"...."
Zaya tak bisa berkata-kata. Bibirnya terkunci saat mendengar pertanyaan Arga.Melihat reaksi wanita itu, Arga pun mengambil sebuah kesimpulan pahit.“Sepertinya kamu memang punya masalah dengan suamimu. Katakan, apa yang Evan lakukan padamu, sehingga kamu terlihat sedih begini!”Meski tatapan wanita itu tak bisa berbohong, tetapi Zaya tetap kukuh pada pendiriannya untuk tak bercerita apa pun mengenai masalah rumah tangganya.Ia menggeleng disertai senyum tipis yang ia buat-buat. “Kamu salah, aku tak punya masalah apa pun dengan Mas Evan. Aku hanya ingin pulang, takut kemalaman. Kalau begitu aku permisi.”Zaya beranjak dari tempat duduknya, ingin segera meninggalkan Arga. Ia tak mau menambah masalah baru di tengah perceraian yang sebentar lagi akan ia urus.Bahkan Zaya berniat tak akan melanjutkan pekerjaannya di Hotel Diamond dan akan mencari kerja di tempat lain karena tak ingin terus-terusan bertemu dengan mantan terindahnya tersebut.Namun, langkah wanita cantik itu kembali terhenti, kala tangannya kembali dicekal oleh Arga yang menahannya pergi.“Kamu tidak boleh kurang ajar sama atasanmu sendiri, Za.”Arga mendesaknya untuk bercerita, tetapi nalurinya mendesak ia untuk tetap menutup rapat bibirnya.Kondisi itu membuat ia tertekan, hingga tanpa sadar emosinya merangkak naik. Matanya kembali mengembun dan memerah.“Lepaskan tanganku, Ga! Aku mau pulang sekarang.” Suaranya bergetar, menahan tangisnya untuk tidak pecah.“Jawab aku, apa Evan menyakitimu?”Zaya kembali menggeleng, "Berhenti mendesakku, Ga. Tidak ada yang menyakitiku. Aku hanya kelelahan bekerja." Wanita itu kemudian menatap iba Arga. "Aku mohon lepaskan aku, aku mau pulang.”Namun, bukan melepaskan lengan Zaya, laki-laki itu justru menariknya pelan meninggalkan kafe hotel menuju ke arah parkiran. “Aku antar kamu pulang sekarang.”“Aku bisa pulang sendiri. Kamu tidak perlu mengantarku. Aku tidak mau Mas Evan salah paham padamu.”Arga semakin mempererat pegangan tangannya, buru-buru membawa wanita cantik itu ke mobilnya. “Justru aku ingin bertemu suamimu. Aku sudah lama tidak berjumpa dengannya. Aku ini kakak tirinya kalau kamu lupa.”Sekian tahun tak bertemu, pria itu masih sama ... Tetap pemaksa. Zaya harus mencari alasan lain. Apalagi ia sudah berada dalam mobil Arga sekarang.“Kita bisa jalan sendiri-sendiri. Aku tak mau mas Evan menuduhku macam-macam nanti,” kilah Zaya, masih berusaha menyembunyikan fakta kalau pernikahannya telah kandas karena orang ketiga.“Aku yang akan melindungimu dan menjelaskan kalau kamu sekarang adalah stafku." Arga menoleh sesaat, menatap Zaya dan menunjukkan ketenangannya. "Evan tidak akan mungkin menuduhmu macam-macam. Sekarang pakai sabuk pengamanmu.”Di perjalanan, tak ada satu pun yang bersuara. Arga fokus dengan jalan di depannya sambil sesekali menoleh ke arah Zaya yang tengah membuang pandangan ke jendela.Sementara itu, wanita yang sedari tadi membisu itu tengah larut dalam pikirannya sendiri hingga tak sadar air matanya kembali membanjiri wajah. Tangis yang semula tak bersuara, kini semakin terasa pilu di telinga Arga.“Menangislah sepuasmu, Za! Setelah itu ceritakan semuanya padaku," ucap Arga sambil menyodorkan beberapa helai tisu.Zaya meraih tisu dari tangan Arga sambil terus menangis pilu hingga tersedu.