Rina berjalan menuju mobilnya dengan langkah gemetar. Tangannya seolah tak memiliki tenaga untuk membuka pintu mobil. Dia pun menjatuhkan tubuhnya di kursi mobil dengan air mata yang terus mengalir di pipinya. Dia teringat kata-kata Arya yang begitu dingin. Seolah tak ada beban saat mengucapkan kalimat talak itu. Dia mencoba menyeka air matanya, tetapi tak kuasa menghentikan tangisannya.
"Semoga kamu tidak menyesali keputusanmu, Arya. Dan jika saat itu tiba, aku tidak akan mau memberikan maafku!" lirihnya. Setelah menghela napas panjang, Rina menyalakan mesin mobil. Namun, isak tangisnya tak kunjung reda, yang ada hatinya semakin perih mengingat semua perlakuan Arya tadi. Jalanan di depannya terlihat kabur akibat air mata yang terus mengalir. Berulang kali, dia hampir menabrak pengendara motor di depannya. "Hei, kalau tidak bisa menyetir jangan bawa mobil!" teriak pengendara motor yang hampir dia tabrak. "Maaf-maaf, lain kali saya akan hati-hati." ucap Rina sambil menakupkan tangannya di dada. Meskipun begitu, Rina tetap saja melanjutkan perjalanannya. Rina kembali meratapi nasibnya. Sambil melaju di jalanan, pikirannya terus dipenuhi oleh pertanyaan yang tak kunjung mendapatkan jawaban. "Kenapa Arya tega melakukan hal ini padaku? Apa salahku selama ini? Padahal, aku sudah mencoba menjadi istri yang baik. Dan sejak kapan mereka menjalin hubungan? Kenapa aku tidak tahu? Sejauh itukah hubungan mereka hingga wanita itu sampai hamil? Kenapa semuanya harus berakhir dengan cara seperti ini?" Tangan Rina mencengkeram setir erat-erat. Air mata yang terus mengalir membuat pandangannya jadi kabur. Rina tak mampu mengemudikan mobilnya dengan benar. Suara klakson mobil lain terdengar bersautan. namun Rina yang terlalu larut dalam kesedihannya tak mempedulikan umpatan dan makian pengendara lain. Di perempatan jalan, lampu merah pun menyala. Rina yang tak memperhatiakn jalan kaget saat mobil yang ada di depannya itu tiba-tiba berhenti. Meskipun pedal rem sudah dia injak dengan cepat, namun tetap saja, mobil Rina menghantam bagian belakang mobil mewah itu hingga menimbulkan suara benturan yang cukup keras. Tubuh Rina terdorong ke depan, dadanya menghantam setir dengan keras. Sakit menjalar di sekujur tubuhnya, terutama di bagian dada. Dengan pandangan yang masih kabur dan bingung, Rina berusaha memahami apa yang baru saja terjadi. Jantungnya berdegup kencang, panik karena ternyata, dia telah menabrak mobil orang. "Astaga! Kenapa aku tidak tahu mobil itu berhenti tiba-tiba? Ya Tuhan, bisa jadi masalah ini nanti," gumamnya dengan panik. Rina segera turun dari mobilnya, meskipun tubuhnya masih gemetar hebat. Dia berjalan menuju mobil mewah yang ditabraknya, berharap hanya dengan meminta maaf, semua masalah akan selesai. Namun, saat dia mendekat, seorang pria tampan dengan kacamata hitam sudah berdiri di samping mobilnya. Penampilannya rapi, dan ekspresinya tampak terkejut, namun sedetik kemudian berubah menjadi marah saat melihat bemper belakang mobilnya penyok. "Kamu harus ganti rugi, Nona!" katanya dengan nada tegas, tanpa memberi kesempatan pada Rina untuk menjelaskan. Rina, yang masih terguncang, merasa takut dan bingung sekaligus. "Ini bukan sepenuhnya salah saya! Kenapa kamu berhenti mendadak di sini?" jawabnya berusaha membela diri, meskipun dia tahu dialah yang salah. Pria itu menyipitkan matanya, melangkah lebih dekat ke arahnya. "Apa kamu buta? Ini lampu merah, tentu saja mobilku berhenti! Kamu saja yang melamun dan menabrakku. Sekarang, bagaimana? Mau kita selesaikan di sini, atau kita bawa masalah ini ke kantor polisi?" Mendengar nama kantor polisi membuat Rina menelan ludah kasar, merasa semakin terpojok. Dia tahu ini adalah kesalahannya karena tidak fokus saat berkendara.Namun, dia malas jika harus berurusan dengan polisi. Dan saat ini, dia tidak punya uang cash untuk membayar kerusakan mobil mewah di depannya. "Aku... aku akan mengganti kerugianmu, tapi aku tidak punya uang tunai sekarang. Ini kartu nama saya. Mungkin kita bisa selesaikan dengan cara lain di lain waktu?" tawarnya dengan putus asa.
