“Pagi, Za.”
Senyuman indah tersungging di bibir Arga, menyambut Mazaya yang baru membuka pintu pagi itu. Semalaman hatinya gembira, membayangkan akan terus bersama dengan sang pujaan hati.“Kenapa kamu datang kemari?” Zaya menoleh ke sekitar, merasa sedikit gugup, takut kalau sang suami juga datang yang berpotensi akan membuat keributan kembali seperti tadi malam.“Kamu cari siapa? Adik tiriku?” Arga sontak cemberut melihat Zaya masih saja memedulikan suaminya.“Aku hanya takut kalian berdebat lagi,” sahut Zaya. “Kamu ngapain ke sini?” Zaya mengulangi pertanyaannya sambil melangkah keluar rumah, tak lupa menutup pintunya.“Aku mau menjemputmu. Kita bareng aja ke hotel. Oh, ya, sebaiknya kamu ganti pakaianmu.” Arga memperhatikan tampilan Zaya yang mengenakan seragam resepsionis seperti kemarin.Alis Zaya naik, dahinya berkerut. “Kenapa aku harus ganti outfit? Ini seragamku kalau kamu lupa.”CEO tampan itu tersenyum tipis lalu menyampaikan niatnya untuk menaikkan jabatan Zaya. “Ganti aja, Za! Hari ini aku angkat kamu jadi sekretarisku.”Bola mata Zaya membulat sempurna, terkejut mendengar penuturan CEO-nya. “Apa maksudmu?”“Maksudku sudah jelas, Za. Aku tak mengizinkan kamu bekerja lagi sebagai resepsionis. Aku ingin kamu menjadi sekretarisku karena aku tahu kamu lebih dari berpengalaman untuk posisi itu.”Kepala Zaya sontak menggeleng pelan. Ia sudah bisa membayangkan kericuhan apa yang akan terjadi jika ia menerima jabatan yang baru saja ditawarkan oleh mantan kekasihnya itu. Evan pasti memperkuat tuduhan perselingkuhannya dengan Arga dan ia tak mau itu sampai ke telinga mama mertuanya.Raut wajah Arga berubah mendung. Ia seketika kecewa melihat penolakan Zaya. Meski mantan cantiknya tersebut belum mengeluarkan pernyataan penolakan dari bibirnya, tapi Arga tahu Zaya keberatan dengan posisi yang ia tawarkan dan itu pasti karena Zaya mempertimbangkan Evan.“Kamu pasti mikirin pendapat Evan, kan, Za?”Zaya mengangguk. “Kamu pasti sudah tahu kalau aku tak bisa menerima penawaranmu.”Jujur saja, Zaya sebenarnya sangat ingin naik jabatan dan menjadi egois seperti wejangan Gea tadi malam di mana seharusnya ia fokus pada karirnya yang pernah redup saat ia korbankan demi suami sialannya itu.Namun, Zaya tak ingin terjadi pertikaian antar saudara yang memicu kemarahan sang mama mertua yang berpotensi membuat suaminya itu kehilangan semuanya.“Kenapa? Apa kamu takut Evan akan menuduh kita berselingkuh?” Arga menatap Zaya dengan tatapan menyelidik, berusaha menerka isi hati wanita terindah dalam hidupnya tersebut.“Itu salah satunya. Aku tak mau ada masalah baru di keluarga kalian. Bukan hanya mas Evan, tapi aku juga memikirkan mama juga hubunganmu dengan adik tirimu itu.”“Kenapa harus pusing memikirkannya? Bukannya kamu sebentar lagi akan menceraikannya? Urusan mama biar aku yang menyelesaikannya, Za.”Zaya menghela napas lelah. Ia lelah berdebat dengan pria masa lalunya. Wanita cantik itu pun berlalu meninggalkan Arga, berniat naik taksi untuk bekerja karena mobilnya terpaksa ia tinggalkan di hotel. Itu karena Arga bersikeras mengantarnya pulang bersamanya semalam.Arga mengekori langkah Zaya lalu tak ragu menariknya masuk ke dalam mobilnya dan tanpa sempat mencerna semuanya, Zaya melihat Arga telah menjalankan kendaraannya, membuat wanita itu menjadi kesal.