“Katakan padaku, apa Evan melakukan kesalahan besar sehingga kamu bersedih begini?”Zaya rasanya tak mampu menahan semuanya lagi. Cepat atau lambat, kakak iparnya itu pasti akan mengetahui permasalahan yang terjadi antara dirinya dan Evan.Tapi untuk menceritakan semuanya sekarang, ia belum sanggup karena Zaya harus menceritakan kejadian kemarin yang sampai sekarang masih terasa perih menusuk-nusuk jantungnya.“Aku tak bisa menceritakannya. Aku mau turun dan pulang sendiri. Please, Ga, jangan paksa aku!”“Baiklah, aku tidak akan mendesakmu lagi." Arga menghela napas dalam-dalam, tahu kalau ia tak akan mampu memaksa Zaya yang ia ketahui memiliki watak dan prinsip keras. Ia akan menyelidikinya sendiri nanti. "Tapi maaf, aku tidak bisa membiarkanmu menyetir sendirian dengan keadaan kacau begini. Aku tetap akan mengantarmu pulang.”Wanita cantik itu seketika merasa panik tatkala melihat Arga mulai melajukan mobilnya menuju kediaman Evan. Dengan sangat terpaksa ia menjerit dan membuka rahasianya untuk menghentikan Arga.“Jangan bawa aku ke rumah itu lagi!”Arga sontak menoleh pada Zaya dengan raut heran. “Maksud kamu?”“Aku tidak sudi pulang ke rumah adik tirimu itu lagi.”Arga buru-buru menepikan mobilnya kala mendengar permintaan Zaya yang cukup mengejutkan.“Kenapa kamu tidak mau pulang ke rumah suamimu?”Wanita berparas ayu itu tak dapat menghindar lagi. Ia berusaha tegar dengan menarik napas panjang sebelum berujar, “Aku dan mas Evan akan bercerai. Sejak kemarin aku tidak tinggal di rumahnya lagi.”Arga sukses dibuat terperangah oleh penuturan wanita itu. “Kamu tidak sedang bercanda, kan, Za?”Zaya lagi-lagi menggeleng. “Apa menurutmu perceraian adalah hal yang bisa dibercandakan?"“Bukan itu maksudku. Kenapa kamu bisa memutuskan ingin bercerai darinya? Bukannya kamu sangat mencintainya?”Zaya tersenyum getir. Apa gunanya cinta kalau itu hanya sepihak saja?Faktanya pria itu hanya mencintai fisiknya yang dulu cantik, juga memperalatnya untuk menerima posisi CEO yang dijanjikan sang mama mertua jika Evan berhasil menikahi seorang wanita dan serius berumah tangga.Berbeda dengan Zaya yang bahkan memutus akses pertemanannya dengan laki-laki, termasuk memutus kontak dengan laki-laki yang saat ini ada di sampingnya meskipun statusnya mereka adalah adik-kakak ipar.Semua itu demi Evan agar suaminya itu tak curiga dan cemburu padanya. Tapi apa yang ia dapat dengan mempertahankan kesetiaan?“Nyatanya membina rumah tangga tidak cukup hanya sekedar cinta, Ga.”“Sebentar, sekedar cinta?" Pria itu mengerutkan dahi. "Bukankah pondasi berumah tangga itu cinta, Za?”Zaya menghela napas lelah. Wanita itu sadar, alasan ia memutusakan Arga yang berstatus pacarnya selama tiga tahun dulu adalah cinta. Ia jatuh cinta pada Evan, tergila-gila pada pria itu yang mengisi ruang hati saat Arga meninggalkannya dengan tak acuh.Namun, masa lalu tetaplah masa lalu. Zaya tak ingin lagi menyesali itu.“Sudahlah, jangan membahas masa lalu lagi, Ga! Intinya aku mau bercerai. Sekarang, tolong antar aku ke rumah temanku, Gea! Aku lelah.”Arga belum puas mendengar penjelasan Zaya pun kembali mengorek informasi. “Kenapa kamu mau bercerai?”