“Cut! Liman! Ada apa denganmu hari ini? Kamu mau syuting lagi nggak? Jangan tunda waktu semua orang!” Ini adalah ketiga kalinya Jaivyn marah lantaran Liman tidak fokus.Liman melihat ke sisi Jaivyn dengan penuh rasa bersalah. “Maaf, beri aku waktu 10 menit untuk istirahat.”Jujur saja, Liman sungguh tidak habis pikir. Kenapa Lillia bisa memberikan sarung tangan pemberiannya kepada Fanny?Melihat Liman langsung pergi, Jaivyn pun segera mengejarnya dan bertanya dengan suara kecil, “Ada apa? Apa kamu nggak enak badan?”“Bukan, beri aku waktu 10 menit. Aku jamin kondisiku akan seperti biasa lagi.” Nada bicara Liman sangatlah datar. Dia tidak sanggup menyembunyikan rasa sedih di hatinya.Setelah kembali ke ruang istirahat, Liman duduk di atas bangku sembari memejamkan matanya. Dia teringat dengan sarung tangan yang dikenakan Fanny. Emosinya mulai tidak stabil.“Bawakan ponselku.” Tiba-tiba Liman berkata pada asisten yang sedang menuangkan air hangat untuknya.Biasanya Liman sangat jarang me
Fanny menempel di pundak Lillia dengan mesranya. “Sudah nggak begitu bengkak lagi. Setelah selesai syuting, aku akan ke studiomu untuk memesan gaun!”“Boleh.” Lillia langsung tersenyum.Raut wajah Liman sekali muram lagi.Saat Claude datang untuk menjemput Lillia, keningnya spontan berkerut ketika melihat sosok Liman.Setiap harinya bocah itu selalu menempel dengan Lillia. Saat lari pagi, Liman juga sering meliriknya. Kenapa ekspresinya malah jadi seperti ini?Claude yang selalu berwaspada terhadap Liman kembali meningkatkan kewaspadaannya.Tak lama setelah Lillia kembali ke kamarnya, Claude pun masuk. Dia memesan makanan untuk diantar ke kamar.Hanya saja, Claude merasa set makanan hotel ini sangat tidak lezat. Claude duduk di samping Lillia, lalu mulai memijat tangannya.“Aku lagi isi air untuk rendaman.” Lillia berencana melepaskan tangannya.Bagian merah bekas tusukan sudah tidak bengkak dan gatal lagi. Lillia mengisi air di ember hanya untuk merendam kakinya saja.Lillia tidak mer
Keesokan paginya, Jaivyn meliburkan semua orang hari ini.Fanny pergi ke kamar Lillia untuk menggosip.“Dengar-dengar semalam Kak Liman mandi salju semalam. Pakaiannya basah kuyup hingga kulitnya keunguan. Pak Jaivyn bawa dia kembali ke hotel. Dia juga dimarahi dengan kasarnya,” cerita Fanny dengan kedua mata dilebarkan.Sekarang Fanny sedang di usia penuh energik. Jadi, ketika membahas masalah ini, kedua matanya tampak berkilauan.“Mungkin dia lagi cari ilham,” ucap Lillia dengan bingung. Dia sendiri juga tidak mengerti.Seusai mendengar, Fanny pun mengerutkan keningnya. “Jangan-jangan karena dia ada adegan hampir mati, jadi dia ingin menyiksa dirinya, berusaha untuk mendalami perannya?”Lillia menggeleng sembari meminum teh susu hangatnya. Dia merasa sangat nyaman bisa duduk sambil memandang salju dari dalam ruangan.“Sepertinya aku masih kalah jauh kalau dibandingkan sama Kak Liman. Aku pergi dulu.” Fanny segera berdiri.Lillia mengiakan. Dia tidak perlu bekerja hari ini. Jadi, Lill
Claude memeluk Lillia, lalu menyandarkan dagu di atas pundaknya. “Kamu bisa mengatakannya kepadaku berarti kamu peduli dengan pemikiranku. Kamu berharap aku bisa setuju. Nggak seharusnya aku cemburu, kamu jadi nggak senang. Jangan marah lagi, ya?”Kening Lillia spontan berkerut. Dia mendorong Claude, lalu berjalan ke sisi ranjang tanpa bersuara sama sekali. Dia berbaring di atas ranjang, lalu menutup kepalanya dengan selimut. “Aku mau tidur. Jangan bicara lagi.” Lillia tidak ingin berbicara dengan Claude lagi.Semakin Lillia kepikiran dengan kebaikan yang dilakukan Claude, Lillia akan lupa sebenarnya bagaimana posisinya di hati Claude.Dulu Lillia selalu mengikuti apa kemauan Claude. Namun sekarang, berhubung Claude memperlakukannya dengan baik, dia pun berani bersikap dingin terhadap Claude.Claude mengerutkan keningnya, lalu duduk di sofa dengan terdiam. Beberapa saat kemudian, Claude mengambil sarung tangan berjalan ke depan pintu sembari mengirim pesan kepada asisten, menyuruhnya u
