Aryesta mengetatkan rahang. Dadanya turun naik menahan rasa marah dan sakit hati. Luar biasa sakit jika Aryesta boleh menambahkan. Dikhianati oleh suami dan adik sendiri tak pernah dia bayangkan akan merasakannya.
Aryesta memundurkan langkah. Dia menggeleng. Rasanya masih tak percaya Dion bisa melakukan hal ini padanya. Berkhianat di pernikahan mereka dalam hitungan jam.
Tak sengaja menginjak pecahan vas bunga, Aryesta menunduk. Rasa sakit buatnya seketika putus asa. Dia berjongkok, lalu mengambil pecahan dengan ujung runcing.
“Lepaskan itu, Aryesta!” teriak Dion. Dia mendekat dengan langkah waspada kalau-kalau perempuan yang masih berstatus istrinya itu nekat melukainya atau Dinda, atau malah diri Aryesta sendiri. “Lepas, Aryesta.”
Aryesta menyeringai melihat riak ketakutan di wajah Dion. Dia yang awalnya ingin menggores lengan sendiri, berubah pikiran. Kenapa dia harus menyakiti diri sendiri? Sementara Dinda dan Dion justru pasti akan tertawa di atas penderitaannya.
“Kenapa?” Aryesta mengacungkan beling di tangannya. Dia tersenyum licik saat ide untuk main-main bersama Dion terasa menyenangkan. “Kenapa aku harus lepasin ini, Mas?” Dia maju sambil memainkan beling. “Kenapa kamu berhenti, Mas? Takut, heh?”
“Aryesta, jangan main-main!” Dion mematung karena takut. Lalu, saat Aryesta kian maju, dia mundur satu langkah. Dia telan ludah. Matanya memindai ngeri pada benda yang Aryesta acungkan. “Aryesta, lepaskan itu!”
“Kenapa?” Aryesta mengedikkan dagu. “Kenapa! Kenapa kamu tega ya, Mas khianatin aku kayak gini!” teriak Aryesta. Dia melirik pada Dinda yang mengkeret. “Tega lo makan suami kakak lo sendiri! Dasar jalang!”
“Gue bukan jalang!” bantah Dinda. “Jangan sembarangan lo kalau ngomong!”
“Lo mau dipanggil apa?” Aryesta mendesis. Dinda, sudah jelas tidur dengan Dion, tetapi masih saja mengelak. “Lo tidur sama suami gue, Setan!”
“Kami ngelakuin itu karna sama-sama suka.”
Mendengar itu, Aryesta meradang. Dengan langkah terburu, dia hampir Dinda. Adiknya itu praktis saja mundur dengan cepat, tetapi tertahan di tembok. Dia acungkan beling tepat ke wajah Dinda. Buat wanita pengkhianat itu terbelalak.
“Itu karna lo kegatelan!” Aryesta dekatkan beling. “Lo berani tidur sama suami orang, tapi takut, heh?”
“Jauhin itu, Aryesta sialan!” Dinda makin membesarkan mata saat Aryesta justru mendekatkan ujung beling pada kulit wajahnya. “Aryesta, jangan gila lo!” Dia melirik tanpa menoleh ke arah Dion. “Maaaas,” rengeknya.
“Sedikit aja kamu gores kulit Dinda, saya enggak akan segan pukul kamu, Aryesta,” ucap Dion pelan. Sepelan langlah Kemudian, saat Aryesta berbalik, dia rebut pecahan itu dengan cepat, lalu melemparnya sembarangan. “Gila, kamu!” sentaknya. Dia kemudian menarik lengan Dinda, memeluknya erat.
“Aku gila, Mas?” Seperti luka yang dikucuri oleh air jeruk, hati Aryesta terasa pedih. Dia yakin istri mana pun akan merasakan hal yang sama. “Kamu yang main gila dengan adikku sendiri, malah mengataiku gila? Dan sekarang di depan mataku, kamu malah bela perempuan jalang ini!”
“Tutup mulut kamu, Aryesta!” sentak Dion. “Dinda bukan jalang. Kami melakukannya dengan sadar dan sama-sama suka. Dia bahkan jauh lebih baik dibanding kamu! Jadi jangan bicara sembarangan.”
“Mas, dia itu pelacur!
“Kamu yang pelacur! Kamu bisa tidur dengan banyak pria.” Dion mendesis marah. “Dinda bahkan masih suci saat kusentuh. Dia masih perawan. Bukan seperti kamu!”
“Mas?” Aryesta menganga. Tak menyangka suaminya memilih membela wanita lain. “Kamu sadar apa yang kamu lakuin, Mas? Kamu selingkuh sama adikku sendiri. Dan bisa-bisanya kamu malah nyerang aku kayak gini!”
