"Pah! Aku udah punya pacar! Ya kali aku harus nikah sama cewek jelek ini, sih! Mana udah punya suami pula dia!" ketus Aleandra yang tak sudi disuruh menikah dengan perempuan itu.
Aryesta yang mendengar penolakan dari Aleandra pun langsung bangkit dan menatap penuh kesal padanya.
"Emangnya kamu pikir aku sudi nikah sama laki-laki banci kayak kamu, hah?! Jangan mimpi! Dion jauh lebih baik daripada kamu!" balas Aryesta yang sudah menatap Aleandra penuh dendam.
Sungguh demi apa pun Aryesta benar-benar tak sudi menikahi laki-laki itu!
Drama apalagi ini?
Oh Tuhan ... Aryesta mengusap wajahnya kasar, lalu mengalihkan pandangannya ke arah anggota keluarga Aleandra, yang cukup terkejut melihat keduanya saling berteriak adu urat.
"Maaf, Pak, Bu, dan semuanya. Aku ... aku enggak mungkin nikah sama anak kalian. Karena ...." Aryesta menoleh kembali ke arah Aleandra yang masih menatap dirinya begitu tajam.
Menelan ludahnya susah payah, lalu Aryesta
Sepuluh hari berlalu setelah kejadian malam di mana Aryesta harus disidang oleh keluarga Aleandra. Kini perempuan itu sedang menatap ke arah cermin.Menampilkan dirinya yang sudah cantik, mengenakan dress berwarna pastel dengam rambut yang dia ikat tinggi. Riasan sederhana dan bibir yang hanya dilapisi lip balm pink."Aku enggak nyangka kalau hari ini ketuk palunya. Kenapa cepat banget, yah? Apakah keluarga Aleandra seberpengaruh itu? Sampai-sampai sidang perceraianku hanya membutuhkan waktu sepuluh hari doang. Dan lebih hebatnya lagi, sekaligus akta cerai yang udah jadi."Ya, Aryesta saat ini akan menghadiri sidang putusan yang sudah pasti dirinya akan otomatis mendapatkan gelar "janda perawan".Entah harus merasa senang atau sedih, Aryesta sungguh dibuat bingung dengan perasaannya saat ini.Sedang asyik melamun, tiba-tiba saja Aleandra masuk ke dalam kamar tamu, yang memang ditempati Aryesta selama sepuluh hari terkahir ini.Kedatangan Ale
Plak!Jika tadi yang menampar adalah Dinda adik tirinya, maka saat ini adalah Aryesta, yang sudah sangat geram pada orang yang berhasil membuat calon mantan suaminya ini berkhianat.Dadanya bergemuruh menahan rasa sakit yang selama ini coba dia tekan, tetapi semua ucapan tak tahu malu yang dilontarkan oleh Dinda, seketika membuat Aryesta geram bukan main.Tak hanya Dinda yang melebarkan matanya atas tamparan kencang nan keras Aryesta, tetapi juga pandangan Dion membesar dan spontan menoleh ke arah Aryesta.Tatapan bengis yang Dion pancarkan tak pernah dia berikan pada Aryesta selama ini, tetapi hari ini hanya karena perempuan selingkuhannya itu membuat Dion lupa akan semua janjinya dulu, yang akan selalu memperlakukan Aryesta layaknya ratu."Apa yang kamu lakukan, Aryesta! Apakah kamu lupa dengan siapa kamu berdebat? Dan dari mana kamu belajar menjadi sekasar ini pada orang lain, hah?! Di mana Aryesta yang selalu penuh kelembutan itu?" cerca Dion yang matanya sudah menajam, dengan kil
Setelah kepulangan Dinda yang berakhir dengan keributan, karena perempuan itu yang sebelumnya membuat gaduh, kini dalam kelanjutan kasus perceraian Aryesta dan Dion sedikit terjadi masalah di dalam persidangan.Aryesta yang kesal pada calon mantan suami pun hanya bisa harap-harap cemas atas keputusan sidang.Padahal sidang sebelumnya sudah dipastikan akan dimenangkan oleh Aryesta.Meskipun di awal Aryesta terkesan tak peduli dan sangat ingin mempertahankan pernikahannya bersama Dion, tetapi entah kenapa saat ini dirinya yang kukuh ingin bercerai.Apalagi mendengar permohonan Dion yang meminta mediasi ulang.Yang lebih parahnya lagi Dion meminta gugatan cerai itu dicabut.Enak saja!Sudah sejauh ini, ya kali dicabut!Apalagi Aryesta mengingat betul laki-laki di sebelahnya yang masih mengumandangkan beribu-ribu alasan itu telah berkhianat dengan sang adik tiri.Ya Tuhan... Aryesta sungguh merasa sejijik itu memikirkannya.Di saat Aryesta sedang sibuk dengan kemelut di kepalanya, tiba-tib
