“Apa yang kamu lakukan di sini, Evan?” Zaya berusaha menepis tangan laki-laki yang sedang mencekal tangannya. Wanita itu mendesis tajam, mengultimatum laki-laki yang masih berstatus suaminya itu. “Lepaskan tanganku! Jangan mempermalukanku?”Arga menatap sengit pada adik tirinya. Tangannya mengepal menahan marah. Tak beberapa lama, Arga pun ikut memegangi pergelangan tangan Zaya, berusaha melepaskannya dari cengkeraman tangan Evan. Matanya melotot tajam. “Lepaskan tangan Zaya! Kamu menyakitinya.”Melihat sang kakak yang lagaknya sudah seperti seorang suami bagi Zaya, Evan mendengus kesal. Pandangannya nanar membalas tatapan sang kakak yang tengah mengintimidasinya lewat tatapan setajam elang.Pria tampan itu bukannya melepas pergelangan tangan sang istri, malah balas mengancam dan memaksa Zaya berdiri.“Kamu yang seharusnya melepaskan tangan istriku. Apa kamu mau jadi pebinor yang berniat merebut istri adik tirimu sendiri?” Evan menarik tangan Zaya sambil melepaskan tangan Arga dari per
“Kamu benar-benar gila, Arga.”Evan menatap geram sang kakak tiri yang saat ini sedang menatap penuh kebencian padanya. Tak pernah ia duga, semuanya akan bertambah runyam. CEO tampan itu tak mengira sang kakak tiri serius ingin merebut Zaya dari hidupnya.Salah satu sudut bibir Arga mulai kembali naik. Pria itu tersenyum miring. Tampak, sorot kepuasan terlihat di matanya. CEO hotel bintang lima itu sepertinya sedang berada di atas angin. Apalagi Zaya telah mempercayakan semua kepadanya.“Yang gila dan tak tahu diri itu kamu. Sudah berselingkuh, tapi tetap ingin mempertahankan pernikahan. Kalau aku jadi kamu, aku akan melepaskan Zaya. Dia juga berhak bahagia.”Tangan Evan terkepal menahan marah. Ia melotot tajam lalu sekuat tenaga menepis tangan sang kakak dari kerah bajunya hingga pria itu terlihat mundur beberapa langkah. “Maksud kamu dia tak bahagia bersamaku dan akan bahagia bersamamu? Sinting! Jangan bermain licik dan mengambil kesempatan di sini, Arga!”Arga yang sempat didorong m
“Bagaimana, Ga? Apa dia mau mengikuti semua prosesnya dan tak akan berbuat onar saat sidang nanti?” Zaya menyambut kedatangan Arga yang baru saja melangkah masuk ke ruangannya. Sorot matanya terpancar rasa keingintahuan yang besar. Sungguh, Zaya tak sabar ingin mengetahui apa yang diperbincangkan sang suami dengan mantannya itu.Melihat raut semringah Zaya, Arga seketika bersemangat menyampaikan perbincangannya dengan adik tirinya tadi. Pria itu yakin, Evan tak akan bisa berkutik. Dengan ceria, Arga pun berujar. “Dia tak akan berani berbuat onar. Aku yakin sekarang dia sedang mempertimbangkan penawaranku.”“Penawaran apa?” Zaya semakin penasaran. Dengan kerlingan mata, ia memberi kode pada Arga untuk duduk di sofa bersamanya agar ia bisa leluasa menyimak cerita dari pria itu terkait jawaban Evan.Arga mengulas senyuman indahnya lalu menuruti permintaan Zaya. Pria itu duduk di dekat Zaya lalu kembali bersuara. “Penawaran untuk memilih salah satu.”“Hah!?” Mulut Zaya sedikit terbuka. Ia
“Tidak ... aku tak mau mendengar apa pun darimu.”Dengan tegas, Zaya menolak permintaan Evan. Ia sedikit berpaling, tak ingin terpengaruh oleh bujukan sang suami.Pancaran kekecewaan di mata Evan pun terlihat jelas. Laki-laki itu mengetatkan rahangnya, tampak menahan emosi. Awalnya, Zaya mengira laki-laki itu akan memarahinya serta menuduhnya yang bukan-bukan. Namun, di luar dugaan, pria yang sebentar lagi akan menjadi orang asing baginya tersebut malah semakin menghiba padanya.“Izinkan aku masuk agar aku bisa bicara tentang apa yang terjadi di antara kita berdua. Aku tidak ingin bercerai. Aku tidak ingin melepasmu dari hidupku.”“Aku yang ingin melepaskan diri dari hidupmu.” Dengan lantang dan tanpa keraguan, Zaya menjerit, meneriakkan apa yang ia inginkan.Pria itu menggeleng cepat. Tangannya berusaha memegang tangan Zaya, tapi sayangnya wanita cantik itu tidak membiarkan tangan suaminya menyentuhnya.“Aku tak akan membiarkan kamu lepas dari hidupku.”Zaya berdecih. Ia tak habis pik
