"Aku ingin bertemu Dean," ucap Lucia sambil melewati meja sekretaris Dean.
“Tunggu, Nona Lucia! Ada tidak boleh masuk!” Langkah Lucia langsung terhenti ketika dihadang oleh sekretaris Dean.“Kenapa tidak boleh?” tanya Lucia dengan alis menyatu.“CEO Dean sedang sibuk dan tidak bisa diganggu saat ini.”“Aku hanya ingin bertemu dengannya sebentar.”“Maaf, Nona. Tidak bisa.” Sekretaris Dean kembali menghalangi Lucia saat akan menerobos masuk ke dalam ruangan bosnya. “CEO Dean melarang siapa pun masuk ke dalam.”Karena terus dihalangi oleh sekretaris Dean, Lucia menjadi tidak sabar. “Minggir! Jangan halangi aku.”“Anda tidak bo—”Lucia tidak menghiraukan larangan sekretaris Dean dan tetap berjalan menuju ruangan tunangannya dengan langkah cepat.Pagi itu, Lucia bergegas ke kantor Dean. Pasalnya, sejak kejadian di hotel malam itu, mereka belum pernah bertemu kembali karena Dean masih di luar kota.Namun, betapa terkejutnya Lucia ketika pintu ruangan Dean tiba-tiba terbuka dan melihat Carissa keluar dari ruangan Dean dengan wajah sumringah. Carissa adalah sepupu Lucia.Melihat keberadaan Lucia di depan pintu ruangan Dean, Carissa langsung melemparkan senyuman miring yang terkesan meremehkan, setelah itu berlalu begitu saja tanpa menyapa sepupunya.Tiba-tiba saja perasaan Lucia tidak nyaman saat mengetahui Carissa bertemu dengan Dean tanpa sepengetahuannya. Dia pun bergegas masuk ke dalam ruangan tunangannya setelah kepergian Carissa.“Dean, untuk apa Carissa ke sini?” Lucia menghampiri Dean yang terlihat sedang fokus membaca dokumen di meja kerjanya.Menyadari kedatangan Lucia, Dean hanya melirik sekilas ke arah tunangannya, kemudian melanjutkan pekerjaannya. “Urusan pekerjaan,” jawab Dean tanpa menoleh pada Lucia. Wajahnya terlihat dingin dan terkesan tak acuh, seperti tidak ingin diganggu.“Kenapa tidak bilang padaku kalau kau bekerja sama dengannya?”Meskipun keduanya memiliki hubungan saudara, tapi mereka tidak dekat sama sekali. Mereka justru terlihat seperti musuh, dibandingkan saudra.Dean jelas tahu kalau sejak dulu hubungannya dengan Carissa tidak baik dan Dean juga tahu kalau Carissa tidak pernah menyukainya, begitu pun sebaliknya.“Apa aku harus melaporkan semua pekerjaanku padamu?” Dean menatap Lucia setelah meletakkan penanya di meja. “Apa kau pikir aku memiliki waktu untuk itu?”Melihat Dean nampak kesal, Lucia seketika merasa bersalah. “Maaf, bukan itu maksudku. Aku hanya ingin tahu saja.”Sebenarnya, Lucia hanya merasa heran karena Dean tidak mengatakan apa pun padanya mengenai Carissa. Biasanya Dean akan selalu memberitahunya apa pun yang berhubungan dengan Carissa, bahkan dulu Dean selalu menolak pekerjaan yang berkaitan dengan Carissa karena tidak ingin dirinya salah paham.Carissa dan Dean memang sempat dekat karena keduanya pernah bersekolah dan kuliah di kampus yang sama di luar negeri. Dean dan Carissa memiliki umur yang sama yaitu 28 tahun, sementara Lucia lebih muda dua tahun dari mereka berdua yaitu 26 tahun.“Jika tidak hal penting yang ingin kau bicarakan denganku, lebih baik kau pulang.” Dean kembali melanjutkan pekerjaanya dan mengabaikan Lucia yang masih setia berdiri di depan mejanya.