“Itu bukan ranahmu. Biarlah ini menjadi privasi kami berdua.” Wanita cantik itu tak mau memperkeruh keadaan.Ia tahu akan menimbulkan masalah besar kalau sampai Arga tahu Evan berselingkuh. Hubungan persaudaraan mereka bisa saja semakin merenggang. Belum lagi, kalau sampai pria itu mengadu pada mamanya. Sedang ia sudah berjanji pada suaminya untuk bercerai baik-baik sehingga Evan tetap bisa memimpin perusahaan kesayangannya itu.“Pasti ada alasan kuat kamu ingin berpisah darinya, kan?" tuding Arga begitu yakin. "Dan aku jelas tidak percaya jika alasan kalian adalah ketidakcocokan! Kamu meninggalkanku demi dia, jadi rasanya tidak mungkin kamu tidak memahami sifatnya, Za.”Arga terus mendesak Zaya agar mengaku dan itu membuat wanita cantik itu stres."Aku tidak meninggalkanmu, kamu yang memutuskanku lebih dulu." Zaya mengoreksi kalimat Arga. Ia tak terima dengan klaim pria itu yang seolah-olah menuduhnya berselingkuh. "Dan, berhenti mengorek informasi dariku. Aku sedang tidak baik-baik saja saat ini. Jadi tolong jangan menambah beban pikiranku!”Pria itu akhirnya mengehela napas panjang. “Baiklah, aku tidak akan memaksamu lagi. Aku akan mengantarmu pulang sekarang juga.”Zaya akhirnya bisa bernapas lega melihat Arga mulai melajukan mobilnya berputar arah ke rumah Gea, sahabatnya yang menawarinya tinggal di rumahnya sampai ia mendapat hunian baru nanti.Arga menoleh sekilas dan melihat wajah sedih Zaya dari pantulan kaca jendela mobilnya dan menyimpulkan telah terjadi hal besar dalam hidup Zaya dan ia tak akan tinggal diam.Setibanya di rumah teman Zaya, belum juga turun dari mobil Arga ... Pintu mobil di sisi wanita itu yang sudah tak terkunci tiba-tiba terbuka.Tangan Zaya ditarik keluar mobil secara paksa, hingga nyaris membuat wanita itu terhuyung jika saja ia tak berpegangan pada mobil.Belum reda keterkejutan Zaya karena ditarik paksa, tuduhan yang dilontarkan pria yang menariknya begitu membuatnya marah.“Kenapa kamu berselingkuh dengan kakak tiriku, Zaya?”“Jangan menuduhku sembarangan!" Zaya mendengus kesal mendengar tuduhan yang dilemparkan suami brengseknya itu padanya. Ia menepis tangan Evan sekuat tenaga. “Kamu pulang malam-malam bersama kakak tiriku tanpa izin, itu artinya kamu berselingkuh!" Evan bersikeras dengan tuduhannya. "Apa kamu bersekongkol dengan Mira dan dia untuk menjebakku seakan aku selingkuh, sehingga kalian bisa bersama lagi? Begitu?" “Jangan sembarangan bicara kamu!" Zaya menatap nyalang ke arah suaminya. "Siapa yang kamu tuduh selingkuh?" Arga tiba-tiba turun dari mobil dan bersuara. "Kalau aku mau, aku bisa merebutnya terang-terangan darimu!" lanjut pria itu dengan begitu arogan. "Apa maksudmu?" Evan memutar tubuhnya menghadap sang kakak. Tatapan tak suka kentara sekali dari pria itu. "Dia bekerja di hotel milikku mulai hari ini, dan hari ini adalah hari pertama kami berjumpa sejak kamu menikahinya.” Pria itu berujar dengan santai. Bahkan sebuah senyum miring tercetak di sana. "Dan lagi ... sepertinya kamu
