"Ayah, apa kau sudah siap?" Lucia menghampiri ayahnya yang sedang berbaring di ranjang pasein. Setelah selesai berbicara dengan Renata, Lucia kembali ke ruangan ayahnya. Renata tidak ikut menjenguk ayah Lucia karena dia masih harus bekerja. Dia sengaja izin sebentar hanya untuk berbicara dengan Lucia. Dia berjanji akan menemui Lucia lagi saat akhir pekan ketika dia libur bekerja. "Sudah." Lucia membantu ayahnya untuk turun dari ranjang dan berpidah duduk di kursi roda. Sebenarnya kondisi ayahnya sudah lebih baik, hanya saja, ayahnya belum bisa berjalan dikarenakan kaki kirinya mengalami kelumpuhan mendadak setelah terjatuh di kamar mandi. Dokter mengatakan ada masalah di bagian otaknya. Itulah sebabnya ayahnya mengalami kelumpuhan disalah satu bagian tubuhnya. Hari ini, rencana akan melakukan pemeriksaan kepala kembali, jika tidak ada masalah serius, maka ayah Lucia akan diperbolehkan pulang. Setelah ayahnya berpindah ke kursi roda, Lucia mendorognya keluar ruangan menuju lantai
Dean menatap Tuan Federick sebentar, kemudian berkata, "Kakek, kamu terlalu banyak berpikir. Alasanku menolak menikah cepat bukan seperti yang Kakek katakan. Dia sudah tidak berarti apa-apa bagiku."Usai mengatakan itu, Dean keluar dari ruangan itu. Asistennya pun mengikuti langkahnya ke arah lift."Bocah itu, selalu saja berhasil membuat tekanan darahku naik. Aku sungguh tidak tahu apa yang ada di pikirannya," ucap kakek Dean seraya menggelengkan kepalanya dengan wajah frustasi. "Sudah benar saat itu memilih Lucia, tapi dia dengan bodohnya membatalkan pernikahannya."Nyonya Sheema menghela napas pelan mendengar penuturan suaminya. Awalnya, dia juga merasa kecewa dengan batalnya pernikahan Dean dan Lucia. Namun, saat mengetahui skandal vidio itu, dia merasa kalau Lucia juga bersalah pada Dean. Jadi, dia tidak bisa menyalahkah tindakan cucunya."Kau jangan memarahinya terus. Lagi pula, Lucia sudah mengkhianati Dean. Wajar kalau dia membatalkan pernikahan mereka," sahut Nyonya Sheema lem
"Kalian pergilah ke lantai bawah. Aku ingin bicara hal penting dengan calon cucu menantuku." Tuan Federick mengusir dua orang pengawal yang sejak tadi mengikutinya. Saat ini, mereka sedang berdiri di dekat lift lantai 10.Sementara Lucia berdiri tidak jauh dari ruangan Nyonya Sheema. Kakek Dean sengaja menyuruh Lucia untuk menunggu di sana karena ingin berbicara dengan pengawalnya dulu."Maaf, Tuan Besar, tuan Dean melarang—""Kalian tunggu saja di lift bawah, beritahu aku jika Dean sudah tiba di rumah sakit."Tuan Fedrick tahu, kalau cucunya itu pasti akan marah, jika dia bertemu dengan Lucia diam-diam. Dean sudah pernah memperingatkan kakeknya untuk tidak ikut campur lagi dengan urusannya dan Lucia."Tuan Besar, bagaimana kalau tuan Dean tahu. Kami tidak akan bisa menanggung kemarahannya."Meskipun Tuan Fedrick masih memiliki pengaruh besar di keluarga Anderson, tapi pengawal itu di pekerjakan oleh Dean untuk menjaga kakeknya, tentu saja mereka lebih takut pada Dean."Dean tidak akan
"Bu, tolong jaga ayah, aku pergi dulu.""Kau mau ke mana?" Ibu Lucia menatap heran pada anaknya.Baru saja mereka pulang dari rumah sakit, tapi anaknya sudah mau pergi lagi. Ayah Lucia sudah diperbolehkan untuk pulang hari ini, tapi masih harus kontrol dan melakukan terapi untuk kesembuhannya."Apa ayah belum tidur?" tanya Lucia."Belum."Lucia akhirnya menarik tangan ibunya setelah pintu kamar tertutup. Dia sengaja menjauh dari kamar agar ayahnya tidak mendengar pembicaraan mereka berdua. "Aku akan menemui pihak bank."Sewaktu pihak bank datang ke rumah keluarga Lucia, ibunya memberikan nomor ponsel anaknya agar. Saat pihak bank menghubunginya dan mengatakan kalau mereka akan datang kembali, Lucia mengatakan kalau dirinya akan datang langsung ke bank.Karena tidak ingin ayahnya mengetahui perihal rumah yang akan disita jadi dia memutuskan untuk datang ke sana. Lebih leluasa jika mereka bertemu di bank di bandingkan di rumahnya. Pukul 1 siang Lucia tiba di bank dan langsung diajak ke