“Sebenarnya tujuanku ke sini untuk membicarakan tentang pernikahan kita."Rencananya mereka akan menikah seminggu lagi. Semua persiapan sudah hampir selesai, hanya beberapa hal kecil saja yang belum selesai diurus.Pernikahan Dean dan Lucia adalah pernikahan paling dinanti oleh semua orang. Bagaimana pun, keluarga Anderson memiliki nama besar di kota Y, jadi banyak yang antusias dengan identitas wanita yang akan menikah dengan penerus keluarga Anderson yang terkenal sulit ditaklukan itu."Ada beberapa hal yang ingin aku diskusikan denganmu,” lanjut Lucia ketika tidak mendapatkan respon apa pun dari tunangannya.Dean menghentikan pekerjaannya lalu menatap Lucia dengan raut wajah dingin dan sedikit kesal. “Tidak bisakah kau mengurusnya sendiri? Kau tidak lihat, aku sedang sibuk?”Lucia menarik senyuman paksa lalu berkata, “Baiklah. Aku akan mengurusnya sendiri.”Sikap dingin Dean sedikit membuat perasaannya tidak nyaman. Namun, berusaha dia abaikan. Dia berpikir Dean mungkin lelah karena banyak pekerjaan. Itu sebabnya dia jadi sedikit sensitif."Kapan kau akan cuti?" Meskipun tidak mendapatkan sambutan hangat dari tunangannya itu, Lucia berusaha untuk tetap bersikap lembut sambil tersenyum."Belum tahu. Pekerjaanku masih banyak."Mendadak rasa nyeri menyebar ke seluruh dada Lucia saat melihat sikap tak acuh Dean. Dalam hatinya, dia sedang bertanya-tanya, apakah dirinya sudah membuat kesalahan hingga membuat Dean menjadi kesal."Kita bisa menunda bulan madu kita kalau kau masih sibuk.""Ya. Aku memang tidak berencana untuk melakukan bulan madu."Netra Lucia membesar setelah mendengar ucapan Dean.Akhir-akhir ini sikap tunangannya itu tiba-tiba saja berubah dan Lucia menyadari perubahan sikap itu terjadi setelah mereka melakukan hal intim malam itu. Komunikasi mereka juga kurang lancar semenjak seminggu yang lalu.Dean seperti sedang menghindarinya, bahkan beberapa kali panggilan telponnya tidak jawab pria itu. Padahal, biasanya Dean akan menelponnya kembali jika dia tidak bisa mengangkat telponya darinya."Tidak masalah jika kau tidak ingin berbulan madu, yang terpenting bagiku adalah menikah denganmu.""Apa sudah ada kabar dari Jensen? Bisakah dia menghadiri pernikahan kita?"Lucia baru teringat dengan kakaknya itu ketika disinggung oleh Dean. "Sudah. Dia masih tidak bisa dihubungi. Kami juga tidak tahu di mana dia berada sekarang. Sepertinya kakakku tidak bisa datang. Ibuku bilang kita tidak perlu menunggunya."Dean tampak berpikir dengan raut wajah tak terbaca selama beberapa saat kemudian melanjutkan pekerjaannya, mengabaikan Lucia yang masih berdiri di hadapannya sejak tadi.Beberapa menit berlalu, Dean akhirnya mengangkat kepalanya melihat Lucia belum juga pergi dari ruangannya. Dia pun akhirnya bertanya pada wanita berparas cantik itu.“Apa ada yang ingin kau bicarakan lagi denganku?” Wajahnya terlihat datar, nada bicaranya pun tidak hangat sama sekali.“Itu … sebenarnya ...."Lucia menelan salivanya sambil meremas sisi bajunya, baru setelah itu, melanjutkan kembali ucapannya. "Sebenarnya aku ingin membicarakan mengenai perusahaan ayahku.” Lucia berbicara dengan wajah tertunduk, sedikit menampilkan keraguan dan rasa malu.Meskipun Dean adalah tunangannya, tapi Lucia tetap merasa sungkan untuk meminta bantuan padanya.“Perusahaan ayahmu?”Lucia mengangguk kemudian mengangkat kepalanya dan berkata dengan hati-hati, “Kau tidak lupa, kan, mengenai ....” Sejenak Lucia ragu untuk melanjutkan ucapannya.Namun, ketika dia akan menyelesaikan kata-katanya, Dean langsung memotongnya dengan cepat. “Maksudmu bantuan untuk perusahaan ayahmu?” Suaranya terdengar dingin dan ada sedikit nada sinis dalam ucapannya.