“Kenapa denganku? Bukankah aku menikah kembali karena aku tidak bisa hidup tanpanya dan menderita membayangkan berpisah selama-lamanya dari dirinya? Bukankah aku bersedih ketika melihat video kenangan kami saat kami bersama sehingga memutuskan kembali rujuk dengannya? Tapi kenapa aku tidak bisa disentuh olehnya?” Zaya hanya bisa menggumam di dalam hati tatkala ia membuka matanya tengah malam itu. Posisinya sekarang berada di kamar di rumah barunya dengan sang suami di mana Evan menghiba padanya, meminta agar dirinya bisa bertahan melewati rintangan yang terjadi pasca resminya pernikahan mereka yang kedua kali.Suaminya itu memeluknya erat, terlihat takut kehilangan. Dipandanginya wajah Evan, membuat rasa iba menyeruak di hati Zaya. Evan begitu kukuh mempertahankannya menjadi seorang istri, sementara dirinya ragu karena bisa dibayangkan ke depannya nanti, setiap kali sang suami ingin menciumnya, ia kemungkinan akan teringat sang suami mencium Mira. Ini gawat. Ini benar-benar gawat. “
“Kenalkan Zaya, ini manajer Ardi. Dia akan menjadi atasanmu mulai hari ini.”Zaya segera mengulurkan tangannya di depan sang suami yang baru saja memperkenalkannya pada calon atasannya.“Perkenalkan, saya Mazaya– sekretaris baru Anda, Pak Ardi.”Ardi menyambut tangan Zaya, kemudian tersenyum padanya. “Aduh saya jadi tidak enak, nih! Masa bawahan saya, istri atasan saya sendiri?”Zaya membalas senyuman sang atasan. “Tidak usah merasa tak enak, Pak Ardi. Perlakukan saya sama seperti sekretaris pada umumnya saja! Saya wanita yang suka bekerja secara profesional. Saat saya menjadi sekretaris Anda, jangan pernah anggap saya seorang istri dari CEO. Kalau saya melakukan kesalahan, tegur bahkan marahi saya. Saya lebih suka seperti itu, Pak.”“Duh, saya benar-benar tidak enak, Bu Zaya!” Ardi benar-benar terlihat canggung di depan Zaya dan Evan.“Perlakukan saja saya seperti bawahan Anda, Pak. Saya tidak akan mengadu kok pada suami saya,” ucap Zaya tersenyum lebar dan itu sukses membuat Evan ke
Pernikahan Evan dan Zaya berjalan cukup baik. Dengan ditempatkannya Zaya di bawah kepemimpinan manajer Ardi, rasa cemburu dan takut kehilangan yang dirasakan oleh Evan terus saja menggebu-gebu. Hingga tak terasa satu bulan perjalanan pernikahan mereka pasca rujuk kembali pun terlewati dengan baik. Evan dan Zaya memutuskan untuk pergi ke psikolog untuk melakukan aneka terapi untuk menyembuhkan Zaya dari trauma yang dialaminya pasca pengkhianatan yang Evan lakukan dan semuanya berjalan dengan mulus. Pelan-pelan, Evan dan Zaya mulai bisa mengarungi bahtera rumah tangga mereka berdua di mana saat ini adalah hari pertama mereka kembali menyatu sebagai pasangan suami istri. Evan awalnya dengan sangat terpaksa memangkas pemanasan saat melakukan kegiatan nakalnya dengan Zaya karena itulah yang menyebabkan istrinya teringat-ingat akan perbuatannya dengan Mira dulu. Sampai akhirnya sang istri mulai terlena, baru ia bisa melakukan yang ia inginkan, yaitu mencium sang istri di tengah-tengah p
“Apa yang kamu lakukan, Mas?” Mata Zaya membelalak lebar, kotak berisi makan siang dan kue tart untuk suaminya terlepas begitu saja kala melihat suaminya sedang berciuman dengan seorang wanita di atas sofa kantor. Kakinya gemetar, kedua tangannya spontan menutupi mulutnya, tak percaya dengan apa yang ia lihat. Sejak pagi suaminya melarangnya pergi ke kantor dengan alasan ada meeting penting, tapi karena Zaya ingin memberikan kejutan ulang tahun pernikahan yang kedua pada suaminya, Zaya nekat mendatangi perusahaan tanpa izin sang suami dan hasilnya, ia yang berniat memberi surprise, malah mendapatkan kejutan luar biasa. “Zaya?” Evan tampak terkejut. Pria itu buru-buru mendorong sekretarisnya dan membenahi resleting celananya. "K-kenapa kamu ke sini?" "Aku yang seharusnya bertanya, Mas. Kamu bermain gila di belakangku?" Bersamaan dengan itu, tangisnya luruh. Ia tak percaya kalau suaminya yang selama ini terlihat baik dan setia ternyata bermain api dengan sekretarisnya sendiri. "Ibu
