"Baiklah, Nona. Kartu namamu aku pegang. Nanti malam, aku tunggu di hotel X. Jika kamu tidak datang, jangan salahkan aku jika besok aku akan datang di kantormu dan membuat kamu membayar ganti rugi ini dengan caraku. Selamat tinggal, Nona." Senyum smirk terbit di bibir lelaki tampan itu.'
Rina menutup pintu mobilnya dengan penuh kekesalan. Setelah kejadian yang menyakitkan dengan Arya, dia berusaha mengumpulkan kembali hidupnya. Naas, dia justru malah menabrak mobil orang. "Sial, kenapa aku harus bertemu dengan pemuda slengean dan mesum seperti dia!” gerutu Rina sambil mengendarai mobilnya.Namun, pikirannya tak bisa lepas dari wajah pria tersebut. Di balik sifatnya yang begitu ia benci, Rina tak dapat memungkiri kalau wajah pria itu jauh lebih tampan dari Arya.
Selang beberapa menit kemudian, Rina sudah sampai di rumah orang tua angkatnya. Selama ini, Arya tidak pernah tahu, jika Rina adalah anak angkat dari pengusaha kaya bernama Claudia. Rina pun merebahkan tubuhnya di kamar sambil berusaha memejamkan matanya. Besok, dia akan memulai harinya tanpa Arya. Dan dia harus bisa survive. Keesokannya, Rina langsung menelepon pengacaranya setelah dia sarapan. Dia juga mulai menyuruh pengacaranya untuk melakukan sesuatu yang mungkin, bisa sedikit memberikan shock terapi buat Arya dan selingkuhannya itu. Selesai dengan urusan pengacara, Rina langsung menuju ke perusahaannya. “Bodoh sekali aku, mengorbankan semuanya hanya demi lelaki pengkhianat seperti Arya. Aku pastikan, setelah ini, kamu akan menyesal, Arya!” gerutu Rina sepanjang perjalanan menuju ke kantor. Saking kesalnya dengan Arya, Rina sampai lupa, kalau tadi malam, harusnya dia dinner sama lelaki yang dia tabrak mobilnya. Rina pun masuk ke dalam ruang kerjanya yang telah lama dia tinggalkan. Shena sang asisten menyambut kedatangan Rina dengan suka cita. Sudah lama juga dia merindukan kehadiran bos barunya ini. “Shena, tolong kamu bawa semua laporan yang aku inginkan, ya. Aku akan memeriksanya,” perintah rina yang diangguki oleh sang asisten. Tak lama setelah itu, Shen datang dengan membawa setumpuk map yang dia taruh di hadapan Rina. Wanita cantik itu pun mulai membula satu per satu map itu. Setelah berjam-jam bekerja, Rina merasa lelah namun puas. Dia baru saja memeriksa laporan perusahaan selama tiga tahun ini. Biasanya, Shena yang melakukannya. Saat dia bersiap untuk meninggalkan kantor, dia tiba-tiba melihat sosok pria yang dikenalnya—pria yang mobilnya dia tabrak. Pria itu berdiri di lobi dengan penampilan yang sama sekali tidak berubah: kacamata hitam, jas rapi, dan ekspresi percaya diri. Hatinya berdebar. “Rina, kan?” sapanya dengan senyuman lebar, seolah-olah dia sudah tidak sabar untuk menemui Rina. “Aku datang untuk membahas ganti rugi yang kita bicarakan kemarin.” Rina menghela napas dalam-dalam, berusaha untuk tetap tenang. “Aku sudah bilang, aku akan mengganti kerugianmu. Tapi aku tidak memiliki uang tunai saat ini. Kita bisa menyelesaikannya nanti.” "Baiklah, karena kamu tidak mau menemuiku di hotel kemarin, nanti malam, kamu harus menemaniku datang ke pesta sahabatku. Ingat, dandan yang rapi, jangan membuatku malu, atau aku akan mengambil mobilmu sebagai gantinya," ancam pemuda tampan itu kemudian pergi dari kantor Rina. Rina mendesah. "Hah! Sepertinya aku akan susah menghindar lagi." Tepat pukul 5 sore, pemuda itu sudah menunggu di depan kantor Rina. Dia lalu menarik tubuh Rina ke dalam mobilnya tanpa peduli dengan rengekan wanita yang telah mencuri hatinya ini. "Memang acaranya jam berapa? Kenapa jam segini kamu sudah menjemputku?" protes Rina. "Tidak usah banyak tanya! Aku harus sedikit memoles wajahmu. Bisa malu aku kalau membawamu dalam keadaan seperti ini," ocehnya. Rina pun dibawa ke salon untuk