Aryesta memekik saat tangannya ditarik dari dalam pintu apartemen, yang bahkan belum sepenuhnya dia buka handelnya, tetapi seseorang dari dalam sana seperti tengah menunggu kedatangannya sedari tadi.Bruk!Belum sepenuhnya mengerti dengan situasi dan kondisi saat ini, tetapi tubuh Aryesta sudah terbanting ke arah pintu yang baru saja ditendang oleh seseorang dari dalam. Kini dirinya sudah berada di ruang tamu apartemen.Aryesta mendongak dan dahinya mengerut, karena bingung dengan kehadiran seorang perempuan cantik dengan pakaian glamournya."Apa salah aku! Dan kenapa kamu ada di apartemen ini?!" tukas Aryesta yang masih tak terima dengan semua tindakan perempuan itu.Sementara, perempuan yang wajahnya dipoles make up tebal itu menunduk untuk mensejajarkan tubuh keduanya.Dagu Aryesta bahkan diangkat oleh telunjuknya dengan ekspresi jijik yang begitu kentara."Jadi kamu perempuan yang bakalan nikahin pacarku? Kenapa kamu jelek sekali!" sinis perempuan tersebut yang menggelengkan kepala
Bugh!"Argh! Apa yang kamu lakukan, hah?!" amuk Aleandra yang baru saja perutnya dipukul oleh Aryesta."Kamu yang sinting! Kenapa otakmu itu selalu kotor, astaga! Ya kali aku harus kawin sama laki-laki model begini, sih?" Aryesta mendesah panjang seolah menikah dengan Aleandra adalah sebuah bencana.Bagaimanapun juga Aleandra memiliki kekasih, dan Aryesta sangat yakin tak ada satu pun yang memiliki rasa antara Aleandra dan dirinya.Entah mau dibawa ke mana hubungan pernikahan keduanya nanti.Menolak pun terasa percuma, apalagi Aryesta masih ingat betul pagi itu ada satu wartawan yang meliput semua kejadian dari keluarga Aleandra yang mulai membuka pintu apartemen, hingga akhir, dan pasti semua pembicaraan terliput."Lagian aneh banget, deh. Kok bisa sih, aku enggak pake baju waktu itu. Padahal kan sebelumnya bajuku lengkap. Tapi pas aku cari pun bajunya ilang entah digondol apa!" kesal Aryesta yang tak bisa lagi berdiam diri tanpa memikirkan bagaimana lusa nanti?Aryesta bahkan tak ped
Mendengar Aryesta yang melenguh membuat Aleandra semakin puas.Bahkan laki-laki itu tak membiarkan Aryesta kabur barang satu detik pun.Tak hanya bibir yang kini menguasi bibir Aryesta, bahkan tangannya sudah lancang ke mana-mana, dan semakin membuat Aryesta kian tak karuan.Berulang kali Aryesta menggelengkan kepalanya tak mau, bahkan ciuman Aleandra sering meleset dan hal itu membuat Aleandra semakin kesal.Tak suka akan penolakan, Aleandra lepas cekalan tangannya dari pergelangan Aryesta, lalu dengan tubuh yang semakin memenjara, kedua tangan Aleandra meraih wajah perempuan itu hingga tak bisa kabur lagi.Dengan menggebu-gebu Alaendra mempertemukan bibir keduanya, yang refleks dia dihadiahi pukulan pada punggungnya, tetapi bukannya marah, Aleandra justru merasa sangat terhibur."Menangis dan meraunglah ... karena setelah ini aku yang akan menyentuhmu, Ar," bisik Aleandra tepat di depan bibir Aryesta yang sudah membengkak karena ulahnya.Mata Aryesta memerah dan tangisannya semakin p
