“Jangan menuduhku sembarangan!"
Zaya mendengus kesal mendengar tuduhan yang dilemparkan suami brengseknya itu padanya. Ia menepis tangan Evan sekuat tenaga.“Kamu pulang malam-malam bersama kakak tiriku tanpa izin, itu artinya kamu berselingkuh!" Evan bersikeras dengan tuduhannya. "Apa kamu bersekongkol dengan Mira dan dia untuk menjebakku seakan aku selingkuh, sehingga kalian bisa bersama lagi? Begitu?"“Jangan sembarangan bicara kamu!" Zaya menatap nyalang ke arah suaminya."Siapa yang kamu tuduh selingkuh?" Arga tiba-tiba turun dari mobil dan bersuara. "Kalau aku mau, aku bisa merebutnya terang-terangan darimu!" lanjut pria itu dengan begitu arogan."Apa maksudmu?" Evan memutar tubuhnya menghadap sang kakak. Tatapan tak suka kentara sekali dari pria itu."Dia bekerja di hotel milikku mulai hari ini, dan hari ini adalah hari pertama kami berjumpa sejak kamu menikahinya.” Pria itu berujar dengan santai. Bahkan sebuah senyum miring tercetak di sana. "Dan lagi ... sepertinya kamu membuat kesalahan fatal pada Mazaya sehingga dia ingin cerai darimu. Apa itu? Apa kamu berselingkuh?”Dua pria itu saling menyerang. Tatapan mereka pun begitu tajam, seolah siap membunuh.Kepala Zaya mulai berdenyut membayangkan apa yang mungkin terjadi jika ia membiarkan mereka bertemu lebih lama di sini.“Pulanglah, Arga. Urusanku, biar aku yang urus. Aku lelah, apalagi besok pagi aku harus kembali bekerja di hotel milikmu.”“Tidak akan kubiarkan kamu bekerja di hotel milik kakak tiriku lagi!” cegah Evan emosi.Zaya tersenyum sinis pada Evan. “Kamu tidak bisa melarangku. Urus saja perceraian kita! Bukankah kemarin sudah jelas semuanya?”Evan menatap Zaya dengan sorot putus asa. “Zaya, aku tidak mau bercerai darimu.”“Sayangnya aku tetap mau bercerai,” tegas Zaya lantang.“Karena kamu mau selingkuh dengannya? Karena itu kamu bekerja di hotelnya agar kamu bisa terus berjumpa dengannya?” tuduh Evan berang.Zaya sungguh tak habis pikir dengan tuduhan demi tuduhan yang dilontarkan calon mantan suaminya itu. Laki-laki itu sungguh pintar memutar balikkan fakta. Padahal pria itulah yang telah melakukan kesalahan fatal di depan matanya.“Jangan membalik keadaan, Evan! Kamu tahu betul kenapa aku ingin bercerai!" Zaya menatap suaminya nyalang. "Aku bukan kamu yang dengan mudah berpaling! Oh, atau kamu ingin rahasiamu kubongkar di depan kakak tiri sekarang juga?!”“Aku sudah bilang kalau aku tidak berselingkuh, dia yang menyerangku! Aku yakin, aku dijebak!" Evan bersikukuh dengan pembelaannya. Di ujung kalimatnya, pria itu menatap tajam ke arah Arga. "Harus bagaimana lagi aku menyampaikannya padamu?”Zaya seketika geram mendengar luwesnya sang suami bicara soal alasan perceraiannya di depan Arga. “Diam!? Jaga mulut kamu! Aku sudah berusaha untuk menutupinya sejak tadi. Kenapa kamu—?”“Tunggu, tunggu ... Jadi benar, kamu mengkhianati istrimu?” Arga menatap serius adiknya.Evan melotot tajam pada kakak tirinya. “Jangan memperkeruh keadaan, Arga! Meskipun kamu kakak tiriku, tapi aku tidak akan segan memukulmu kalau kamu ikut campur urusan rumah tanggaku.”"Kamu mengancamku?" Arga tersinggung lalu spontan menarik kerah baju Evan. “Aku juga tidak akan segan-segan memukulmu dan bahkan merebut kembali Mazaya!”“Hentikan!?” jerit Zaya histeris. Demi Tuhan, ia tak mau melihat dua kakak beradik itu bertengkar karena dirinya. “Pulanglah kalian berdua! Aku tidak ingin berjumpa dengan kalian lagi." Wanita itu kemudian menatap tegas ke arah Arga. "Aku juga tidak akan bekerja lagi di tempatmu, Ga.”Zaya berbalik badan lalu kemudian melangkah setengah berlari menuju pintu rumah sahabatnya. Sayang, niatnya kabur terhenti tiba-tiba. Kakinya bahkan belum sempat melangkah jauh ketika ia merasakan dua tangan sudah memegangi lengannya, membuatnya tak bisa ke mana-mana.“Lepaskan tanganku! Apa kalian sudah gila? Kita bisa jadi bahan omongan orang!” desis Zaya geram. Wanita itu kemudian menuding sang suami. “Dan kamu, Evan, aku tidak akan pernah membatalkan niatku untuk bercerai darimu! Kalau kamu tidak mau menceraikanku, maka aku sendiri yang akan mengajukan gugatan cerai dan aku pastikan itu akan disetujui oleh pengadilan!”