“Kamu baik-baik saja, Za? Kenapa ada Arga di sini?”
Gea tidak bisa tidak bertanya. Sejak tadi ia mematung, menunggu sang sahabat masuk ke dalam rumahnya sambil memperhatikan pertikaian yang terjadi antara Zaya dengan dua orang pria yang pernah hadir dalam hidup sahabatnya tersebut. Wanita berparas cantik itu menatap sendu pada sahabatnya. Sedetik kemudian, air mata Zaya tumpah. Ia tak mampu menahan kesedihannya lagi. Batinnya terasa kacau. Kenapa semuanya terasa sulit baginya? Di saat ia benar-benar ingin melepaskan diri dari laki-laki yang sudah menghancurkan perasaannya, ia malah dipertemukan dengan mantan yang menjadi CEO-nya sendiri di tempatnya bekerja hingga berujung dua orang itu bertengkar di luar sana karena dirinya.Zaya sama sekali tidak ingin jadi rebutan, terlebih oleh kakak-beradik tersebut yang memiliki perangai serupa. Apa ia harus pergi dari kota ini, menata luka hati, juga menyembuhkan kepedihan di hatinya tanpa perlu melihat wajah mereka berdua lagi? Gea mendekap sang sahabat, membiarkannya menangis dalam pelukannya sampai akhirnya Zaya mulai sedikit tenang. Ia pun memberanikan diri untuk bertanya tentang apa yang terjadi sebenarnya. “Apa kamu sudah baik-baik saja?” Zaya mengangguk pelan. “Aku baik-baik saja, Gea.” Gea lalu mengajak sang sahabat duduk di sofa ruang tamu, kemudian mulai menginterogasinya. Seingatnya tadi pagi ketika ia mengantar sang sahabat untuk melamar pekerjaan di Hotel Diamond, sahabatnya tersebut tidak sekacau ini. “Ceritakan pelan-pelan apa yang terjadi, Za!” Zaya menyeka air matanya kemudian menceritakan kebetulan yang kembali mempertemukannya dengan Arga. “Terus masalahnya di mana? Toh, kamu juga akan bercerai dari laki-laki sialan itu.” Gea tak mengerti kenapa sahabatnya harus tertekan saat bertemu dengan Arga “Masalahnya aku tidak mau memperkeruh keadaan, Gea. Aku memang berniat bercerai dari pria brengsek itu, tapi aku juga tidak mau menghancurkan hidupnya.” “Karena kamu masih mencintainya?” todong Gea. “Sulit untuk mengatakan tidak. Kamu sudah tahu sendiri alasanku menikah dengannya, kan?" Zaya menatap sendu ke arah Gea, sahabat yang jadi saksi betapa hidupnya bak ditempa sejak dulu. "Lepas dari dia, aku rasa hal yang cukup. Perihal balasan yang mungkin pantas dia sandang ... biarlah Tuhan yang tunjukkan." Alis Gea berkerut, tak habis pikir dengan pemikiran sahabatnya. Padahal, sebagai menantu kesayangan, Zaya bisa saja dengan mudah mengadukan semua perbuatan Evan pada mama mertuanya. Biarkan mama mertuanya yang menghukum pria itu. Namun, cinta di hati Zaya agaknya menginginkan hal yang cukup sederhana.Baginya, bisa lepas dari belenggu pernikahan yang menyajikan kebahagiaan semu sudah cukup."Aku masih bingung, kenapa kamu nggak mau lapor sama mama mertuamu. Padahal, seorang peselingkuh, sangat berhak untuk dapat karma!" Gantian, Gea yang turut berapi-api. “Aku tidak menginginkan itu terjadi." Zaya menggeleng tak setuju dengan ide Gea. Toh, barusan ... tanpa ia yang harus membuka mulut pada mama mertuanya, Evan lah yang justru membongkar kelakuannya sendiri pada Arga. Bukan tidak mungkin Arga akan mengadukannya pada mama mertua Zaya hingga membahayakan kedudukan pria itu. "Arga sudah tahu. Jadi, entahlah ... bagaimana nasib Evan selanjutnya." “Biarkan saja, Za! Jangan terlalu pusing memikirkan urusan itu! Fokus saja pada dirimu!” Zaya merasa dilema. Ia tak mau Evan menuduhnya macam-macam dan juga tak mau melihat Arga memusuhi adik tirinya sendiri. “Aku harus bagaimana, Gea? Apakah aku harus berhenti dari Hotel Diamond?” “Kenapa kamu harus