“Kenapa kamu selalu saja memaksakan kehendakmu, Ga?”“Itu karena kamu keras, Za. Aku sudah tahu bagaimana karaktermu dan itu juga yang membuatku tergila-gila padamu. Apa salahnya menerima semua penawaranku? Aku tahu kamu membutuhkan pekerjaan untuk menopang hidupmu pasca bercerai dari adik tiriku. Tinggal terima aja apa susahnya, sih?”Zaya mendengus kasar, merasa kesal diperlakukan seolah Arga masih memiliki hubungan dengannya.“Jangan mendesakku! Aku ini adik iparmu, bukan kekasihmu!”Arga tak memedulikan celotehan Zaya. Yang ia tahu, ia harus mendapatkan wanita itu kembali jadi miliknya. “Sebentar lagi kamu akan bercerai dari Evan. Aku sendiri yang akan mengurus prosesnya dan statusmu nanti bukanlah adik iparku lagi. Aku tak akan membiarkanmu kekurangan uang, Za. Karena itu aku menaikkan jabatanmu.”“Aku tak butuh bantuan. Turunkan aku di sini! Aku tak mau bekerja di hotel milikmu lagi.” Zaya memutuskan untuk menjauh. Ia akan menggugat cerai Evan secepatnya dan mencari pekerjaan lain untuk menopang hidupnya.Bekerja bersama Arga berpotensi akan menimbulkan masalah baru dan ia tak ingin perceraiannya menjadi awal kehancuran Evan.“Kamu tak bisa pergi begitu saja dari hotelku. Kamu sudah menandatangani kontrak kerja selama dua tahun dan aku bisa menuntutmu.”Kata-kata Arga memang terdengar lembut di telinga Zaya, tapi tetap saja berbau ancaman. “Kamu mengancamku?”Arga menoleh sekilas, tersenyum pada wanita yang masih membuat jantungnya berdebar kala berdekatan.“Aku tidak mengancammu. Aku hanya menyampaikan fakta kalau kamu terikat kontrak kerja denganku. Jangan selalu berpikiran negatif padaku, Za! Kamu tahu persis siapa aku.”“Tapi aku tak mau menambah minyak ke dalam api.” Zaya setengah berteriak, merasa frustrasi dan dilema menghadapi masalah demi masalah yang datang menghampirinya.Ia hanya ingin bercerai, berdamai dengan keadaan, melupakan sakit hati atas pengkhianatan suaminya dan mulai membina hidupnya yang baru. Kehadiran Agra akan menghancurkan semuanya. Zaya hanya ingin kedamaian.Melihat raut frustrasi di wajah Zaya, Arga akhirnya memutuskan menepikan mobilnya secara mendadak, ingin menegaskan kalau semuanya akan baik-baik saja.“Sebenarnya apa yang kamu takutkan, Za? Nyatanya, sekuat tenaga kamu ingin menyembunyikan permasalahanmu, tetap saja aku tahu kalau Evan mengkhianatimu. Kamu juga sudah memutuskan untuk bercerai, kan? Apa lagi masalahnya sekarang?”Zaya menulikan telinganya. Ia berniat keluar dari mobil, tapi Arga ternyata menguncinya. “Buka pintunya! Biarkan aku turun!”“Za ... kamu kenapa, sih?” Arga memegangi tangan Zaya. “Katakan, apa yang mengganggu pikiranmu!”Zaya tak pernah bisa berkutik jika berhadapan dengan Arga. Perhatian, kasih sayangnya yang begitu menggebu-gebu, pernah ia rasakan dulu dan semua itu harus kandas ketika lelaki tampan itu lebih memilih karir daripada dirinya.Sosok pria seperti Arga memang sebenarnya sangat cocok untuknya. Pria itu mampu menaklukkan sifat keras yang ia miliki dengan semua tindakan nekatnya. Seperti saat ini, misalnya.Tapi semua itu tiada lagi berguna. Ia sudah memilih Evan yang ternyata jauh lebih romantis dari Arga walaupun ujung-ujungnya menorehkan luka yang teramat dalam di hatinya dan Zaya masih sangat waras untuk tidak terlibat lagi dengan dua orang yang pernah melukainya itu.