“Kamu baik-baik saja, Za? Kenapa ada Arga di sini?” Gea tidak bisa tidak bertanya. Sejak tadi ia mematung, menunggu sang sahabat masuk ke dalam rumahnya sambil memperhatikan pertikaian yang terjadi antara Zaya dengan dua orang pria yang pernah hadir dalam hidup sahabatnya tersebut. Wanita berparas cantik itu menatap sendu pada sahabatnya. Sedetik kemudian, air mata Zaya tumpah. Ia tak mampu menahan kesedihannya lagi. Batinnya terasa kacau. Kenapa semuanya terasa sulit baginya? Di saat ia benar-benar ingin melepaskan diri dari laki-laki yang sudah menghancurkan perasaannya, ia malah dipertemukan dengan mantan yang menjadi CEO-nya sendiri di tempatnya bekerja hingga berujung dua orang itu bertengkar di luar sana karena dirinya.Zaya sama sekali tidak ingin jadi rebutan, terlebih oleh kakak-beradik tersebut yang memiliki perangai serupa. Apa ia harus pergi dari kota ini, menata luka hati, juga menyembuhkan kepedihan di hatinya tanpa perlu melihat wajah mereka berdua lagi? Gea mendekap
“Pagi, Za.”Senyuman indah tersungging di bibir Arga, menyambut Mazaya yang baru membuka pintu pagi itu. Semalaman hatinya gembira, membayangkan akan terus bersama dengan sang pujaan hati. “Kenapa kamu datang kemari?” Zaya menoleh ke sekitar, merasa sedikit gugup, takut kalau sang suami juga datang yang berpotensi akan membuat keributan kembali seperti tadi malam.“Kamu cari siapa? Adik tiriku?” Arga sontak cemberut melihat Zaya masih saja memedulikan suaminya.“Aku hanya takut kalian berdebat lagi,” sahut Zaya. “Kamu ngapain ke sini?” Zaya mengulangi pertanyaannya sambil melangkah keluar rumah, tak lupa menutup pintunya.“Aku mau menjemputmu. Kita bareng aja ke hotel. Oh, ya, sebaiknya kamu ganti pakaianmu.” Arga memperhatikan tampilan Zaya yang mengenakan seragam resepsionis seperti kemarin.Alis Zaya naik, dahinya berkerut. “Kenapa aku harus ganti outfit? Ini seragamku kalau kamu lupa.”CEO tampan itu tersenyum tipis lalu menyampaikan niatnya untuk menaikkan jabatan Zaya. “Ganti aj
“Aku tidak akan membiarkan kamu turun dari mobil ini.” Melihat Zaya yang mulai menangis dan menurunkan intonasi bicaranya, perlahan emosi pada diri Arga pun meluruh. “Aku hanya ingin membantumu."Zaya menghapus lelehan air mata di pipinya dan menatap Arga dengan pandangan sendu. Nampak sorot matanya kelelahan menghadapi kekeraskepalaan Arga.“Kamu ingin bercerai, tapi tidak mau membuat suamimu kehilangan semuanya, kan?” Arga bertanya, tetapi Zaya masih diam menunggu kalimat pria itu selesai. “Kamu juga butuh pekerjaan untuk melanjutkan hidupmu dan aku bisa mewujudkan semua itu. Aku juga tidak akan mengadu pada Mama. Apa itu cukup untuk membuatmu percaya padaku?” Sejenak, Zaya terdiam. Ia mencerna semua hal yang Arga paparkan. Bicaranya yang sudah lebih melunak, juga sorot mata pria itu yang tak lagi mendesak membuat wanita itu mulai percaya dan bahkan mempertimbangkan tawaran Arga. Namun, lagi-lagi Zaya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. “Kalian memiliki hubungan, Ga. Keterlibat
“Apa yang harus aku lakukan?”Di kantor, di dalam ruangannya, Evan merenung di kursinya. Raut frustrasi terlihat kentara di wajah pria itu. Kertas-kertas berhamburan di lantai. Barang-barang yang ada di ruangan itu pun hancur berantakan. Ya, sejak pagi sampai menjelang siang, Evan tidak juga keluar dari ruangannya seusai mengamuk. Ia mengalami tekanan cukup berat.Bagaimana tidak, pernikahannya kini berada di ujung tanduk. Belum lagi ancaman dari kakak tirinya dan teror dari sang mama yang meminta ia mengajak Zaya menginap di kediamannya. Yang paling ia takutkan adalah mamanya. Ia tak tahu bagaimana marahnya sang mama jika tahu pernikahannya dan Zaya terancam cerai.Dari luar, seorang wanita seksi berpakaian ketat tersenyum lebar melihat Evan dari celah pintu yang sedikit terbuka. Rencana Mira memisahkan laki-laki tampan itu dari istrinya sepertinya berhasil. Mira yakin, pasti CEO-nya itu bertengkar hebat dengan sang istri.‘Aku harus memanfaatkan keadaan ini. Pak Evan pasti sangat pus