berhenti?" Gea menatap Zaya dengan pandangan tegasnya. Tak setuju sama sekali dengan keputusan sang sahabat. "Tetaplah bekerja di sana dan buktikan kalau kamu bisa meraih karir kamu kembali yang pernah hancur karena pria sialan itu!” *** “Kamu benar-benar brengsek, Van.” Arga menatap sengit adik tirinya, menahan diri untuk tidak memukulnya walaupun ia sangat ingin. Tepat setelah Zaya masuk ke dalam rumah sahabatnya, pria yang memiliki masa lalu indah bersama Zaya itu langsung menarik kerah baju adik dirinya menjauh dari kediaman Gea, sahabat Zaya. Arga tidak ingin terlihat menganiaya laki-laki yang sebentar lagi akan menjadi mantan suami wanita yang sangat ia cintai itu. Ia harus benar-benar menjaga kewibawaannya agar bisa memikat hati Zaya kembali. “Harusnya aku yang bicara begitu padamu.” Evan menepis keras tangan Arga lalu mendorongnya hingga pria itu mundur beberapa langkah. Ia membenahi pakaiannya sambil menatap kesal pada kakak tirinya tersebut. “Aku sudah mendengar semuanya. Perceraian kalian artinya kamu membuat kesalahan besar." Arga menantang adik tirinya. Tangannya mengepal, terlihat marah. "Kamu tidak ingat ucapanku beberapa tahun lalu? Apa kamu siap kalau aku kembali merebut Mazaya darimu?"Evan mendengus. “Tidak akan ada perceraian!" ujarnya tegas. "Ini hanya kesalahpahaman. Dan sebaiknya, menjauhlah dari istriku!” Giliran Evan menarik kerah baju kakak tirinya, balas memperingatkan agar Arga tidak ikut campur urusan rumah tangganya. “Kamu benar-benar tidak tahu malu!" Arga berdecih. "Jika aku jadi kamu yang sudah ketahuan selingkuh, aku akan melepasnya dan membiarkan dia memilih kebahagiaannya sendiri." “Sayangnya, aku bukan kamu!" Evan menggertakkan giginya sambil terus menarik kerah baju Arga kuat-kuat. "Berhenti ikut campur urusanku!”Kedua pria itu tak ada yang mau mengalah. Keduanya saling menatap, seolah siap saling membunuh demi Mazaya yang sama-sama mereka inginkan. Evan yang ingin mempertahankan sang istri yang dicintainya, dan Arga yang ingin mencoba mendapatkan wanita yang pernah ia lepaskan untuk adiknya dulu. “Akan menjadi urusanku kalau kamu menyakiti wanita yang sangat aku cintai.” Mendengar kata-kata cinta dari Arga untuk istrinya, Evan kembali naik pitam. Pria itu kembali mendekat, siap untuk menyerang kakaknya lagi. “Dia itu adik iparmu, Sialan!” Bibir Arga naik lalu tersenyum miring. Tatapannya menguarkan aura permusuhan. Ia mengarahkan tangannya ke depan, berusaha mencegah agar sang adik tidak menyerangnya lalu dengan lantang. Pria itu mengutarakan niatnya. “Adik ipar? Sebentar lagi status itu akan berubah. Mazaya akan menjadi wanita lajang dan aku akan mengejarnya kembali sampai dapat dengan caraku sendiri."“Pagi, Za.”Senyuman indah tersungging di bibir Arga, menyambut Mazaya yang baru membuka pintu pagi itu. Semalaman hatinya gembira, membayangkan akan terus bersama dengan sang pujaan hati. “Kenapa kamu datang kemari?” Zaya menoleh ke sekitar, merasa sedikit gugup, takut kalau sang suami juga datang yang berpotensi akan membuat keributan kembali seperti tadi malam.“Kamu cari siapa? Adik tiriku?” Arga sontak cemberut melihat Zaya masih saja memedulikan suaminya.“Aku hanya takut kalian berdebat lagi,” sahut Zaya. “Kamu ngapain ke sini?” Zaya mengulangi pertanyaannya sambil melangkah keluar rumah, tak lupa menutup pintunya.“Aku mau menjemputmu. Kita bareng aja ke hotel. Oh, ya, sebaiknya kamu ganti pakaianmu.” Arga memperhatikan tampilan Zaya yang mengenakan seragam resepsionis seperti kemarin.Alis Zaya naik, dahinya berkerut. “Kenapa aku harus ganti outfit? Ini seragamku kalau kamu lupa.”CEO tampan itu tersenyum tipis lalu menyampaikan niatnya untuk menaikkan jabatan Zaya. “Ganti aj
