Malam pertama pernikahan ini membuat dada Aryesta berdebar dan bingung apa yang akan dia lakukan bersama suaminya.
Wanita yang telah menunggu di atas ranjang dengan lingeri putih, wajah dengan make up flawless dan semprotan parfum itu meremet kedua tangan gugup.
Dapat Aryesta lihat, Dion suaminya sedang berjalan menuju ranjang dan hendak bergabung. Jangan lupakan tubuh bagian atas Dion yang sungguh menggoda iman itu, seketika membuat pipi Aryesta merona merah. Ah, sial! Mata tajam dengan senyum yang entah apa artinya buat wajahnya kian memanas.
“Apakah kamu udah siap lakuin itu sama Mas, Sayang?” tanya Dion dengan mata berkilau penuh gairah. Pria itu bergerak pelan naik ke atas ranjang. “Aryesta?”
“Ah, aku ... aku gak tahu, Mas. I–ini yang pertama untuk aku soalnya,” gumam Aryesta dengan wajah yang semakin memerah menahan rasa malunya yang sungguh luar biasa. Namun, matanya justru sesekali melirik ke arah tubuh atas suaminya. Wanita itu menggigit bibirnya sendiri saat pikiran kotornya telah beterbangan ke mana-mana.
Bahkan otak kotornya sudah mulai berkelana pada hal yang iya-iya saja. Seperti menyentuh kulit Dion, misalnya. Aryesta mendesis. Merasa pikirannya semakin kacau, dia pun langsung menggelengkan kepalanya untuk mengusir pikiran-pikiran kotor tersebut.
Berbeda dengan Dion yang saat ini sudah tidak tahan melihat lekuk tubuh Aryesta pun mulai merangkak di atas ranjang dan mengungkung tubuh indah istrinya, yang hanya berbalut lingeri putih di balik selimut tebalnya.
Tubuh Dion semakin mendekat, lima senti meter lagi bibir keduanya akan bertemu, sampai mereka bisa merasakan embusan napas masing-masing yang menerpa wajah.
“Mas sungguh udah gak tahan lagi, Sayang. Malam ini, kamu akan jadi milik Mas seutuhnya,” bisik Dion dengan tangan yang membelai pipi Aryesta sebentar, memberi kecupan ringan sebelum bergerak pelan ke tengkuk Aryesta.
Aryesta memejamkan matanya dan menanti bibir keduanya bertemu dengan wajah pasrah, menyerahkan diri sepenuhnya pada Dion. Dia pejamkan mata dengan wajah sedikit mendongak. Memberi Dion keleluasaan.
Dion semakin bahagia saat melihat respons baik dari Aryesta, baru saja bibir itu akan menempel, tiba-tiba saja dering ponsel milik Dion memecahkan keheningan, dan membuat Aryesta membuka matanya, secara spontan menjauhkan wajah keduanya.
Aryesta berdeham. Suasana seketika menjadi canggung. Sumpah, dia mengumpati dirinya sendiri. Entah bagaimana dia bisa jadi segugup ini.
“M–Mas, i–itu kayaknya ada yang penting deh. Sebaiknya Mas angkat dulu teleponnya,” suruh Aryesta pada suaminya yang langsung mendengkus menahan geram pada sang penelepon.
“Biarlah.” Dion mendekatkan wajahnya lagi. Bibir berlipstik merah milik istrinya seakan-akan menggoda untuk segera dipagut. Namun, dering telepon terdengar lagi. Buat pria itu mendengkus kesal. “Siapa sih!” Lalu, bangun dan sungguh dalam hati dia mengumpati penelepon sialan itu.
Meski begitu, Dion tetap meraih ponsel. Dahinya berkerut tak suka saat nomor tanpa nama seperti sedang mengerjai. Sebentar menyala, lalu saat dijawab justru dimatikan. Dia letakkan kembali ponselnya.
Baru akan berbalik, ponselnya terdengar berdering lagi. Secepat pria tampan itu berbalik, secepat itu juga tangannya menarik ponsel, lalu menggeser ikon jawab.
“Hal—“ Dion berdecak tak suka kala sambungan yang diputus sepihak. Sumpah, dia ingin mencekik siapa pun yang meneleponnya ini. Dia baru akan menelepon balik kala pesan masuk lebih dulu. Caption yang tertera di sana mengganti kerut dahi menjadi rasa penasaran.
“Inikah kelakuan perempuan yang menjadi istrimu itu?”
Dada Dion berdegup sangat kencang dan takut terjadi hal-hal yang tidak dia inginkan, tetapi karena dia penasaran, Dion akhirnya buka pesan video. Jarinya pelan mengetuk pesan video itu.
“Mas, siapa?”
Dion mendongak, lalu memberikan gelengan pelan. Dia mengembalikan fokus pada pesan yang sudah sepenuhnya terunduh. Matanya membesar seiring video terputar.