Kring!Kring!"Sialan! Siapa yang ganggu, sih!" gerutu Aleandra, tetapi dia coba abaikan dering ponsel itu.Hingga dirinya melanjutkan pergumulannya dengan perempuan di bawah kuasanya yang saat ini tengah menangis.Tak ada rasa iba atau kasihan, yang ada hanya rasa puas karena semuanya sesuai rencana.Rencana yang mana?Hanya Aleandra dan Tuhan saja yang tahu.Satu langkah lagi, Aleandra tetap pada posisi dan semakin menekan pusakanya.Namun, lagi dan lagi dering ponsel miliknya kembali terdengar. Mau tak mau, dirinya ambil benda pipih itu tanpa memutus pandangan dari Aryesta yang sudah mulai tenang."Aku enggak akan lepasin kamu. Jadi diam dan jangan ikutan ngomong. Ngerti!"Setelah mengancam, Aleandra pun menerima panggilan masuk yang ternyata itu dari Randy ayahnya.Hah!Buang napas ke udara dan menyingkirkan tubuhnya ke samping agar nyaman menerima telepon. Tentunya hal itu membuat Aryesta langsung menarik selimut tinggi-tinggi untuk menyembunyikan tubuh polosnya."Halâ""Papa cum
Setelah kejadian memalukan itu, kini Aryesta memilih tinggal di kediaman keluarga Aleandra, dan sebisa mungkin dirinya tak ingin bertemu dengan calon suaminya itu.Seperti saat ini. Aryesta tengah fitting baju pengantin di sebuah butik langganan keluarga Aleandra, dia memilih pergi sendirian.Meskipun Randy menyuruhnya untuk menghubungi Aleandra, tetapi Aryesta menyampaikan berjuta alasan, agar tak bersitatap sebelum keduanya sah.Kini Aryesta sedang duduk menunggu pelayan menyiapkan gaun yang sudah direvisi sesuai keinginannya.Padahal ini bukan pernikahan pertama untuknya, dan entah apa yang akan orang-orang sampaikan ketika dirinya yang baru saja ketuk palu perceraian, tak lama kemudian menikah kembali.Ingin rasanya Aryesta menenggelamkan diri, tetapi itu semua tidak mungkin.Satu helaan napas Aryesta keluarkan, ketika pelayan butik membawa gaun dan menyuruhnya mencoba di ruang ganti.Meski dengan setengah hati, Aryesta merima gaun itu dan berjalan gontai menuju ruang ganti.Tat
"Ar kamu di mana?" racau Aleandra di sela tidurnya.Sejak kejadian nahaas hilangnya sang istri berserta keluarga perempuan itu dua bulan lalu, kondisi tubuh Aleandra semakin buruk.Bahkan hari ini laki-laki itu sedang berbaring dengan mengigaukan nama istri pertamanya yang hingga saat ini belum dia ketahui. Dari semua orang yang masuk dalam daftar, hanya Aryesta, Kakek Surya, Denia dan Dina yang belum juga ditemukan tubuh ataupun jasadnya.Karena itulah, Aleandra berhalusinasi jika Aryesta masih hidup entah di mana. Yang sialnya dia lupa memberikan alat pelacak pada sang istri."Aku pikir kamu tidak akan pernah ninggalin aku, Ar. Makanya aku diam saja, dan tidak memiliki niat menanamkan alat pelacak itu padamu," ucap Aleandra pelan yang matanya sudah mulai mengerjap bangun.Refleks tangannya memegangi kepalanya yang terasa sangat pusing dan mual yang tak tertahankan, bahkan sialnya lagi sekarang dia justru menginginkan mangga muda dengan bumbu rujak."Maaf, Tuan. Tapi Anda baru saja s
"Pesawat yang melakukan penerbangan ke London yang lepas landas pada pukul 13.00 WIB siang ini mengalami kecelakaan karena cuaca tiba-tiba memburuk. Berikut nama-nama penumpang yang tercatat di pembelian tiket adalah, Dinda, Aryesta Ribela, dan dua orang lainnya belum ditemukan oleh tim sar. Sekian berita siaran langsung hari ini, sampai jumpa di liputan selanjutnya."Deg!Prang!Jantung Adam berdetak sangat kencang, ketika mendengar berita siaran langsung di hadapannya. Bahkan makanan dan minuman yang berada di atas nampan itu terjatuh saking terkejutnya dengan informasi dadakan ini."Bâbagaimana bisa?"Sumpah demi apa pun, dada Adam terasa sesak dan seketika itu juga lupa caranya bernapas, membuatnya tersengal-sengal.Setelah mengumpulkan kesadaran yang sempat hilang sejenak, Adam langsung berlari sekuat tenaga menuju salah satu ruangan di perusahaan itu.Namun, sialnya entah kenapa jarak dari kantin menuju ruangan sahabat sekaligus bosnya itu terasa sangat jauh, hingga beberapa kali
