Bugh!"Argh! Apa yang kamu lakukan, hah?!" amuk Aleandra yang baru saja perutnya dipukul oleh Aryesta."Kamu yang sinting! Kenapa otakmu itu selalu kotor, astaga! Ya kali aku harus kawin sama laki-laki model begini, sih?" Aryesta mendesah panjang seolah menikah dengan Aleandra adalah sebuah bencana.Bagaimanapun juga Aleandra memiliki kekasih, dan Aryesta sangat yakin tak ada satu pun yang memiliki rasa antara Aleandra dan dirinya.Entah mau dibawa ke mana hubungan pernikahan keduanya nanti.Menolak pun terasa percuma, apalagi Aryesta masih ingat betul pagi itu ada satu wartawan yang meliput semua kejadian dari keluarga Aleandra yang mulai membuka pintu apartemen, hingga akhir, dan pasti semua pembicaraan terliput."Lagian aneh banget, deh. Kok bisa sih, aku enggak pake baju waktu itu. Padahal kan sebelumnya bajuku lengkap. Tapi pas aku cari pun bajunya ilang entah digondol apa!" kesal Aryesta yang tak bisa lagi berdiam diri tanpa memikirkan bagaimana lusa nanti?Aryesta bahkan tak ped
Mendengar Aryesta yang melenguh membuat Aleandra semakin puas.Bahkan laki-laki itu tak membiarkan Aryesta kabur barang satu detik pun.Tak hanya bibir yang kini menguasi bibir Aryesta, bahkan tangannya sudah lancang ke mana-mana, dan semakin membuat Aryesta kian tak karuan.Berulang kali Aryesta menggelengkan kepalanya tak mau, bahkan ciuman Aleandra sering meleset dan hal itu membuat Aleandra semakin kesal.Tak suka akan penolakan, Aleandra lepas cekalan tangannya dari pergelangan Aryesta, lalu dengan tubuh yang semakin memenjara, kedua tangan Aleandra meraih wajah perempuan itu hingga tak bisa kabur lagi.Dengan menggebu-gebu Alaendra mempertemukan bibir keduanya, yang refleks dia dihadiahi pukulan pada punggungnya, tetapi bukannya marah, Aleandra justru merasa sangat terhibur."Menangis dan meraunglah ... karena setelah ini aku yang akan menyentuhmu, Ar," bisik Aleandra tepat di depan bibir Aryesta yang sudah membengkak karena ulahnya.Mata Aryesta memerah dan tangisannya semakin p
Kring!Kring!"Sialan! Siapa yang ganggu, sih!" gerutu Aleandra, tetapi dia coba abaikan dering ponsel itu.Hingga dirinya melanjutkan pergumulannya dengan perempuan di bawah kuasanya yang saat ini tengah menangis.Tak ada rasa iba atau kasihan, yang ada hanya rasa puas karena semuanya sesuai rencana.Rencana yang mana?Hanya Aleandra dan Tuhan saja yang tahu.Satu langkah lagi, Aleandra tetap pada posisi dan semakin menekan pusakanya.Namun, lagi dan lagi dering ponsel miliknya kembali terdengar. Mau tak mau, dirinya ambil benda pipih itu tanpa memutus pandangan dari Aryesta yang sudah mulai tenang."Aku enggak akan lepasin kamu. Jadi diam dan jangan ikutan ngomong. Ngerti!"Setelah mengancam, Aleandra pun menerima panggilan masuk yang ternyata itu dari Randy ayahnya.Hah!Buang napas ke udara dan menyingkirkan tubuhnya ke samping agar nyaman menerima telepon. Tentunya hal itu membuat Aryesta langsung menarik selimut tinggi-tinggi untuk menyembunyikan tubuh polosnya."Hal—""Papa cum
