Entah apa yang terjadi pada Aryesta, ketika dirinya merasa ada sinar matahari yang masuk melalui celah gorden, dan dirinya pun mendengar suara berisik yang entah dari mana datangnya."Aduh, apaan sih? Berisik banget, deh!" gumam Aryesta yang matanya masih terpejam karena belum sepenuhnya sadar.Aryesta pun merenggangkan tangannya, tetapi kok tubuhnya terasa dingin seolah-seolah tak ada pakaian yang dia kenakan?Aryesta perlahan membuka kedua matanya dan betapa terkejutnya dia saat melihat banyaknya orang sedang menatap dirinya yang seketika itu juga langsung memalingkan pandangan mereka."Bangunlah Aleandra!" teriak laki-laki yang duduk di kursi roda serta melemparkan bantal ke wajah Aleandra yang baru saja mengerjapkan kedua matanya bingung.Aleandra baru saja terbangun dan langsung mendapat hadiah bantal yang dilemparkan oleh ayahnya, tentu saja sedikit membuat dirinya terkejut dan bingung.Sementara laki-laki yang tak lain dan tak bukan adalah ayah kandungnya yang bernama Randy Alen
"Oh, apakah kamu ingin lihat cctv-nya, dan lihat betapa binalnya kamu semalam menyentuhku?"Deg!Sungguh demi apa pun, ucapan Aleandra Zeygan barusan entah kenapa membuat Aryesta semakin mengeratkan genggamannya pada selimut yang membungkus tubuh tanpa pakaian miliknya.Bagaimana mungkin Aryesta masih baik-baik saja, ketika Aleandra menantang dirinya untuk melihat cctv?Padahal harusnya Aryesta biasa saja, kan? Namun, kenapa kini perempuan itu justru ketakutan, dan entah kenapa perasaannya semakin tak tenang. Apalagi saat dia ingat jika efek air yang diminum semalam membuat tubuhnya panas.'Mungkinkah aku yang binal semalam?' batin Aryesta yang masih tak percaya dengan ucapan Aleandra.Namun, semuanya terasa masuk akal, apalagi Aryesta sering membaca novel dan menonton film, jika obat perangsang memang benar-benar ada. Dan dirinya tak ingin menotnon seberapa liar dia semalam.Akan tetapi, Aryesta pun bingung karena dia tak ingat apa-apa. Tetapi tunggu!Mata Aryesta kini membulat sempu
"Apa yang ngebuat kamu segitu dendamnya sama aku, hah?!" sentak Aryesta pada Aleandra yang kini tersenyum miring dan masih membelakanginya.Aleandra menolehkan wajahnya ke samping lalu tersenyum penuh ejekan. "Apakah kamu lupa dengan semua yang pernah kamu lakukan padaku di saat kita berdua masih di London?"Aryesta memandangi punggung tegap Aleandra dengan tatapan bingung tanpa sebuah jawaban, yang spontan membuat Aleandra mengepalkan tangannya kencang karena emosi."Enggak usah berlaga bodoh, karena hal itu semakin membuatku merasa jijik setiap melihatmu begini!"Usai mengucapkannya, Aleandra melenggang pergi menuju ke dalam kamar mandi, yang memang masih berada di dalam bilik lain yang masih satu ruangan dengan kamarnya.Meninggalkan Aryesta yang masih kebingungan. "Kenapa dia enggak pernah terus terang aja, sih. Bilang aja gitu apa salahku, sampai dia sebenci dan sedendam itu ke aku!"Memikirkan bagaimana Aleandra dan hati laki-laki itu yang tak pernah bisa Aryesta tebak, kini dia