“Aku tak ingin terlibat dengan kalian berdua lagi. Aku memang ingin bercerai dan pasti akan merealisasikannya dalam waktu dekat. Tapi bukan berarti aku juga mau dekat denganmu lagi walaupun hanya sebagai atasan dan bawahan.”“Kenapa? Jelaskan apa alasannya!” desak Arga. Hatinya terluka mendengar penuturan yang terucap di bibir Zaya.Zaya menatap tajam Arga, tahu kalau ia tak bisa menyembunyikan apa pun dari pria pemaksa ini. “Aku tak mau kamu mengadu pada mama soal Evan.”“Kenapa, kamu takut jabatan CEO yang diagung-agungkan suami sialanmu itu musnah?” Arga menahan getir di hatinya. Bahkan, di ujung perceraian saja, Zaya masih begitu memikirkan masa depan Evan. Sial!Zaya menghela napas panjang lalu menghembuskannya kasar. Ia lelah dengan semua ini. Wanita cantik itu menatap serius Arga dan bibirnya pun mulai menuturkan semua isi hatinya.“Aku hanya ingin bercerai baik-baik, Ga. Aku tak ingin kamu, mas Evan, juga mama bertikai karena aku. Sekarang buka pintunya, biarkan aku bebas! Aku ingin melepaskan diri dari kalian bertiga.”“Aku tidak akan membiarkan kamu turun dari mobil ini.” Melihat Zaya yang mulai menangis dan menurunkan intonasi bicaranya, perlahan emosi pada diri Arga pun meluruh. “Aku hanya ingin membantumu."Zaya menghapus lelehan air mata di pipinya dan menatap Arga dengan pandangan sendu. Nampak sorot matanya kelelahan menghadapi kekeraskepalaan Arga.“Kamu ingin bercerai, tapi tidak mau membuat suamimu kehilangan semuanya, kan?” Arga bertanya, tetapi Zaya masih diam menunggu kalimat pria itu selesai. “Kamu juga butuh pekerjaan untuk melanjutkan hidupmu dan aku bisa mewujudkan semua itu. Aku juga tidak akan mengadu pada Mama. Apa itu cukup untuk membuatmu percaya padaku?” Sejenak, Zaya terdiam. Ia mencerna semua hal yang Arga paparkan. Bicaranya yang sudah lebih melunak, juga sorot mata pria itu yang tak lagi mendesak membuat wanita itu mulai percaya dan bahkan mempertimbangkan tawaran Arga. Namun, lagi-lagi Zaya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. “Kalian memiliki hubungan, Ga. Keterlibat
“Apa yang harus aku lakukan?”Di kantor, di dalam ruangannya, Evan merenung di kursinya. Raut frustrasi terlihat kentara di wajah pria itu. Kertas-kertas berhamburan di lantai. Barang-barang yang ada di ruangan itu pun hancur berantakan. Ya, sejak pagi sampai menjelang siang, Evan tidak juga keluar dari ruangannya seusai mengamuk. Ia mengalami tekanan cukup berat.Bagaimana tidak, pernikahannya kini berada di ujung tanduk. Belum lagi ancaman dari kakak tirinya dan teror dari sang mama yang meminta ia mengajak Zaya menginap di kediamannya. Yang paling ia takutkan adalah mamanya. Ia tak tahu bagaimana marahnya sang mama jika tahu pernikahannya dan Zaya terancam cerai.Dari luar, seorang wanita seksi berpakaian ketat tersenyum lebar melihat Evan dari celah pintu yang sedikit terbuka. Rencana Mira memisahkan laki-laki tampan itu dari istrinya sepertinya berhasil. Mira yakin, pasti CEO-nya itu bertengkar hebat dengan sang istri.‘Aku harus memanfaatkan keadaan ini. Pak Evan pasti sangat pus