"Apa kamu yakin, Al?"Pertanyaan Randy membuat Aleandra yang semula melamun langsung terkejut. Menoleh ke arahnya dengan tatapan gelisah. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh putra semata wayangnya ini, Randy cukup heran. Karena tak biasanya Aleandra kurang fokus seperti ini."Kamu kenapa lagi, Al? Pusing? Mual? Atau tidak enak badan?" tanya Randy lagi, karena memang selama ini yang merasakan ngidam adalah Aleandra, bukan menantunya. Terlebih di jam makan siang seperti ini, Aleandra kerap tantrum dan butuh pijatan sang istri. Orang ngidam memang selalu aneh-aneh, dan Randy pernah merasakannya dulu, saat istrinya mengandung Aleandra.Aleandra memijat pangkal hidungnya yang mulai terasa nyut-nyutan. Tetapi tak mau dia terlihat lemah di hadapan papanya, karena dirinya sudah terbiasa selama tiga bulan ini. Meraskan tubuhnya yang tiba-tiba letoy, dan ternyata dirinya kena sindrom ngidam.Jika kebanyakan sang istri yang mengidam banyak hal, ini justru pihak suami. Itulah sebabnya Aleandra t
"Sekarang pergi ke kamar, dan jelaskan padaku, Ar!" perintah Aleandra dengan suara tegas, tetapi pelannya. Karena dia tak ingin keluarganya tahu, jika pernikahan dirinya bersama Aryesta layaknya tengah berada di ujung tanduk.Aryesta hanya mengangguk. Kemudian meminta izin pada Papa dan Mama mertuanya, tak lupa dia juga pamit dengan Tisya sang madu. Beralasan jika Aleandra meminta dipijat lagi. Ya, hanya itulah yang bisa dia gunakan sebagai alasan saat ini. Terlebih waktu sudah menunjukkan jam satu dini hari.Setelah mendapat persetujuan dari mereka, Aryesta berbalik badan. Menarik napasnya sangat dalam, lalu melangkah mengikuti jejak suaminya menuju kamar mereka.Ketika langkahnya mencapai pintu kamar, Aryesta tak lantas membukanya, dia justru terdiam sejenak, dan mencari-cari alasan yang sekiranya dapat dia berikan pada suaminya itu.Ditambah lagi, dia bingung dari mana Aleandra mengetahui jika dirinya masuk ke dalam ruang kerja Mama Ranti? Mungkinkah dirinya berada dalam pengawasan
"Apa kamu pikir, kamu bisa bebas begitu saja, setelah apa yang kamu lakukan?""Ingat, aku tidak akan tinggal diam jika kamu tidak membantunya, Ranti!" Itulah bunyi dua pesan suara yang dikirimkan oleh nomor tak dikenal padanya.Dengan tangan meremat ponsel, Ranti mengeraskan rahangnya, lalu membanting benda pipih itu ke dinding hingga menimbulkan suara keras, yang membuat Aryesta terkejut di balik gorden."Berengsek! Aku tidak bersalah! Aku tidak melakukannya! Semua ini salahnya! Tapi kenapa aku yang dapat getahnya, sialan!" desis Ranti, dengan mata penuh kebencian menatap bingkai keluarga kecilnya bersama Randy, Aleandra, juga Tisya. Sebuah foto pernikahannya bersama Randy beberapa tahun silam.Matanya semakin tajam melihat Aleandra yang terlihat malas difoto, "Gara-gara kamu melindunginya. Aku yang jadi buronan mereka, sialan! Dasar anak tiri tidak tahu diri!" pekik Ranti yang tatapannya dipenuhi dendam juga kebencian pada anak tirinya.Matanya terpejam, dan menumpukan telapak tangan