“Iyaa,” jawab Lucia lirih sambil menunduk, menyembunyikan wajah malu serta perasaan tidak nyaman di hatinya ketika melihat mata elang Dean tertuju padanya.“Aku tidak lupa. Nolan yang akan mengurusnya nanti.” Dean kembali menatap berkas di depannya dan mengabaikan Lucia.“Baiklah, terima kasih. Aku pasti akan mengembalikannya setelah perusahaan ayahku stabil nanti.”“Jika tidak ada hal lain lagi, lebih baik segera pulang.”Melihat Dean nampak sibuk, Lucia tidak lagi mengganggunya. “Kalau begitu, aku pergi.”Dean tidak menjawab, hanya diam dan melanjutkan pekerjaannya.*******Hari pernikahan Lucia dan Dean pun tiba. Di sebuah kamar hotel presidential suite, Lucia nampak duduk sambil tersenyum di depan cermin setelah selesai memakai gaun pengantinnya. Dia sedang menunggu acara pernikahannya dimulai. Di dalam kamar tersebut tidak hanya ada Lucia. Namun, ada 3 orang lainnya yang merupakan perias pengantin beserta asistennya.Selama seminggu ini, Dean dan Lucia tidak pernah sekalipun bertemu. Mereka hanya berkomunikasi melalui telpon dan pesan singkat. Belakangan ini, Dean disibukkan dengan pekerjaanya, sehingga mereka tidak memiliki waktu untuk bertemu. Bahkan, beberapa hari yang lalu Dean baru saja pulang dari negara tetangga karena memiliki pekerjaan penting di sana.“Lucia ....” Renata, sahabat Lucia melangkah cepat menuju Lucia yang sedang mengobrol dengan perias pengantinnya.“Ada apa, Renata?” tanya Lucia saat melihat sahabatnya itu menampilkan wajah paniknya.“Lihat ini.” Renata langsung menyerahkan ponselnya pada Lucia dan ketika melihat video di ponsel Renata, matanya membelalak sempurna.“Dari mana kau dapat video ini?” tanya Lucia setelah selesai menyaksikan video tersebut.“Franklin yang mengirimkan padaku. Dia mendapatkannya di internet. Video ini sudah tersebar di semua media sosial dan internet,” info Renata dengan tatapan iba yang mengarah pada Lucia.“Apa?” Lucia segera meraih ponselnya yang ada di meja rias kemudian melihat di internet dan seketika matanya membelalak.Dalam video, nampak sepasang insan yang sedang melakukan hubungan suami-istri dengan penuh gairah. Belum lagi lenguhan dan desahan yang membuktikan kalau keduanya sedang berada di puncak kenikmatan, jelas membuat video itu sekejap masuk dalam pencarian nomor satu di salah satu situs pencarian terpopuler di internet.Menyaksikan wajah Lucia yang terkejut, Renata menanyakan hal yang sedari tadi memenuhi pikirannya. “Bukankah pria yang ada di video itu adalah … Dean?”Melihat sahabatnya terdiam, Renata kembali bertanya. “Lucia, kenapa diam saja?” Sentuhan tangan Renata pada lengannya seketika membuyarkan lamunan Lucia. “Itu … sebenarnya ….” Lucia terlihat ragu saat akan menjawab pertanyaan Renata. Bukannya, dia tidak mau berterus terang pada sahabatnya, tapi dia malu untuk mengakuinya.“Apa video itu hanya rekayasa?” tebak Renata lagi sebelum Lucia sempat menjawab pertanyaannya tadi. Video yang dimaksud oleh Renata adalah video ketika Lucia menghabiskan malam bersama dengan Dean di hotel malam itu. Meskipun pencahayaan di kamar tersebut redup dan sedikit gelap. Namun, wajah wanita di dalam vidio itu masih bisa dikenali dan bisa dipastikan pemeran wanita itu adalah Lucia. Selain wajah Lucia yang bisa dikenali, suara wanita dalam video tersebut juga terdengar sangat jelas dan itu semakin menguatkan dugaan orang kalau pemeran wanita itu memang Lucia. Berbeda dengan pemeran wanitanya, pemeran pria dalam video itu justru tidak terlihat jelas, dikarena
