“Ah …”
Suara desahan wanita serta napas menderu dari pasangan muda itu kini memenuhi kamar hotel.“Apa kau tidak akan menyesali ini, Lucia?” tanya pria tampan yang sedang sibuk meninggalkan jejak merah di leher jenjang milik sang wanita. Tercium aroma alkohol yang kuat dari mulutnya saat dia berbicara.Kungkungan pria pemilik nama Dean Anderson itu membuat Lucia tak memiliki ruang untuk bergerak. Belum lagi kecupan-kecupan yang diberikannya, mengakibatkan sang wanita seolah larut ke dalam perbuatan panas mereka.“Ti—tidak,” jawab Lucia tersipu. Jemari wanita itu menyisir rambut hitam sang pria.Mendengar persetujuan dari Lucia, Dean tak menunggu waktu lama, dan segera menyentuh wanita itu lebih jauh.Manik segelap malam serta senyuman tipis dari sang pria membuat Lucia semakin terhanyut dalam pesona Dean. Bisa jadi, itu juga alasan mengapa Lucia percaya dengan Dean untuk menjadi tunangannya.Samar-samar Lucia merasakan sekujur tubuhnya meremang ketika tangan hangat Dean menyentuh tubuhnya.“Percayalah padaku, Lucia. Kau akan menikmatinya,” bisik Dean dengan suara paraunya.Detik selanjutnya, Lucia merasakan gelenyar aneh ketika bibir Dean mulai mendarat di bibirnya. Sentuhan lembut itu bibirnya begitu memabukkan membuat Lucia merasakan gelombang panas di tubuhnya semakin besar dan tidak terkendali.Sentuhan demi sentuhan terus tercipta hingga sekujur tubuhnya seperti terbakar, nampaknya efek obat di dalam tubuhnya bekerja lebih cepat dari sebelumnya.Kamar yang semula dingin dan hening, perlahan menjadi panas dan penuh gairah. Setelah itu, Lucia tidak tahu apa yang terjadi pada tubuhnya.Waktu pun terus berlalu, hingga pada akhirnya terdengar suara lenguhan panjang dari mulut Dean dan Lucia setelah mencapai puncak bersama-sama.Tetesan peluh Dean nampak mengenai wajah Lucia yang masih berada di bawahnya ketika sedang mengatur napas yang tersengal-sengal akibat aktifitas yang baru saja mereka lakukan. Setelah napasnya berangsur normal, Dean menarik diri lalu berbaring ke sebelah Lucia, kemudian menarik tubuh wanita itu ke dalam dekapannya.*****Kring!Dering alarm dari ponselnya seketika membuat Lucia membuka matanya. Wanita itu mengerutkan keningnya, mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi semalam yang membuat dirinya tak mengenakan sehelai benangpun di tubuhnya.Detik berikutnya, matanya langsung terbelalak ketika bayangan semalam melintas di benaknya. Dia baru ingat, semalam, dia melepaskan keperawanannya kepada tunangannya sendiri!Seketika, adegan demi adegan terus berputar di pikirannya hingga membuat wajahnya memerah. Dia menutup wajah dengan kedua telapak tangannya karena merasa sangat malu, tidak menyangka kalau dirinya dan Dean melakukan itu semalam.Setelah berhasil mengusir bayangan-bayangan itu, Lucia akhirnya menyapu ke seluruh kamar dengan pandangannya. “Dean?”Setelah wanita itu tidak mendapati Dean di manapun, Lucia bangun dari tidurnya, menyingkap selimut dan berniat untuk turun dari ranjang. Namun, belum sempat wanita itu menggerakkan seluruh tubuhnya, Lucia tiba-tiba merasakan sakit pada intinya.“Aw!” rintihnya.Saat akan turun dari tempat tidur, matanya tidak sengaja melihat bercak merah terang menempel di seprai berwarna putih. Bercak merah itu sebagai tanda kalau dia sudah menyerahkan dirinya seutuhnya pada pria yang sangat dia cintai.“Dean, apa kau di kamar mandi?” Lucia memanggil tunangannya setelah membungkus tubuhnya kembali dengan selimut.“Dean!” Lucia meninggikan suaranya karena tidak mendapatkan sahutan apa pun dari pria itu.