Pria itu mengangkat alis, tampak penasaran dan sedikit curiga. "Cara lain? Maksudmu apa?" tanyanya dengan nada tajam. Rina tergagap, merasa semakin terpojok. "Mungkin... kita bisa berdiskusi di lain waktu. Aku benar-benar tidak bisa jika harus menyelesaikan semua ini sekarang." Pria itu merasa kesal. Dia pikir, wanita di hadapannya ini sengaja mengulur waktu supaya dia tidak bertanggung jawab atas apa yang dia lakukan. Dan dia tahu trik murahan yang biasa digunakan oleh wanita seperti ini. Berpura-pura tidak bawa uang, ujung-ujungnya menawarkan tubuhnya sebagai gantinya. "Hah! Trik murahan!" Pria itu pun mendekat, dan Rina merasa jantungnya berdegup lebih kencang. Tatapan pria itu berubah, menelisik wajah Rina dari atas hingga ke bawah. Kalau dilihat-lihat, wajah dan tubuh wanita ini boleh juga. Lumayanlah untuk penghilang penatnya. "Cara lain?" Pria itu tersenyum sinis, bibirnya terangkat membentuk smirk. "Apa kamu berniat menyelesaikan ini semua dengan... tubuhmu?" Rina terdiam, merasa tubuhnya membeku seketika. Kata-kata pria itu menusuk seperti duri. Dia tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Apa maksudmu? Kamu pikir, aku wanita murahan yang dengan gampangnya mengobral tubuhku hanya untuk masalah seperti ini?" tanyanya dengan penuh emosi. "Dasar, semua lelaki memang sama berengseknya! Mereka pikir semua wanita itu murahan hingga bisa diajak tidur dengan mudah?!" Rina melampiaskan semua amarahnya pada lelaki di hadapannya ini. Namun anehnya, Pria itu tidak marah padanya. Dia justru tersenyum menyeringai seolah habis memenangkan lotere. Lelaki itu menatapnya tajam membuat Rina menjadi kikuk sendiri. "Baiklah, Nona. Kartu namamu akan aku pegang. Nanti malam, aku tunggu di Hotel X. Jika kamu tidak datang, jangan salahkan aku kalau besok aku akan datang ke kantormu dan memastikan kamu membayar dengan caraku. Selamat tinggal.""Baiklah, Nona. Kartu namamu aku pegang. Nanti malam, aku tunggu di hotel X. Jika kamu tidak datang, jangan salahkan aku jika besok aku akan datang di kantormu dan membuat kamu membayar ganti rugi ini dengan caraku. Selamat tinggal, Nona." Senyum smirk terbit di bibir lelaki tampan itu.' Rina menutup pintu mobilnya dengan penuh kekesalan. Setelah kejadian yang menyakitkan dengan Arya, dia berusaha mengumpulkan kembali hidupnya. Naas, dia justru malah menabrak mobil orang. "Sial, kenapa aku harus bertemu dengan pemuda slengean dan mesum seperti dia!” gerutu Rina sambil mengendarai mobilnya.Namun, pikirannya tak bisa lepas dari wajah pria tersebut. Di balik sifatnya yang begitu ia benci, Rina tak dapat memungkiri kalau wajah pria itu jauh lebih tampan dari Arya.Selang beberapa menit kemudian, Rina sudah sampai di rumah orang tua angkatnya. Selama ini, Arya tidak pernah tahu, jika Rina adalah anak angkat dari pengusaha kaya bernama Claudia. Rina pun merebahkan tubuhnya di kamar