“Aku tidak akan membiarkan kamu turun dari mobil ini.” Melihat Zaya yang mulai menangis dan menurunkan intonasi bicaranya, perlahan emosi pada diri Arga pun meluruh. “Aku hanya ingin membantumu."Zaya menghapus lelehan air mata di pipinya dan menatap Arga dengan pandangan sendu. Nampak sorot matanya kelelahan menghadapi kekeraskepalaan Arga.“Kamu ingin bercerai, tapi tidak mau membuat suamimu kehilangan semuanya, kan?” Arga bertanya, tetapi Zaya masih diam menunggu kalimat pria itu selesai. “Kamu juga butuh pekerjaan untuk melanjutkan hidupmu dan aku bisa mewujudkan semua itu. Aku juga tidak akan mengadu pada Mama. Apa itu cukup untuk membuatmu percaya padaku?” Sejenak, Zaya terdiam. Ia mencerna semua hal yang Arga paparkan. Bicaranya yang sudah lebih melunak, juga sorot mata pria itu yang tak lagi mendesak membuat wanita itu mulai percaya dan bahkan mempertimbangkan tawaran Arga. Namun, lagi-lagi Zaya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. “Kalian memiliki hubungan, Ga. Keterlibat
“Apa yang harus aku lakukan?”Di kantor, di dalam ruangannya, Evan merenung di kursinya. Raut frustrasi terlihat kentara di wajah pria itu. Kertas-kertas berhamburan di lantai. Barang-barang yang ada di ruangan itu pun hancur berantakan. Ya, sejak pagi sampai menjelang siang, Evan tidak juga keluar dari ruangannya seusai mengamuk. Ia mengalami tekanan cukup berat.Bagaimana tidak, pernikahannya kini berada di ujung tanduk. Belum lagi ancaman dari kakak tirinya dan teror dari sang mama yang meminta ia mengajak Zaya menginap di kediamannya. Yang paling ia takutkan adalah mamanya. Ia tak tahu bagaimana marahnya sang mama jika tahu pernikahannya dan Zaya terancam cerai.Dari luar, seorang wanita seksi berpakaian ketat tersenyum lebar melihat Evan dari celah pintu yang sedikit terbuka. Rencana Mira memisahkan laki-laki tampan itu dari istrinya sepertinya berhasil. Mira yakin, pasti CEO-nya itu bertengkar hebat dengan sang istri.‘Aku harus memanfaatkan keadaan ini. Pak Evan pasti sangat pus
“Apa yang kamu lakukan di sini, Evan?” Zaya berusaha menepis tangan laki-laki yang sedang mencekal tangannya. Wanita itu mendesis tajam, mengultimatum laki-laki yang masih berstatus suaminya itu. “Lepaskan tanganku! Jangan mempermalukanku?”Arga menatap sengit pada adik tirinya. Tangannya mengepal menahan marah. Tak beberapa lama, Arga pun ikut memegangi pergelangan tangan Zaya, berusaha melepaskannya dari cengkeraman tangan Evan. Matanya melotot tajam. “Lepaskan tangan Zaya! Kamu menyakitinya.”Melihat sang kakak yang lagaknya sudah seperti seorang suami bagi Zaya, Evan mendengus kesal. Pandangannya nanar membalas tatapan sang kakak yang tengah mengintimidasinya lewat tatapan setajam elang.Pria tampan itu bukannya melepas pergelangan tangan sang istri, malah balas mengancam dan memaksa Zaya berdiri.“Kamu yang seharusnya melepaskan tangan istriku. Apa kamu mau jadi pebinor yang berniat merebut istri adik tirimu sendiri?” Evan menarik tangan Zaya sambil melepaskan tangan Arga dari per
