Share

Bab 6. Pengkhianat Suami

Aryesta mengetatkan rahang. Dadanya turun naik menahan rasa marah dan sakit hati. Luar biasa sakit jika Aryesta boleh menambahkan. Dikhianati oleh suami dan adik sendiri tak pernah dia bayangkan akan merasakannya.

Aryesta memundurkan langkah. Dia menggeleng. Rasanya masih tak percaya Dion bisa melakukan hal ini padanya. Berkhianat di pernikahan mereka dalam hitungan jam.

Tak sengaja menginjak pecahan vas bunga, Aryesta menunduk. Rasa sakit buatnya seketika putus asa. Dia berjongkok, lalu mengambil pecahan dengan ujung runcing.

“Lepaskan itu, Aryesta!” teriak Dion. Dia mendekat dengan langkah waspada kalau-kalau perempuan yang masih berstatus istrinya itu nekat melukainya atau Dinda, atau malah diri Aryesta sendiri. “Lepas, Aryesta.”

Aryesta menyeringai melihat riak ketakutan di wajah Dion. Dia yang awalnya ingin menggores lengan sendiri, berubah pikiran. Kenapa dia harus menyakiti diri sendiri? Sementara Dinda dan Dion justru pasti akan tertawa di atas penderitaannya.

“Kenapa?” Aryesta mengacungkan beling di tangannya. Dia tersenyum licik saat ide untuk main-main bersama Dion terasa menyenangkan. “Kenapa aku harus lepasin ini, Mas?” Dia maju sambil memainkan beling. “Kenapa kamu berhenti, Mas? Takut, heh?”

“Aryesta, jangan main-main!” Dion mematung karena takut. Lalu, saat Aryesta kian maju, dia mundur satu langkah. Dia telan ludah. Matanya memindai ngeri pada benda yang Aryesta acungkan. “Aryesta, lepaskan itu!”

“Kenapa?” Aryesta mengedikkan dagu. “Kenapa! Kenapa kamu tega ya, Mas khianatin aku kayak gini!” teriak Aryesta. Dia melirik pada Dinda yang mengkeret. “Tega lo makan suami kakak lo sendiri! Dasar jalang!”

“Gue bukan jalang!” bantah Dinda. “Jangan sembarangan lo kalau ngomong!”

“Lo mau dipanggil apa?” Aryesta mendesis. Dinda, sudah jelas tidur dengan Dion, tetapi masih saja mengelak. “Lo tidur sama suami gue, Setan!”

“Kami ngelakuin itu karna sama-sama suka.”

Mendengar itu, Aryesta meradang. Dengan langkah terburu, dia hampir Dinda. Adiknya itu praktis saja mundur dengan cepat, tetapi tertahan di tembok. Dia acungkan beling tepat ke wajah Dinda. Buat wanita pengkhianat itu terbelalak.

“Itu karna lo kegatelan!” Aryesta dekatkan beling. “Lo berani tidur sama suami orang, tapi takut, heh?”

“Jauhin itu, Aryesta sialan!” Dinda makin membesarkan mata saat Aryesta justru mendekatkan ujung beling pada kulit wajahnya. “Aryesta, jangan gila lo!” Dia melirik tanpa menoleh ke arah Dion. “Maaaas,” rengeknya.

“Sedikit aja kamu gores kulit Dinda, saya enggak akan segan pukul kamu, Aryesta,” ucap Dion pelan. Sepelan langlah Kemudian, saat Aryesta berbalik, dia rebut pecahan itu dengan cepat, lalu melemparnya sembarangan. “Gila, kamu!” sentaknya. Dia kemudian menarik lengan Dinda, memeluknya erat.

“Aku gila, Mas?” Seperti luka yang dikucuri oleh air jeruk, hati Aryesta terasa pedih. Dia yakin istri mana pun akan merasakan hal yang sama. “Kamu yang main gila dengan adikku sendiri, malah mengataiku gila? Dan sekarang di depan mataku, kamu malah bela perempuan jalang ini!”