Baru saja Lillia membalikkan tubuhnya, terdengar suara serak Liman. “Sebentar.”Lillia spontan membalikkan tubuhnya melihat ke sisinya.Saat melihat Liman melambaikan tangannya, asisten segera meletakkan gelasnya.Asisten berjalan melewat Lillia, lalu berjalan keluar kamar. Tak lupa juga dia menutup pintu kamar.“Aku tuangin minuman buat kamu.” Lillia berjalan ke sisi dispenser.Liman menatap Lillia. Setelah Lillia menyerahkan air kepadanya. Dia baru berkata, “Apa isinya?”“Sup ayam. Aku suruh pihak hotel masak buat kamu.” Lillia menarik kursi ke sisi ranjang. Kali ini, dia baru mengambil sup yang dibawanya.“Aku ingin minum.” Seusai berbicara, Liman kembali batuk-batuk.Lillia mengiakan, lalu membukakan rantang.Setelah Liman menyantap sup hangat itu, dia merasa lebih nyaman sekarang. Tetiba dia bertanya pada Lillia, “Apa kamu sengaja memberi sarung tangan pemberianku kepada Fanny untuk menjalin hubungan baik sama dia? Supaya dia bisa melakukan pesanan di studiomu?”Semuanya seperti y
Lillia memberi tahu pemeran yang lain. Mereka semua pun mengobrol di kejauhan. Setelah berdiri beberapa saat, ponsel Lillia berdering.Panggilan masuk itu adalah panggilan dari Claude. Lillia mengangkat panggilan, lalu berjalan menjauh.“Ada apa?” Nada bicara Lillia sangat dingin.“Akun rahasia Liman sudah dibongkar netizen. Apa tim produksi nggak tahu masalah ini?” Terdengar kekesalan dari nada bicara Claude.Lillia segera meningkatkan kewaspadaannya. “Apa yang terjadi?”“Beberapa hari lalu Fanny mengunggah foto sarung tangan yang dibelinya ke Instagram. Kebetulan Liman juga mengunggah foto sarung tangan itu dengan menggunakan akun rahasianya. Coba kamu tebak apa yang terjadi?” tanya Claude.Sepertinya netizen akan beranggapan mereka sedang berpacaran ….. Tidak! Fanny memberi tahu orang-orang bahwa sarung tangan itu dipinjamkan oleh Lillia. Itu berarti Lillia yang akan digosipkan berpacaran dengan Liman.Sebelumnya hubungan mereka juga pernah diterpa gosip. Jika terjadi masalah sepert
Siapa pun tahu betapa dekatnya hubungan saudara sepupu ini. Claude juga sangat mementingkan orang di hadapannya ini.Lantaran khawatir Lillia akan kedinginan, dia pun menyewa begitu banyak kontainer untuk tim produksi. Saat syuting dimulai, mesin di dalam kontainer pun akan dinyalakan.Lillia tidak menyangka Claude akan datang lagi. Dia sungguh merasa kesal saat ini.Anggota tim produksi berangsur-angsur meninggalkan tempat. Lillia dan Claude berjalan ke dalam kontainer. Lillia duduk di dalam kontainer, lalu bertanya pada Claude, “Bukannya kamu lagi sibuk dengan rapat?”“Sudah selesai. Aku bisa menemanimu di sini sampai malam Hari Raya.” Claude berjalan ke sisi Lillia. Nada bicaranya sangat lembut.Meski sikap Claude kelihatan acuh tak acuh, sebenarnya dia diam-diam sedang mengamati Lillia.Raut wajah Lillia sangatlah datar. “Bagusan kamu pulang saja. Jangan sampai aku ditelepon nenekmu di malam Hari Raya, merusak suasana hatiku saja.”Claude mengerti, memang tidak ada yang salah denga
Setelah selesai berlari, tetiba Liman bertanya pada Lillia, “Emm … apa kakek nenekmu nggak pernah ungkit masalah orang tuamu?”“Nggak pernah, mungkin mereka takut aku akan sedih nantinya. Jadi, mereka nggak bersedia untuk mengatakannya. Aku juga nggak bertanya lagi. Begini cukup bagus, kok.” Lillia menghela napas dengan perlahan.Liman pun mengiakan.Saat Lillia kembali ke lobi hotel, Liman yang masih berada di luar pun mengerutkan keningnya. Apa Claude sebagai kakak sepupu Lillia juga tidak memberitahunya masalah orang tuanya?Claude menunggu Lillia di lobi. Melalui kaca, dapat terlihat bahwa Liman sedang memikirkan sesuatu.Saat Lillia berjalan mendekatinya, Claude pun bertanya, “Banyak sekali obrolan kamu dengan Liman. Apa lagi yang dia katakan sama kamu?”“Nggak ada hubungannya sama kamu. Sudah hampir Hari Raya, kenapa kamu nggak pulang?” Lillia mengelap keringat dengan handuk yang diletakkan di atas pundak.Wajah Lillia tampak memerah, begitu juga dengan lehernya.Claude mengikuti