“Apa?” Tubuh Lucia lemas diikuti tatapan kosong dan wajah memucat.“Asistennya datang menemui ayahmu dan menyampaikan pesan kalau Dean tidak akan menikahimu,” kata Nyonya Helia. “Tidak hanya itu, dia juga batal memberikan dana ke perusahaan kita."Pandangan Lucia seperti berputar, perlahan buram, detik kemudian tubuhnya ambruk ke lantai.“Lucia ...!” Ibu Lucia beserta semua orang yang ada di dalam kamar tersebut berlari ke arah Lucia dengan panik.*******Lucia terus menghubungi nomor telpon Dean. Namun, tidak pernah diangkat olehnya, begitu pun ponsel asisten pribadinya. Tidak ada satu pun dari mereka yang mengangkat telponnya, padahal Lucia sudah menelponnya berkali-kali. Sudah 2 hari ini Lucia mengurung diri kamar. Dia tidak berani keluar karena semenjak berita pernikahannya batal dan vidionya tersebar di internet, semua wartawan berkemah di depan rumahnya.Ketika Lucia masih mencoba untuk menelpon ponsel Dean, pintu kamarnya diketuk dari luar dan selanjutnya pintu terbuka. Ibunya
“Tidak. Itu tidak benar.” Lucia menggeleng kuat lalu bangun dari tidurnya. "Bu, aku yakin tadi itu Dean. Dia yang sudah membawaku ke sini. Aku melihatnya berlari ke arahku sebelum aku jatuh pingsan." Mata Nyonya Helia berkabut, melihat anaknya begitu mencintai Dean, padahal sudah jelas kalau dia sudah dicampakkan. "Lucia ... dengarkan ibu." Nyonya Helia memegang bahu anaknya dengan lembut, lalu berkata, "Yang berlari ke arahmu adalah petugas keamanan keluarga Anderson dan yang mengantarmu ke sini bukan Dean, melainkan orang lain. Ibu sudah bertemu dengan orang membawamu ke sini dan dia adalah pengendara yang melintas di depan kediaman Anderson." Tubuh Lucia langsung lemas dan tatapannya menjadi kosong setelah mendengar itu. Dia nampak sangat kecewa saat mengetahui itu. Dia sebenarnya masih belum percaya kalau orang lain yang membawanya ke rumah sakit karena dia sangat yakin kalau yang berjalan ke arahnya sebelum dia jatuh pingsan adalah Dean. Anggap dia salah lihat, tapi bagaimana
3 tahun kemudian, Negara S tepatnya di kota N.Seorang wanita berambut panjang dengan sedikit gelombang di ujungnya berjalan dengan pelan menuju apartemen yang berada di ujung dengan wajah lelah. Wanita itu adalah Lucia, dia baru saja pulang bekerja sore itu. Ketika memasuki apartemennya, dia melihat temannya sedang berada di ruang tamu kecil apartemen mereka."Kenapa baru pulang?" tanya Wenny, teman yang selama dua tahun ini tinggal bersamanya di apartemen yang mereka sewa bersama."Sedang banyak pekerjaan," jawab Lucia sambil meletakkan tasnya di sofa. "Aku mandi dulu."Setengah jam berlalu, Lucia keluar dari kamar mandi dan duduk di sebelah Wenny, kemudian mengeringkan rambutnya setelah menghidupkan hairdryer. Ini adalah rutinitas Lucia setelah bekerja yaitu mandi dan bersantai di ruangan keluarga. Biasanya, mereka berdua menikmati makanan ringan sambil mengobrol. Mulai dari obrolan ringan higga berat. Tidak jarang juga mereka mencurahkan isi hati ketika sedang memiliki masalah, ap