Setelah kejadian memalukan itu, kini Aryesta memilih tinggal di kediaman keluarga Aleandra, dan sebisa mungkin dirinya tak ingin bertemu dengan calon suaminya itu.Seperti saat ini. Aryesta tengah fitting baju pengantin di sebuah butik langganan keluarga Aleandra, dia memilih pergi sendirian.Meskipun Randy menyuruhnya untuk menghubungi Aleandra, tetapi Aryesta menyampaikan berjuta alasan, agar tak bersitatap sebelum keduanya sah.Kini Aryesta sedang duduk menunggu pelayan menyiapkan gaun yang sudah direvisi sesuai keinginannya.Padahal ini bukan pernikahan pertama untuknya, dan entah apa yang akan orang-orang sampaikan ketika dirinya yang baru saja ketuk palu perceraian, tak lama kemudian menikah kembali.Ingin rasanya Aryesta menenggelamkan diri, tetapi itu semua tidak mungkin.Satu helaan napas Aryesta keluarkan, ketika pelayan butik membawa gaun dan menyuruhnya mencoba di ruang ganti.Meski dengan setengah hati, Aryesta merima gaun itu dan berjalan gontai menuju ruang ganti.Tat
"Kenapa diam, Al? Aku heran sama kamu. Kenapa sih, enggak pernah sekalipun bikin hidup aku tenang? Emangnya apa yang udah aku lakuin sama kamu? Kamu bahkan tega fitnah aku sampai segininya."Aleandra terdiam mendengar pertanyaan Aryesta, tetapi tatapan matanya menajam, seolah ingin mencabik-cabik Aryesta hanya dengan tatapanya sajaHah!Aryesta membuang napasnya ke udara dan menerawang jauh pada hari-hari keduanya ketika masih sangat dekat.Perempuan itu akhirnya menoleh dan kembali menarik napas panjang, "Aku enggak tahu pernikahan kayak gimana yang bakalan kita laluin, Al. Aku yang belum move on dari mantan suami, dan kamu yang masih punya pacar."Aleandra yang semula diam pun kini tersenyum miring, mengingat perjanjian pra nikah yang sudah keduanya tanda tangani hitam di atas putih itu."Kamu enggak perlu mikirin itu kali, Ar. Yang penting buatku adalah kamu bisa muasin aku tiap kali pengen, itu udah lebih dari cukup. Dan enggak usah gangguin hubungan aku sama Tisya, oke?" tawar Al
"A–aku mau mandi dulu, ih," cetus Aryesta yang merasa dirinya harus membersihkan diri dulu.Akan tetapi, apakah Aleandra mengizinkannya?"Enak aja kamu! Aku udah di ujung tanduk gini, ya kali mau kamu gantung!" tolak Aleandra.Karena memang benar jika nafsu Aleandra sudah tinggi dan sudah tak bisa menunggu lagi.Aryesta spontan memundurkan langkah, bahkan kepalanya sesekali menoleh ke samping atau ke mana pun, asal tak bertemu tatap dengan Aleandra.Aleandra tersenyum miring, dan kian mendekat dengan langkah layaknya sang predator ingin menerkam mangsanya."Bukannya kamu udah biasa layanin orang? Kenapa sekarang seolah-seolah baru banget disentuh laki-laki, hmh?" ejek Aleandra lagi.Tentu saja ejekan itu sedikitnya memancing amarah dalam diri Aryesta.Aryesta bahkan sudah ingin menyembur segenap rasa kesalnya, hingga dering ponsel membuat mereka menoleh pada ponsel."Buruan angkat gih! Sambil nunggu aku mandi dulu kan bisa," tegas Aryesta dengan berpaling dan segera melarikan diri."D
Dugh!Dugh!"Sialan! Siapa yang ganggu lagi, sih?" kesal Aleandra yang sedikit lagi hendak masuk ke dalam inti tubuh istrinya kini harus menahan diri sejenak.Dengan sisa tenaga Aryesta mendorong tubuh Aleandra dan langsung menyampingkan tubuhnya, diikuti wajahnya yang sudah sangat memerah."M–mendingan Mas Al buka deh pintunya. Kali aja ada yang penting!" titah Aryesta yang sebenarnya tak ingin digauli oleh suaminya saat ini.Aleandra yang mendengar ucapan istrinya pun menaikan alisnya tinggi."Dahlah biarin aja. Ya kali aku gagal lagi sih mau enak-enak. Mana ini pengalaman pertama lagi," lirih Aleandra yang semakin memelankan suaranya di akhir kalimat.Oh tengsin dong dirinya jika Aryesta tahu dia masih orisinil, dan belum pernah begituan selama ini.Mau ditaruh di mana wajah sangarnya kali ini?Aryesta yang melihat suaminya masih terdiam akhirnya mengembuskan nafas panjang dan sedikit geregetan.Dugh!Dugh!Hanya ada gedoran pintu dari luar, mengingat kamar yang keduanya tempati mem