“Ke mana dia?” gumam Lucia dengan dahi berkerut. “Apa dia sedang sarapan di bawah?”Saat Lucia larut dalam pikirannya, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Dia meraih ponsel yang berada di atas nakas kemudian mengangkat panggilan telepon tersebut.Terdengar suara wanita paruh baya menyapa indra pendengaran Lucia ketika benda pipih berwarna hitam itu menempel di telingannya."Lucia, kau di mana? Kenapa tiba-tiba menghilang saat pesta semalam?"Lucia membenahi selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya lalu berkata, "Bu, tunggu aku pulang. Nanti aku jelaskan.""Baiklah. Segera pulang. Ayahmu mencarimu sejak semalam.""Iya."Lucia menyudahi pembicaraan dengan ibunya, lantas menghubungi Dean. Tiga kali dia menghubungi pria itu, tapi tak ada satu pun panggilan yang dijawab oleh Dean. Lucia memutuskan untuk mengirimkan pesan padanya kemudian berjalan menuju kamar mandi. Dia harus segera pulang setelah membersihkan dirinya."Kau dari mana saja?" Ibu Lucia menarik tangan anaknya menuju ruangan kerja suaminya, tidak ingin suaminya mendengar percakapan mereka berdua. "Apa kau tahu ayahmu hampir saja melaporkan berita kehilanganmu pada polisi karena kau tiba-tiba menghilang?"Lucia duduk di sofa dengan wajah lesu diikuti oleh ibunya. Semalam, orang tuanya memang menghubunginya. Namun, Lucia abaikan. "Aku bersama Dean semalam, Bu. Dia sedang tidak sehat jadi aku menemani di apartemennya."Mendengar itu, perasaan ibunya menjadi lega. Jika putrinya bersama dengan Dean, tidak ada yang perlu dicemaskan lagi. "Kenapa tidak bilang? Jika ibu tahu kau dengan Dean, ibu tidak akan khawatir."Wajah Lucia mendadak muram. "Maafkan aku, Bu. Aku lupa memberitahumu karena khawatir dengan keadaan Dean.""Bagaimana keadaan Dean sekarang?" tanya Nyonya Helia, raut wajahnya terlihat cemas.Nyonya Helia hampir saja melupakan keadaan calon menantu idamannya itu. Siapa pun pasti sangat senang memiliki menantu seperti Dean yang berasal dari keluarga paling kaya di kota Y. Banyak keluarga kaya yang ingin menjadikannya menantu, selain karena tampan dan kaya, Dean juga berasal dari keluarga yang sangat dihormati banyak orang."Dia baik-baik saja sekarang, Bu.""Bagus kalau begitu." Ibu Lucia pun merasa lega. Namun, saat melihat wajah lesu putrinya, dia pun mengernyit kemudian bertanya dengan heran. "Kenapa wajahmu terlihat lelah?"Tidak ingin ibunya curiga, Lucia segera merubah mimik wajahnya menjadi tersenyum, meskipun itu hanya senyuman tipis. "Aku hanya kurang tidur karena menjaga Dean semalam, Bu.""Kalau begitu lebih baik kau istirahat."Lucia mengangguk lemah lalu berdiri. Ketika melihat cara berjalan anaknya sedikit aneh, Ibu Lucia mengerutkan keningnya. "Lucia, ada apa denganmu? Kenapa kau berjalan seperti itu?"Lucia seketika menghentikan langkah kakinya dengan tubuh menegang. Wajahnya langsung pucat pasi dan jantungnya berdebar kencang karena takut ibunya mengetahui kejadian semalam. Meskipun mereka sudah bertunangan dan sebentar lagi akan menikah, tapi tetap saja orang tuanya akan kecewa kalau mengetahui kejadian semalam."Apa terjadi sesuatu denganmu dan Dean semalam?" tatap Ibu Lucia penuh selidik sambil menghampiri anaknya yang sedang berdiri memunggunginya.Sekujur tubuh Lucia mendadak menjadi dingin ketika ibunya sudah berdiri di hadapannya. "Aku ... semalam aku tidak sengaja terjatuh di kamar mandi Dean, Bu. Kakiku terkilir, maka dari itu aku berjalan seperti ini.""Benarkah?"Melihat tatapan memicing dari ibunya, Lucia mencoba untuk meyakinkan ibunya kembali. Ibunya tidak boleh tahu mengenai kejadian semalam. "Bu, aku sungguh tidak apa-apa. Tidak terjadi apa pun antara aku dan Dean.""Baiklah. Ibu percaya."Usai berbicara dengan ibunya, Lucia naik ke kamarnya. Dia langsung berjalan menuju kamar mandi untuk berendam. Intinya masih terasa sakit dan tubuhnya terasa sangat pegal jadi dia memutuskan untuk berendam untuk membuat tubuhnya menjadi rileks.Satu jam berlalu, Lucia akhirnya keluar dari kamar mandi. Dia mengeringkan rambutnya setelah itu berbaring di ranjang. Tangannya terulur menggapai ponselnya yang berada di atas nakas dan memeriksa ponselnya. Ternyata ada satu pesan dari Dean.[Aku keluar kota selama 2 hari. Jangan mencariku ataupun menghubungiku]"Aku ingin bertemu Dean," ucap Lucia sambil melewati meja sekretaris Dean.