“Saya begini karna kamu! Kamu yang menipu saya dengan tampang polosmu itu!” sahut Dion. “Andai saya tahu kamu lebih hina dari perempuan pinggir jalan sana, saya enggak mungkin sudi menikahi kamu.”
“Aku masih perawan kalau itu yang mau kamu tahu!” balas Aryesta tak terima. “Aku masih perawan.” Meski ragu akan dirinya sendiri, Aryesta tetap mengatakan hal itu. Dia tak ingat apa-apa saat Aleandra merekamnya. “Aku suci,” ulangnya.
Dion berdecih. “Katakan hal itu sepuasmu. Kamu pikir saya akan percaya?”
“Video itu ulah seseorang, Mas. Aku berani bersumpah.” Gigi Aryesta bergemeletuk saat di depannya Dinda mengompori Dion untuk tak percaya. “Diam, Sialan!”
“Kamu sudah nonton videonya kan, Mas? Mana mungkin Aryesta masih suci?” Dinda makin gencar memengaruhi Dion. “Kalau aku, kamu yang rasain sendiri. Kamu tahu, kamu yang pertama.” Dia melirik pada Aryesta, laku menyeringai. “Kalau dia, sejak dulu memang hobi berganti pacar! Papa aja sampe nyerah nasehatin anaknya sendiri. Dia pernah kok ketahuan check in saat SMA.”
“Jangan fitnah!” Aryesta maju. Lengannya hendak menarik rambut Dinda. Dia sempat menyentuh surai panjang itu. Namun, tubuhnya sudah di dorong Dion hingga dia terjengkang ke belakang. “Au!”
Mengambil kesempatan atas kemenangannya, Dinda menjerit saat rambutnya sempat tertarik. Tak sakit, tetapi kesempatan untuk bermanja dan menarik Dion lebih dalam ke pelukannya tak boleh dia lewatkan.
“Mas, sakit.” Dinda merengek bak anak kecil. “Rambutku sakit.”
Sementara Dion sibuk menenangkan Dinda, Aryesta merasakan hatinya hancur lebur. Suaminya sendiri memperlakukan dia seperti ini. Terlebih di depan Dinda.
Aryesta bangun, lalu mendesis. Dia baru sadar jarinya tergores, mungkin saat Dion menarik pecahan beling tadi. Dia menelan ludah pahit. Di depannya Dinda terus merengek.
Tak tahan dengan apa yang tersaji di depan mata, Aryesta berbalik pergi. Dia baru akan melewati ruang tamu saat suara Dion menambah perih hatinya.
“Aku enggak mau diperlakukan kayak gini lagi sama istrimu, Mas. Sekarang rambutku yang ditarik, besok atau lusa dia bisa bunuh aku. Aku pergi aja.”
“Sssttt, tenang ya. Aryesta enggak akan berani lakuin ini. Saya akan segera mengurus perceraian kami, dan setelah itu kita menikah, oke?”
Malam pertama pernikahan ini membuat dada Aryesta berdebar dan bingung apa yang akan dia lakukan bersama suaminya.Wanita yang telah menunggu di atas ranjang dengan lingeri putih, wajah dengan make up flawless dan semprotan parfum itu meremet kedua tangan gugup.Dapat Aryesta lihat, Dion suaminya sedang berjalan menuju ranjang dan hendak bergabung. Jangan lupakan tubuh bagian atas Dion yang sungguh menggoda iman itu, seketika membuat pipi Aryesta merona merah. Ah, sial! Mata tajam dengan senyum yang entah apa artinya buat wajahnya kian memanas.“Apakah kamu udah siap lakuin itu sama Mas, Sayang?” tanya Dion dengan mata berkilau penuh gairah. Pria itu bergerak pelan naik ke atas ranjang. “Aryesta?”“Ah, aku ... aku gak tahu, Mas. I–ini yang pertama untuk aku soalnya,” gumam Aryesta dengan wajah yang semakin memerah menahan rasa malunya yang sungguh luar biasa. Namun, matanya justru sesekali melirik ke arah tubuh atas suaminya. Wanita itu menggigit bibirnya sendiri saat pikiran kotornya