"M–maksud kamu, Mas? Emang siapa yang lagi menstruasi?" heran Aryesta yang merasa ini bukan tanggalnya menstruasi.Apalagi dia baru selesai datang bulan tiga hari yang lalu, mana mungkin malam ini datang bulan lagi, kan?Aleandra tentunya mengurut pelipisnya yang sungguh merasa pening.Kepala atas maupun bawah sungguh tengah dilanda rasa pusing yang teramat sangat.Enggak! Aleandra enggak mau menghentikan ini semua sebelum hasratnya tersalurkan dengan benar.Karena itulah Aleandra pandang kembali netra indah Aryesta yang perlahan berhenti menangis."Kalau kamu enggak menstruasi, enggak mungkin juga kamu masih perawan, Ar!""Aku emang masih perawan, Mas!" potong Aryesta dengan cepat, karena sungguh sudah merasa muak dengan tuduhan tak berdasar suaminya itu.Mendengar Aryesta yang berbicara demikian, tentu Aleandra semakin bingung."Tapi aku enggak mungkin salah lihat waktu itu kamu masukin aki aki ke apartemen sewaan kamu pas di London, Ar!" tuduh Aleandra yang tetap bersikukuh jika asu
Aryesta langsung berbalik badan menuju kantin perusahaan untuk mengisi perutnya, tetapi Tisya yang memiliki misi untuk mengganggu wanita itu pun semakin antusias mengikutinya."Apalagi yang kamu inginkan, Tisya!" ketus Aryesta yang terus berjalan dan tak ingin menghentikan langkahnya.Karena sungguh, memiliki pekerjaan menumpuk seperti tadi langsung menguras energi dan tenaganya. Kali ini Aryesta membutuhkan amunisi untuk mengisi ulang tenaganya.Akan tetapi, Tisya belum juga berhenti mengganggu, dan terus mengekori ke mana pun langkah istri pertama dari suaminya ini. Entah apa yang sedang Aleandra inginkan saat ini, tetapi memangnya apalagi yang bisa Tisya lakukan, selain menuruti semua permintaannya.Tisya juga melihat banyak karyawan yang menyapa Aryesta dengan ramah, selayaknya bos pada atasan. Dan entah kenapa hatinya merasa murka melihat semua itu. Ada perasaan iri dengki yang bercokol di dalam hatinya pada perempuan itu.Baru saja keduanya tiba di kantin, tiba-tiba saja ada seb
"Dia tidak mungkin meninggalkan aku, kan?""Tidak mungkin! Apalagi jika suatu saat nanti dia hamil anakku, dia pasti tidak akan membiarkan anaknya tumbuh tanpa seorang Papa.""Yah, tadi pasti hanya gertak sambal doang.""Tenang Al. Dia itu sangat mencintaimu. Jadi, jangan takut, istri cantikmu itu pasti akan setia di sisimu sampai nanti."Aleandra terus bergumam pada dirinya sendiri, setelah Aryesta keluar dari ruang rapat. Sementara dirinya masih menenangkan diri di dalam sana. Ya, Aleandra tak ingin mencampur adukkan masalah pribadi dengan pekerjaan. Karena itulah dirinya masih betah di ruang rapat.Ingatan Aleandra kembali pada zaman istrinya masih kuliah dulu, dan hal itu membuat senyum manis tercetak di bibir sensualnya."Kamu bahkan sangat bucin padaku dari awal kita bertemu di sana Ar. Aku sangat yakin, kalau kamu tidak akan pernah bisa meninggalkan aku, kan? Apalagi jika benihku tumbuh di rahimmu, dan aku pastikan kamu akan mengandung anakku sebelum misimu bersama kakak sepupu