“Kamu baik-baik saja, Za? Kenapa ada Arga di sini?” Gea tidak bisa tidak bertanya. Sejak tadi ia mematung, menunggu sang sahabat masuk ke dalam rumahnya sambil memperhatikan pertikaian yang terjadi antara Zaya dengan dua orang pria yang pernah hadir dalam hidup sahabatnya tersebut. Wanita berparas cantik itu menatap sendu pada sahabatnya. Sedetik kemudian, air mata Zaya tumpah. Ia tak mampu menahan kesedihannya lagi. Batinnya terasa kacau. Kenapa semuanya terasa sulit baginya? Di saat ia benar-benar ingin melepaskan diri dari laki-laki yang sudah menghancurkan perasaannya, ia malah dipertemukan dengan mantan yang menjadi CEO-nya sendiri di tempatnya bekerja hingga berujung dua orang itu bertengkar di luar sana karena dirinya.Zaya sama sekali tidak ingin jadi rebutan, terlebih oleh kakak-beradik tersebut yang memiliki perangai serupa. Apa ia harus pergi dari kota ini, menata luka hati, juga menyembuhkan kepedihan di hatinya tanpa perlu melihat wajah mereka berdua lagi? Gea mendekap
“Pagi, Za.”Senyuman indah tersungging di bibir Arga, menyambut Mazaya yang baru membuka pintu pagi itu. Semalaman hatinya gembira, membayangkan akan terus bersama dengan sang pujaan hati. “Kenapa kamu datang kemari?” Zaya menoleh ke sekitar, merasa sedikit gugup, takut kalau sang suami juga datang yang berpotensi akan membuat keributan kembali seperti tadi malam.“Kamu cari siapa? Adik tiriku?” Arga sontak cemberut melihat Zaya masih saja memedulikan suaminya.“Aku hanya takut kalian berdebat lagi,” sahut Zaya. “Kamu ngapain ke sini?” Zaya mengulangi pertanyaannya sambil melangkah keluar rumah, tak lupa menutup pintunya.“Aku mau menjemputmu. Kita bareng aja ke hotel. Oh, ya, sebaiknya kamu ganti pakaianmu.” Arga memperhatikan tampilan Zaya yang mengenakan seragam resepsionis seperti kemarin.Alis Zaya naik, dahinya berkerut. “Kenapa aku harus ganti outfit? Ini seragamku kalau kamu lupa.”CEO tampan itu tersenyum tipis lalu menyampaikan niatnya untuk menaikkan jabatan Zaya. “Ganti aj
“Aku tidak akan membiarkan kamu turun dari mobil ini.” Melihat Zaya yang mulai menangis dan menurunkan intonasi bicaranya, perlahan emosi pada diri Arga pun meluruh. “Aku hanya ingin membantumu."Zaya menghapus lelehan air mata di pipinya dan menatap Arga dengan pandangan sendu. Nampak sorot matanya kelelahan menghadapi kekeraskepalaan Arga.“Kamu ingin bercerai, tapi tidak mau membuat suamimu kehilangan semuanya, kan?” Arga bertanya, tetapi Zaya masih diam menunggu kalimat pria itu selesai. “Kamu juga butuh pekerjaan untuk melanjutkan hidupmu dan aku bisa mewujudkan semua itu. Aku juga tidak akan mengadu pada Mama. Apa itu cukup untuk membuatmu percaya padaku?” Sejenak, Zaya terdiam. Ia mencerna semua hal yang Arga paparkan. Bicaranya yang sudah lebih melunak, juga sorot mata pria itu yang tak lagi mendesak membuat wanita itu mulai percaya dan bahkan mempertimbangkan tawaran Arga. Namun, lagi-lagi Zaya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. “Kalian memiliki hubungan, Ga. Keterlibat
