Lucia bergegas masuk ke dalam rumahnya setelah membuka pintu untuk mencari ibunya. Saat memasuki ruangan keluarga, Lucia bertemu dengan Bibi Nan, dia pun langsung bertanya di mana keberadaan ibunya."Nyonya sedang berada di ruangan kerja, Nona."Lucia memutar tubuhnya lantas melangkah menuju ruangan kerja ayahnya yang letaknya tidak jauh dari kamar kedua orang tuanya. "Bu, di mana mereka?" Lucia langsung melontarkan pertanyaan pada Nyonya Helia ketika melihat ibunya sedang mencari sesuatu di laci meja kerja ayahnya."Mereka baru saja pulang." Lucia menghela napas kasar. Padahal, dia sengaja pulang cepat supaya bisa bertemu dengan mereka, tapi ternyata mereka sudah pergi sesaat sebelum dia tiba."Kenapa ibu tidak menahannya?" Lucia melangkah ke depan, berdiri tepat di depan meja kerja ayahnya. "Sudah, tapi mereka tidak bisa menunggu lebih lama lagi."Melihat ibunya mencari sesuatu dengan gusar, Lucia kembali bertanya padanya, "Bu, apa yang sedang kau cari?"Nyonya Helia menghentikan
Setelah keluar dari lift, Lucia pergi ke bagian administrasi khusus rawat inap, dia berniat untuk meminta rincian biaya rumah sakit ayahnya. Dia harus bisa memperkirakan berapa biaya yang harus dia keluarkan untuk pengobatan ayahnya. Karena saat ini kondisi keuangan keluarganya sedang tidak baik, jadi Lucia berniat menggunakan gajinya untuk membayar semuanya. Sebenarnya, ibunya sudah mengatakan kalau dia masih memiliki uang simpanan untuk biaya rumah sakit ayahnya, tapi Lucia tidak ingin ibunya menggunakan uang itu. "Ini rincian biaya sementara sampai hari ini." Lucia meraih kertas tersebut lalu membacanya dengan seksama. Wajahnya nampak murung setelah melihat nominal yang tertera di kertas itu. Ternyata biaya rumah sakit itu cukup besar. Ayahnya sudah berada di rumah sakit selama 10 hari. Jadi, wajar saja jika biayanya besar, apalagi ruangan yang ditempat ayahnya cukup mahal. Dia bukannya tidak memiliki uang, Dia punya tabungan, tapi dia berencana untuk menggunakan uang itu memba
"Ayah, apa kau sudah siap?" Lucia menghampiri ayahnya yang sedang berbaring di ranjang pasein. Setelah selesai berbicara dengan Renata, Lucia kembali ke ruangan ayahnya. Renata tidak ikut menjenguk ayah Lucia karena dia masih harus bekerja. Dia sengaja izin sebentar hanya untuk berbicara dengan Lucia. Dia berjanji akan menemui Lucia lagi saat akhir pekan ketika dia libur bekerja. "Sudah." Lucia membantu ayahnya untuk turun dari ranjang dan berpidah duduk di kursi roda. Sebenarnya kondisi ayahnya sudah lebih baik, hanya saja, ayahnya belum bisa berjalan dikarenakan kaki kirinya mengalami kelumpuhan mendadak setelah terjatuh di kamar mandi. Dokter mengatakan ada masalah di bagian otaknya. Itulah sebabnya ayahnya mengalami kelumpuhan disalah satu bagian tubuhnya. Hari ini, rencana akan melakukan pemeriksaan kepala kembali, jika tidak ada masalah serius, maka ayah Lucia akan diperbolehkan pulang. Setelah ayahnya berpindah ke kursi roda, Lucia mendorognya keluar ruangan menuju lantai
Dean menatap Tuan Federick sebentar, kemudian berkata, "Kakek, kamu terlalu banyak berpikir. Alasanku menolak menikah cepat bukan seperti yang Kakek katakan. Dia sudah tidak berarti apa-apa bagiku."Usai mengatakan itu, Dean keluar dari ruangan itu. Asistennya pun mengikuti langkahnya ke arah lift."Bocah itu, selalu saja berhasil membuat tekanan darahku naik. Aku sungguh tidak tahu apa yang ada di pikirannya," ucap kakek Dean seraya menggelengkan kepalanya dengan wajah frustasi. "Sudah benar saat itu memilih Lucia, tapi dia dengan bodohnya membatalkan pernikahannya."Nyonya Sheema menghela napas pelan mendengar penuturan suaminya. Awalnya, dia juga merasa kecewa dengan batalnya pernikahan Dean dan Lucia. Namun, saat mengetahui skandal vidio itu, dia merasa kalau Lucia juga bersalah pada Dean. Jadi, dia tidak bisa menyalahkah tindakan cucunya."Kau jangan memarahinya terus. Lagi pula, Lucia sudah mengkhianati Dean. Wajar kalau dia membatalkan pernikahan mereka," sahut Nyonya Sheema lem