dipermak sekaligus mencari gaun yang senada dengan jas Rian. Salon itu juga menyewakan gaun pesta untuk customernya. Satu jam kemudian, Rina sudah berubah menjadi cinderella. Rian cukup puas dengan hasil kerja perias disana. Setelah itu, Rian pun membawa Rina di sebuah hotel tempat salah satu kliennya yang menikah. Mereka datang paling akhir hingga menjadi pusat perhatian hampir seluruh tamu. Rina berdiri kikuk di sebelah Rian, pria yang begitu asing namun kini berhasil menyeretnya ke dalam pusaran masalah baru. Gaun elegan berwarna emerald yang melekat di tubuhnya terasa seperti kostum yang memaksa dia untuk menjadi seseorang yang bukan dirinya. Sepatu hak tinggi yang dikenakannya membuatnya berjalan sedikit kaku, tetapi tak ada pilihan. Rian tidak memberinya waktu untuk protes. Rian melingkarkan lengannya di pinggang Rina, menciptakan jarak yang tak mungkin dihindari. Pria itu memiringkan wajahnya, berbisik di telinga Rina dengan nada menggoda. "Jangan tegang, Nona. Malam ini, kamu pacarku. Mainkan peranmu dengan baik," ucapnya seraya tersenyum penuh percaya diri. Rina memutar bola matanya. "Aku tidak ingat ada kesepakatan untuk ini." Rian hanya terkekeh, mengabaikan protes kecil Rina. Saat mereka melangkah ke dalam ballroom hotel yang mewah, semua mata tertuju pada mereka. Beberapa tamu mulai berbisik, seolah bertanya-tanya siapa wanita cantik yang datang bersama Rian. "Siapa wanita itu? Kekasih baru Rian?" gumam seorang tamu kepada temannya. Rina bisa merasakan jantungnya berdegup lebih cepat. Ia tidak terbiasa menjadi pusat perhatian, dan perasaan canggung mulai menyerangnya. Namun, Rian menggenggam tangannya erat, seolah mengingatkannya untuk tetap tenang. "Kita sudah terlanjur jadi pusat perhatian," bisik Rian di telinganya. "Lebih baik kita nikmati malam ini." “Ini gila,” gumam Rina sambil menyipitkan mata ke arah Rian. Rian hanya tersenyum dan menggenggam tangan Rina lebih erat. “Tenang saja, kamu terlihat luar biasa malam ini. Mereka cuma iri.” Mereka berjalan menuju area tengah di mana pasangan pengantin sedang menyapa para tamu. Saat itulah mata Rina menangkap sosok Arya di antara kerumunan. Arya bersama seorang wanita yang sangat cantik, dengan gaun merah yang menonjolkan kecantikan alaminya. Mereka tampak akrab dan tertawa bersama. Wanita itu adalah Hana. Jujur, ada rasa sesak di dada Rina melihat kebersamaan mereka. Dia tak pernah menyangka, pernikahannya dengan Arya, hancur begitu saja oleh kehadiran wanita lain. Rian mencari objek yang dilihat oleh Rina. Pandangan lelaki itu terpusat pada pengusaha muda yang sukses bernama Arya. “Kamu kenal lelaki itu?” tanya Rian “Tidak,” jawab Rina singkat sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain. Rian terkekeh. Dia sudah paham dengan sifat wanita. Dimana apa yang dia katakan selalu bertolak belakang dengan hatinya. “Let me guess! Dia mantan kekasihmu?” Tebakan Rian membuat Rina tersenyum kecil. “Baiklah, mari kita kesana, biar kamu tahu sendiri siapa dia?” Rina dan Rian pun langsung mendekati Arya dan juga beberapa pengusaha lainnya. Pandangan mereka bertemu saat Rina berada di hadapan Arya. Mata lelaki itu membola, tak percaya dengan apa yang dia lihat. “Rina?” Arya tampak terkejut ketika pandangannya bertemu dengan Rina.Pandangan Arya tak bisa beralih dari wajah Rina. Wanita yang menemaninya hampir tiga tahun ini. Namun tak pernah sedikitpun dia lihat. Dan kini, wanita itu ada di hadapannya. Rina seolah menjelma menjadi cinderella saat ini.Selama ini, Rina memang selalu berpenampilan sederhana. Jika di rumah, wanita itu selalu memakai daster seperti ibu-ibu yang beranak lima. Namun sekarang, tubuhnya dibalut dengan gaun hitam dan hijab pasmina membuat kecantikan wanita itu meningkat berkali-kali lipat. "Rina?" suara Arya terdengar parau, seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Arya memegang dadanya yang tiba-tiba saja bergetar hebat. Tak hanya Arya yang kaget, Hana pun sama kagetnya melihat mantan istri suaminya ada di acara sebesar ini. Namun, untuk bicara, wanita itu tidak berani. Rina tersenyum tipis, senyum yang penuh rahasia. Arya ingin bertanya lebih banyak, tapi Rian sudah mendahuluinya dengan mengulurkan tangannya. "Rian, teman dekat Rina. Senang bisa bertemu denganmu, Arya." Rian