“Apa yang kamu lakukan di sini, Evan?” Zaya berusaha menepis tangan laki-laki yang sedang mencekal tangannya. Wanita itu mendesis tajam, mengultimatum laki-laki yang masih berstatus suaminya itu. “Lepaskan tanganku! Jangan mempermalukanku?”Arga menatap sengit pada adik tirinya. Tangannya mengepal menahan marah. Tak beberapa lama, Arga pun ikut memegangi pergelangan tangan Zaya, berusaha melepaskannya dari cengkeraman tangan Evan. Matanya melotot tajam. “Lepaskan tangan Zaya! Kamu menyakitinya.”Melihat sang kakak yang lagaknya sudah seperti seorang suami bagi Zaya, Evan mendengus kesal. Pandangannya nanar membalas tatapan sang kakak yang tengah mengintimidasinya lewat tatapan setajam elang.Pria tampan itu bukannya melepas pergelangan tangan sang istri, malah balas mengancam dan memaksa Zaya berdiri.“Kamu yang seharusnya melepaskan tangan istriku. Apa kamu mau jadi pebinor yang berniat merebut istri adik tirimu sendiri?” Evan menarik tangan Zaya sambil melepaskan tangan Arga dari per
“Kamu benar-benar gila, Arga.”Evan menatap geram sang kakak tiri yang saat ini sedang menatap penuh kebencian padanya. Tak pernah ia duga, semuanya akan bertambah runyam. CEO tampan itu tak mengira sang kakak tiri serius ingin merebut Zaya dari hidupnya.Salah satu sudut bibir Arga mulai kembali naik. Pria itu tersenyum miring. Tampak, sorot kepuasan terlihat di matanya. CEO hotel bintang lima itu sepertinya sedang berada di atas angin. Apalagi Zaya telah mempercayakan semua kepadanya.“Yang gila dan tak tahu diri itu kamu. Sudah berselingkuh, tapi tetap ingin mempertahankan pernikahan. Kalau aku jadi kamu, aku akan melepaskan Zaya. Dia juga berhak bahagia.”Tangan Evan terkepal menahan marah. Ia melotot tajam lalu sekuat tenaga menepis tangan sang kakak dari kerah bajunya hingga pria itu terlihat mundur beberapa langkah. “Maksud kamu dia tak bahagia bersamaku dan akan bahagia bersamamu? Sinting! Jangan bermain licik dan mengambil kesempatan di sini, Arga!”Arga yang sempat didorong m
“Bagaimana, Ga? Apa dia mau mengikuti semua prosesnya dan tak akan berbuat onar saat sidang nanti?” Zaya menyambut kedatangan Arga yang baru saja melangkah masuk ke ruangannya. Sorot matanya terpancar rasa keingintahuan yang besar. Sungguh, Zaya tak sabar ingin mengetahui apa yang diperbincangkan sang suami dengan mantannya itu.Melihat raut semringah Zaya, Arga seketika bersemangat menyampaikan perbincangannya dengan adik tirinya tadi. Pria itu yakin, Evan tak akan bisa berkutik. Dengan ceria, Arga pun berujar. “Dia tak akan berani berbuat onar. Aku yakin sekarang dia sedang mempertimbangkan penawaranku.”“Penawaran apa?” Zaya semakin penasaran. Dengan kerlingan mata, ia memberi kode pada Arga untuk duduk di sofa bersamanya agar ia bisa leluasa menyimak cerita dari pria itu terkait jawaban Evan.Arga mengulas senyuman indahnya lalu menuruti permintaan Zaya. Pria itu duduk di dekat Zaya lalu kembali bersuara. “Penawaran untuk memilih salah satu.”“Hah!?” Mulut Zaya sedikit terbuka. Ia