Dion menahan jijik. Aryesta dalam video berdurasi sepuluh detik itu tertidur dan hanya mengenakan pakaian dalam saja. Bahkan lekuk tubuh istrinya berhasil dijamah oleh kelima laki-laki di sebuah bar yang bahkan dirinya saja belum pernah menyentuhnya seujung kuku pun.“Aryesta!” Serta merta Dion mengangkat kepala. Wajahnya merah padam. "Dasar perempuan murahan!" maki Dion pada Aryesta, perempuan yang baru saja menikah dengan laki-laki tampan itu.
Aryesta Ribela terkejut luar biasa mendengar makian dari laki-laki yang sangat dia cintai. Perempuan itu pun mendekat dan hendak meraih lengan suaminya, tetapi Dion langsung menghempaskannya, sampai membuat Aryesta terjatuh saking kuatnya dorongan yang Dion lakukan. Keningnya terantuk lantai.
“M-Mas—“ Aryesta membelalakkan mata. “Kenapa kamu tiba-tiba marah sama aku, Mas? Ada apa sebenarnya?”
“Dasar jalang!” maki Dion lagi.
Tatapan mata Dion masih memerah menahan amarah, juga rasa kecewa yang mendalam, bahkan dada laki-laki itu sungguh sesak saat ingatannya kembali pada video syur yang beberapa detik lalu terputar di ponselnya.
Entah siapa sang pengirim video itu, tetapi tatapan penuh cinta milik Dion kini berubah menjadi rasa jijik saat menatap Aryesta yang matanya sudah berkaca-kaca. Gairahnya menguap. Rasa panas ingin segera mencap Aryesta sebagai miliknya kini berganti lahar amarah yang akan meledak.
Dion mendekati Aryesta yang masih di atas lantai. Dia jambak rambut istrinya. Dia mual hanya dengan mengingat status mereka. Astaga, dia menikahi seorang perempuan murahan.
“Apa ini?” Dion menunjukkan layar ponsel dengan video yang kembali diputar. “Apa ini, Aryesta!” Di sana, tampak jelas, mata-mata pria buncit menahan lapar pada tubuh mulus Aryesta. “Jawab, Aryesta Ribela!”
Mata Aryesta membola besar seolah-olah akan keluar dari tempatnya, lalu menggelinding. Kepalanya segera menggeleng keras-keras. “Mas, it-itu bukan aku-argh!” Aryesta rasakan kulit kepalanya akan lepas. “Sakit, Mas.”
Mendengar bantahan dari Aryesta, Dion makin marah. Sebelah tangannya menampar pipi sang istri.
"Aku benar-benar tidak menyangka berhasil ditipu oleh perempuan sialan seperti dirimu!” Dia menarik kembali rambut Aryesta, buat kepala istrinya itu mendongak. Dion sungguh jijik dengan air mata yang membasahi wajah cantik itu.
"Apakah kamu pikir saya akan percaya dengan air mata buayamu itu, hah?!" sentak Dion, "Tidak akan pernah!"
“Bukan! Itu bukan aku!” Aryesta meringis kala tarikan tangan Dion mengerat. Dia menggeleng berulang kali. “Dengarkan aku, Mas. Demi Tuhan, itu bukan aku!”
Dion kian marah. Apa istrinya itu pikir dia bodoh? Jelas-jelas dalam video itu memang adalah Aryesta. Wajahnya teramat mirip, tetapi wanita itu justru berkelit.
Sementara itu, Aryesta terus menangis. Tubuhnya lemas bukan main. Kepalanya benar-benar sakit. Terlebih saat Dion memaksanya berdiri. Lalu, menyeret tubuhnya dengan paksa. Tak peduli Aryesta kesulitan berjalan, bahkan tungkainya beberapa kali tak kuat untuk berjalan, Dion tetap memaksanya menuju kamar mandi.
Dion melepaskan tangannya dari rambut Aryesta. Dia dorong tubuh itu hingga membentur dinding kamar mandi. Lalu, menarik shower. Tak lagi ada rasa cinta yang tersisa, pria itu menyalakannya dan mengarahkan air dingin itu ke arah Aryesta.
Kamar mandi mewah itu dihiasi oleh teriakan Aryesta. Meminta Dion untuk berhenti. Tubuhnya bukan hanya basah kuyup, tetapi juga menggigil. Dion benar-benar ingin menghajarnya. Entah sudah berapa lama dia melakukan itu, tetapi sepertinya Dion tak ingin berhenti.
“Mas, udah!” Aryesta melindungi wajahnya dengan tangan dari semprotan kencang air. Tubuhnya sakit semua. “Aku mohon, udah, Mas!”
Dion menggemeletukkan giginya dengan seringai puas. Dia lempar selang dari tangannya. Lalu, berjongkok hanya untuk menghunuskan tatapan kejam.