“Tunggu, Nona Lucia! Ada tidak boleh masuk!” Langkah Lucia langsung terhenti ketika dihadang oleh sekretaris Dean. “Kenapa tidak boleh?” tanya Lucia dengan alis menyatu.“CEO Dean sedang sibuk dan tidak bisa diganggu saat ini.”“Aku hanya ingin bertemu dengannya sebentar.”“Maaf, Nona. Tidak bisa.” Sekretaris Dean kembali menghalangi Lucia saat akan menerobos masuk ke dalam ruangan bosnya. “CEO Dean melarang siapa pun masuk ke dalam.”Karena terus dihalangi oleh sekretaris Dean, Lucia menjadi tidak sabar. “Minggir! Jangan halangi aku.”“Anda tidak bo—” Lucia tidak menghiraukan larangan sekretaris Dean dan tetap berjalan menuju ruangan tunangannya dengan langkah cepat. Pagi itu, Lucia bergegas ke kantor Dean. Pasalnya, sejak kejadian di hotel malam itu, mereka belum pernah bertemu kembali karena Dean masih di luar kota. Namun, betapa terkejutnya Lucia ketika pintu ruangan Dean tiba-tiba terbuka dan melihat Ca
Melihat sahabatnya terdiam, Renata kembali bertanya. “Lucia, kenapa diam saja?” Sentuhan tangan Renata pada lengannya seketika membuyarkan lamunan Lucia. “Itu … sebenarnya ….” Lucia terlihat ragu saat akan menjawab pertanyaan Renata. Bukannya, dia tidak mau berterus terang pada sahabatnya, tapi dia malu untuk mengakuinya.“Apa video itu hanya rekayasa?” tebak Renata lagi sebelum Lucia sempat menjawab pertanyaannya tadi. Video yang dimaksud oleh Renata adalah video ketika Lucia menghabiskan malam bersama dengan Dean di hotel malam itu. Meskipun pencahayaan di kamar tersebut redup dan sedikit gelap. Namun, wajah wanita di dalam vidio itu masih bisa dikenali dan bisa dipastikan pemeran wanita itu adalah Lucia. Selain wajah Lucia yang bisa dikenali, suara wanita dalam video tersebut juga terdengar sangat jelas dan itu semakin menguatkan dugaan orang kalau pemeran wanita itu memang Lucia. Berbeda dengan pemeran wanitanya, pemeran pria dalam video itu justru tidak terlihat jelas, dikarena
“Apa?” Tubuh Lucia lemas diikuti tatapan kosong dan wajah memucat.“Asistennya datang menemui ayahmu dan menyampaikan pesan kalau Dean tidak akan menikahimu,” kata Nyonya Helia. “Tidak hanya itu, dia juga batal memberikan dana ke perusahaan kita."Pandangan Lucia seperti berputar, perlahan buram, detik kemudian tubuhnya ambruk ke lantai.“Lucia ...!” Ibu Lucia beserta semua orang yang ada di dalam kamar tersebut berlari ke arah Lucia dengan panik.*******Lucia terus menghubungi nomor telpon Dean. Namun, tidak pernah diangkat olehnya, begitu pun ponsel asisten pribadinya. Tidak ada satu pun dari mereka yang mengangkat telponnya, padahal Lucia sudah menelponnya berkali-kali. Sudah 2 hari ini Lucia mengurung diri kamar. Dia tidak berani keluar karena semenjak berita pernikahannya batal dan vidionya tersebar di internet, semua wartawan berkemah di depan rumahnya.Ketika Lucia masih mencoba untuk menelpon ponsel Dean, pintu kamarnya diketuk dari luar dan selanjutnya pintu terbuka. Ibunya
“Tidak. Itu tidak benar.” Lucia menggeleng kuat lalu bangun dari tidurnya. "Bu, aku yakin tadi itu Dean. Dia yang sudah membawaku ke sini. Aku melihatnya berlari ke arahku sebelum aku jatuh pingsan." Mata Nyonya Helia berkabut, melihat anaknya begitu mencintai Dean, padahal sudah jelas kalau dia sudah dicampakkan. "Lucia ... dengarkan ibu." Nyonya Helia memegang bahu anaknya dengan lembut, lalu berkata, "Yang berlari ke arahmu adalah petugas keamanan keluarga Anderson dan yang mengantarmu ke sini bukan Dean, melainkan orang lain. Ibu sudah bertemu dengan orang membawamu ke sini dan dia adalah pengendara yang melintas di depan kediaman Anderson." Tubuh Lucia langsung lemas dan tatapannya menjadi kosong setelah mendengar itu. Dia nampak sangat kecewa saat mengetahui itu. Dia sebenarnya masih belum percaya kalau orang lain yang membawanya ke rumah sakit karena dia sangat yakin kalau yang berjalan ke arahnya sebelum dia jatuh pingsan adalah Dean. Anggap dia salah lihat, tapi bagaimana