"Pah! Aku udah punya pacar! Ya kali aku harus nikah sama cewek jelek ini, sih! Mana udah punya suami pula dia!" ketus Aleandra yang tak sudi disuruh menikah dengan perempuan itu.Aryesta yang mendengar penolakan dari Aleandra pun langsung bangkit dan menatap penuh kesal padanya."Emangnya kamu pikir aku sudi nikah sama laki-laki banci kayak kamu, hah?! Jangan mimpi! Dion jauh lebih baik daripada kamu!" balas Aryesta yang sudah menatap Aleandra penuh dendam.Sungguh demi apa pun Aryesta benar-benar tak sudi menikahi laki-laki itu!Drama apalagi ini?Oh Tuhan ... Aryesta mengusap wajahnya kasar, lalu mengalihkan pandangannya ke arah anggota keluarga Aleandra, yang cukup terkejut melihat keduanya saling berteriak adu urat."Maaf, Pak, Bu, dan semuanya. Aku ... aku enggak mungkin nikah sama anak kalian. Karena ...." Aryesta menoleh kembali ke arah Aleandra yang masih menatap dirinya begitu tajam.Menelan ludahnya susah payah, lalu Aryesta
Sepuluh hari berlalu setelah kejadian malam di mana Aryesta harus disidang oleh keluarga Aleandra. Kini perempuan itu sedang menatap ke arah cermin.Menampilkan dirinya yang sudah cantik, mengenakan dress berwarna pastel dengam rambut yang dia ikat tinggi. Riasan sederhana dan bibir yang hanya dilapisi lip balm pink."Aku enggak nyangka kalau hari ini ketuk palunya. Kenapa cepat banget, yah? Apakah keluarga Aleandra seberpengaruh itu? Sampai-sampai sidang perceraianku hanya membutuhkan waktu sepuluh hari doang. Dan lebih hebatnya lagi, sekaligus akta cerai yang udah jadi."Ya, Aryesta saat ini akan menghadiri sidang putusan yang sudah pasti dirinya akan otomatis mendapatkan gelar "janda perawan".Entah harus merasa senang atau sedih, Aryesta sungguh dibuat bingung dengan perasaannya saat ini.Sedang asyik melamun, tiba-tiba saja Aleandra masuk ke dalam kamar tamu, yang memang ditempati Aryesta selama sepuluh hari terkahir ini.Kedatangan Ale
Plak!Jika tadi yang menampar adalah Dinda adik tirinya, maka saat ini adalah Aryesta, yang sudah sangat geram pada orang yang berhasil membuat calon mantan suaminya ini berkhianat.Dadanya bergemuruh menahan rasa sakit yang selama ini coba dia tekan, tetapi semua ucapan tak tahu malu yang dilontarkan oleh Dinda, seketika membuat Aryesta geram bukan main.Tak hanya Dinda yang melebarkan matanya atas tamparan kencang nan keras Aryesta, tetapi juga pandangan Dion membesar dan spontan menoleh ke arah Aryesta.Tatapan bengis yang Dion pancarkan tak pernah dia berikan pada Aryesta selama ini, tetapi hari ini hanya karena perempuan selingkuhannya itu membuat Dion lupa akan semua janjinya dulu, yang akan selalu memperlakukan Aryesta layaknya ratu."Apa yang kamu lakukan, Aryesta! Apakah kamu lupa dengan siapa kamu berdebat? Dan dari mana kamu belajar menjadi sekasar ini pada orang lain, hah?! Di mana Aryesta yang selalu penuh kelembutan itu?" cerca Dion yang matanya sudah menajam, dengan kil
Setelah kepulangan Dinda yang berakhir dengan keributan, karena perempuan itu yang sebelumnya membuat gaduh, kini dalam kelanjutan kasus perceraian Aryesta dan Dion sedikit terjadi masalah di dalam persidangan.Aryesta yang kesal pada calon mantan suami pun hanya bisa harap-harap cemas atas keputusan sidang.Padahal sidang sebelumnya sudah dipastikan akan dimenangkan oleh Aryesta.Meskipun di awal Aryesta terkesan tak peduli dan sangat ingin mempertahankan pernikahannya bersama Dion, tetapi entah kenapa saat ini dirinya yang kukuh ingin bercerai.Apalagi mendengar permohonan Dion yang meminta mediasi ulang.Yang lebih parahnya lagi Dion meminta gugatan cerai itu dicabut.Enak saja!Sudah sejauh ini, ya kali dicabut!Apalagi Aryesta mengingat betul laki-laki di sebelahnya yang masih mengumandangkan beribu-ribu alasan itu telah berkhianat dengan sang adik tiri.Ya Tuhan... Aryesta sungguh merasa sejijik itu memikirkannya.Di saat Aryesta sedang sibuk dengan kemelut di kepalanya, tiba-tib
