku hanya takut kalian berdebat lagi,” sahut Zaya. “Kamu ngapain ke sini?” Zaya mengulangi pertanyaannya sambil melangkah keluar rumah, tak lupa menutup pintunya.“Aku mau menjemputmu. Kita bareng aja ke hotel. Oh, ya, sebaiknya kamu ganti pakaianmu.” Arga memperhatikan tampilan Zaya yang mengenakan seragam resepsionis seperti kemarin.Alis Zaya naik, dahinya berkerut. “Kenapa aku harus ganti outfit? Ini seragamku kalau kamu lupa.”CEO tampan itu tersenyum tipis lalu menyampaikan niatnya untuk menaikkan jabatan Zaya. “Ganti aj