Hana yang tidak tahan melihat perhatian Arya yang terus tertuju pada Rina langsung menarik lengan Arya. "Arya, sampai kapan kamu terus terpaku pada wanita itu? Dia sudah tidak ada hubungannya denganmu. Apa kamu tidak ingat kenapa kamu meninggalkannya?" Arya hanya diam, matanya tetap terarah pada punggung Rina yang semakin menjauh. "Kamu tidak usah ikut campur urusanku," jawabnya dengan nada dingin. Hana pun tersulut emosinya. "Apa maksudmu, Arya? Apa hanya karena sekarang dia tampak berbeda, kamu jadi lupa semua yang sudah kamu lakukan padanya? Kamu sudah menceraikannya dan memilihku! Dan sekarang, kamu berdiri di sini seolah kamu menyesali keputusanmu?" "Aku tidak butuh ceramah darimu, Hana," potong Arya, matanya tajam menatap wanita itu. "Kamu tidak pernah mengerti apapun tentang Rina. Kamu hanya tahu apa yang ingin kamu lihat." Hana merasa terhina dan marah. "Jadi ini semua salahku, ya? Setelah semua yang aku lakukan untukmu, kamu malah mengabaikanku begitu saja?" Arya me
Setelah pertengkarannya dengan Hana tadi, Arya memutuskan untuk pulang. Dia tidak peduli dengan Hana. Paling juga nanti dia pulang sendiri, begitu pikirnya.Pikiran Arya saat ini masih tertuju pada Rina. Entahlah, sejak melihat dengan sosok yang baru, Arya merasa sesuatu dalam dirinya yang dia sendiri tidak mengerti. Dia seolah tidak rela melepas Rina begitu saja.Saat Arya tiba di rumah, Farida sudah menunggunya di ruang tamu. "Ma, belum tidur," sapa Arya. Farida menatap putranya dengan tatapan tajam. "Arya, kamu pulang sendiri? Mana Hana?" Arya menghela napas panjang, mencoba menjawab dengan suara yang tenang. "Hana… dia tadi pulang sendiri, Ma. Kami… kami tadi sedikit bertengkar." Farida berdiri dari sofa dan menatap Arya dengan marah. "Bertengkar? Arya, kamu sadar nggak kalau Hana itu sedang hamil? Dia hamil cucu Mama! Kamu nggak boleh ninggalin dia begitu saja, kalau sampai terjadi sesuatu sama dia, bagaimana?" Arya hanya menunduk, merasa bersalah, namun tetap tidak bisa mene
"Kamu harus segera menceraikan wanita mandul itu Arya, dan nikahi Hana secara resmi. Mama tidak ingin anak itu lahir tanpa status yang jelas." Arya berjalan mondar-mandir di ruang kerjanya, rasa kesal dan frustasi memenuhi pikirannya. Desakan Farida, ibunya, untuk menceraikan Rina terus terngiang-ngiang di telinganya. Setelah Rina pergi dari rumah, Farida langsung memanggil penghulu untuk menikahkan Arya dan Hana secara agama. Farida tidak ingin ada berita buruk tentang keluarganya jika sampai para tetangga tahu putranya menghamili wanita lain. Sementara Arya, sejak pertemuannya dengan Rina kemarin. Perasaan Arya tiba-tiba berubah. Dia yang semula acuh mendadak peduli. Apalagi, saat melihat perubahan Rina yang begitu drastis membuat lelaki itu seolah tak rela melepas Rina begitu saja. "Kenapa dia bisa berubah secepat itu? Siapa dia sebenarnya?" Pikiran itu terus saja berputar di kepalanya. "Aku harus tahu tentang siapa Rina sebenarnya," gumam Arya. "Jika dia benar-benar kaya,