"Iâitu ...."Aryesta tak bisa melanjutkan alasannya, karena jantungnya berdebar-debar tak menentu, saat mendengar seseorang memanggil, dan menanyakan perihal ucapan pelannya tadi."Aku menyesal, kenapa aku harus mengeluarkan suaraku tadi, sih. Harusnya aku ngomong dalam hati saja. Kalau begini kan, repot urusannya. Apalagi sampai ketahuan gini." Aryesta menggerutu di dalam hatinya, atas semua kebodohan dan kecerobohannya beberapa detik lalu, ketika dirinya menutup pintu kamar.Masih memunggungi seseorang, Aryesta pun meremat jari-jarinya dengan perasaan gugup. Kemudian dia memberanikan diri membalikan tubuhnya secara perlahan. Bahkan dia sudah siap jika mendapat banyak pertanyaan atau tuduhan lain dari orang itu.Bukan amarah orang itu yang Aryesta pikirkan saat ini. Namun, bagaimana dengan misinya, dan tak ada misi yang berhasil dia laksanakan. Ya Tuhan. Dirinya akan sangat malu di hadapan Derren Rynegan. Pasti Kakak sepupunya itu akan meledeknya terus-menerus.Hah! Mungkin inilah akh
Di sepanjang perjalanan pulang, Dinda tak banyak bicara, membuat Adam sesekali menoleh ke arahnya, tetapi hanya sejenak, karena laki-laki itu kembali fokus pada jalanan.Hah!Terdengar hela napas berat Dinda yang mengalihkan atensi Adam kembali, hingga dirinya yang sudah tak tahan pun bertanya, "Apakah Anda masih tidak percaya pada ucapan istrinya?"Dinda tak langsung menjawab, dan kembali mengingat ucapan dari perempuan yang mengaku sebagai istri sah Dion. Ditambah seorang anak perempuan yang mereka miliki, yang sudah berusia 5 tahun."Aku tidak menyangka saja ... kalau selama ini dia berbohong mengenai statusnya, bahkan dia sampai memanipulasi kami semua." Lagi, Dinda mengembuskan napas panjangnya. "Tapi aku benar-benar tak menyangka, dia tega melakukan ini semua hanya karena sebuah dendam."Ya, dendam. Dendam di masa lalu yang mengakibatkan dirinya dipecat dari pekerjaannya yang saat itu menjadi clining servise di sebuah perusahaan, akibat mencopet tas kerja milik Randy, yang merupa
"Lama banget sih! Ke mana lagi tuh, orang," gerutu Dinda yang jengkel duduk di salah satu kursi restaurant, yang tak jauh dari tempat keluarga Aleandra.Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam, di sebuah restaurant yang cukup ramai pengunjung ini, Dinda sedang menunggu seseorang. Namun, sudah beberapa kali dia menoleh pada pintu masuk, berharap saudara tirinya tiba, tak kunjung memunculkan batang hidungnya juga.Saking kesalnya menunggu, Dinda pun meraih ponsel dan menelepon Aryesta, yang deringnya langsung terdengar dari arah belakang.Tanpa menunggu respon dan mendengar jawaban, Dinda langsung bangkit hendak memaki, tetapi justru yang datang adalah seseorang yang tak dia kenali, sedang memegang ponsel Aryesta."Siapa kamu? Dan di mana Kakak tiriku?" tanya Dinda yang matanya menatap tajam ke arah laki-laki muda tampan di depannya.Laki-laki itu tersenyum kecil lalu mengangguk sebagai sapaan. Kemudian dia putuskan untuk duduk, meski tak dipersilakan oleh Dinda. Ah masa bodo. Dirinya suda
"Dasar laki-laki aneh," gumam Aryesta setelah berhasil keluar dari kungkungan suaminya. Kini dia sudah berada di luar ruang perawatan Aleandra, dan menutup pintu itu.Terlihat ada Tisya yang sudah menunggu dirinya. Aryesta pun akhirnya berjalan mendekati dan ikut madunya menuju ruangan dokter kandungan. Yang entah kenapa tangannya terasa berkeringat dingin, saat membayangkan pemeriksaan di dalam sana.Tisya menoleh lalu berkata, "Kamu tidak usah gugup gitu, Ar."Aryesta hanya mendelik sinis, lalu bertemu dokter perempuan paruh baya yang menyambut kehadiran keduanya dengan hangat.Pemeriksaan pun berjalan hingga tiga puluh menit lamanya, mengingat yang diperiksa adalah dua orang, dengan USG dan serangkaian pertanyaan lain. Hingga hasilnya benar-benar keluar."Dari hasil pemeriksaan kalian berdua, jika yang sedang mengandung adalah Nyonya Aryesta dengan usia kandungan empat belas minggu, atau 4 bulan, terhitung dari hari pertama haid terakhir. "Bagaikan tersambar petir di siang bolong,