Pada saat itu, di dalam vila Keluarga Warsono. Helen sedang sibuk mencari-cari barang di dalam lemari dan kotak-kotak hingga kepalanya penuh dengan keringat. Dia mengeluarkan pakaian dan tas, lalu mengemasnya ke dalam dua kotak besar."Ariana! Cepat ... cepat keluarkan semua perhiasan yang ada di dalam rumah! Kita tidak bisa tinggal di Jiloam lagi. Kita harus segera mengemas barang-barang dan pergi ke luar negeri untuk menghindari masalah ini, aku juga sudah membeli tiket pesawat. Masih ada tabungan beberapa miliar di rumah dan beberapa barang berharga, cukup untuk kita hidup sementara waktu."Helen terus mendesak dengan ekspresi yang panik. Mereka sudah membatalkan pertunangan di depan publik, menghancurkan martabat Keluarga Lambert, dan menyinggung Keluarga Warsono di Jiberia. Bukan hanya Jiloam, bahkan seluruh Negara Drago juga tidak akan aman bagi mereka lagi."Ariana! Kenapa kamu masih berdiri di sana? Cepat kemas barang-barangmu!"Melihat putrinya yang tidak merespons, Helen menj
"Bawa pergi dia!"Catherine menunjuk Ariana dan memilih untuk menggunakan kekerasan untuk membawanya pergi."Aku mau lihat siapa yang berani menyentuhnya!"Tiba-tiba, terdengar suara yang tegas dari pintu.Kemudian, terlihat Luther bersama dengan Jordan berjalan masuk dengan santai. "Hari ini, siapa pun yang berani bertindak sembarangan, jangan salahkan aku tidak segan!""Luther?"Ekspresi Ariana terlihat gembira. Hatinya yang terus merasa cemas, akhirnya merasa lega. Luther ternyata tidak berbohong, dia mengatakan akan kembali dengan selamat, dia pasti akan kembali dengan selamat."Kamu ... tidak mati?"Mata Catherine membelalak dan tidak berani percaya dengan apa yang telah dia lihat. Sebelum dia pergi, dia jelas-jelas melihat Luther sudah dikepung. Meskipun memiliki kemampuan yang luar biasa, Luther juga tidak mungkin bisa lepas dari Keluarga Lambert."Kenapa? Kamu berharap aku mati? Bagaimanapun juga, aku adalah penyelamat ibumu, apa kamu tidak merasa berterima kasih sedikit pun?"
"Maafkan aku, Nona Ariana!" ujar Arnold. Begitu Arnold berlutut, sekelompok orang dari Keluarga Lambert lainnya juga ikut berlutut. Saat ini, mereka semua berlutut dengan rapi di depan Ariana."Eh ...," gumam Ariana terkejut.Catherine juga tercengang. Bahkan, Helen pun berhenti meratap saat ini. Dia hanya menatap linglung ke depan, tidak dapat bereaksi untuk beberapa saat.Bukankah orang Keluarga Lambert datang ke sini untuk membuat perhitungan? Mengapa mereka malah berlutut? Mengapa putra dari keluarga bangsawan di Translandia ini tiba-tiba menjadi begitu rendah hati?"Nona Ariana, maafkan aku. Aku buta dan nggak tahu diri. Mohon maafkan aku!" pinta Arnold lagi.Melihat Ariana tidak menjawab, Arnold yang sedang berlutut di lantai mulai menampar wajahnya sendiri dengan kuat. Wajah yang awalnya sudah merah dan bengkak tiba-tiba menjadi makin jelek. Meski begitu, Arnold tidak berani berhenti.Setengah jam yang lalu, Arnold ketakutan setengah mati saat mengetahui identitas asli Luther di
Ariana mengangguk berulang kali dan berkata dengan ekspresi bingung, "Tuan Arnold, asal kalian nggak mencari masalah dengan kami, itu saja sudah cukup. Kami mana berani menyalahkanmu?""Ya, ya! Tuan Arnold, cepat bangun. Lihatlah, kamu mengeluarkan banyak darah, aku akan mengambilkan plester luka untukmu," ujar Helen. Dia pun buru-buru masuk ke kamar dan mengubrak-abrik kotak obat."Plester luka?" gumam Arnold dengan bibir berkedut-kedut. Dia membatin, aku baru memotong dua jariku, memangnya plester luka bisa berguna?"Tuan Arnold, gimana kalau kamu pergi ke rumah sakit dulu? Pendarahanmu sepertinya nggak mau berhenti," kata Ariana ragu-ragu."Nona Ariana, apa kamu sudah memaafkanku?" ujar Arnold penuh harap."Ya, tolong jangan ganggu aku lagi di masa depan," kata Ariana sambil mengangguk."Nggak masalah! Aku akan pergi sekarang juga dan nggak akan pernah muncul di depanmu lagi!" ucap Arnold dengan gembira. Setelah membungkuk dalam-dalam kepada Luther dan Ariana, dia segera kabur bersa
