Home / Romansa / Dikejar Lagi Oleh Suamiku / Bab 34 Kamu Benar, Aku Salah

Share

Bab 34 Kamu Benar, Aku Salah

last update Huling Na-update: 2024-09-03 09:39:44

Mahira dan Agustin duduk di sebuah kafe yang tenang, di sudut kota. Suasana senja perlahan menyelimuti. Mahira terlihat gelisah, memutar-mutar cangkir kopi di tangannya, sementara Agustin menatapnya dengan penuh perhatian.

"Ada apa lagi? Apa kegelisahanmu ini ada hubungannya dengan Birendra?" tanya Agustin sembari melihat cincin di jari manis Mahira.

"Saya benar-benar sudah tidak tahu harus bagaimana lagi, dokter Agustin. Mas Bi, dia terus menyalahkan saya atas kematian Sarayu. Seolah-olah saya ini bayang-bayang yang menutupi kenangan indah mereka," ucap Mahira menghela napas panjang.

"Jadi ini yang membuatmu keluar dari mobil Birendra tadi?"

Dalam perjalanan pulang dari rumah sakit, Agustin melihat Mahira di tepi jalan dan mobil Birendra. Agustin membawanya masuk ke mobilnya daripada berada di jalanan.

"Memangnya apa yang terjadi tadi jika aku boleh tahu?" Agustin bertanya dengan hati-hati.

"Mas Bi menuduh saya lagi, Dok. Mas Bi menunjukkan sebuah tulisan ancaman yang ditujukan kepa
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 35 Dua Pelindung Mahira

    Suasana kafe kecil di tengah kota sore itu dipenuhi oleh kawula muda untuk berakhir pekan. Tercium aroma kopi yang menggugah selera memenuhi udara. Cahaya matahari senja yang hangat menerobos masuk melalui jendela, menciptakan bayangan lembut di lantai. Arya duduk di sudut kafe dengan cangkir kopi di tangan. Dia mengenakan kemeja biru dengan lengan tergulung dan tampak gelisah. Matanya terus menatap cangkir kopi di depannya, seolah sedang memikirkan sesuatu yang mendalam."Ini pak satu slice cake kejunya," ucap pelayan kafe menyerahkan pesanannnya."Terima kasih," jawab Arya mengambilnya dari tangan pelayan kafe dengan sopan."Selamat menikmati sajian dari kafe kami."Arya menyunggingkan senyum dan mengangguk sebagai tanda rasa hormatnya. Tadi dia sempat melihat Mahira dan Agustin ke sini, sayang dia terlambat setengah jam hanya karena kemacetan saat menuju kafe ini.Saat menikmati suapan cake-nya, suara bel pintu kafe terdengar nyaring hingga membuat beberapa pengunjung menoleh. Ada

    Huling Na-update : 2024-09-04
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 36 Mulai Belajar Menerimamu Di Sisiku

    Suasana malam yang tenang di meja dapur. Di atas meja terdapat secangkir teh yang hampir habis ada Mahira yang duduk di sofa sambil membaca buku kedokteran sesekali dia melihat Abisatya sedang bermain bersama Maya dan Sumiati di ruang keluarga."Tumben Mas Bi sudah pulang? Biasanya malam, Mas," celetuk Maya saat melihat Birendra datang."Mas Bi sudah makan? Kalau belum bibi siapkan.""Tidak usah, Bi. Saya sudah makan malam tadi sama Rudi," jawabnya sambil menaruh tasnya ke sofa lalu mengeluarkan sesuatu hingga membuat Maya menutup mulutnya agar tak keceplosan bicara."Mana Mahira, Bik?" "Non Mahira ada di dapur kayaknya sedang belajar, Mas," tunjuk Sumiati. Wanita paruh baya itu tersenyum melihat perubahan sikap sang majikan kepada istrinya.Birendra berjalan ke arah dapur dengan wajah datar, tangan kirinya memegang setangkai bunga mawar merah. Birendra tidak pernah memberi hadiah kepada Mahira setelah mereka menikah dan hubungan mereka selama ini terasa dingin. Mahira tidak menyadar