Aryesta bersyukur, Dion tak lagi menyiramnya seperti tadi. “Mas, aku mohon kasih aku kesempatan buat jelas—“
Plak!
Dion lebih dulu menampar pipi Aryesta. “Jangan panggil saya seperti itu dengan mulut kotormu, jalang!" Dia mendesis tak terima. Aryesta sungguh luar biasa kurang ajar. Bisa-bisanya mencuranginya seperti ini. “Dasar perempuan sialan!”
“Aku bersumpah, itu bukan aku!” ucap Aryesta. Inginnya berteriak, tetapi tenaganya telah habis. “Demi Tuhan, itu bukan aku.”
Plak!
Sekali lagi, Dion menampar Aryesta. Dia geram bukan main. Bukti sudah jelas, masih saja bisa membantah. Dia lalu berdiri.
“Mas, Mas!” Aryesta menahan langkah Dion dengan memegangi kaki. “Kumohon dengarkan aku dulu!”
“Lepaskan tangan jalangmu dari tubuh saya, Aryesta!” Melihat Aryesta menggeleng, Dion melepaskan paksa. Dia meludah tepat di pipi wanita itu. “Sialan!” sambungnya lagi dengan tangan mengepal dan wajah yang langsung Dion alihkan.
"M–Mas, aku tidak pernah melakukan hal keji seperti itu. Itu bukan aku! Aku yakin itu bukan aku!” raung Aryesta. “Mas! Tolong percayalah padaku," isak Aryesta yang kini sudah meraih kaki suaminya di atas lantai dingin itu.
Dengan tanpa perasaan Dion menendang kakinya ke udara, sehingga membuat cengkeraman tangan Aryesta terlepas. Tidak berhenti sampai di sana, Dion bahkan mengibaskan bagian celananya yang tadi sempat dipegang Aryesta, seolah-olah tengah membersihkan debu.
“Mulai malam ini ... saya ceraikan kamu, Aryesta Ribela!”
Aryesta terkejut mendengar kata cerai. Namun, dia langsung berlari menyusul langkah Dion yang hendak keluar dari kamar mandi. Sayang, suaminya lebih dulu membanting pintu.
Brak!
Tubuh Aryesta tersentak akibat debuman pintu yang dibanting keras, kemudian meluruh ke atas lantai. Kata cerai yang diucapkan oleh suaminya terus berdengung. Dia tersedu di sana. Tak pernah dia bayangkan malam pertamanya berakhir mengenaskan seperti ini. Menjadi janda di malam pertama.
Suara dering ponsel buat wanita itu mengangkat kepala. Lalu, meraih benda itu. Dahinya mengerut kala melihat tak ada nama siapa yang menelepon.
“Halo?”
“Bagaimana Aryesta, kado dariku?” Penelepon itu tertawa kencang. “Manis bukan? Apakah suami bodohmu itu sudah menerima video jalangmu yang dijamah lima pria perut buncit?”
Deg!
Jantung Aryesta berdegup kencang saat mengenali suara laki-laki yang baru saja memutus sambungan telepon setelah mengatakan hal di luar dugaan.
Mata Aryesta menatap nanar pada layar ponsel. “Al-Alendra ....”
Aryesta membuka mata. Lalu, mengerjap berulang kali hanya untuk merasai kepalanya nyeri. Terlebih saat mengingat kejadian semalam. Ya Tuhan, pernikahannya hancur dalam hitungan jam. Kembali memejamkan mata, Aryesta menggeleng tak percaya. Dion telah menceraikannya.Sementara Aryesta tak menyadari bahwa Dion ada di kamar yang sama, duduk di sofa tak jauh sambil menggeram marah. Namun, di antara geraman itu, dia masih tak percaya. Hatinya masih berharap bahwa video semalam hanya editan saja. Sungguh, dia masih berharap bukan istrinya yang ada dalam video tersebut. Dia masih berharap bahwa itu hanyalah pekerjaan orang iseng saja.“Aryesta,” panggil Dion pelan. “Bangun, dan ikut saya.”Aryesta tersentak, praktis membuka mata. “Mas? Kamu—“Dion berdiri. Wajahnya masih keras. Aura pria itu tampak suram. “Bangun. Bersihkan diri kamu. Ahli IT sudah menunggu kita di bawah,” ucapnya pelan. Pria itu berusaha untuk tak membentak. Dia membuang wajah. Wajah sembab dan bengkak Aryesta sungguh dia be