Pandangan Arya tak bisa beralih dari wajah Rina. Wanita yang menemaninya hampir tiga tahun ini. Namun tak pernah sedikitpun dia lihat. Dan kini, wanita itu ada di hadapannya. Rina seolah menjelma menjadi cinderella saat ini.Selama ini, Rina memang selalu berpenampilan sederhana. Jika di rumah, wanita itu selalu memakai daster seperti ibu-ibu yang beranak lima. Namun sekarang, tubuhnya dibalut dengan gaun hitam dan hijab pasmina membuat kecantikan wanita itu meningkat berkali-kali lipat. "Rina?" suara Arya terdengar parau, seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Arya memegang dadanya yang tiba-tiba saja bergetar hebat. Tak hanya Arya yang kaget, Hana pun sama kagetnya melihat mantan istri suaminya ada di acara sebesar ini. Namun, untuk bicara, wanita itu tidak berani. Rina tersenyum tipis, senyum yang penuh rahasia. Arya ingin bertanya lebih banyak, tapi Rian sudah mendahuluinya dengan mengulurkan tangannya. "Rian, teman dekat Rina. Senang bisa bertemu denganmu, Arya." Rian
Hana yang tidak tahan melihat perhatian Arya yang terus tertuju pada Rina langsung menarik lengan Arya. "Arya, sampai kapan kamu terus terpaku pada wanita itu? Dia sudah tidak ada hubungannya denganmu. Apa kamu tidak ingat kenapa kamu meninggalkannya?" Arya hanya diam, matanya tetap terarah pada punggung Rina yang semakin menjauh. "Kamu tidak usah ikut campur urusanku," jawabnya dengan nada dingin. Hana pun tersulut emosinya. "Apa maksudmu, Arya? Apa hanya karena sekarang dia tampak berbeda, kamu jadi lupa semua yang sudah kamu lakukan padanya? Kamu sudah menceraikannya dan memilihku! Dan sekarang, kamu berdiri di sini seolah kamu menyesali keputusanmu?" "Aku tidak butuh ceramah darimu, Hana," potong Arya, matanya tajam menatap wanita itu. "Kamu tidak pernah mengerti apapun tentang Rina. Kamu hanya tahu apa yang ingin kamu lihat." Hana merasa terhina dan marah. "Jadi ini semua salahku, ya? Setelah semua yang aku lakukan untukmu, kamu malah mengabaikanku begitu saja?" Arya me
Setelah pertengkarannya dengan Hana tadi, Arya memutuskan untuk pulang. Dia tidak peduli dengan Hana. Paling juga nanti dia pulang sendiri, begitu pikirnya.Pikiran Arya saat ini masih tertuju pada Rina. Entahlah, sejak melihat dengan sosok yang baru, Arya merasa sesuatu dalam dirinya yang dia sendiri tidak mengerti. Dia seolah tidak rela melepas Rina begitu saja.Saat Arya tiba di rumah, Farida sudah menunggunya di ruang tamu. "Ma, belum tidur," sapa Arya. Farida menatap putranya dengan tatapan tajam. "Arya, kamu pulang sendiri? Mana Hana?" Arya menghela napas panjang, mencoba menjawab dengan suara yang tenang. "Hana… dia tadi pulang sendiri, Ma. Kami… kami tadi sedikit bertengkar." Farida berdiri dari sofa dan menatap Arya dengan marah. "Bertengkar? Arya, kamu sadar nggak kalau Hana itu sedang hamil? Dia hamil cucu Mama! Kamu nggak boleh ninggalin dia begitu saja, kalau sampai terjadi sesuatu sama dia, bagaimana?" Arya hanya menunduk, merasa bersalah, namun tetap tidak bisa mene