Setelah keluar dari mobil mewah milik Aleandra, Dinda pun langsung memesan taksi dan pergi dari area perusahaan itu dengan perasaan dongkol.Selang beberapa menit, akhirnya taksi itu tiba di sebuah lapas, tempat calon suaminya berada.Kakinya melangkah begitu anggun, ah lebih tepatnya pura-pura anggun, karena Dinda tak ingin citranya buruk jika mengeluarkan sifat aslinya di depan umum seperti ini.Dengan langkah pasti, Dinda pun menghampiri Dion di tempat besuk, dialah satu-satunya orang yang mempedulikan Dion, hingga tak ada satu orang pun yang membesuknya selama di sana."Bagaimana? Apakah kamu sudah memintanya untuk membebaskan aku?" Itulah pertanyaan yang menyambut kedatangan Dinda.Dinda baru saja duduk tepat di seberang Dion, karena terhalang kaca pembatas."Kakak tiriku tidak akan pernah mengeluarkanmu dari sini. Itu yang dia katakan padaku tadi, Mas," jawab Dinda yang memang benar adanya.Mendengar perkataan Dinda yang memberi kabar buruk, tentu saja Dion kesal bukan main.Brak
"Aku kayaknya lagi hamil, Ar. Dan aku juga enggak mau jadiin anakku yatim pas dia lahir nanti," lirih Dinda, yang tangannya sudah menggenggam tangan Aryesta.Tatapan mata Dinda sendu dan penuh pengharapan, tetapi entah mengapa, tak ada rasa iba di dalam hati Aryesta.Bahkan dengan ringan Aryesta melepas tangan adik tirinya yang sedari tadi digenggamnya, hanya untuk menarik simpatik."Aku tidak peduli padamu, Dinda. Dan perlu kamu ketahui, jika anakmu tidak akan menjadi yatim selama Mas Dion masih hidup, sekalipun itu di dalam penjara. Jadi enggak usah banyak drama, deh," ucap Aryesta penuh ketegasan.Mendengar setiap kalimat yang keluar dari mulut Aryesta tentu saja membuat Dinda yang semula beramah tamah, dan mencoba memantik rasa iba di dalam hati Aryesta, kini menggeram marah.Matanya menajam dan dada yang kembang kempis, memperlihatkan betapa dirinya geram karena perkataannya langsung dipatahkan oleh statemen sang kakak tiri."Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus keluarin Mas Di
"A–apa yang kamu lakukan di sini?" gagap Aryesta yang sedikit kaget melihat sosok di depannya.Sosok yang kini berpenampilan acak-acakan dengan mata bengkak, akibat menangis semalaman tadi.Orang itu mendekat dan dengan bibir bergetar dia pun maju lalu ....Plak!Wajah Aryesta tertoleh ke samping mendapat tamparan mengejutkan itu. Namun, secepat kilat Aryesta menatap berang ke arah pelaku di hadapannya ini."Apa yang kamu lakukan padaku, Dinda!" geram Aryesta dengan suara rendah menahan emosi, yang nyaris meledak pada adik tirinya ini.Ya, sosok yang pagi-pagi sekali datang bertamu tak lain dan tak bukan adalah Dinda.Dinda tersenyum miring, meski wajahnya tetap sendu, tetapi ada begitu banyak tatapan penuh kebencian mengarah pada saudara tirinya ini.Plak!Lagi, tamparan kedua Dinda layangkan, yang membuat Aryesta semakin mengeratkan gigi untuk menahan amarahnya."Apa salahku, Dinda? Ini bahkan masih terlalu pagi untukmu mengajakku ribut," tukas Aryesta yang kini kedua pipinya sudah m
Keduanya tertidur dengan Aleandra yang memeluk Aryesta dari belakang sepanjang malam.Hingga tanpa terasa pagi pun menjelang, Aryesta yang bangun terlebih dahulu sudah membersihkan diri, dan memakai pakaian formal, tak seperti biasanya.Melihat penampilan istrinya yang sudah sangat rapi tentu saja membuat kening Aleandra sedikit mengerut bingung, "Kamu mau ke mana dengan pakaian itu, Ar?" tanya Aleandra, seraya mendekati istrinya, "Tidak biasanya kamu pakai pakaian kayak gini."Aleandra memandang Aryesta dari atas hingga ke bawah, memindai penampilan yang menurutnya sedikit aneh itu.Mendapat pertanyaan dari suaminya, Aryesta pun menoleh, "Aku mau minta kerjaan di kantor kamu, Mas.""Apa!" pekik Aleandra dengan kedua bola mata yang membulat sempurna saking terkejutnya dengan permintaan Aryesta.Mata itu mengerjap beberapa kali kemudian berkata, "Maksud kamu apa ngomong kayak gitu? Apa nafkah yang aku kasih masih kurang?" Aleandra mendelik tak suka pada istrinya.Aryesta tersenyum simpu