Aryesta memekik saat tangannya ditarik dari dalam pintu apartemen, yang bahkan belum sepenuhnya dia buka handelnya, tetapi seseorang dari dalam sana seperti tengah menunggu kedatangannya sedari tadi.Bruk!Belum sepenuhnya mengerti dengan situasi dan kondisi saat ini, tetapi tubuh Aryesta sudah terbanting ke arah pintu yang baru saja ditendang oleh seseorang dari dalam. Kini dirinya sudah berada di ruang tamu apartemen.Aryesta mendongak dan dahinya mengerut, karena bingung dengan kehadiran seorang perempuan cantik dengan pakaian glamournya."Apa salah aku! Dan kenapa kamu ada di apartemen ini?!" tukas Aryesta yang masih tak terima dengan semua tindakan perempuan itu.Sementara, perempuan yang wajahnya dipoles make up tebal itu menunduk untuk mensejajarkan tubuh keduanya.Dagu Aryesta bahkan diangkat oleh telunjuknya dengan ekspresi jijik yang begitu kentara."Jadi kamu perempuan yang bakalan nikahin pacarku? Kenapa kamu jelek sekali!" sinis perempuan tersebut yang menggelengkan kepala
Aleandra berdiri di balkon kamarnya, memandang langit malam dengan tatapan kosong.Ya, setelah kelahiran bayi Adam dan Dinda 3 jam yang lalu, Aleandra putuskan kembali ke rumah, melanjutkan sisa-sisa masalah yang sebelumnya sudah diurusi oleh Beni."Apakah bayinya setampan Dean, Mas?" ucal Aryesta seraya merengkuh tubuh suaminya dari belakang.Hal yang membuat Aleandra terlonjak saking kagetnya. Beruntung laki-laki itu mengenali aroma parfum yang menempel di kulit istrinya, sehingg tak berakhir dia banting, karena Aleandra sangat tak menyukai sentuhan lawan jenis, selain istrinya saja.Aleandra tersenyum dan menggelengkan kepalanya tak setuju, "Dean yang paling tampan, Ar. Kau tenang saja, di kemudian hari pasti Dean yang akan menang jika mereka terjebak cinta jajar genjang."Aryesta terkekeh mendengarnya sambil berjalan ke samping, dan menyandarkan kepalanya di lengan sang suami."Jadi namanya Bian Reganza, Mas?"Aleandra menganggukan kepalanya, lalu tanpa menunggu waktu yang lama unt
Maria melangkah pelan menuju punggung Dinda, sampai ....Bruk!"Argh!" teriak Dinda dengan tubuhnya yang sudah terjungkal ke depan, perut buncitnya pun menempel ke atas lantai dengan hantaman keras."Dinda!" Adam refleks membentak, melihat istrinya terjatuh dan mengerang di atas lantai.Sampai akhirnya dia sadar jika ada seseorang di belakang, yang sedang mematung tak percaya, dengan apa yang baru saja dia lakukan pada adik ipar dari Nyonya rumah ini."Kau ... dasar perempuan kurang ajar!" suara Adam menggelegar berat, lalu melangkah ke arah Maria hingga ....Bugh!Bruk!"Argh!" Maria meringis sata bahunya ditonjok dan disungkurkan dengan kekuatan penuh, membuat tubuhnya terpelanting di atas lantai, dan mengenai guji di dekatnya, membuat semua orang yang baru saja masuk rumah, langsung berhamburan mencari sumber suara.Semua orang menatap terkejut, saat Dinda terjatuh dan menangis, sambil menatap paha putihnya yang sudah dilumuri darah segar.Kemudian tatapan semua orang menoleh ke ara