"Hm?" Begitu melihat tamu yang baru datang itu, senyuman di wajah Luther seketika luntur dan digantikan ekspresi dingin. "Siapa yang mengizinkanmu masuk? Keluar!" kata Luther."Jangan salah paham, aku datang untuk menemui menantuku. Nggak ada hubungannya denganmu," ujar Walter sambil terkekeh-kekeh dan tertatih-tatih melewati pintu."Apa kalian saling kenal?" tanya Ariana sambil melirik Luther dan Walter dengan sedikit heran."Kamu pasti Ariana, 'kan? Ternyata kamu memang sangat cantik!" Walter berkata sambil tersenyum, "Ngomong-ngomong, aku belum memperkenalkan diri. Aku Walter, ayah Luther dan ayah mertuamu.""Ayah?" gumam Ariana sedikit terkejut.Meskipun Luther tidak punya banyak keterampilan, dia adalah tipikal pria tampan. Sementara itu, pria di depan sama sekali tidak tampan, penampilannya juga sangat berbeda dengan Luther."Kenapa? Kami nggak mirip, ya?" Walter tersenyum kecil dan berkata, "Anak ini mirip ibunya. Wajar kalau dia nggak mirip denganku. Kalau wajahnya mirip aku, d
"Makanannya sudah siap!" ujar Helen. Kemampuan uang dalam memengaruhi seseorang memang hebat. Hanya dalam waktu singkat, Helen telah menyiapkan berbagai hidangan mewah dan lezat.Luther mencari alasan untuk pergi, tetapi Ariana memaksanya untuk tetap tinggal. Pada akhirnya, dia tidak punya pilihan selain makan satu meja dengan Walter.Ini pertama kalinya ayah dan anak itu makan bersama dalam sepuluh tahun terakhir. Saat sedang makan, Walter tidak bisa menahan air matanya. Setelah bertahun-tahun, hari yang dinantikannya akhirnya tiba. Meski belum dimaafkan oleh putranya, Walter sudah sangat puas bisa makan bersama.Banyak orang yang tidak akan pernah menyangka. Raja Wedani yang pemberani dan telah membunuh banyak orang akan menitikkan air mata saat makan.Selesai makan, Walter pergi dengan bijak. Jika dia tinggal lebih lama lagi, amarah putranya mungkin akan meledak. Saat keluar dari vila, Walter menjadi sangat ceria.Setelah Walter masuk ke dalam mobil, Fuso yang duduk di kursi penumpa
Ariana sangat penasaran dengan masa lalu Luther. Setelah mengenal satu sama lain lebih dalam belakangan ini, dia menyadari bahwa ada rahasia yang masih disembunyikan Luther darinya."Aku belum bisa menjelaskannya untuk saat ini," ujar Luther sambil menggelengkan kepalanya.Ariana berkata sambil tersenyum tipis, "Baiklah. Kamu bisa katakan padaku kalau kamu sudah ingin cerita.""Oke," balas Luther sambil mengangguk."Cuacanya makin dingin. Temani aku ke mal dong, aku mau beli beberapa pakaian," ujar Ariana tiba-tiba."Boleh saja, tapi aku kasih tahu dari awal, ya. Aku nggak punya uang," kata Luther sambil mengangkat bahunya."Pelit banget sih!" Ariana memutar bola matanya dan berkata, "Kamu nggak perlu keluar duit. Aku akan bayar semua pengeluaranmu hari ini!""Makasih banyak, Bu Ariana!" ujar Luther. Tanpa banyak omong lagi, Luther segera berlari menuju mobil. Dalam tiga tahun pernikahan mereka, keduanya hanya pernah beberapa kali pergi belanja bersama."Aduh, safirku yang indah! Aku b
Petang itu, di Klinik Damai.Bianca yang luar biasa elegan berjalan masuk dengan gembira sambil membawa anggur berkualitas."Sayang, aku sudah pulang. Lihat apa yang kubawakan untuk kalian. Ini anggur tua, aku jamin kamu akan menyukainya!" ujar Bianca sambil tersenyum.Namun, Bianca seketika terkejut. Sebab, alih-alih melihat Luther di dalam klinik, dia malah mendapati dua pria tua asing di sana. Kakek Pemabuk yang biasanya mabuk-mabukan saat ini sedang duduk tegak dengan ekspresi serius yang jarang terlihat di wajahnya."Kakek Pemabuk, siapa mereka?" tanya Bianca dengan sedikit heran."Oh, kamu sudah datang? Sini aku perkenalkan. Orang ini adalah ayah Luther. Kalau yang ini, dia adalah teman lamaku," ujar Pemabuk Gila sambil menunjuk Walter dan Fuso."Ayah Luther?" Bianca berkata dengan mata berbinar, "Wah! Ternyata ayah mertuaku datang. Maaf ya. Menantu perempuanmu rabun dan hampir nggak mengenali Ayah."Setelah mengatakan itu, Bianca segera mengambil teko teh dan menuangkan secangki