“Apa yang kamu lakukan di sini, Evan?” Zaya berusaha menepis tangan laki-laki yang sedang mencekal tangannya. Wanita itu mendesis tajam, mengultimatum laki-laki yang masih berstatus suaminya itu. “Lepaskan tanganku! Jangan mempermalukanku?”Arga menatap sengit pada adik tirinya. Tangannya mengepal menahan marah. Tak beberapa lama, Arga pun ikut memegangi pergelangan tangan Zaya, berusaha melepaskannya dari cengkeraman tangan Evan. Matanya melotot tajam. “Lepaskan tangan Zaya! Kamu menyakitinya.”Melihat sang kakak yang lagaknya sudah seperti seorang suami bagi Zaya, Evan mendengus kesal. Pandangannya nanar membalas tatapan sang kakak yang tengah mengintimidasinya lewat tatapan setajam elang.Pria tampan itu bukannya melepas pergelangan tangan sang istri, malah balas mengancam dan memaksa Zaya berdiri.“Kamu yang seharusnya melepaskan tangan istriku. Apa kamu mau jadi pebinor yang berniat merebut istri adik tirimu sendiri?” Evan menarik tangan Zaya sambil melepaskan tangan Arga dari per
“Kamu benar-benar gila, Arga.”Evan menatap geram sang kakak tiri yang saat ini sedang menatap penuh kebencian padanya. Tak pernah ia duga, semuanya akan bertambah runyam. CEO tampan itu tak mengira sang kakak tiri serius ingin merebut Zaya dari hidupnya.Salah satu sudut bibir Arga mulai kembali naik. Pria itu tersenyum miring. Tampak, sorot kepuasan terlihat di matanya. CEO hotel bintang lima itu sepertinya sedang berada di atas angin. Apalagi Zaya telah mempercayakan semua kepadanya.“Yang gila dan tak tahu diri itu kamu. Sudah berselingkuh, tapi tetap ingin mempertahankan pernikahan. Kalau aku jadi kamu, aku akan melepaskan Zaya. Dia juga berhak bahagia.”Tangan Evan terkepal menahan marah. Ia melotot tajam lalu sekuat tenaga menepis tangan sang kakak dari kerah bajunya hingga pria itu terlihat mundur beberapa langkah. “Maksud kamu dia tak bahagia bersamaku dan akan bahagia bersamamu? Sinting! Jangan bermain licik dan mengambil kesempatan di sini, Arga!”Arga yang sempat didorong m
“Bagaimana, Ga? Apa dia mau mengikuti semua prosesnya dan tak akan berbuat onar saat sidang nanti?” Zaya menyambut kedatangan Arga yang baru saja melangkah masuk ke ruangannya. Sorot matanya terpancar rasa keingintahuan yang besar. Sungguh, Zaya tak sabar ingin mengetahui apa yang diperbincangkan sang suami dengan mantannya itu.Melihat raut semringah Zaya, Arga seketika bersemangat menyampaikan perbincangannya dengan adik tirinya tadi. Pria itu yakin, Evan tak akan bisa berkutik. Dengan ceria, Arga pun berujar. “Dia tak akan berani berbuat onar. Aku yakin sekarang dia sedang mempertimbangkan penawaranku.”“Penawaran apa?” Zaya semakin penasaran. Dengan kerlingan mata, ia memberi kode pada Arga untuk duduk di sofa bersamanya agar ia bisa leluasa menyimak cerita dari pria itu terkait jawaban Evan.Arga mengulas senyuman indahnya lalu menuruti permintaan Zaya. Pria itu duduk di dekat Zaya lalu kembali bersuara. “Penawaran untuk memilih salah satu.”“Hah!?” Mulut Zaya sedikit terbuka. Ia
“Tidak ... aku tak mau mendengar apa pun darimu.”Dengan tegas, Zaya menolak permintaan Evan. Ia sedikit berpaling, tak ingin terpengaruh oleh bujukan sang suami.Pancaran kekecewaan di mata Evan pun terlihat jelas. Laki-laki itu mengetatkan rahangnya, tampak menahan emosi. Awalnya, Zaya mengira laki-laki itu akan memarahinya serta menuduhnya yang bukan-bukan. Namun, di luar dugaan, pria yang sebentar lagi akan menjadi orang asing baginya tersebut malah semakin menghiba padanya.“Izinkan aku masuk agar aku bisa bicara tentang apa yang terjadi di antara kita berdua. Aku tidak ingin bercerai. Aku tidak ingin melepasmu dari hidupku.”“Aku yang ingin melepaskan diri dari hidupmu.” Dengan lantang dan tanpa keraguan, Zaya menjerit, meneriakkan apa yang ia inginkan.Pria itu menggeleng cepat. Tangannya berusaha memegang tangan Zaya, tapi sayangnya wanita cantik itu tidak membiarkan tangan suaminya menyentuhnya.“Aku tak akan membiarkan kamu lepas dari hidupku.”Zaya berdecih. Ia tak habis pik