“Tidak ... aku tak mau mendengar apa pun darimu.”Dengan tegas, Zaya menolak permintaan Evan. Ia sedikit berpaling, tak ingin terpengaruh oleh bujukan sang suami.Pancaran kekecewaan di mata Evan pun terlihat jelas. Laki-laki itu mengetatkan rahangnya, tampak menahan emosi. Awalnya, Zaya mengira laki-laki itu akan memarahinya serta menuduhnya yang bukan-bukan. Namun, di luar dugaan, pria yang sebentar lagi akan menjadi orang asing baginya tersebut malah semakin menghiba padanya.“Izinkan aku masuk agar aku bisa bicara tentang apa yang terjadi di antara kita berdua. Aku tidak ingin bercerai. Aku tidak ingin melepasmu dari hidupku.”“Aku yang ingin melepaskan diri dari hidupmu.” Dengan lantang dan tanpa keraguan, Zaya menjerit, meneriakkan apa yang ia inginkan.Pria itu menggeleng cepat. Tangannya berusaha memegang tangan Zaya, tapi sayangnya wanita cantik itu tidak membiarkan tangan suaminya menyentuhnya.“Aku tak akan membiarkan kamu lepas dari hidupku.”Zaya berdecih. Ia tak habis pik
“Sayang, tunggu!” Evan terlihat ingin mengejar Zaya yang buru-buru berlari setelah menyampaikan ultimatum tajam yang mengiris-iris hati Evan. Namun, belum sempat pria itu meraih tangan Zaya yang berlari menuju ke kamarnya, Gea dengan sigap menghadang langkah laki-laki itu.“Pergilah!” Gea menatap Evan dengan tatapan garang.Laki-laki itu terlihat sangat stres. Rautnya sangat kacau. Pada akhirnya Evan mengatupkan kedua tangannya, memohon pada Gea agar dibiarkan bicara pada Zaya satu kali lagi saja meskipun hatinya pesimis permohonannya akan dikabulkan oleh sang istri.“Gea, biarkan aku masuk ke kamar istriku. Aku hanya butuh meyakinkannya kalau semuanya tidak seperti yang dia bayangkan.”“Keluar!” Mata Gea membulat. Ia menatap sadis pada Evan. Meskipun ia memberikan privasi pada sang sahabat juga pada Evan, tapi tetap saja ia bisa mendengar semua yang dikatakan oleh laki-laki itu dan semuanya benar-benar jelas baginya.Evan bukan laki-laki baik. Laki-laki yang baik tidak akan mungkin m
“Selamat, ya, Za. Akhirnya kamu bisa lepas dari Evan.”Arga mengulurkan tangannya pada Zaya menyelamati hari di mana wanita itu bebas dari pernikahan yang membelenggunya. Senyuman lepas tersungging di bibir Arga karena ia akhirnya berhasil membantu Zaya lepas dari adik tirinya.“Makasih, Ga. Akhirnya, setelah proses yang cukup panjang, aku bisa bebas dari belenggu pernikahan sialan ini,” sahut Zaya pelan. Wanita cantik itu menyambut tangan Arga lalu mengulas senyuman indah meski hatinya perih tak terkira. Apalagi ketika ia melirik ke arah Evan yang masih duduk di kursinya di ujung sana, sedang memandanginya dengan sorot mata yang tidak bisa ia mengerti.Entah, apa laki-laki itu menyesal melepaskannya ataukah laki-laki itu marah dirinya bisa bangkit kembali menjadi seorang wanita karir seperti dulu. Bisa juga itu merupakan sorot iri dan dengki di mana dirinya saat ini bisa kembali akrab dengan Arga meskipun tidak memiliki hubungan spesial. Apa pun itu, Zaya tak peduli. Sekarang ia sudah