Dion melangkahkan kaki dengan hentakan keras. Kedua tangannya mengepal kuat. Rahang pria itu mengeras sempurna. Dia buka mobil cepat, lalu membanting diri. Tangan yang terkepal dia pukulkan pada roda setir.“Sialan!” Lagi, dia pukul roda kemudi. Sungguh kemarahannya tak mereda sedikit pun. Dion luar biasa kecewa. Dia tak menyangka, Aryesta bisa mengkhianatinya seperti ini. “Kurang ajar!”Dengan dada yang naik turun, Dion memejamkan mata. Kilasan perkenalannya dengan Aryesta berkelebat. Dia yang terpana pada pandangan pertama, melihat Aryesta sebagai sosok baik-baik. Hal yang membuat Dion yakin untuk menikahi perempuan itu.Siapa sangka, wajah cantik, tutur kata baik, sopan santun Aryesta justru kamuflase yang menutupi kebrengsekkannya.Lima menit dalam mobil, Dion tak juga bisa meredakan rasa marah dan kecewa dalam dada. Dia mengangkat kepala dari roda kemudi. Bersiap untuk pergi. Entah ke mana. Yang jelas dia butuh pelampiasan saat ini.Baru akan memutar kunci, seseorang yang masuk b
Aryesta membelalakkan mata. Dia menggeleng keras, lalu tertawa sumbang. “Kamu berbohong!” Dion tak mungkin mengkhianatinya kan? Permasalahan mereka memang pelik, tetapi tak mungkin sampai membuat suaminya berlaku keterlaluan begitu kan? Sekali lagi, Aryesta menggeleng sebagai bantahan. “Enggak mungkin!”Aleandra mengangkat bahu. “Silakan percaya atau tidak, tapi itulah kenyataannya.”“Enggak mungkin kayak gitu, Aleandra!” teriak Aryesta. Belum selesai kerusuhan yang Aleandra buat tentang video syurnya semalam, laki-laki itu kini sudah membuat fitnah lain lagi.Sungguh membuat Aryesta sangat kesal. “Suamiku enggak mungkin melakukan hal menjijikkan itu. Jadi jangan mengada-ada kamu!”Aryesta boleh jadi tak percaya pada Dinda. Adik tiri yang selalu menatapnya tak senang. Adik tiri yang selalu menganggap dirinya adalah saingan hanya karena Kakek Surya lebih menyayanginya.“Sudah kubilang, percaya atau tidak, bukan urusanku!" Aleandra menipiskan bibir. “Tapi itulah kenyataannya, Aryesta Ri
Aryesta membelalakkan mata tak percaya atas apa yang dia dengar. Sumpah, demi apa pun dia tak pernah menyangka Aleandra tega mengatakan itu padanya.“Apa?” Mata Aryesta membesar, lalu menyipit dengan gigi-gigi yang saling bergesekan saking bencinya pada Aleandra. “Coba kamu ulangi sekali lagi, sialan!”Aleandra tertawa menjengkelkan. Sambil memiringkan kepala, dia mainkan kedua alis untuk menggoda. “Kamu mendengar apa yang kukatakan, Aryesta. Oh, ayolah ... atau kamu layanin aku dulu, hmh?"Amarah dalam dada Aryesta membuncah. Napasnya tampak putus-putus. Sungguh, dia sangat-sangat tak menyangka, Aleandra akan meminta hal itu untuk ditukar dengan alamat hotel tempat Dion dan Dinda sekarang.“Kamu sudah gila?” Aryesta mendesis. “Kamu pikir aku ini apa? Perempuan penghibur, hah?!”Aleandra mengedikkan bahu. “Terserah. Pilihan ada di tangan kamu. Kamu mau, aku akan kasih informasi di mana adik tiri dan suami kamu itu sekarang. Kalau pun tidak, aku enggak akan rugi.” Dia bersiap membalik
Aryesta mengetatkan rahang. Dadanya turun naik menahan rasa marah dan sakit hati. Luar biasa sakit jika Aryesta boleh menambahkan. Dikhianati oleh suami dan adik sendiri tak pernah dia bayangkan akan merasakannya.Aryesta memundurkan langkah. Dia menggeleng. Rasanya masih tak percaya Dion bisa melakukan hal ini padanya. Berkhianat di pernikahan mereka dalam hitungan jam.Tak sengaja menginjak pecahan vas bunga, Aryesta menunduk. Rasa sakit buatnya seketika putus asa. Dia berjongkok, lalu mengambil pecahan dengan ujung runcing.“Lepaskan itu, Aryesta!” teriak Dion. Dia mendekat dengan langkah waspada kalau-kalau perempuan yang masih berstatus istrinya itu nekat melukainya atau Dinda, atau malah diri Aryesta sendiri. “Lepas, Aryesta.”Aryesta menyeringai melihat riak ketakutan di wajah Dion. Dia yang awalnya ingin menggores lengan sendiri, berubah pikiran. Kenapa dia harus menyakiti diri sendiri? Sementara Dinda dan Dion justru pasti akan tertawa di atas penderitaannya.“Kenapa?” Aryesta