“Sayang, tunggu!” Evan terlihat ingin mengejar Zaya yang buru-buru berlari setelah menyampaikan ultimatum tajam yang mengiris-iris hati Evan. Namun, belum sempat pria itu meraih tangan Zaya yang berlari menuju ke kamarnya, Gea dengan sigap menghadang langkah laki-laki itu.“Pergilah!” Gea menatap Evan dengan tatapan garang.Laki-laki itu terlihat sangat stres. Rautnya sangat kacau. Pada akhirnya Evan mengatupkan kedua tangannya, memohon pada Gea agar dibiarkan bicara pada Zaya satu kali lagi saja meskipun hatinya pesimis permohonannya akan dikabulkan oleh sang istri.“Gea, biarkan aku masuk ke kamar istriku. Aku hanya butuh meyakinkannya kalau semuanya tidak seperti yang dia bayangkan.”“Keluar!” Mata Gea membulat. Ia menatap sadis pada Evan. Meskipun ia memberikan privasi pada sang sahabat juga pada Evan, tapi tetap saja ia bisa mendengar semua yang dikatakan oleh laki-laki itu dan semuanya benar-benar jelas baginya.Evan bukan laki-laki baik. Laki-laki yang baik tidak akan mungkin m
“Selamat, ya, Za. Akhirnya kamu bisa lepas dari Evan.”Arga mengulurkan tangannya pada Zaya menyelamati hari di mana wanita itu bebas dari pernikahan yang membelenggunya. Senyuman lepas tersungging di bibir Arga karena ia akhirnya berhasil membantu Zaya lepas dari adik tirinya.“Makasih, Ga. Akhirnya, setelah proses yang cukup panjang, aku bisa bebas dari belenggu pernikahan sialan ini,” sahut Zaya pelan. Wanita cantik itu menyambut tangan Arga lalu mengulas senyuman indah meski hatinya perih tak terkira. Apalagi ketika ia melirik ke arah Evan yang masih duduk di kursinya di ujung sana, sedang memandanginya dengan sorot mata yang tidak bisa ia mengerti.Entah, apa laki-laki itu menyesal melepaskannya ataukah laki-laki itu marah dirinya bisa bangkit kembali menjadi seorang wanita karir seperti dulu. Bisa juga itu merupakan sorot iri dan dengki di mana dirinya saat ini bisa kembali akrab dengan Arga meskipun tidak memiliki hubungan spesial. Apa pun itu, Zaya tak peduli. Sekarang ia sudah
“Apa yang kamu lakukan, Mira? Kamu membuat semuanya semakin kacau.”Evan buru-buru menepis tangan Mira yang bergelayut di lengannya. Ia menahan rasa marah di hatinya. Matanya menatap tajam pada wanita berpakaian seksi dan wangi yang terus saja menggodanya.Pria tampan itu sempat syok sesaat setelah Mira memegangi lengannya. Tadinya, ia berniat melarang Zaya pergi dengan kakak tirinya. Sialnya, wanita penggoda itu malah memperkeruh keadaan.“Saya datang untuk menghibur Anda, Pak. Saya tahu Anda butuh teman pasca mengalami hari berat beberapa minggu ini.” Tanpa sedikit pun rasa bersalah, Mira menyahut santai sambil melempar senyum nakalnya. Wanita itu tampak begitu bahagia.Evan tercengang melihat reaksi santai Mira. Tidak pernah ia duga wanita itu bisa berada di sini. Niatnya tadi ingin menjelaskan apa yang terjadi pada mantan istrinya dan mengatakan kalau ia tak mengundang Mira ke persidangan. Sialnya, sikap luwes dan kegilaan Mira mengacaukan semuanya. Sudah bisa dipastikan Zaya akan
“Danaunya benar-benar indah, ya! Wah, sudah lama sekali aku tidak datang ke danau ini, Za.”Arga berseru kegirangan saat tiba di danau tempat dirinya dan Zaya sering berkencan saat mereka masih berpacaran dulu. Terakhir kali pria itu datang ke danau itu, yaitu sekitar dua tahun yang lalu, sesaat sebelum hubungannya dan Zaya berakhir.Dengan ceria, Arga menggandeng tangan Zaya yang sejak meninggalkan pengadilan terlihat sangat murung. Pria itu bertekad akan menghibur Zaya agar wanita itu berhenti bersedih menangisi perpisahannya dengan Evan.“Apa kamu senang bisa kembali ke danau ini bersamaku, Za?”Zaya berusaha sekuat tenaga untuk mengulas senyum di bibirnya meski hatinya saat ini sebenarnya remuk tak bersisa. Kenapa ia harus menyaksikan kemesraan Mira dan Evan di pengadilan tadi? Kenapa pria yang pernah hidup dengannya selama dua tahun itu tega memamerkan kebersamaannya dengan selingkuhan yang akan menggantikan posisinya?Meski ia yang bersikukuh ingin bercerai, tapi bukan berarti ia