"Kalian pergilah ke lantai bawah. Aku ingin bicara hal penting dengan calon cucu menantuku." Tuan Federick mengusir dua orang pengawal yang sejak tadi mengikutinya. Saat ini, mereka sedang berdiri di dekat lift lantai 10.Sementara Lucia berdiri tidak jauh dari ruangan Nyonya Sheema. Kakek Dean sengaja menyuruh Lucia untuk menunggu di sana karena ingin berbicara dengan pengawalnya dulu."Maaf, Tuan Besar, tuan Dean melarang—""Kalian tunggu saja di lift bawah, beritahu aku jika Dean sudah tiba di rumah sakit."Tuan Fedrick tahu, kalau cucunya itu pasti akan marah, jika dia bertemu dengan Lucia diam-diam. Dean sudah pernah memperingatkan kakeknya untuk tidak ikut campur lagi dengan urusannya dan Lucia."Tuan Besar, bagaimana kalau tuan Dean tahu. Kami tidak akan bisa menanggung kemarahannya."Meskipun Tuan Fedrick masih memiliki pengaruh besar di keluarga Anderson, tapi pengawal itu di pekerjakan oleh Dean untuk menjaga kakeknya, tentu saja mereka lebih takut pada Dean."Dean tidak akan
"Bu, tolong jaga ayah, aku pergi dulu.""Kau mau ke mana?" Ibu Lucia menatap heran pada anaknya.Baru saja mereka pulang dari rumah sakit, tapi anaknya sudah mau pergi lagi. Ayah Lucia sudah diperbolehkan untuk pulang hari ini, tapi masih harus kontrol dan melakukan terapi untuk kesembuhannya."Apa ayah belum tidur?" tanya Lucia."Belum."Lucia akhirnya menarik tangan ibunya setelah pintu kamar tertutup. Dia sengaja menjauh dari kamar agar ayahnya tidak mendengar pembicaraan mereka berdua. "Aku akan menemui pihak bank."Sewaktu pihak bank datang ke rumah keluarga Lucia, ibunya memberikan nomor ponsel anaknya agar. Saat pihak bank menghubunginya dan mengatakan kalau mereka akan datang kembali, Lucia mengatakan kalau dirinya akan datang langsung ke bank.Karena tidak ingin ayahnya mengetahui perihal rumah yang akan disita jadi dia memutuskan untuk datang ke sana. Lebih leluasa jika mereka bertemu di bank di bandingkan di rumahnya. Pukul 1 siang Lucia tiba di bank dan langsung diajak ke
Ketika Lucia mengangkat kembali kepalanya, tidak sengaja pandangannya bertabrakan mata wanita itu. Entah kenapa dia merasa kalau wanita itu melemparkan senyuman sinis padanya. Padahal, Lucia merasa tidak pernah menyinggungnya, bahkan mengenal wanita itu saja tidak. Dia hanya tahu kalau wanita itu bernama Rebecca. Setelah Renata mengatakan kalau Dean akan bertunangan, Lucia jadi penasaran dengan sosok wanita yang mampu menaklukan hati Dean. Pada akhirnya dia pun melihat berita di internet, dari sanalah dia melihat wajah Rebecca dan baru kali ini melihatnya secara langsung. Ternyata wajahnya jauh lebih cantik dari foto yang beredar di internet. "Mari, Tuan Anderson." Manager itu dengan ramah menunjukkan jalan menuju lantai atas pada Dean dan Rebecca. Saat akan melewati mejanya, Lucia melirik pada Dean, tapi sayangnya pria itu sama sekali tidak menoleh padanya. Jangankan menoleh, melirik saja tidak. Dia hanya berlalu begitu saja seolah tidak melihat keberadaannya di sana. Padahal, jela
Tanpa memperdulikan reaksi Lucia, Dean mulai menggerakkan bibirnya, melumat bibir Lucia dengan lembut. Tindakan Dean itu membuat sekujur tubuh Lucia langsung meremang dan jantungnya berdegup dengan kencang. Satu menit berlalu, Dean akhirnya menghentikan lumatannya, kemudian menarik diri dari Lucia. "Tidak mencintaiku?" ujar Dean dengan senyuman miringnya. "Mulutmu berkata tidak, tapi respon tubuhmu justru berkata lain, Lucia. Kau menikmati ciumanku. Itu artinya kau berbohong."Lucia ingin membalas ucapan Dean, tapi mendadak lidahnya menjadi kelu. Tidak bisa dipungkiri kalau dia sempat terbuai dengan permainan bibir pria itu, tapi ketika kesadarannya kembali, Dean sudah lebih dulu menjauhkan diri darinya."Jika kau sudah tidak mencintaiku, kau pasti sudah mendorong tubuhku dan menamparku sejak tadi," tambah Dean lagi. "Tapi, nyatanya kau diam saja."Sejak dulu, Lucia memang tidak pernah membiarkan dirinya disentuh oleh orang lain. Hanya Dean, pria satu-satunya yang pernah menyentuhnya.