“Apa yang harus aku lakukan?”Di kantor, di dalam ruangannya, Evan merenung di kursinya. Raut frustrasi terlihat kentara di wajah pria itu. Kertas-kertas berhamburan di lantai. Barang-barang yang ada di ruangan itu pun hancur berantakan. Ya, sejak pagi sampai menjelang siang, Evan tidak juga keluar dari ruangannya seusai mengamuk. Ia mengalami tekanan cukup berat.Bagaimana tidak, pernikahannya kini berada di ujung tanduk. Belum lagi ancaman dari kakak tirinya dan teror dari sang mama yang meminta ia mengajak Zaya menginap di kediamannya. Yang paling ia takutkan adalah mamanya. Ia tak tahu bagaimana marahnya sang mama jika tahu pernikahannya dan Zaya terancam cerai.Dari luar, seorang wanita seksi berpakaian ketat tersenyum lebar melihat Evan dari celah pintu yang sedikit terbuka. Rencana Mira memisahkan laki-laki tampan itu dari istrinya sepertinya berhasil. Mira yakin, pasti CEO-nya itu bertengkar hebat dengan sang istri.‘Aku harus memanfaatkan keadaan ini. Pak Evan pasti sangat pus
“Apa yang kamu lakukan di sini, Evan?” Zaya berusaha menepis tangan laki-laki yang sedang mencekal tangannya. Wanita itu mendesis tajam, mengultimatum laki-laki yang masih berstatus suaminya itu. “Lepaskan tanganku! Jangan mempermalukanku?”Arga menatap sengit pada adik tirinya. Tangannya mengepal menahan marah. Tak beberapa lama, Arga pun ikut memegangi pergelangan tangan Zaya, berusaha melepaskannya dari cengkeraman tangan Evan. Matanya melotot tajam. “Lepaskan tangan Zaya! Kamu menyakitinya.”Melihat sang kakak yang lagaknya sudah seperti seorang suami bagi Zaya, Evan mendengus kesal. Pandangannya nanar membalas tatapan sang kakak yang tengah mengintimidasinya lewat tatapan setajam elang.Pria tampan itu bukannya melepas pergelangan tangan sang istri, malah balas mengancam dan memaksa Zaya berdiri.“Kamu yang seharusnya melepaskan tangan istriku. Apa kamu mau jadi pebinor yang berniat merebut istri adik tirimu sendiri?” Evan menarik tangan Zaya sambil melepaskan tangan Arga dari per
“Kamu benar-benar gila, Arga.”Evan menatap geram sang kakak tiri yang saat ini sedang menatap penuh kebencian padanya. Tak pernah ia duga, semuanya akan bertambah runyam. CEO tampan itu tak mengira sang kakak tiri serius ingin merebut Zaya dari hidupnya.Salah satu sudut bibir Arga mulai kembali naik. Pria itu tersenyum miring. Tampak, sorot kepuasan terlihat di matanya. CEO hotel bintang lima itu sepertinya sedang berada di atas angin. Apalagi Zaya telah mempercayakan semua kepadanya.“Yang gila dan tak tahu diri itu kamu. Sudah berselingkuh, tapi tetap ingin mempertahankan pernikahan. Kalau aku jadi kamu, aku akan melepaskan Zaya. Dia juga berhak bahagia.”Tangan Evan terkepal menahan marah. Ia melotot tajam lalu sekuat tenaga menepis tangan sang kakak dari kerah bajunya hingga pria itu terlihat mundur beberapa langkah. “Maksud kamu dia tak bahagia bersamaku dan akan bahagia bersamamu? Sinting! Jangan bermain licik dan mengambil kesempatan di sini, Arga!”Arga yang sempat didorong m
