Share

4. Layani Dulu, Lalu Info

Aryesta membelalakkan mata. Dia menggeleng keras, lalu tertawa sumbang. “Kamu berbohong!” Dion tak mungkin mengkhianatinya kan? Permasalahan mereka memang pelik, tetapi tak mungkin sampai membuat suaminya berlaku keterlaluan begitu kan? Sekali lagi, Aryesta menggeleng sebagai bantahan. “Enggak mungkin!”

Aleandra mengangkat bahu. “Silakan percaya atau tidak, tapi itulah kenyataannya.”

“Enggak mungkin kayak gitu, Aleandra!” teriak Aryesta. Belum selesai kerusuhan yang Aleandra buat tentang video syurnya semalam, laki-laki itu kini sudah membuat fitnah lain lagi.

Sungguh membuat Aryesta sangat kesal. “Suamiku enggak mungkin melakukan hal menjijikkan itu. Jadi jangan mengada-ada kamu!”

Aryesta boleh jadi tak percaya pada Dinda. Adik tiri yang selalu menatapnya tak senang. Adik tiri yang selalu menganggap dirinya adalah saingan hanya karena Kakek Surya lebih menyayanginya.

“Sudah kubilang, percaya atau tidak, bukan urusanku!" Aleandra menipiskan bibir. “Tapi itulah kenyataannya, Aryesta Ribela.”

Aryesta menggeram dengan gigi bergemeletuk kuat. “Bohong! Jangan harap aku mempercayai kamu!” Jika menyabotase malam terkutuk di mana Aryesta mabuk saja Aleandra sanggup, maka membuat fitnah menjijikkan ini tentu sangat mudah untuk dilakukan Aleandra, kan?

"Sebenarnya apa yang kamu inginkan, hah! Apa salahku sampai kamu melakukan hal ini. Kamu bahkan sampai berpikir untuk memfitnah suamiku! Jangan samakan dia denganmu!” teriak Aryesta yang sudah tak mampu menahan amarahnya lagi.

Aleandra mengepalkan tangannya kencang, merasa terhina dibandingkan dengan Dion yang hanya seorang manager perusahaan. Sungguh beda jauh levelnya dengan Aleandra.

Melihat Aleandra yang hanya menatapnya dengan kilatan amarah, Aryesta pun mendesis. “Urusanmu denganku! Kamu enggak perlu membawa-bawa  Mas Dion di sini. Jangan hanya karena kebencianmu padaku, kamu membawa orang lain.” Aryesta menggeleng. “Aku benar-benar enggak menyangka, seorang CEO yang terkenal jenius seperti kamu bisa bersikap impulsif seperti ini.”

Aleandra mendecih dan melipat tangannya di dada. "Oh, jadi kamu mulai membela laki-laki tak tahu diri itu dibandingkan aku, hah?"

Aryesta mengernyitkan keningnya bingung dengan pertanyaan Aleandra yang dia anggap ngawur ini. Bahkan Aryesta terkekeh geli dan menggelengkan kepalanya tak percaya.

Bagaimana mungkin Aleandra bisa melakukan semua ini pada Aryesta yang tidak pernah sekalipun menyingung laki-laki itu.

"Sudah jelas aku akan membela suamiku daripada kamu, Aleandra!" tegas Aryesta dengan tatapan penuh keyakinan, yang entah kenapa sedikit melukai harga diri Aleandra saat ini.

Meski begitu, Aleandra mencoba menguasai dirinya sendiri dan mulai mengejek Aryesta dengan tawa riangnya yang terdengar sangat menyebalkan di telinga Aryesta.

Aleandra bangkit dari kursi kebesarannya, lalu berjalan. Aleandra tak memutus tatapannya dari wajah cantik Aryesta. Dia begitu menikmati raut marah Aryesta. Aleandra melangkah dengan punggung tegap hingga ketukan sepatu dan lantai terdengar nyaring.

“Apakah menurutmu suami pecundangmu itu jauh lebih baik daripada aku, hmh?" Aleandra bertanya sambil mendekat ke arah Aryesta. Satu tangannya direnggangkan, sementara jari-jarinya membuka kancing lengan, untuk kemudian menggulung hingga ke siku. Dia lakukan itu juga pada lengan baju sebelahnya. 

Aleandra berdiri tegak menjulang tepat di depan Aryesta. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku. Dia memringkan kepala. “Aku bahkan tak pernah peduli jika dirimu diceraikan di malam pengantin kalian tadi malam."

Di depannya, Aryesta kesulitan meneguk ludah. “Kalau memang kamu enggak peduli, kenapa semalam mengirimkan video itu, hah?! Bilang, ini hanya permainan kamu kan? Suamiku enggak mungkin bermain belakang dengan adik tiriku! Ini pasti hanya akal-akalan kamu saja!”

“Untuk apa?” Aleandra tertawa. Dia daratkan bokongnya pada meja. Lalu, bersedekap dengan wajah mengejek. Tatapan mata tajam pria tampan itu suka melihat Aryesta tampak putus asa.

“Harusnya kamu berterima kasih padaku, bukan? Aku sudah memberi informasi yang berharga.” Aleandra menggeleng. “Ah, kamu memang enggak pandai berterima kasih sejak dulu.”

“Kamu pikir aku akan percaya?” Aryesta membalas tatapan Aleandra.

“Kalau kamu bisa memilih cara kotor untuk menghancurkanku seperti tadi malam, kamu pun bisa memfitnahnya seperti ini.” Napas Aryesta memburu. “Kamu, CEO terkenal dan berpendidikan tinggi yang ternyata hanya pria rendahan, Aleandra!”