    Huling Na-update : 2024-09-06
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 37 Kedatangan Seseorang Yang Misterius

    Arya dan tim medis sedang berusaha menyelamatkan seorang pasien lansia. Mesin monitor detak jantung menunjukkan garis lurus dan tak ada tanda-tanda kehidupan "Dok, sudah tidak ada respons," kata Mahira yang ikut menangani pasien. Arya menarik napas dalam, menundukkan kepala sejenak sambil menekan rasa kecewa dan sedih. Dia melepaskan sarung tangannya perlahan, lalu menatap mesin monitor yang sekarang sudah mati. "Waktu meninggal, 09.45," ucap Arya dengab suara pelan. Arya mengusap wajahnya sebentar lalu berdiri tegak. Matanya memandang ke arah pintu, tempat seorang wanita yang menunggu kabar. "Dokter Hira, bisa wakillkan saya untuk memberitahu kematian ibunya kepada anaknya? Mungkin sesama wanita akan merasa lebih nyaman bila bicara," kata Arya menunjuk ke arah pintu IGD yang memperlihatkan satu sosok perempuan muda menunggu. Arya memang membiarkan Mahira untuk bisa beradaptasi dengan keadaan seperti ini ketika ada pasien yang meninggal. "Baik, Dok." Mahira segera berjalan men

    Huling Na-update : 2024-09-07
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 38 Pura-Pura atau Birendra Memang Berubah

    Restoran berkonsep modern eropa dengan pencahayaan redup. Musik jazz lembut terdengar di latar belakang. Birendra dan Mahira duduk di meja dekat jendela besar yang menghadap taman. Sepulang dari tempatnya bekerja, Mahira tak menyangka dirinya mendapat kejutan dari Birendra. Sang suami mengajaknya makan malam di sebuah restoran yang cukup mahal Birendra duduk dengan tangan menyilang di meja, jari-jarinya sedikit mengetuk permukaan meja, tanda dia sedang gugup. Wajahnya terlihat berusaha tenang, namun matanya sesekali melirik ke arah Mahira, yang duduk berseberangan dengannya. Mahira tersenyum santai, tidak menyadari kecanggungan suaminya. "Lama kita tidak ke sini ya, Mas? Seingatku ketika merayakan ulang tahun pernikahan ayah dan ibu dua tahun lalu," kenang Mahira tersenyum lembut sambil memainkan garpu di piringnya. "Iya benar yang kamu katakan," jawab Birendra matanya beralih ke piringnya sejenak, lalu dia menghela napas pendek dan jemarinya mulai memainkan serbet di pangkuannya.

    Huling Na-update : 2024-09-08
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 39 Perhatian Atau Memang Pura-Pura

    Sebenarnya tak ada niatan Mahira untuk kembali ke dokter psikolog, tetapi karena Birendra yang menyuruhnya hingga dia pun menerima pemulihan ingatannya agar tahu kejadian sebenarnya tentang kecelakaan tersebut. Satu-satunya petunjuk yang melekat di ingatannya adalah gantungan tengkorak kecil yang jatuh di lokasi kecelakaan, yang diyakini milik pelaku. Merasa terganggu oleh potongan-potongan ingatan yang tidak utuh akhirnya Mahira memutuskan untuk menemui terapis untuk memulihkan memorinya dan mencari jawaban atas apa yang sebenarnya terjadi. "Nona Mahira silakan masuk," kata perawat memanggil namanya. "Iya Sus. Terima kasih." Mahira memasuki ruang terapi. Ruang itu bersih dan tertata rapi. Terdapat sofa empuk berwarna abu-abu dengan bantal kecil di ujungnya. Di tengah ruangan, seorang pria, Prof Andre terapis berusia sekitar 50-an usianya sedang duduk dengan sikap tenang, tangan terlipat di pangkuannya. Mahira terlihat gugup memegang erat tas di pangkuannya lalu duduk di uj