“Bagaimana, Ga? Apa dia mau mengikuti semua prosesnya dan tak akan berbuat onar saat sidang nanti?” Zaya menyambut kedatangan Arga yang baru saja melangkah masuk ke ruangannya. Sorot matanya terpancar rasa keingintahuan yang besar. Sungguh, Zaya tak sabar ingin mengetahui apa yang diperbincangkan sang suami dengan mantannya itu.Melihat raut semringah Zaya, Arga seketika bersemangat menyampaikan perbincangannya dengan adik tirinya tadi. Pria itu yakin, Evan tak akan bisa berkutik. Dengan ceria, Arga pun berujar. “Dia tak akan berani berbuat onar. Aku yakin sekarang dia sedang mempertimbangkan penawaranku.”“Penawaran apa?” Zaya semakin penasaran. Dengan kerlingan mata, ia memberi kode pada Arga untuk duduk di sofa bersamanya agar ia bisa leluasa menyimak cerita dari pria itu terkait jawaban Evan.Arga mengulas senyuman indahnya lalu menuruti permintaan Zaya. Pria itu duduk di dekat Zaya lalu kembali bersuara. “Penawaran untuk memilih salah satu.”“Hah!?” Mulut Zaya sedikit terbuka. Ia
Pernikahan Evan dan Zaya berjalan cukup baik. Dengan ditempatkannya Zaya di bawah kepemimpinan manajer Ardi, rasa cemburu dan takut kehilangan yang dirasakan oleh Evan terus saja menggebu-gebu. Hingga tak terasa satu bulan perjalanan pernikahan mereka pasca rujuk kembali pun terlewati dengan baik. Evan dan Zaya memutuskan untuk pergi ke psikolog untuk melakukan aneka terapi untuk menyembuhkan Zaya dari trauma yang dialaminya pasca pengkhianatan yang Evan lakukan dan semuanya berjalan dengan mulus. Pelan-pelan, Evan dan Zaya mulai bisa mengarungi bahtera rumah tangga mereka berdua di mana saat ini adalah hari pertama mereka kembali menyatu sebagai pasangan suami istri. Evan awalnya dengan sangat terpaksa memangkas pemanasan saat melakukan kegiatan nakalnya dengan Zaya karena itulah yang menyebabkan istrinya teringat-ingat akan perbuatannya dengan Mira dulu. Sampai akhirnya sang istri mulai terlena, baru ia bisa melakukan yang ia inginkan, yaitu mencium sang istri di tengah-tengah p
“Kenalkan Zaya, ini manajer Ardi. Dia akan menjadi atasanmu mulai hari ini.”Zaya segera mengulurkan tangannya di depan sang suami yang baru saja memperkenalkannya pada calon atasannya.“Perkenalkan, saya Mazaya– sekretaris baru Anda, Pak Ardi.”Ardi menyambut tangan Zaya, kemudian tersenyum padanya. “Aduh saya jadi tidak enak, nih! Masa bawahan saya, istri atasan saya sendiri?”Zaya membalas senyuman sang atasan. “Tidak usah merasa tak enak, Pak Ardi. Perlakukan saya sama seperti sekretaris pada umumnya saja! Saya wanita yang suka bekerja secara profesional. Saat saya menjadi sekretaris Anda, jangan pernah anggap saya seorang istri dari CEO. Kalau saya melakukan kesalahan, tegur bahkan marahi saya. Saya lebih suka seperti itu, Pak.”“Duh, saya benar-benar tidak enak, Bu Zaya!” Ardi benar-benar terlihat canggung di depan Zaya dan Evan.“Perlakukan saja saya seperti bawahan Anda, Pak. Saya tidak akan mengadu kok pada suami saya,” ucap Zaya tersenyum lebar dan itu sukses membuat Evan ke
“Kenapa denganku? Bukankah aku menikah kembali karena aku tidak bisa hidup tanpanya dan menderita membayangkan berpisah selama-lamanya dari dirinya? Bukankah aku bersedih ketika melihat video kenangan kami saat kami bersama sehingga memutuskan kembali rujuk dengannya? Tapi kenapa aku tidak bisa disentuh olehnya?” Zaya hanya bisa menggumam di dalam hati tatkala ia membuka matanya tengah malam itu. Posisinya sekarang berada di kamar di rumah barunya dengan sang suami di mana Evan menghiba padanya, meminta agar dirinya bisa bertahan melewati rintangan yang terjadi pasca resminya pernikahan mereka yang kedua kali.Suaminya itu memeluknya erat, terlihat takut kehilangan. Dipandanginya wajah Evan, membuat rasa iba menyeruak di hati Zaya. Evan begitu kukuh mempertahankannya menjadi seorang istri, sementara dirinya ragu karena bisa dibayangkan ke depannya nanti, setiap kali sang suami ingin menciumnya, ia kemungkinan akan teringat sang suami mencium Mira. Ini gawat. Ini benar-benar gawat. “