"Kamu harus segera menceraikan wanita mandul itu Arya, dan nikahi Hana secara resmi. Mama tidak ingin anak itu lahir tanpa status yang jelas." Arya berjalan mondar-mandir di ruang kerjanya, rasa kesal dan frustasi memenuhi pikirannya. Desakan Farida, ibunya, untuk menceraikan Rina terus terngiang-ngiang di telinganya. Setelah Rina pergi dari rumah, Farida langsung memanggil penghulu untuk menikahkan Arya dan Hana secara agama. Farida tidak ingin ada berita buruk tentang keluarganya jika sampai para tetangga tahu putranya menghamili wanita lain. Sementara Arya, sejak pertemuannya dengan Rina kemarin. Perasaan Arya tiba-tiba berubah. Dia yang semula acuh mendadak peduli. Apalagi, saat melihat perubahan Rina yang begitu drastis membuat lelaki itu seolah tak rela melepas Rina begitu saja. "Kenapa dia bisa berubah secepat itu? Siapa dia sebenarnya?" Pikiran itu terus saja berputar di kepalanya. "Aku harus tahu tentang siapa Rina sebenarnya," gumam Arya. "Jika dia benar-benar kaya,
Arya menghela napas panjang, menatap kosong langit-langit kantornya. Desakan Farida yang terus menginginkannya menceraikan Rina dan menikahi Hana secara resmi membuat hatinya bergejolak. Saat ini, dia tidak mungkin melepas berlian seperti Rina hanya demi menuruti keinginan ibunya.Justru dia berharap, bisa bekerja sama dengan perusahaan Rina. Selain itu menguntungkan untuk perusahaannya, dia juga bisa kembali dekat dengan Rina.Sebagai seorang pria yang biasanya tegas, kali ini Arya merasa bimbang. Keinginannya untuk mengungkapkan kepada sang ibu siapa sebenarnya Rina terus tertahan oleh kekhawatiran akan reaksi Farida yang sangat peduli akan status dan harta."Kamu harus segera menceraikan wanita mandul itu, Arya! Nikahi Hana! Anak itu harus punya status jelas," desak Farida, mengingatkannya pada percakapan beberapa hari yang lalu.Namun, Arya punya rencana lain.---Hari ini, tawa riuh karyawan mewarnai acara ulang tahun perusahaan Arya kali ini. Arya memiliki rencana agar sang mama
Setelah Rina berjalan pergi untuk menyapa tamu lainnya, Farida masih diliputi oleh rasa tidak percaya. Pikirannya terus berputar, mencari alasan logis dari perubahan Rina yang mendadak.Tidak mungkin seorang yang dulunya lusuh dan dekil kini berubah menjadi cìnderella yang cantik dan anggun. "Pasti dia menjual diri begitu Arya menceraikannya kemarin. Dapat uang darimana dia bisa membeli gaun semahal itu?" Sambil mengatur napasnya, Farida melangkah mendekat ke sekelompok tamu yang sedang berbincang, matanya sesekali melirik ke arah Rina dengan pandangan penuh curiga. Di antara para tamu, ia melihat Ibu Laras, salah satu istri pengusaha yang terkenal suka menyebarkan gosip. "Bu Laras!" sapa Farida sambil memeluk wanita itu "Ah, Bu Farida! Lama tak jumpa!" sapa Ibu Laras dengan ramah. Farida tersenyum tipis. “Oh, ya… lama sekali. Sayangnya, malam ini ada pemandangan yang cukup… mengejutkan.” Ibu Laras mengangkat alisnya, sedikit kepo dengan ucapan Farida. "Maksud Ibu apa?" Far
Di luar ruangan pesta, Farida masih terpaku dengan pandangan marah. Tatapannya tajam, namun Arya, yang berdiri di depannya, tidak gentar. Dia menghela napas panjang, berusaha menahan emosi yang kini hampir meledak."Mama, sudah cukup. Perilaku Mama tadi sangat memalukan," ucap Arya dengan nada rendah namun penuh ketegasan."Memalukan?!" Farida mendengus, "Kamu tahu siapa wanita itu, Arya! Dia tak layak dihormati, apalagi di depan para tamu.""Mama," Arya menahan suara agar tetap tenang, "Rina sudah berubah. Dia sekarang sukses, bahkan jauh lebih sukses daripada kita. Mama mungkin tak suka, tapi itulah kenyataannya."Hana, istri Arya yang sejak tadi hanya mendengarkan dari samping, akhirnya angkat bicara. "Kenapa kamu harus membela dia, Arya? Dia kan hanya mantan istrimu. Apa pedulimu padanya?"Arya menatap Hana dengan lelah. "Ini bukan soal peduli atau tidak, Hana. Ini soal harga diri dan cara kita menghormati orang lain. Mau seburuk apa pun pandangan Mama atau kamu tentang Rina, dia