Dada Maria berdebar keras, mendengar suara berat itu, suara yang sangat jarang dia dengar, kini laki-laki itu datang juga ke mansion tuannya.Maria masih mematung, dan belum membalikkan badannya, takut jika laki-laki itu mengadukannya pada sang Tuan, ataupun memprovokasi tuannya untuk memecatnya dari pekerjaan ini.Laki-laki yang ternyata adalah Adam, wakil direktur di perusahaan Alra Grup, sekaligus sahabat Aleandra itu pun berjalan 4 langkah, kemudian berhenti, tepat di depan Maria, membuatnya membelakangi Maria saat ini."Saya mengetahui niat busukmu itu, bahkan saya yakin, kalau sahabat saya juga sudah mengetahuinya. Dia diam hanya karena menganggap kamu bukan lawan sepadannya saja. Jadi jangan terlalu percaya diri, Maria."Perkataan Adam langsung membuat lutut Maria lemas, hingga tubuh Maria ambruk ke atas lantai, tetapi baru saja Adam hendak menoleh ke belakang untuk melihat kondisi Maria, dari arah dalam rumah muncullah seseorang."Sayang! Kamu berani gatel sama pengasuh kegatel
"J–jadi Tuan tahu kalau Maria itu ...."Ucapan Beni menggantung, dan menatap tuannya sedang tersenyum miring, diiringi anggukan kepala untuk membenarkan apa yang ada di dalam kepala Beni."Maria berhalusinasi terlalu tinggi, hingga bermimpi ingin menjadi Nyonya rumahku. Oh, sungguh menggelikan. Bahkan Maria belum ada seujung kukunya istriku, Ben," kekeh Aleandra, yang mentertawakan kelakuan absurd baby sister putranya.Namun,satu alis Beni terangkat, dan bingung dengan apa yang ada di dalam kepala tuannya pun kembali bertanya."Kalau Tuan tahu kelakuan perempuan kampret itu, kenapa Tuan belum juga mengusirnya?"Aleandra tersenyum singkat, lalu mengangkat kedua bahunya, "Seperti yang kubilang tadi. Aku cukup terhibur dengan kecemburuan istriku, dan sangat menyenangkan melihat kesulitan Maria, saat menghadapi ketantrumannya Dean."Beni cukup mengerti, dan memang cukup menghibur melihat Maria dalam kesulitan menghadapi Dean selama ini.Hingga akhirnya percakapan keduanya selesai, karena d
"I–ini tidak mungkin," lirih Aleandra yang masih tak percaya dengan diagnosa dokter tadi.Masih sangat terkejut, kini Aleandra duduk di bangku yang tersedia di luar ruang perawatan. Kemudian matanya menatap pintu kamar VVIP tempat istrinya beristirahat.Sibuk dengan lamunan, tiba-tiba saja seseorang menepuk bahu Aleandra, membuatnya sedikit terlonjak kaget, saat melihat Beni datang tanpa Dean.Berhubung ini rumah sakit, dengan usia Dean yang baru 3 tahun, membuat balita itu mau tak mau harus duduk manis di mansion mewahnya, ditemani Denia, juga Dinda untuk menjaganya, selama Aryesta belum diperbolehkan pulang."Saya minta maaf mengenai kejadian dua hari lalu, Tuan. Tapi yang jelas kami tidak memiliki hubungan apa pun selain Nyonya dan bodyguard-nya saja," jelas Beni membuka pembicaraan, karena laki-laki itu belum mengetahui hasil pemeriksaan medis sang Nyonya.Ada helaan napas dari Aleandra saat mendengar penjelasan tersebut. Karena sebetulnya dia pun tahu kebenarannya, setelah mengece
Meninggalkan Maria yang masih menyeringai di belakang, Aleandra sudah berjalan menjauh, menururni anak tangga, dan mata tajamnya menyapu ruang tamu yang lampunya sudah menyala.Dan entah kenapa perasaannya mendadak tak tenang, setelah mendapat aduan dari baby sister putranya tadi, mengenai keberadaan istrinya yang sedang berduaan dengan salah satu orang kepercayaannya, yaitu Beni."Aku tidak akan memaafkanmu kali ini, Ar. Kita lihat saja setelah ini apa yang akan aku lakukan padamu," cicit Aleandra dengan tangan mengepal kencang. Terus berjalan hingga kakinya berhenti di ambang pintu dan melihat sesuatu yang membuat dadanya terbakar api cemburu. Di depan sana ... Beni sedang memeluk pinggang istrinya, membuat Aleandra berteriak kencang."Apa yang kalian lakukan di sini, brengsek!"Bugh!Bugh!Bugh!Dengan brutal Aleandra menarik kerah kemeja Beni, lalu memberikan 3 pukulan pada laki-laki yang sudah sangat lancang menyentuh miliknya. Sialan!Gigi Aleandra bergemelutuk, saat bayangan