Rasa kecewa sungguh menyelimuti hati Evan ketika ia berusaha ingin mencium sang istri, tapi istrinya malah berpaling. Yang lebih membuatnya syok adalah ketika sang istri mengatakan ia belum siap.Kenapa ini? Apa yang terjadi pada Zaya? Kenapa sang istri tidak mau dicium olehnya? Evan berusaha menepis semua kemungkinan terburuk yang ia pikirkan lalu ia memegangi bahu Zaya, membawanya menghadapnya.“Kenapa, Sayang? Ada apa denganmu?” tanya Evan penasaran.Zaya memejamkan matanya, berusaha menepis kenangan-kenangan buruk yang terpintas sesaat sebelum sang suami berniat mendaratkan bibirnya di bibirnya tadi. Bagaimana tidak, tanpa ia niatkan bayangan ketika Evan memagut mesra bibir Mira, kemudian bergumul panas di atas sofa di dalam kantor di mana ia menyaksikan sendiri betapa buasnya Evan mencumbu bibir sekretarisnya itu, terbayang jelas di pelupuk mata.Itu sukses memberikan rasa sakit luar biasa di hatinya. Zaya berusaha membuang semua pikiran itu, tapi tidak bisa. Ia juga tidak menger
“Wah, rumahnya bagus, Sayang!” Zaya berdecak takjub saat ia digandeng suaminya memasuki rumah baru mereka yang luar biasa megah seusai mengemasi barang-barangnya dari rumah Gea. Rumah bergaya Eropa yang lokasinya sangat dekat dengan perusahaan itu akan sangat memudahkan Zaya dan Evan pergi bekerja agak siang karena mereka berdua tak akan pernah terlambat pergi ke perusahaan.“Kamu suka rumahnya, Sayang?” tanya Evan, mengajak sang istri masuk lalu menemaninya berkeliling dan menunjukkan detail interior yang menawan.Zaya menganggukkan kepalanya, terus mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan tak hentinya merasa takjub. Bagaimana tidak, rumah yang akan menjadi huniannya yang baru dengan Evan jauh lebih besar dibandingkan rumah lama. Interior, eksterior, serta model rumahnya juga begitu elegan, persis rumah-rumah sultan di mana ada dua pilar besar di teras depan yang terhubung dengan sebuah balkon utama yang mengarah ke arah halaman depan dan ketika masuk, Zaya pun disambut sebuah ta
Zaya tersenyum pada Gea lalu menjelaskan keinginannya.“Kayaknya nggak perlu resepsi, deh. Evan juga belum mengumumkan kalau dia sudah bercerai dariku. Yang tahu hanya Mira.”“Ah, gitu! Apa Dimas sudah membekuk Mira?” tanya Gea penasaran. “Apa bisa menjebloskannya ke penjara dengan kasus yang sekarang sedang menimpa Arga? Tapi 'kan, tidak ada korbannya?”Evan segera menengahi. “Itu urusan Dimas. Dia pasti sudah menemukan bukti-bukti lain atas kejahatan Mira. Wanita itu bukan hanya jahat padaku saja, tapi juga sudah mencelakai orang-orang lain yang akan menjadi korbannya. Tidak usah membahas itu dulu karena sekarang kami ingin bicara sesuatu pada kamu.”Zaya langsung menyambung kalimat suaminya. “Makasih banyak, ya, sudah membiarkan aku tinggal di sini, Gea. Aku sungguh bersyukur mendapat sahabat yang baik sepertimu sehingga aku tidak luntang-lantung di jalan saat aku kabur dari rumah Evan. Hari ini, aku akan ikut suamiku.”Gadis berambut pendek itu mengernyitkan kedua alisnya. “Maksud