    Huling Na-update : 2024-09-09
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 40 Kejutan Dari Birendra

    "Kita mau ke mana, Mas?"Sebuah pertanyaan muncul setelah Birendra mengajaknya pergi. Mahira tak banyak tanya hingga dia merasa bingung ketika sang suami bukannya pulang ke rumah."Nanti kamu akan tahu sendiri," jawab Birendra fokus menyetir."Tapi masalahnya aku ada rapat bersama Paman Hari dan direktur rumah sakit, Mas," kata Mahira."Aku sudah mengatakan kepada Paman Hari kalau aku ada hal penting yang harus dibicarakan denganmu," sahut Birendra memandang Mahira dari balik kaca spion."Bukannya bisa kita bicara di kantor rumah sakit, Mas?" Mahira menyahut sembari melihat arloji di pergelangan tangan."Jangan banyak bicara, Hira. Cerewetmu nggak banyak berubah sejak kecil," tukas Birendra menghela napas.Pada akhirnya Mahira menutup mulutnya dan tak lagi bertanya. Perjalanan ini sudah jauh dari perumahan mereka tinggal, Mahira pun tak tahu ke mana mobil Birendra membawanya siang ini."Ayo turun. Kok malah bengong?"Mereka tiba di sebuah butik mewah di pusat kota. Mahira melihat ke s

    Huling Na-update : 2024-09-10
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 41 Kelicikan Fatma Menghancurkan Hubungan Birendra

    "Pagi, Dokter Arya," sapa Mahira saat mereka bertemu di lobby."Pagi juga, Dokter Mahira. Ada sesuatu yang membuatmu gembira di hari ini?" Arya menyahut dengan tersenyum."Apa tampak ya di wajah saya?" Mahira malu, karena ketahuan dirinya tengah berbahagia menyambut hari-harinya."Jelas sekali. Sampai mata saya berkilau," canda Arya seraya tertawa."Naik apa ke sini, Dokter Mahira? Diantar suami tentunya," sambung Arya yang sempat melihat Mahira satu mobil dengan Birendra."Iya. Mulai sekarang Mas Bi akan mengantar saya setiap pagi," jawab Mahira. Senyum tak lepas dari bibirnya saat ini."Saya doakan pernikahan anda langgeng ya, Dok." Ada ucapan tulus dari Arya meski dia menahan emosional di hatinya."Terima kasih," sahut Mahira."Sudah mau pulang, Dok?" Mahira melihat Arya masih berpakaian yang sama seperti sore kemarin."Iya nih. Kemarin IGD kedatangan rombongan bus yang terluka karena tabrakan.""Saya pamit dulu ya."Mahira mengangguk seraya berjalan menuju lorong kanan tempat IGD

    Huling Na-update : 2024-09-11
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 42 Kembalinya Cinta Pertama

    Sanur baru saja kembali ke kota asalnya setelah bertahun-tahun tinggal di luar negeri. Dia berdiri di depan rumah masa kecilnya, tempat dia tumbuh besar sebelum dikirim oleh ayahnya ke luar negeri untuk tinggal bersama bibinya. Sanur menatap rumah tua itu dengan perasaan bercampur aduk—ada kemarahan, kebencian, dan juga kerinduan yang menyakitkan. Rasa ditinggalkan membuat dirinya menjadi pribadi dengan penuh luka di hati. "Anda lebih memilihnya untuk tinggal bersama daripada aku yang juga membutuhkan kasih sayang. Sanur berdiri di depan gerbang rumah jari-jarinya mencengkeram besi pagar yang mulai berkarat. Matanya berkabut, tapi bukan karena hujan yang rintik-rintik, melainkan air mata yang berusaha dia tahan. "Kenapa, Yah? Kenapa kau tega?" tanya Sanur dalam hati dengan lirih. Sanur menggigit bibir bawahnya, menahan gejolak di dadanya. Dia melangkah maju dan mendekat ke pintu rumah. Tangannya yang gemetar terulur, seakan ingin menyentuh gagang pintu, tapi terhenti di tengah ja