“Jangan pernah menyentuhku dengan tangan kotormu itu!” Zaya menepis tangan Evan yang menyambutnya ketika ia baru saja memasuki rumah. Ia pikir, pria itu masih asyik bergumul dengan selingkuhannya di kantor hingga tidak akan pulang, seperti sebulan belakangan. Namun ternyata, pria itu telah menunggunya dengan tatapan wajah kemerahan dan raut frustrasi. Pria itu bahkan sempat memujinya cantik, padahal selama sebulan mulut pria itu selalu bungkam. “Kenapa aku tak boleh menyentuhmu? Aku suami kamu.” Zaya tertawa miring. “Suami? Suami yang tega mencumbu wanita lain di belakang istrinya?” “Itu kekhilafan saja, Zaya. Berapa kali harus kukatakan, dialah yang terus menggodaku. Aku—” “Cukup!” Zaya mengarahkan tangannya ke depan, memberi kode agar suaminya berhenti bicara. “Aku tidak perlu penjelasan apa pun darimu. Pengkhianatan yang kamu lakukan tadi sudah menunjukkan pilihanmu.” Wanita itu menatap garang. Lalu, dengan suara dinginnya, ia berujar, “Ceraikan aku, Mas!” Sesaat, raut wajah
“Zaya? Mazaya ....” Wanita cantik berambut panjang itu menoleh ke arah suara dan mendapati seseorang pria yang terlihat mengerutkan dahi, tak percaya sekaligus raut bahagia bisa menemukannya di sini. "Arga??" Tak kalah terkejut, wanita itu pun heran bisa menemukan pria dari masa lalunya. "Kenapa kamu ada di sini?” Pria itu melangkah diiringi senyum di bibirnya yang semakin lebar. “Justru aku yang mau tanya, Za. Kamu kenapa di sini? Kamu kerja di sini?” Zaya mengangguk pelan seraya menunjuk papan informasi yang ada di atas mejanya. "Seperti yang kamu lihat, aku bekerja sebagai resepsionis di sini." Pandangan Arga menyelidik. “Kok aku tidak tahu? Kemarin kamu belum kerja di sini, kan?” Kemarin, selepas keluar dari rumahnya bersama pria sinting itu ... Zaya dibantu salah seorang sahabatnya melamar kerja di hotel ini. Beruntung, karena posisi ini kosong dan sedang dicari ... Wanita itu diterima dengan mudah. Ya, meski pekerjaan ini jauh dari pekerjaan dan jabatan terakhirnya, ia tet
"...." Zaya tak bisa berkata-kata. Bibirnya terkunci saat mendengar pertanyaan Arga. Melihat reaksi wanita itu, Arga pun mengambil sebuah kesimpulan pahit. “Sepertinya kamu memang punya masalah dengan suamimu. Katakan, apa yang Evan lakukan padamu, sehingga kamu terlihat sedih begini!” Meski tatapan wanita itu tak bisa berbohong, tetapi Zaya tetap kukuh pada pendiriannya untuk tak bercerita apa pun mengenai masalah rumah tangganya. Ia menggeleng disertai senyum tipis yang ia buat-buat. “Kamu salah, aku tak punya masalah apa pun dengan Mas Evan. Aku hanya ingin pulang, takut kemalaman. Kalau begitu aku permisi.” Zaya beranjak dari tempat duduknya, ingin segera meninggalkan Arga. Ia tak mau menambah masalah baru di tengah perceraian yang sebentar lagi akan ia urus. Bahkan Zaya berniat tak akan melanjutkan pekerjaannya di Hotel Diamond dan akan mencari kerja di tempat lain karena tak ingin terus-terusan bertemu dengan mantan terindahnya tersebut. Namun, langkah wanita cantik itu k
“Jangan menuduhku sembarangan!" Zaya mendengus kesal mendengar tuduhan yang dilemparkan suami brengseknya itu padanya. Ia menepis tangan Evan sekuat tenaga. “Kamu pulang malam-malam bersama kakak tiriku tanpa izin, itu artinya kamu berselingkuh!" Evan bersikeras dengan tuduhannya. "Apa kamu bersekongkol dengan Mira dan dia untuk menjebakku seakan aku selingkuh, sehingga kalian bisa bersama lagi? Begitu?" “Jangan sembarangan bicara kamu!" Zaya menatap nyalang ke arah suaminya. "Siapa yang kamu tuduh selingkuh?" Arga tiba-tiba turun dari mobil dan bersuara. "Kalau aku mau, aku bisa merebutnya terang-terangan darimu!" lanjut pria itu dengan begitu arogan. "Apa maksudmu?" Evan memutar tubuhnya menghadap sang kakak. Tatapan tak suka kentara sekali dari pria itu. "Dia bekerja di hotel milikku mulai hari ini, dan hari ini adalah hari pertama kami berjumpa sejak kamu menikahinya.” Pria itu berujar dengan santai. Bahkan sebuah senyum miring tercetak di sana. "Dan lagi ... sepertinya kamu