“Tutup mulut kamu, Aryesta!” sentak Dion. “Dinda bukan jalang. Kami melakukannya dengan sadar dan sama-sama suka. Dia bahkan jauh lebih baik dibanding kamu! Jadi jangan bicara sembarangan.”

“Mas, dia itu pelacur!

“Kamu yang pelacur! Kamu bisa tidur dengan banyak pria.” Dion mendesis marah. “Dinda bahkan masih suci saat kusentuh. Dia masih perawan. Bukan seperti kamu!”

“Mas?” Aryesta menganga. Tak menyangka suaminya memilih membela wanita lain. “Kamu sadar apa yang kamu lakuin, Mas? Kamu selingkuh sama adikku sendiri. Dan bisa-bisanya kamu malah nyerang aku kayak gini!”

“Saya begini karna kamu! Kamu yang menipu saya dengan tampang polosmu itu!” sahut Dion. “Andai saya tahu kamu lebih hina dari perempuan pinggir jalan sana, saya enggak mungkin sudi menikahi kamu.”

“Aku masih perawan kalau itu yang mau kamu tahu!” balas Aryesta tak terima. “Aku masih perawan.” Meski ragu akan dirinya sendiri, Aryesta tetap mengatakan hal itu. Dia tak ingat apa-apa saat Aleandra merekamnya. “Aku suci,” ulangnya.

Dion berdecih. “Katakan hal itu sepuasmu. Kamu pikir saya akan percaya?”

“Video itu ulah seseorang, Mas. Aku berani bersumpah.” Gigi Aryesta bergemeletuk saat di depannya Dinda mengompori Dion untuk tak percaya. “Diam, Sialan!”

“Kamu sudah nonton videonya kan, Mas? Mana mungkin Aryesta masih suci?” Dinda makin gencar memengaruhi Dion. “Kalau aku, kamu yang rasain sendiri. Kamu tahu, kamu yang pertama.” Dia melirik pada Aryesta, laku menyeringai. “Kalau dia, sejak dulu memang hobi berganti pacar! Papa aja sampe nyerah nasehatin anaknya sendiri. Dia pernah kok ketahuan check in saat SMA.”

“Jangan fitnah!” Aryesta maju. Lengannya hendak menarik rambut Dinda. Dia sempat menyentuh surai panjang itu. Namun, tubuhnya sudah di dorong Dion hingga dia terjengkang ke belakang. “Au!”

Mengambil kesempatan atas kemenangannya, Dinda menjerit saat rambutnya sempat tertarik. Tak sakit, tetapi kesempatan untuk bermanja dan menarik Dion lebih dalam ke pelukannya tak boleh dia lewatkan.

“Mas, sakit.” Dinda merengek bak anak kecil. “Rambutku sakit.”

Sementara Dion sibuk menenangkan Dinda, Aryesta merasakan hatinya hancur lebur. Suaminya sendiri memperlakukan dia seperti ini. Terlebih di depan Dinda.

Aryesta bangun, lalu mendesis. Dia baru sadar jarinya tergores, mungkin saat Dion menarik pecahan beling tadi. Dia menelan ludah pahit. Di depannya Dinda terus merengek.

Tak tahan dengan apa yang tersaji di depan mata, Aryesta berbalik pergi. Dia baru akan melewati ruang tamu saat suara Dion menambah perih hatinya.

“Aku enggak mau diperlakukan kayak gini lagi sama istrimu, Mas. Sekarang rambutku yang ditarik, besok atau lusa dia bisa bunuh aku. Aku pergi aja.”

“Sssttt, tenang ya. Aryesta enggak akan berani lakuin ini. Saya akan segera mengurus perceraian kami, dan setelah itu kita menikah, oke?”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Natan Befier
bab 7 nya lanjut dong...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status