    Huling Na-update : 2024-09-12

Pinakabagong kabanata

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 171 Perpisahan Yang Bahagia

    "Takdir itu tak bisa diubah dan akan menghampiri setiap insan manusia.""Ini sudah takdir ayahmu. Jangan merasa bersalah.""Allah menempatkan ayahmu di sisi-Nya."Kerabat ayah dan teman-teman sesama TKI datang ke pemakaman ayah. Mereka menguatkan aku di hari yang paling menyedihkan. Andai mereka tahu, aku tak bisa kuat seperti yang mereka katakan.Saat kabar itu datang—bahwa Ayahku dan Ayah Dani meninggal bersamaan dalam kecelakaan itu, rasanya seperti seseorang mencabut seluruh napas dari paru-paruku. Dan seakan belum cukup, Ibu Tari... koma. Antara hidup dan mati layaknya menggantungkan harapan kami di benang yang nyaris putus.Aku mengunci diri di kamar. Dua hari. Dua malam. Aku tidak bicara. Tidak makan. Bahkan air mataku pun seakan berhenti mengalir. Yang tersisa hanya kebisuan dan rasa marah—pada dunia, pada semesta dan juga pada takdir."Kenapa Ayah harus semobil dengan mereka?""Sebenarnya Ayah mau ke mana?"Aku tak menyangka jika ayah semobil dengan kedua orang tua Mas Birend

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 170 Inilah Takdir Yang Harus Aku Terima

    ["Mahira, kamu bisa ke rumah sore ini? Ada yang mau aku bicarakan denganmu."]"Rumah ayah Dani atau ke rumahnya Mas di jalan Cempaka?"["Datanglah ke jalan Cempaka."]Pagi ini aku mendapat notif pesan dari Mas Birendra. Dia menyuruhku untuk datang ke rumahnya. Katanya ada yang sesuatu yang hendak dia bicarakan. Aku langsung membalas pesannya dan mengiyakan permintaannya.Setelah menyelesaikan tugasku, aku segera melangkah pergi menemui Mas Birendra di rumahnya. Aku mengambil kunci mobil. Sudah dua bulan ini aku belajar lagi menyetir setelah pernah mengalami trauma."Selamat sore, Mbak Hira. Lama tidak ke sini.""Senang bisa melihat Mbak Hira lagi."Sesampainya di depan pintu gerbang rumah Mas Birendra, aku disambut hangat para pekerja di sini. Dulu sebelum Mas Birendra menikah dengan Sarayu, aku sering ke sini bersama ibu Tari hanya untuk beberes dan menyetok makanan, karena tempat kerja Mas Birendra lebih dekat daripada di rumah utama."Ah iya Pak. Hira juga kangen sama kalian," sapa

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 169 Takdir Yang Berbeda

    Aku berdiri di depan lift dengan jantung berdegup kencang. Wanita itu tersenyum, tetapi bukan ditujukan padaku melainkan pada dua sosok di belakangku. Aku menoleh dan melihat seorang pria bersama gadis remaja.Dia dengan langkah anggun. Tubuh ini menegang karena orang yang aku kenal ada di hadapanku sekarang. Ibu Fatma mengangkat tangan, melambai dengan semangat pada dua sosok yang juga membalas lambaian tangannya."Ibu Fatma!" seruku disertai langkah maju dengan penuh harap.Wanita itu berhenti dan alisnya berkerut. Tatapannya kosong seolah aku hanyalah orang asing di matanya dan menatapku dengan penuh kebingungan."Maaf, apakah kita saling mengenal?" tanyanya dengan suara tenang, tapi ada kehati-hatian di matanya.Dadaku seketika terasa sesak. Aku mengerjap dan mencari jawaban di wajahnya lalu berharap ada secercah pengakuan. Namun tidak ada dan ku tersenyum kaku, berharap dia sedang bercanda."Ibu tidak ingat aku?" suaraku terdengar ragu.Wanita itu menghela napas, menggigit bibirn