Arya menghela napas panjang, menatap kosong langit-langit kantornya. Desakan Farida yang terus menginginkannya menceraikan Rina dan menikahi Hana secara resmi membuat hatinya bergejolak. Saat ini, dia tidak mungkin melepas berlian seperti Rina hanya demi menuruti keinginan ibunya.Justru dia berharap, bisa bekerja sama dengan perusahaan Rina. Selain itu menguntungkan untuk perusahaannya, dia juga bisa kembali dekat dengan Rina.Sebagai seorang pria yang biasanya tegas, kali ini Arya merasa bimbang. Keinginannya untuk mengungkapkan kepada sang ibu siapa sebenarnya Rina terus tertahan oleh kekhawatiran akan reaksi Farida yang sangat peduli akan status dan harta."Kamu harus segera menceraikan wanita mandul itu, Arya! Nikahi Hana! Anak itu harus punya status jelas," desak Farida, mengingatkannya pada percakapan beberapa hari yang lalu.Namun, Arya punya rencana lain.---Hari ini, tawa riuh karyawan mewarnai acara ulang tahun perusahaan Arya kali ini. Arya memiliki rencana agar sang mama
Setelah Rina berjalan pergi untuk menyapa tamu lainnya, Farida masih diliputi oleh rasa tidak percaya. Pikirannya terus berputar, mencari alasan logis dari perubahan Rina yang mendadak.Tidak mungkin seorang yang dulunya lusuh dan dekil kini berubah menjadi cìnderella yang cantik dan anggun. "Pasti dia menjual diri begitu Arya menceraikannya kemarin. Dapat uang darimana dia bisa membeli gaun semahal itu?" Sambil mengatur napasnya, Farida melangkah mendekat ke sekelompok tamu yang sedang berbincang, matanya sesekali melirik ke arah Rina dengan pandangan penuh curiga. Di antara para tamu, ia melihat Ibu Laras, salah satu istri pengusaha yang terkenal suka menyebarkan gosip. "Bu Laras!" sapa Farida sambil memeluk wanita itu "Ah, Bu Farida! Lama tak jumpa!" sapa Ibu Laras dengan ramah. Farida tersenyum tipis. “Oh, ya… lama sekali. Sayangnya, malam ini ada pemandangan yang cukup… mengejutkan.” Ibu Laras mengangkat alisnya, sedikit kepo dengan ucapan Farida. "Maksud Ibu apa?" Far
Di luar ruangan pesta, Farida masih terpaku dengan pandangan marah. Tatapannya tajam, namun Arya, yang berdiri di depannya, tidak gentar. Dia menghela napas panjang, berusaha menahan emosi yang kini hampir meledak."Mama, sudah cukup. Perilaku Mama tadi sangat memalukan," ucap Arya dengan nada rendah namun penuh ketegasan."Memalukan?!" Farida mendengus, "Kamu tahu siapa wanita itu, Arya! Dia tak layak dihormati, apalagi di depan para tamu.""Mama," Arya menahan suara agar tetap tenang, "Rina sudah berubah. Dia sekarang sukses, bahkan jauh lebih sukses daripada kita. Mama mungkin tak suka, tapi itulah kenyataannya."Hana, istri Arya yang sejak tadi hanya mendengarkan dari samping, akhirnya angkat bicara. "Kenapa kamu harus membela dia, Arya? Dia kan hanya mantan istrimu. Apa pedulimu padanya?"Arya menatap Hana dengan lelah. "Ini bukan soal peduli atau tidak, Hana. Ini soal harga diri dan cara kita menghormati orang lain. Mau seburuk apa pun pandangan Mama atau kamu tentang Rina, dia
“Sudah berapa tahun kalian menikah, tapi, kenapa sampai sekarang kamu belum juga hamil? Apa gunanya kamu jadi istri?” ucap Farida dengan suara dingin dan ketus. Matanya menyipit, menatap tajam perut Rina seolah menunggu jawaban yang sudah lama diinginkannya. Mendengar ucapan sang mertua membuat wajah Rina mendadak tegang. Meskipun di hadapannya tersedia berbagai makanan lezat, namun tak ada sedikit pun rasa lapar dalam dirinya. Sementara, Arya, suaminya, duduk dengan tenang tanpa peduli ocehan sang mama. Malam ini adalah malam yang selalu dihindari oleh Rina—makan malam di rumah mertua, di bawah tatapan tajam Farida, ibu Arya. "Jawab Rina! Jangan hanya diam dan menundukkan kepala saja!" Kali ini, Farida kembali menekannya Rina menelan ludahnya kasar, merasakan tenggorokannya kering. Di sudut matanya, dia bisa melihat Arya hanya diam, tak berniat sedikit pun untuk membela. “Maaf, Ma, aku dan Mas Arya sudah berusaha, tapi mungkin memang belum diberi,” jawab Rina dengan suara pelan, me