"Untung saja lampunya mati. Jadi aku bisa jalanin misiku malam ini," ucap Maria yang sesekali menatap ke belakang, takut diikuti oleh seseorang.Jantungnya berdebar-debar kencang, setelah apa yang baru saja dia lakukan tadi."Rencana kali ini harus berhasil pokoknya," ujar Maria yang sedikit berdesis, "Mana aku sampai pegang anunya si Ben lagi. Ditambah harus pura-pura ngedesah. Iyuuuh, menjijikan banget. Kalau kayak gituannya sama Tuan Aleandra sih, aku seneng banget."Maria bergidik ngeri membayangkan dirinya saat mengeluarkan benda pusaka itu dari celana bahan Beni, ditambah dia siram pakai sedikit air mineral, untuk efek basahnya. Dan terakhir menunggu Aryesta turun untuk mengambil minum, lalu dia mendesahkan suaranya, agar Aryesta mencari sumber suara. Setelah itu, barulah dia menyelinap dari gelapnya malam, karena memang di mansion itu sangat jarang menyalakan lampu utama ketika malam hari. Membuat rencananya hampir berjalan mulus.Ya, semua itu adalah rencana Maria untuk menjeba
Dua tahun telah berlalu setelah kekesalan Aryesta pada saat itu.Pada saat putranya berlari ke arahnya tanpa baju, lalu terjatuh, Aryesta pun benar-benar pergi ke mall, quality time dengan putra tersayangnya.Bahkan setelah itu Aryesta tak lagi banyak bicara, ataupun menegur. Aryesta bagai orang asing di kediamannya sendiri.Saking asingnya, Aleandra dibuat uring-uringan, karena Aryesta tak pernah sebinal dulu lagi.Bahkan Aryesta terkesan dingin, dan hanya melayaninya bak seorang pelacur, yang setelah berhubungan badan, Aryesta akan pergi ke kamar berbeda, tanpa pelukan hangat setiap malamnya.Sama halnya kali ini, tubuh Aryesta terasa remuk redam, ketika terbangun di tengah malam, kemudian dia meringis, karena hujaman suaminya sangat brutal.Bahkan jalan pun terasa perih, merasa jika inti tubuhnya seperti lecet, membuat Aryesta hati-hati dalam melangkah, menuruni ranjang, lalu memakai piyama lengan pendek, yang kakinya panjang.Setelah mencapai pintu kamar, Aryesta berbalik badan, la
Aleandra pun memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya, mengingat jika istrinya sedang mandi, inilah kesempatan untuknya agar bisa meminta jatah.Akan tetapi, angan itu langsung pupus, ketika istrinya sudah berganti pakaian, dan hendak keluar, lengkap dengan tas kecilnya.Dahi Aleandra sedikit berkerut, kemudian bertanya, "Mau pergi ke mana kamu hari ini, Ar?"Mendapatkan pertanyaan mendadak dari seseorang yang sebelumnya tak Arsyeta prediksi, tentu saja perempuan itu mengusap dadanya naik turun, lalu menatap malas netra penuh curiga dari suaminya."Aku mau pergi ke mall. Lagian untuk apa aku di sini, jika kehadiranku tak pernah dibutuhkan oleh suami dan anakku, hmh?" sinis Aryesta yang hatinya mulai dongkol, ketika harus menghadapi Aleandra juga Dean yang tantruman, dan selalu menguji kesabarannya.Sama halnya seperti sekarang, saat langkah kaki Aryesta hendak melaju, tiba-tiba terdengar teriakan balita, membuatnya menoleh dan melihat jika putranya sedang berlari mendekat ke arahnya."