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 168 Apa Yang Terjadi Di Tahun Ini

    Aku melangkah masuk ke ruang lobi rumah sakit dengan sedikit rasa gugup. Saat kakiku berjalan lebih jauh, aku merasa ada sesuatu yang aneh. Dua kali aku dihidupkan kembali oleh semesta.Semua yang ada di gedung rumah sakit ini terlihat sama. Tak ada perubahan sama sekali. Aku menghela napas sembari terus berjalan menuju ruang UGD, tempat aku akan bertugas.Mataku menyapu ruangan yang penuh dengan staf dan dokter. Beberapa dari mereka tersenyum ramah, sementara yang lain sibuk dengan tugas masing-masing. Dua perawat senior mendekat, wajahnya lembut, menyodorkan tangan untuk berjabat. Aku kenal dengan mereka."Selamat datang di rumah sakit ini, Dokter Mahira.""Senang rasanya bisa berkenalan dengan anak dokter Dani.""Terima kasih Sus Mariani dan Sus Siska," sahutku seraya berjabat tangan dan mengetahui nama mereka dari name tag.Satu per satu staf memperkenalkan diri. Beberapa bersalaman dengan tatapan penasaran, mungkin mendengar kabar tentang aku dan pemilik rumah sakit ini. Namun ti

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 167 Mesin Waktu

    Aku menggeliat di atas kasur dan tubuhku masih enggan untuk bangun. Matahari pagi menerobos melalui celah jendela hingga menyilaukan pandanganku yang masih setengah terpejam. Saat aku hendak menarik selimut kembali ada suara ketukan dari luar kamar terdengar, diiringi panggilan namaku."Mahira, ayo bangun Nak." Terdengar suara dari luar pintu, memanggilku dengan nada tegas. Aku tak memerhatikan siapa yang berada di luar pintu kamarku.“Iya... sebentar lagi.” Aku mendesah pelan dan menjawab dengan suara serak.Namun suara dari luar kembali terdengar, kali ini dengan nada yang lebih mendesak seperti ada sesuatu yang serius karena aku mendengar namaku dipanggil lagi."Mahira ... kamu baik-baik saja, bukan?""Bangunlah ... kita ditunggu ayah Dani dan ibu Tari di rumahnya."Mataku terbuka lebar. Jantungku berdegup lebih cepat. Ada sesuatu dalam nada suara itu yang membuatku terkejut. Aku bangkit dengan enggan lalu menyibak selimut dan turun dari tempat tidur. Begitu aku membuka pintu kamar

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 166 Selamat Jalan Mahira

    "Biar Abisatya bersama kami, Pak. Bapak ke ruang rawat dokter Mahira saja."Setelah mendapat telepon dari Agustin dan menitipkan Abisatya bersama dokter anak yang dikenalnya Birendra segera berlari menembus koridor rumah sakit yang panjang dan sunyi. Nafasnya tersengal disertai wajahnya dipenuhi kegelisahan. Sesekali dia menyeka keringat di dahinya dengan punggung tangan."Aku mohon Mahira, bertahanlah."Pandangannya lurus ke depan dan penuh tekad. Sesampainya di depan ruangan rawat inap, Birendra berhenti sejenak, menunduk dan menahan napas mencoba menenangkan degup jantungnya yang tak terkendali.Begitu Birendra membuka pintu, dia melihat Mahira dikelilingi para dokter yang sibuk dengan wajah mereka dipenuhi ketegangan. Di balik tirai yang setengah terbuka, tubuh Mahira terlihat lemah dan tak berdaya. Matanya terpejam dan wajahnya pucat, sementara mesin-mesin medis di sekelilingnya berdengung cepat. Birendra mengepalkan kedua tangannya berusaha menahan diri agar tidak panik."Berik