Aryesta membuka mata. Lalu, mengerjap berulang kali hanya untuk merasai kepalanya nyeri. Terlebih saat mengingat kejadian semalam. Ya Tuhan, pernikahannya hancur dalam hitungan jam. Kembali memejamkan mata, Aryesta menggeleng tak percaya. Dion telah menceraikannya.Sementara Aryesta tak menyadari bahwa Dion ada di kamar yang sama, duduk di sofa tak jauh sambil menggeram marah. Namun, di antara geraman itu, dia masih tak percaya. Hatinya masih berharap bahwa video semalam hanya editan saja. Sungguh, dia masih berharap bukan istrinya yang ada dalam video tersebut. Dia masih berharap bahwa itu hanyalah pekerjaan orang iseng saja.“Aryesta,” panggil Dion pelan. “Bangun, dan ikut saya.”Aryesta tersentak, praktis membuka mata. “Mas? Kamu—“Dion berdiri. Wajahnya masih keras. Aura pria itu tampak suram. “Bangun. Bersihkan diri kamu. Ahli IT sudah menunggu kita di bawah,” ucapnya pelan. Pria itu berusaha untuk tak membentak. Dia membuang wajah. Wajah sembab dan bengkak Aryesta sungguh dia be
Dion melangkahkan kaki dengan hentakan keras. Kedua tangannya mengepal kuat. Rahang pria itu mengeras sempurna. Dia buka mobil cepat, lalu membanting diri. Tangan yang terkepal dia pukulkan pada roda setir.“Sialan!” Lagi, dia pukul roda kemudi. Sungguh kemarahannya tak mereda sedikit pun. Dion luar biasa kecewa. Dia tak menyangka, Aryesta bisa mengkhianatinya seperti ini. “Kurang ajar!”Dengan dada yang naik turun, Dion memejamkan mata. Kilasan perkenalannya dengan Aryesta berkelebat. Dia yang terpana pada pandangan pertama, melihat Aryesta sebagai sosok baik-baik. Hal yang membuat Dion yakin untuk menikahi perempuan itu.Siapa sangka, wajah cantik, tutur kata baik, sopan santun Aryesta justru kamuflase yang menutupi kebrengsekkannya.Lima menit dalam mobil, Dion tak juga bisa meredakan rasa marah dan kecewa dalam dada. Dia mengangkat kepala dari roda kemudi. Bersiap untuk pergi. Entah ke mana. Yang jelas dia butuh pelampiasan saat ini.Baru akan memutar kunci, seseorang yang masuk b
Aryesta membelalakkan mata. Dia menggeleng keras, lalu tertawa sumbang. “Kamu berbohong!” Dion tak mungkin mengkhianatinya kan? Permasalahan mereka memang pelik, tetapi tak mungkin sampai membuat suaminya berlaku keterlaluan begitu kan? Sekali lagi, Aryesta menggeleng sebagai bantahan. “Enggak mungkin!”Aleandra mengangkat bahu. “Silakan percaya atau tidak, tapi itulah kenyataannya.”“Enggak mungkin kayak gitu, Aleandra!” teriak Aryesta. Belum selesai kerusuhan yang Aleandra buat tentang video syurnya semalam, laki-laki itu kini sudah membuat fitnah lain lagi.Sungguh membuat Aryesta sangat kesal. “Suamiku enggak mungkin melakukan hal menjijikkan itu. Jadi jangan mengada-ada kamu!”Aryesta boleh jadi tak percaya pada Dinda. Adik tiri yang selalu menatapnya tak senang. Adik tiri yang selalu menganggap dirinya adalah saingan hanya karena Kakek Surya lebih menyayanginya.“Sudah kubilang, percaya atau tidak, bukan urusanku!" Aleandra menipiskan bibir. “Tapi itulah kenyataannya, Aryesta Ri
Aryesta membelalakkan mata tak percaya atas apa yang dia dengar. Sumpah, demi apa pun dia tak pernah menyangka Aleandra tega mengatakan itu padanya.“Apa?” Mata Aryesta membesar, lalu menyipit dengan gigi-gigi yang saling bergesekan saking bencinya pada Aleandra. “Coba kamu ulangi sekali lagi, sialan!”Aleandra tertawa menjengkelkan. Sambil memiringkan kepala, dia mainkan kedua alis untuk menggoda. “Kamu mendengar apa yang kukatakan, Aryesta. Oh, ayolah ... atau kamu layanin aku dulu, hmh?"Amarah dalam dada Aryesta membuncah. Napasnya tampak putus-putus. Sungguh, dia sangat-sangat tak menyangka, Aleandra akan meminta hal itu untuk ditukar dengan alamat hotel tempat Dion dan Dinda sekarang.“Kamu sudah gila?” Aryesta mendesis. “Kamu pikir aku ini apa? Perempuan penghibur, hah?!”Aleandra mengedikkan bahu. “Terserah. Pilihan ada di tangan kamu. Kamu mau, aku akan kasih informasi di mana adik tiri dan suami kamu itu sekarang. Kalau pun tidak, aku enggak akan rugi.” Dia bersiap membalik