Ketika Lucia mengangkat kembali kepalanya, tidak sengaja pandangannya bertabrakan mata wanita itu. Entah kenapa dia merasa kalau wanita itu melemparkan senyuman sinis padanya. Padahal, Lucia merasa tidak pernah menyinggungnya, bahkan mengenal wanita itu saja tidak. Dia hanya tahu kalau wanita itu bernama Rebecca. Setelah Renata mengatakan kalau Dean akan bertunangan, Lucia jadi penasaran dengan sosok wanita yang mampu menaklukan hati Dean. Pada akhirnya dia pun melihat berita di internet, dari sanalah dia melihat wajah Rebecca dan baru kali ini melihatnya secara langsung. Ternyata wajahnya jauh lebih cantik dari foto yang beredar di internet. "Mari, Tuan Anderson." Manager itu dengan ramah menunjukkan jalan menuju lantai atas pada Dean dan Rebecca. Saat akan melewati mejanya, Lucia melirik pada Dean, tapi sayangnya pria itu sama sekali tidak menoleh padanya. Jangankan menoleh, melirik saja tidak. Dia hanya berlalu begitu saja seolah tidak melihat keberadaannya di sana. Padahal, jela
Tanpa memperdulikan reaksi Lucia, Dean mulai menggerakkan bibirnya, melumat bibir Lucia dengan lembut. Tindakan Dean itu membuat sekujur tubuh Lucia langsung meremang dan jantungnya berdegup dengan kencang. Satu menit berlalu, Dean akhirnya menghentikan lumatannya, kemudian menarik diri dari Lucia. "Tidak mencintaiku?" ujar Dean dengan senyuman miringnya. "Mulutmu berkata tidak, tapi respon tubuhmu justru berkata lain, Lucia. Kau menikmati ciumanku. Itu artinya kau berbohong."Lucia ingin membalas ucapan Dean, tapi mendadak lidahnya menjadi kelu. Tidak bisa dipungkiri kalau dia sempat terbuai dengan permainan bibir pria itu, tapi ketika kesadarannya kembali, Dean sudah lebih dulu menjauhkan diri darinya."Jika kau sudah tidak mencintaiku, kau pasti sudah mendorong tubuhku dan menamparku sejak tadi," tambah Dean lagi. "Tapi, nyatanya kau diam saja."Sejak dulu, Lucia memang tidak pernah membiarkan dirinya disentuh oleh orang lain. Hanya Dean, pria satu-satunya yang pernah menyentuhnya.
“Lucia, bagaimana pertemuanmu kemarin?” tanya Ibu Lucia ketika melihat anaknya baru saja pulang dengan wajah lelahnya. Dia langsung menarik tangannya putrinya agar duduk bersisian dengannya di sofa ruangan keluarga. Sejak tadi dia cemas menunggu kepulangan putrinya karena ingin tahu apa hasil pertemuan Lucia dengan pihak bank serta pihak investor. Kemarin dia tidak sempat menanyakan pada putrinya karena dia sudah tertidur ketika Lucia pulang ke rumah. Pagi harinya, putrinya langsung pergi terburu-buru setelah selesai sarapan. Dia bilang sudah memiliki janji dengan seseorang. Jadi, Ibu Lucia memutuskan untuk bertanya padanya anaknya setelah dia pulang. Lucia menghela napas berat sebelum menjawab pertanyaan ibunya. “Maafkan aku, Bu. Aku hasilnya tidak memuaskan.”Pertama dia memberitahukan terlebih dahulu mengenai keputusan pihak bank kemudian lanjut dengan pembicaraan Tuan Cheng. Dia juga menjelaskan kalau hari ini, dia berusaha untuk menemui Tuan Cheng kembali, tapi sayangnya, pr
Sudah 2 hari berlalu, tapi Lucia belum juga mendapatkan uang untuk melunasi hutang ayahnya di bank. Dia juga belum bisa bertemu dengan Tuan Cheng sampai saat ini. Setiap kali Lucia pergi ke kantornya, sekretarisnya selalu mengatakan kalau Tuan Cheng sedang sibuk dan tidak bisa diganggu. Padahal, dia pernah melihat ada tamu yang bisa bertemu dengan Tuan Cheng.Sepertinya Tuan Cheng sengaja menghindarinya, tapi Lucia tidak tahu apa alasannya melakukan itu. Padahal, sebelumnya mereka sudah sepakat untuk bertemu kembali. Namun, sampai sekarang Tuan Cheng belum bisa ditemui.Lucia juga sudah beberapa kali mencoba menghubungi Tuan Cheng, tapi tidak pernah diangkat olehnya. Lucia pun memutuskan untuk datang ke kantornya,, tapi sayangnya, pria tua itu tidak pernah mau bertemu dengannya. Meskipun terus ditolak, Lucia tidak pantang menyerah, dia masih berniat untuk mendatangi perusahaan Tuan Cheng sampai pria tua itu mau menemuinya. Seperti pagi ini, Lucia sudah berada di depan kantor Tuan Che