“Kalian, kok, aneh?”Suara Gea menyapa pendengaran Zaya ketika ia dan suaminya tiba di kediaman sahabat cantiknya tersebut. Wanita berambut pendek itu pasti sangat kebingungan melihat betapa mesranya dirinya dan sang suami yang saat ini bergandengan pinggang masuk ke dalam rumah dan itu membuat Zaya terkikik geli.“Emangnya kami kenapa?” ucap Zaya balik bertanya.Gea menatap Zaya dan Evan secara bergantian dengan sorot curiga. “Aura kalian berbeda. Gimana, ya, bilangnya ...? Entahlah.” Gadis cantik itu terlihat bingung mendeskripsikan apa yang ia lihat. “Ngomong-ngomong, kamu jadi ke salon, jadi jalan-jalan? Ini masih pagi, tapi kok kalian sudah ada di sini?”Gea kemudian menoleh pada Evan. “Kamu kok udah sama-sama Zaya pagi ini? Kamu enggak kerja?”Zaya menoleh pada sang suami, kemudian bertukar senyum dan itu membuat Gea keki.“Kenapa malah senyum-senyum kayak gitu? Jawab dong pertanyaanku!”Zaya tergelak renyah, merasa geli melihat sewotnya sang sahabat. “Ya, makanya suruh kami ma
Evan menatap Zaya penuh cinta saat wanita cantik itu selesai menandatangani berkas-berkas pernikahan dengannya. Rasanya tak percaya, bisa mendapatkan wanita cantik ini kembali.Setelah semua urusan selesai, petugas yang menikahkan Evan dan Zaya pun pamit, meninggalkan pasangan pengantin yang terus saling bertukar pandang.“Aku tak pernah menyangka pernikahan kita akan dilangsungkan secepat ini walaupun aku sebenarnya masih benar-benar geram dan kesal pada Arga. Aku tidak bisa membayangkan kalau dia sampai berhasil menyentuh kamu tadi, Sayang.”Zaya menghela napas panjang, kemudian seketika merinding ketika membayangkan dirinya disentuh oleh Arga. Hingga detik ini, ia belum percaya kalau laki-laki yang ia percayai bisa melakukan hal keji seperti itu padanya. Namun, setelah ia pikir lagi, Arga melakukan itu pasti karena terlalu cinta padanya. Lelaki itu marah karena ia lebih memilih Evan kembali dibanding dirinya yang sepertinya sudah berusaha sekuat tenaga sejak awal perceraian hingga
“Lepaskan aku, Ma! Aku mau menemui Zaya. Aku harus menjadikannya milikku.”Arga terus berontak, minta dilepaskan karena saat ini pria itu sedang dikurung oleh Nadia, sang mama di sebuah ruangan dengan sebuah jendela kaca untuk memantau Arga dari luar.Nadia pilu melihat putra tirinya yang sejak tadi menjerit histeris di dalam sana. Air matanya tanpa bisa ditahan meluncur deras di pipi.“Gimana ini, Tante? Apa tak sebaiknya kita bawa ke kantor polisi saja? Biar bagaimana pun, Arga telah melakukan perbuatan kriminal. Dia harus diberi efek jera, Tan.”Dimas membujuk Nadia untuk menyerahkan Arga ke pihak berwajib karena yang dilakukan pria itu benar-benar keji. Tega-teganya Arga membuat dua orang menderita, berpisah lalu2Nadia menyeka air matanya sambil terus menatap putra tirinya yang tengah meraung, menangis, dan meratap di dalam sana. Bagaimana mungkin ia tega menjebloskan putra suaminya yang telah ia anggap sebagai anak sendiri. Meski memang mungkin perhatian dan kasih sayangnya sedi