Mata Aleandra berkilat marah. Ada debar tak menyenangkan dalam dadanya. Dia tak senang Aryesta merendahkannya hanya untuk membela Dion. Dia bergerak cepat, mendorong tubuh Aryesta, mengungkung di antara dinding dan tubuhnya sendiri. “Apa kamu bilang, hah?!”

Aryesta terpekik dengan gerakan tiba-tiba. Punggungnya cukup sakit karena terbentur. Dia mendesis nyeri, tetapi berusaha untuk tersenyum. “Apa yang akan orang-orang dan para pemujamu di luar sana katakan, kalau mereka tahu Aleandra Zeygan nyatanya hanya pengusaha rendahan yang menghalalkan segala cara untuk menjatuhkan lawan. Terlebih lawannya hanya seorang perempuan! Apakah kau tidak malu, hah?!"

“Ulangi, Aryesta!” geram Aleandra dengan nada penuh ancaman. “Ulangi, dan kupastikan kamu akan menyesal setelahnya.”

Mata Aryesta berkedip lambat. Entah kenapa, tatapan laki-laki yang menekan tubuhnya ini terasa menakutkan. Ada riak kebencian kentara yang tak bisa dia artikan apa maksudnya. Embusan napas memburu yang menerpa wajahnya membuat Aryesta merinding. Jantungnya berdegup kencang.

“Enggak ada keuntungan yang kudapat dari membohongimu, Aryesta.” Tanpa sadar, Aleandra mencengkeram bahu Aryesta. “Kamu bisa mengeceknya sendiri. Kamu akan dapati suami dan adik tirimu tengah berbagi peluh di sebuah hotel!”

“Ja-jadi ....” Jantung Aryesta kian ribut. Dia menggeleng. “Mas Dion enggak mungkin ngelakuin itu.” Dia menggeliat dari kukungan Aleandra. “Lepaskan aku Aleandra!"

“Tenanglah Aryesta, ini hanya permulaan.” Aleandra bersumpah, ini hanya awal. Aryesta akan mendapatkan hal lain yang lebih menyenangkan nanti. 

Aryesta melotot. “Apa sebenarnya salahku! Kenapa kamu melakukan ini, Aleandra!”

Aleandra tersenyum kecut. “Apa kamu lupa kejadian lima tahun lalu saat kita di London, Aryesta?”

Pupil Aryesta kian membesar. “Lima tahun lalu,” gumamnya.  Lalu, manik indah itu kian melebar kala ingatan membawa ke lima tahun lampau. Yang dia ingat, lima tahun lalu Aleandra kecelakaan. Hanya sebatas itu. Dia juga tak tahu penyebab kecelakaan itu terjadi. “Kecelakaanmu enggak ada hubungannya denganku.”

Sejauh yang Aryesta ingat, lima tahun lalu hanya itu yang terjadi. Sisanya sama sekali tak penting. Jika kecelakaan itu yang sedang Aleandra kaitkan dengan hal yang pria itu lakukan padanya, sungguh tak masuk akal.

Aleandra menekan tubuh Aryesta. “Gara-gara malam itu, aku harus kehilangan perempuan yang kucintai untuk selamanya, kurang ajar!" geram Aleandra. Iris matanya menghunus tepat di mata Aryesta. 

“A-apa?” Aryesta tergagap. Lalu, menyentak napas. “Kamu benar-benar gila! Aku dan kecelakaanmu enggak ada hubungannya sama sekali.” Dia dorong dada Aleandra. “Benar-benar enggak waras kamu!”

Aleandra menggeram. Selalu saja semua tentang Aryesta membuatnya kepayahan mengendalikan diri. Dia rapikan kemeja. Dia kembali ke mejanya. Lalu, tertawa akan pertanyaan perempuan itu. 

“Bukankah kamu enggak percaya?” ejek Aleandra. “Lalu kenapa malah bertanya di mana suami dan adikmu menghabiskan waktu?”

“Katakan saja, Aleandra Zeygan!” Aryesta mengepalkan tangan saat laki-laki di depannya itu justru bersiul. “Aleandra—“

“Akan kukatakan, tapi siapa pun tahu, di dunia ini tak ada yang gratis," sinis Aleandra dengan senyuman miringnya.

Yakin tak akan mendapat jawaban dari Aleandra, Aryesta memilih pergi. Dia akan mencari tahu di mana hotel Dion dan Dinda. Dia bersumpah akan mencari tahu kebenarannya sendiri. 

Berkeliling dari satu hotel ke hotel lain yang dia pikir paling berpeluang didatangi Dion, Aryesta menyerah. Dia meminta pada sopirnya agar kembali ke perusahaan Alra Gruop. 

Tak seperti datang tadi, baik di resepsionis sampai di depan ruangan Aleandra, tak ada yang melarang Aryesta untuk masuk.  Saat membuka pintu, dia dapati Aleandra sedang berdiskusi dengan dua laki-laki tampan. Semuanya kompak menoleh.

Aleandra tertawa. “Ada yang kembali rupanya?”

“Katakan, di mana mereka cek in, Aleandra!" titah Aryesta tak sabar. "Katakanlah sekarang!"

“Kamu tahu informasi dariku tak gratis, bukan?” Alendra terkekeh kian kencang. Dia keluar dari mejanya. Senyum liciknya tersemat kurang ajar. “Bagaimana kalau kamu layani teman-temanku sekarang, dimulai dari melepaskan pakaianmu itu? Setelahnya kuberikan alamat hotel tempat suami dan adik tirimu sekarang?”

Jantung Aryesta berdegup sangat kencang dengan kedua tangan meremat kencang cardigan yang sedang dia pakai. Entah kenapa ada perasaan aneh merayap dalam hati Aryesta saat Aleandra mengatakan hal tersebut.

Aleandra semakin mendekat dan membuka kancing teratas. "Atau ... mau mencoba bersenang-senang denganku lebih dulu, hmh?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status