"Ini, Nona." Petugas itu kembali memberikan kertas itu kembali, kemudian mempersilahkan Lucia untuk lewat.Dengan langkah cepat, Lucia menarik kopernya sembari menyapu pandangannya ke seluruh area bandara yang masih bisa dijangkau oleh matanya. Sosok tadi sudah menghilang, hanya terlihat sekumpulan orang yang tidak dikenal, berlalu-lalang di hadapanya. Lucia mencoba melihat ke sekelilingnya sekali lagi. Namun, dia tidak juga menemukan keberadaan pria yang mirip Dean."Mungkin aku salah lihat atau mungkin hanya mirip," monolog Lucia lirih seraya menunduk dengan wajah kecewa.Tidak ingin terlalu banyak berpikir, Lucia memutuskan untuk segera pulang. Sebelum menaiki taksi, dia memandang lurus depan dan terdiam selama beberapa detik. Ada jejak keraguan dalam ekspresi wajahnya ketika akan melangkah. Apalagi saat mengingat dia akan kembali untuk tinggal di kota Y lagi, perasaannya semakin tidak menentu.Meskipun dalam hati dia terus mencoba menengkan dirinya. Namun, tidak bisa dipungkiri bah
Pria itu tersenyum ke arah Lucia lalu berkata, "Hai, Lucia, lama tidak bertemu."Lucia tertegun sebentar lalu membalas sapaan pria itu dengan wajah canggungnya. Pria itu adalah tuan muda dari keluarga Farez. Namanya Julian Farez, Lucia dan Julian dulunya berteman dekat, tapi mereka harus terpisah karena Julian pindah ke kota lain yang jauh dari kota Y."Bagaimana kabarmu?" Julian bertanya dengan ramah dan lembut. Sikapnya masih seperti dulu, ketika mereka masih dekat.Dengan perasaan canggung Lucia menjawab dengan nada rendah. "Baik."Entah mengapa 3 tahun tidak bertemu dan berkomunikasi dengan Julian membuat Lucia menjadi canggung, padahal dulunya mereka dekat. Meskipun dulunya mereka jarang bertemu karena jarak, tapi Julian sering menemui Lucia jika dia sedang berada di kota Y."Kapan kau kembali? Aku dengar kau pergi keluar negeri 3 tahun yang lalu."Teringat kembali kejadian 3 tahun yang lalu, Lucia jadi merasa malu. Waktu it
“Dean lihat, aku bawa siapa?”Seketika orang yang ada di ruangan itu menatap ke arah Victor secara bersamaan, termasuk Dean yang sedang duduk di sofa paling ujung dengan pencahayaan yang sedikit redup."Aku membawa Lucia." Pandangan semua orang pun tertuju pada wanita yang berada di belakang Victor ketika pria itu menggeser tubuhnya ke samping kanan. Suasana langsung hening saat melihat wanita yang dimaksud oleh Victor adalah Lucia. Ketika tatapan Lucia dan Dean bertabrakan, ada sedikit riak di netra hitam milik Dean. Sepertinya dia sedikit terkejut melihat keberadaan Lucia di club itu. Keduanya saling menatap selama beberapa detik sebelum akhirnya Dean menarik pandangannya dengan wajah tak acuh."Aku tidak sengaja bertemu dengannya jadi aku membawanya ke sini."Di dalam ruangan itu, tidak hanya ada Dean, ada dua pria lagi di dalam sana yaitu Peter dan juga Fandy, anak dari pemilik dari club malam itu. Club tersebut d
“Kenapa? Apa terjadi sesuatu?" tanya Victor saat melihat wajah panik Lucia.Bukannya menjawab, Lucia justru meraih tasnya, kemudian berdiri. "Kita bicara lagi lain kali, aku harus pergi." Sebelum sempat dicegah oleh Victor, Lucia sudah lebih dulu berjalan keluar dari ruangan tersebut.Fandy pun langsung memarahi temannya dengan wajah kesal setelah kepergiaan Lucia. “Victor, apa kau sudah gila? Bukankah kau sudah tahu kalau Dean tidak ingin melihat Lucia lagi, kenapa kau justru membawanya ke sini?”Setelah Fandy mengatakan itu, Victor melirik pada Dean yang nampak yang duduk yang sedang menggoyangkan gelas yang berisi minuman alkohol, tatapannya tertuju ke depan dengan punggung yang bersandar di sofa.“Benar, kau ini sebenarnya berpihak pada siapa? Dia sudah menghianati Dean dengan tidur dengan pria lain, kau masih berani membawanya ke sini, kau ingin cari mati?” Peter ikut menimpali ucapan Fandy karena merasa kesal dengan tindakan Victor.“Aku hanya ingin mengobrol dengannya. Masalah d