"Keisha Mahendra, kau harus bertanggung jawab atas apa yang telah kau lakukan pada putraku!"Keisha mengerutkan kening. "Apa maksud Anda, Bu? Saya tidak mengerti."Wanita itu mengepalkan tangannya. "Kau menabrak anakku dua tahun lalu. Dia lumpuh! Kau pikir kami hanya akan diam saja? Hari ini, aku datang untuk meminta keadilan!"Jantung Keisha berdegup kencang. Ingatannya beralih pada kejadian dua tahun lalu. Karena mengantuk, dia tak fokus berkendara dan menabrak seorang pengendara motor. Seingat Keisha, dia sudah bertanggung jawab dengan mengobati lelaki itu sampai sembuh. Lalu, kenapa ibunya masih meminta pertanggung jawabannya. "Saya sudah memberikan kompensasi sesuai yang diminta. Bahkan biaya pengobatan dan perawatan putra Anda sudah saya tanggung sepenuhnya," ujar Keisha dengan suara yang tetap tegas.Wanita itu tertawa sinis. "Uang tidak bisa mengembalikan masa depan anakku! Dia kehilangan segalanya. Impiannya hancur! Dia kehilangan pekerjaannya, kekasihnya juga meninggalkanny
"Ma, ini udah dua tahun loh, tapi, kok si Nadin belum memulai aksinya, ya?" tanya Keisha pada sang Bunda.Rina terdiam. Dia sebenarnya juga memikirkan itu, tapi, dia mencoba berpikir positif. "Mungkin, si Nadin udah beneran tobat, Sayang. Sudahlah, kita tidak usah curiga lagi sama dia. Mendingan, kamu urusin hidup kamu yang sudah hampir kepala tiga tapi belum menikah. Apa tidak sebaiknya kamu terima saja perjodohan yang Mama tawarkan kemarin," bujuk Rina yang sebenarnya prihatin dengan nasib putrinya. "Kei pasti akan menikah, Ma. Tapi nanti, setelah anak kunyuk itu benar-benar mendapatkan istri yang baik. Dan Kei yakin, itu bukan Nadin." Wanita itu pun pergi meninggalkan ibunya.Sebenarnya, Keisha sudah muak dijodoh-jodohin sama ibunya. Entahlah, dari semua lelaki yang dijodohkan dengannya, tak ada satupun yang mengena di hatinya. Dan dia nggak mau menikah tanpa cinta.--- "Sayang, aku punya kejutan buat kamu," kata Nadin saat Arfan baru saja bangun.Lelaki itu tersenyum. "Apa?"Nad
Nadin menatap pantulan wajahnya di cermin. Wanita itu kini tampak menawan dengan riasan sederhana. Gaun warna pastel yang melekat di tubuhnya membuatnya terlihat anggun dan cantik. Sudah hampir beberapa bulan ini, dia menjalankan perannya sebagai istri yang baik untuk Arfan. Tak pernah sekalipun dia membantah ataupun melawan apa yang Arfan katakan. Dia juga selalu melayani Arfan dengan baik. Semua yang dikhawatirkan oleh Keisha tak pernah terjadi. Bahkan wanita itu, tak pernah sekalipun mencampuri urusan kantor Arfan. Dan itu membuat Keisha dan Arfan pun bingung. --- Di ruang makan rumah keluarga Mahendra, Rina, Arya, Keisha, dan Arfan tengah menikmati sarapan bersama. Keisha hanya mengaduk kopinya tanpa minat, sementara Arfan menikmati hidangan di hadapannya. Nadin datang membawa semangkuk sup hangat, lalu dengan lembut meletakkannya di depan Arfan. "Sayang, kamu harus makan yang bergizi. Kamu terlihat lelah akhir-akhir ini," ucapnya lembut. Arfan menatapnya sejenak sebelum ter