3 tahun kemudian, Negara S tepatnya di kota N.Seorang wanita berambut panjang dengan sedikit gelombang di ujungnya berjalan dengan pelan menuju apartemen yang berada di ujung dengan wajah lelah. Wanita itu adalah Lucia, dia baru saja pulang bekerja sore itu. Ketika memasuki apartemennya, dia melihat temannya sedang berada di ruang tamu kecil apartemen mereka."Kenapa baru pulang?" tanya Wenny, teman yang selama dua tahun ini tinggal bersamanya di apartemen yang mereka sewa bersama."Sedang banyak pekerjaan," jawab Lucia sambil meletakkan tasnya di sofa. "Aku mandi dulu."Setengah jam berlalu, Lucia keluar dari kamar mandi dan duduk di sebelah Wenny, kemudian mengeringkan rambutnya setelah menghidupkan hairdryer. Ini adalah rutinitas Lucia setelah bekerja yaitu mandi dan bersantai di ruangan keluarga. Biasanya, mereka berdua menikmati makanan ringan sambil mengobrol. Mulai dari obrolan ringan higga berat. Tidak jarang juga mereka mencurahkan isi hati ketika sedang memiliki masalah, ap
"Ini, Nona." Petugas itu kembali memberikan kertas itu kembali, kemudian mempersilahkan Lucia untuk lewat.Dengan langkah cepat, Lucia menarik kopernya sembari menyapu pandangannya ke seluruh area bandara yang masih bisa dijangkau oleh matanya. Sosok tadi sudah menghilang, hanya terlihat sekumpulan orang yang tidak dikenal, berlalu-lalang di hadapanya. Lucia mencoba melihat ke sekelilingnya sekali lagi. Namun, dia tidak juga menemukan keberadaan pria yang mirip Dean."Mungkin aku salah lihat atau mungkin hanya mirip," monolog Lucia lirih seraya menunduk dengan wajah kecewa.Tidak ingin terlalu banyak berpikir, Lucia memutuskan untuk segera pulang. Sebelum menaiki taksi, dia memandang lurus depan dan terdiam selama beberapa detik. Ada jejak keraguan dalam ekspresi wajahnya ketika akan melangkah. Apalagi saat mengingat dia akan kembali untuk tinggal di kota Y lagi, perasaannya semakin tidak menentu.Meskipun dalam hati dia terus mencoba menengkan dirinya. Namun, tidak bisa dipungkiri bah
Pria itu tersenyum ke arah Lucia lalu berkata, "Hai, Lucia, lama tidak bertemu."Lucia tertegun sebentar lalu membalas sapaan pria itu dengan wajah canggungnya. Pria itu adalah tuan muda dari keluarga Farez. Namanya Julian Farez, Lucia dan Julian dulunya berteman dekat, tapi mereka harus terpisah karena Julian pindah ke kota lain yang jauh dari kota Y."Bagaimana kabarmu?" Julian bertanya dengan ramah dan lembut. Sikapnya masih seperti dulu, ketika mereka masih dekat.Dengan perasaan canggung Lucia menjawab dengan nada rendah. "Baik."Entah mengapa 3 tahun tidak bertemu dan berkomunikasi dengan Julian membuat Lucia menjadi canggung, padahal dulunya mereka dekat. Meskipun dulunya mereka jarang bertemu karena jarak, tapi Julian sering menemui Lucia jika dia sedang berada di kota Y."Kapan kau kembali? Aku dengar kau pergi keluar negeri 3 tahun yang lalu."Teringat kembali kejadian 3 tahun yang lalu, Lucia jadi merasa malu. Waktu it
“Dean lihat, aku bawa siapa?”Seketika orang yang ada di ruangan itu menatap ke arah Victor secara bersamaan, termasuk Dean yang sedang duduk di sofa paling ujung dengan pencahayaan yang sedikit redup."Aku membawa Lucia." Pandangan semua orang pun tertuju pada wanita yang berada di belakang Victor ketika pria itu menggeser tubuhnya ke samping kanan. Suasana langsung hening saat melihat wanita yang dimaksud oleh Victor adalah Lucia. Ketika tatapan Lucia dan Dean bertabrakan, ada sedikit riak di netra hitam milik Dean. Sepertinya dia sedikit terkejut melihat keberadaan Lucia di club itu. Keduanya saling menatap selama beberapa detik sebelum akhirnya Dean menarik pandangannya dengan wajah tak acuh."Aku tidak sengaja bertemu dengannya jadi aku membawanya ke sini."Di dalam ruangan itu, tidak hanya ada Dean, ada dua pria lagi di dalam sana yaitu Peter dan juga Fandy, anak dari pemilik dari club malam itu. Club tersebut d