Aryesta berbalik badan, berjalan tertatih menuju ke atas ranjang, lalu membaringkan tubuhnya di sana.Aleandra tahu jika istrinya kecewa karena dia mengungkit-ungkit tentang statusnya bersama Tisya.Namun, Aleandra tak mau ambil pusing dan memilih ikut bergabung ke atas tempat tidur, berbaring di samping Aryesta yang langsung memunggungi dirinya.Helaan napas lelah Aleandra keluarkan lalu berkata, "Kakak sepupumu nyuruh orang-orang buat lecehin Tisya."Spontan Aryesta membalikan tubuhnya hingga kini mereka saling berhadapan. "Kenapa Kak Derren lakuin itu sama dia? Apa hubungannya?" Sangsi Aryesta yang tak percaya pada perkataan Aleandra.Kedua bahu Aleandra terangkat cuek, lalu menyandarkan kepalanya pada sandaran ranjang."Tadi dia sendiri yang nelepon aku. Bahkan dia kirim chat. Dia bilang kalau kamu terluka, maka sebagai gantinya Tisya bakal ngerasian hal yang sama denganmu." Aleandra bercerita tentang pesan yang Derren kirimkan tadi pada sang istri.Mendengarnya, ada perasaan tak e
Setelah berkendara dengan hanya dihiasi oleh keheningan, kini sepasang suami istri itu tiba juga di kediaman keluarga Aleandra.Lagi dan lagi, Aleandra masuk ke dalam sana dengan menggendong salah satu istrinya.Jika sebelumnya laki-laki itu melangkah menuju lantai dua, maka kini langkah Aleandra berbelok ke sebuah kamar tamu.Dibukanya pintu perlahan, sampai akhirnya dia melihat ada sosok sang Papa yang ternyata belum tidur di ruang keluarga.Bertatapan sejenak, sebelum akhirnya Aleandra masuk ke dalam kamar tamu dan membaringkan tubuh lemah Tisya di atas tempat tidur.Tanpa banyak kata, Aleandra langsung bangkit dan hendak keluar, tetapi ada lengan Tisya yang menahan kepergiannya."Tidak bisakah untuk malam ini kamu menemaniku, Mas? Hanya malam ini dan tanpa tuntutan lainnya," mohon Tisya, dengan mata berkaca-kaca, karena sungguh dirinya masih syok mendapatkan pelecehan dari oknum yang tak dia kenali tadi.Meski ini ada di rumah keluarga Aleandra, dan terjamin keamanannya, tetap saja
"M–mas, tolong ...."Perempuan itu terisak dengan tubuh yang sudah tak lagi berpakaian, menatap penuh permohonan pada suaminya yang baru saja tiba."Berani menodainya, aku buat kalian kehilangan burung-burung kecil kalian, berengsek!"Bugh!Bugh!Bugh!Aleandra langsung menghajar laki-laki seragam hitam yang hendak menodai istri sirinya dengan kekuatan penuh.Tak peduli pada tangisan istri sirinya yang kali ini sudah meringkuk, berusaha menutupi bagian-bagian sensitif tubuhnya dari pandangan orang lain.Namun, kesenangannya menghajar harus terhenti karena ada pihak keamanan yang mendekat guna melerai perkelahian."Urusi semuanya dan akan kulpaporkan kemanan apartemen ini pada pihak berwajib!" ancam Aleandra pada petugas keamanan yang hanya bisa menunduk takut, karena memang ini karena kelalaian mereka.Melihat daun pintu yang sudah rusak karena berhasil dibobol entah suruhan siapa, seketika amarah Aleandra mencuat, tetapi saat matanya menatap tubuh Tisya yang tak berdaya di atas lantai