Mobil mewah berwarna hitam melaju memasuki halaman luas rumah keluarga Mahendra. Matahari mulai tenggelam, mewarnai langit dengan semburat jingga. Arfan duduk di kursi pengemudi dengan rahang mengeras, sementara di sebelahnya, Nadin tersenyum tipis. “Kau yakin ingin melakukan ini?” tanya Nadin, suaranya lembut, tapi ada nada mengejek yang terselubung. Arfan menatap lurus ke depan. “Aku tidak punya pilihan.” Nadin mengangkat bahu, “Kalau begitu, ayo masuk. Aku tidak sabar melihat reaksi mereka.” Arfan mengepalkan tangannya, tapi tak berkata apa-apa. Ia keluar dari mobil, lalu berjalan ke sisi lain untuk membuka pintu bagi Nadin. Wanita itu turun dengan anggun, mengenakan gaun sederhana berwarna biru muda. Matanya berbinar penuh kemenangan. Ketika pintu rumah terbuka, mereka langsung disambut oleh seorang pelayan yang terkejut melihat siapa yang datang. “Tuan Arfan…?” Namun, sebelum pelayan itu bisa mengatakan lebih jauh, suara langkah kaki tergesa-gesa terdengar dari dalam rum
"Ugghh, dimana aku?"Arfan merasa kepalanya berat. Penglihatannya masih buram saat matanya terbuka perlahan. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali, mencoba memahami di mana dirinya berada. Aroma parfum lembut menyengat hidungnya, bercampur dengan bau alkohol.Arfan melihat ke samping, tubuhnya menegang seketika saat melihat wanita yang polos tanla sehelai benang pun ada di sampingnya. Wanita itu sedang tertidur lelap dengan selimut yang membalut tubuhnya.Jantung Arfan berdegup kencang. Apa yang terjadi semalam?Ia mencoba mengingat, tapi kepalanya berdenyut nyeri.Lalu, ingatan samar-samar mulai muncul...Nadin mengajaknya makan malam di rumahnya. Ia menolak awalnya, tapi melihat ketulusan Nadin yang ingin meminta maaf, Arfan akhirnya setuju.Namun, setelah beberapa gigitan makanan, tubuhnya tiba-tiba terasa panas. Dadanya berdebar lebih cepat dari biasanya. Suhu tubuhnya meningkat dan pikirannya mulai kacau.Arfan memegang kepalanya yang terasa berat. Astaga… ada sesuatu dalam maka
"Kamu dimana, Arfan?" gumam Keisha saat teleponnya tidak diangkat oleh sang adik. Keisha khawatir, karena adiknya itu tiba-tiba menghilang sejak peristiwa di restoran malam itu. Apalagi, tak satupun pesan dan teleponnya dijawab oleh Arfan membuat wanita semakin merasa cemas. Keisha duduk di ruangannya dengan wajah masam. “Arfan benar-benar bertingkah sekarang.” Rina masuk ke kantor putrinya dengan membawa dua cangkir kopi. “Berilah dia waktu, Keisha. Luka karena kebohongan itu tidak mudah disembuhkan.” Keisha menghela napas berat. “Aku tidak suka ini, Mom. Aku takut Arfan akan kembali ke Nadin dan itu akan menjadi bencana buat kita. Apalagi, jika Nadin benar-benar menuruti kemauan ibunya untuk menghancurkan kita.” Rina menatap putrinya dengan lembut. “Cinta tidak bisa dipaksakan Keisha. Jika Arfan memang mencintai Nadin, maka kita harus mempercayainya.” Keisha menatap ibunya dengan ragu. “Tapi bagaimana kalau ini jebakan Karina?” Rina menghela napas. “Itulah yang harus