“Kamu benar-benar gila, Arga.”Evan menatap geram sang kakak tiri yang saat ini sedang menatap penuh kebencian padanya. Tak pernah ia duga, semuanya akan bertambah runyam. CEO tampan itu tak mengira sang kakak tiri serius ingin merebut Zaya dari hidupnya.Salah satu sudut bibir Arga mulai kembali naik. Pria itu tersenyum miring. Tampak, sorot kepuasan terlihat di matanya. CEO hotel bintang lima itu sepertinya sedang berada di atas angin. Apalagi Zaya telah mempercayakan semua kepadanya.“Yang gila dan tak tahu diri itu kamu. Sudah berselingkuh, tapi tetap ingin mempertahankan pernikahan. Kalau aku jadi kamu, aku akan melepaskan Zaya. Dia juga berhak bahagia.”Tangan Evan terkepal menahan marah. Ia melotot tajam lalu sekuat tenaga menepis tangan sang kakak dari kerah bajunya hingga pria itu terlihat mundur beberapa langkah. “Maksud kamu dia tak bahagia bersamaku dan akan bahagia bersamamu? Sinting! Jangan bermain licik dan mengambil kesempatan di sini, Arga!”Arga yang sempat didorong m
“Bagaimana, Ga? Apa dia mau mengikuti semua prosesnya dan tak akan berbuat onar saat sidang nanti?” Zaya menyambut kedatangan Arga yang baru saja melangkah masuk ke ruangannya. Sorot matanya terpancar rasa keingintahuan yang besar. Sungguh, Zaya tak sabar ingin mengetahui apa yang diperbincangkan sang suami dengan mantannya itu.Melihat raut semringah Zaya, Arga seketika bersemangat menyampaikan perbincangannya dengan adik tirinya tadi. Pria itu yakin, Evan tak akan bisa berkutik. Dengan ceria, Arga pun berujar. “Dia tak akan berani berbuat onar. Aku yakin sekarang dia sedang mempertimbangkan penawaranku.”“Penawaran apa?” Zaya semakin penasaran. Dengan kerlingan mata, ia memberi kode pada Arga untuk duduk di sofa bersamanya agar ia bisa leluasa menyimak cerita dari pria itu terkait jawaban Evan.Arga mengulas senyuman indahnya lalu menuruti permintaan Zaya. Pria itu duduk di dekat Zaya lalu kembali bersuara. “Penawaran untuk memilih salah satu.”“Hah!?” Mulut Zaya sedikit terbuka. Ia
“Tidak ... aku tak mau mendengar apa pun darimu.”Dengan tegas, Zaya menolak permintaan Evan. Ia sedikit berpaling, tak ingin terpengaruh oleh bujukan sang suami.Pancaran kekecewaan di mata Evan pun terlihat jelas. Laki-laki itu mengetatkan rahangnya, tampak menahan emosi. Awalnya, Zaya mengira laki-laki itu akan memarahinya serta menuduhnya yang bukan-bukan. Namun, di luar dugaan, pria yang sebentar lagi akan menjadi orang asing baginya tersebut malah semakin menghiba padanya.“Izinkan aku masuk agar aku bisa bicara tentang apa yang terjadi di antara kita berdua. Aku tidak ingin bercerai. Aku tidak ingin melepasmu dari hidupku.”“Aku yang ingin melepaskan diri dari hidupmu.” Dengan lantang dan tanpa keraguan, Zaya menjerit, meneriakkan apa yang ia inginkan.Pria itu menggeleng cepat. Tangannya berusaha memegang tangan Zaya, tapi sayangnya wanita cantik itu tidak membiarkan tangan suaminya menyentuhnya.“Aku tak akan membiarkan kamu lepas dari hidupku.”Zaya berdecih. Ia tak habis pik
“Sayang, tunggu!” Evan terlihat ingin mengejar Zaya yang buru-buru berlari setelah menyampaikan ultimatum tajam yang mengiris-iris hati Evan. Namun, belum sempat pria itu meraih tangan Zaya yang berlari menuju ke kamarnya, Gea dengan sigap menghadang langkah laki-laki itu.“Pergilah!” Gea menatap Evan dengan tatapan garang.Laki-laki itu terlihat sangat stres. Rautnya sangat kacau. Pada akhirnya Evan mengatupkan kedua tangannya, memohon pada Gea agar dibiarkan bicara pada Zaya satu kali lagi saja meskipun hatinya pesimis permohonannya akan dikabulkan oleh sang istri.“Gea, biarkan aku masuk ke kamar istriku. Aku hanya butuh meyakinkannya kalau semuanya tidak seperti yang dia bayangkan.”“Keluar!” Mata Gea membulat. Ia menatap sadis pada Evan. Meskipun ia memberikan privasi pada sang sahabat juga pada Evan, tapi tetap saja ia bisa mendengar semua yang dikatakan oleh laki-laki itu dan semuanya benar-benar jelas baginya.Evan bukan laki-laki baik. Laki-laki yang baik tidak akan mungkin m