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 165 Bertahanlah, Mahira

    "Sebentar lagi kita akan sampai menemui ibu, Nak.""Ayah berharap ibumu segera sadar."Birendra memegang erat tubuh kecil Abisatya yang sedang tertidur dalam gendongannya. Balita berusia dua tahun itu tampak damai, wajahnya bersandar di dada Birendra. Setiap harinya Birendra membawa Abisatya ke rumah sakit untuk mengunjungi Mahira. Harapan akan keajaiban tidak pernah surut dari hati Birendra, meski waktu terus berlalu dan kondisi Mahira tak juga menunjukkan perubahan."Selamat pagi, Pak Birendra," sapa satpam melihat Birendra berjalan menuju lobby."Selamat pagi juga, Pak," balas Birendra menyunggingkan senyum.Sejak Mahira dinyatakan koma, mau tak mau Birendra mengambil alih urusan rumah sakit dibantu oleh sahabat ayahnya sementara pekerjaan yang dibangunnya sendiri ditangani oleh Rudi.Setiap hari Birendra mengambil alih tugas Mahira sebagai direktur pelaksana rumah sakit dan mengerjakan semuanya di ruang rawat inap hingga rumah sakit menjadi rumah kedua bagi Birendra."Pak Hasan ti

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 164 Memilih Jalan Yang Tepat

    "Selamat pagi dunia.""Terima kasih untuk berkat-Mu hari ini, Allah."Cahaya pagi menyelinap masuk melalui jendela rumah sakit, menerangi lorong-lorong yang mulai sibuk dengan aktivitas para dokter dan perawat. Di antara mereka, seorang pria dengan jas dokter yang baru saja dikenakan kembali setelah sekian lama berjalan dengan langkah penuh harapan sembari bergumam sendiri.Wajahnya masih sedikit pucat, tetapi terlihat di matanya berbinar. Dia menarik napas dalam-dalam seolah ingin meresapi udara rumah sakit yang begitu familiar, tempat yang pernah menjadi bagian besar dalam hidupnya sebelum semuanya berubah."Dokter Arya, senang berjumpa dengan anda lagi," kata seorang perawat yang kebetulan berpapasan dengannya."Saya juga senang berjumpa dengan kalian lagi," balas Arya seraya tersenyum."Selamat bertugas kembali, Dok," ucap salah satu perawat wanita."Terima kasih suster Wina."Arya melanjutkan kembali langkah kakinya menuju ruang berkumpulnya para dokter sebelum bertugas di pagi i

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 163 Kapan Kamu Bangun, Mahira?

    "Ayo Mahira ....""Kamu pasti bisa melewati ini semuanya. Berjuanglah."Di ruang operasi yang dipenuhi suara mesin pemantau detak jantung dan alat-alat medis, Dokter Gatot berkeringat di balik masker bedahnya. Tangannya yang bersarung tangan lateks bergerak cepat, berusaha menghentikan pendarahan hebat di otak Mahira. Para perawat dan petugas anestesi bekerja dengan cekatan, saling bertukar pandang setiap kali tekanan darah pasien turun drastis.“Tekanan darahnya anjlok lagi, Dok!” seru seorang perawat, suaranya tegang.Dokter Gatot mengatupkan rahangnya dengan napasnya yang tertahan. “Tambahkan satu ampul epinefrin. Kita harus stabilkan dia dulu.”"Baik, Dok."Jarum jam terus berdetak, tapi keadaan Mahira tak juga membaik. Sudah tiga jam lamanya Dokter Gatot yang menggantikan Arya mengoperasi Mahira, keadaan di ruang operasi sungguh mendebarkan."Dokter Mahira, jangan menyerah. Anda harus berjuang demi dokter Arya!" seru perawat Raka mendampingi dokter Gatot.Para dokter dan perawat

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status