Malam ini, Arfan mengajak Nadin makan malam romantis di sebuah restoran mewah. Ia berencana melamar wanita yang dicintainya itu. “Nadin, aku ingin membangun masa depan bersamamu. Aku ingin kita menikah.” Kata Arfan sambil menatap Nadin penuh harap. Nadin terdiam. Wajahnya pucat, tangannya gemetar. Namun, sebisa mungkin, dia merubah wajahnya kembali seperti semula."Aku akan bilang sama Mama, dulu," ucapnya gugup.Arfan pun mengangguk. "Sabtu besok, kita akan bicarakan masalah ini dengan kedua orang tuamu dan ibumu. Kita bertemu di resto Gama."Malam itu, di restoran mewah di pusat kota, pertemuan dua buah keluarga telah digelar. Mereka akan membahas tentang pertunangan Arfan dan Nadin.Rina dan Arya duduk berdampingan, menatap calon menantu mereka dengan penuh rasa ingin tahu. Keisha, yang masih sedikit curiga pada Nadin, duduk dengan sikap waspada."Jadi, Nadin," Arya membuka percakapan, "bisakah kau ceritakan sedikit tentang keluargamu?"Nadin tersenyum tipis, tetapi tangannya ter
20 Tahun Kemudian"Kak, bagaimana Mahendra?" tanya Arya pada sang putri saat mereka sedang sarapan.Sebelum memjawab, wanita berusia 28 tahun itu melirik adiknya. "Sejauh ini aman sih, Pa. Hanya saja, Arfan selalu santai dalam mengerjakan apapun. Entah bagaimana proyek Arkana di tangannnya."Arya memang sangat memanjakan Arfan. Lelaki itu selalu meminta bantuam sang ayab saat melakukan kesalahan."Bagaimana, Dek? Apa proyek Arkana berjalan dengan lancar? Ingat, jangan sampai kamu melakukan kesalahan," Arya mengingatkan putra semata wayangnya."Beres, Pa. Papa tenang saja, proyek ini pasti berhasil," sahut pemuda berusia 24 tahun itu.Meski ada rasa iri di hatinya karena sang kakak yang hanya menaruhnya di perusahaan cabang, tetapi, Arfan tidak berani protes. Karena baik sang ayah maupun sang ibu tak pernah mengizinkan dia memegang kantor pusat.---Di Kantor Mahendra Corp.Keisha duduk di ruangannya, menatap laporan keuangan sambil menghela napas panjang. Ia lalu menekan tombol interk
"Sayang, kata dokter, supaya kamu cepat melahirkan, kamu harus sering-sering colek aku. Nih coba lihat video-nya dokter yang viral itu!" kata Arya sambil menunjukkan salah satu video di tok tok.Rina mengerutkan dahinya. "Bilang aja kamu lagi pengen. Pake kata dokter segala," sindir Rina.Arya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Hehehe, kamu tahu aja."Rina pun tersenyum. Lalu masuk ke dalam kamar. Dia memang sudah mempersiapkan diri, ingin memberikan suaminya servis terbaik sebelum lelaki itu harus berpuasa lama setelah dia melahirkan.Tak lama, Rina pun keluar dengan gaun satin tanpa lengan yang pendek dengan pose yang begitu menantang. "Baby, wanna play?"Arya pun tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Lelaki itu langsung menggendong istrinya ke kamar kemudian menaruhnya di ranjang."Mencoba menggodaku? Hhhmm?"Rina hanya tersenyum. Kemudian menarik Arya dan menyatukan bibir mereka. Tak lama, suara erangan dan desahan menggema di seluruh ruangan.Saat di tengah permainan, Rina sudah