Pagi itu seperti biasa Kalea membuat sarapan untuk dirinya dan suaminya yang akan berangkat kerja ke kantor, ia sudah menyajikan menu favorit suaminya seperti biasanya. Key datang dengan wajah datar, seakan ia bosan dengan suasana rumahnya.
"Apa kamu akan pulang terlambat lagi?" tanya Kalea dengan nada lembutnya. "Hem." Singkatnya. Kalea tak heran dengan sikap suaminya yang cuek dan berubah padanya, tapi Kalea sungguh menghindari perdebatannya karena tak mau rumah tangganya hancur atas sikap keegoisannya. Saat akan memulai sarapan tiba-tiba bell rumah mereka berbunyi, segera tanpa menunggu Kalea menuju ke pintu untuk membukakan pintu rumahnya. Plaaaaak! Baru saja membuka pintu rumah sebuah tamparan melayang ke wajahnya, wanita itu menatap Kalea dengan penuh kemarahan. Bukan pemandangan baru bagi Kalea, ia sudah terbiasa di perlakukan oleh Ibu mertuanya seperti ini. "Aku sudah sangat muak memiliki menantu sepertimu! Sudah empat tahun menikah kenapa belum memiliki anak, atau kamu wanita pembawa sial yang tak bisa memberikan keturunan pada putraku huh!" Amarah Ibu mertua Kalea yang selalu saja melampiaskan amarah pada menantunya itu. Kalea hanya diam, ia tak berani berkata-kata karena semuanya percuma tak ada yang mendengarkan dirinya, tak ada yang membela dirinya walaupun suaminya sendiri. Semuanya telah berubah sejak dua tahun lalu, Kalea selalu menjadi sasaran suami atau mertuanya jika ada hal yang menyangkut pautkan tentang keturunan. "Lebih baik aku meminta Kay untuk menikah lagi, dan harus membuang jauh wanita pembawa sial ini jauh dari kehidupannya!" Melangkah pergi meniggalkan Kalea yang tetap terpaku di tempat. Kay hanya menatap istrinya tanpa rasa welas asih, ia tak peduli lagi tentang Kalea wanita yang berstatus sebagai istrinya. Sungguh sangat mengenaskan kehidupan rumah tangganya, wanita itu bertahan di tempat yang begitu menyakiti dirinya bukan hanya batin tapi juga fisik. Wanita paruh baya itu berjalan masuk menghampiri putranya tanpa memperdulikan menantunya, beliau duduk untuk menyantap sarapan pagi yang sudah di sediakan di meja. Sedangkan Kalea berjalan menuju meja makan setelah menutup pintu, ia duduk di sebelah suaminya. "Kay, ibu akan mengatur pertemuan mu dengan putri teman ibu. Kau pasti akan sangat menyukai gadis itu," ujar ibu Kay yang terang-terangan ingin menjodohkan putranya dengan wanita lain. "Tidak, kali ini aku sudah memilih sendiri. Ibu tenang saja, pasti aku akan memiliki seorang anak," kata kay yang tak memperdulikan perasaan istrinya. "Bu-bukankah kamuberjanji untuk tidak menikah atau memiliki anak dari wanita lain selama pernikahan kita utuh," kata Kalea ingin membela dirinya. Kay dan Ibunya tertawa mendengar ucapan Kalea, keduanya menghentikan kegiatannya. Kay menatap ke arah istrinya, "Kita akan bercerai, segera. Karena aku sudah muak denganmu, kamu wanita pembawa sial yang tak bisa memberikan keturunan padaku." Dengan nada dingin. "Dan aku sudah sangat membencimu, tak ada lagi rasa suka atau cinta. Aku sangat menyesal menikahi mu waktu itu, sangat membuang-buang waktu dengan wanita yang tak bisa melahirkan anak untukku," imbuhnya. Deeeeeeg! Kalea sampai menutup telinganya, karena baginya kata-kata itu sangat menyakitkan untuknya walaupun sudah sering kali terdengar. Kali ini ia tak bisa lagi menahan emosinya, ia selalu diam ketika kata-kata itu di ucapkan oleh suami dan orang tuanya. "Cukup!" Teriak Kalea di depan suami dan ibu mertuanya untuk pertama kalinya. "Hei kamu, jangan jadi menantu ku ..." "Jangan panggil aku menantumu lagi Bu, bukankah putramu bilang akan menceraikan ku? Dan Ibu juga bilang sendiri akan mencarikan dia wanita lain yang bisa memberikan keturunan, baik aku terima semuanya. Karena aku sudah cukup menderita dengan hinaan dan sikap kasar kalian yang semena-mena terhadapku, aku akan menerima perceraian ini karena aku juga sudah tahu jika Kay selingkuh dariku. Mengkhianati pernikahan yang sakral," ucap Kalea dengan berani. Kalea bangkit dari duduknya, dan langsung meninggalkan area meja makan. Namun Kay bicara dengan lantang, hingga membuat langkah wanita itu terhenti. "Kamu! Wanita tak tahu di untung, bersyukur aku tak menceraikan mu dua tahun lalu! Bagus jika kau tahu aku selingkuh, aku tak akan menutupinya lagi darimu!" Teriak Kay sembari menatap tajam ke arah Kalea. "Aku tunggu surat cerai yang perlu aku tandatangani." Kalea pergi menuju kamarnya, memang sudah satu bulan ini mereka pisah kamar karena Kay tak mau lagi sekamar dengan istrinya itu. Ibu kay merasa senang karena akhirnya putranya mendengarkannya, bagi beliau Kalea wanita yang tak punya arti apapun karena tak bisa memberikannya cucu. "Cepat ceraikan dia, Ibu sudah tak tahan dengannya. Dan bawa kerumah wanita yang kau maksud tadi, Ibu ingin bertemu." Senyum beliau. "Baiklah, aku akan membawa kerumah nanti. Dan akan aku urus perceraian dulu dengannya, karena aku sudah sangat muak," ujar Kay yang seraya menyimpan kebencian pada istrinya. Sementara itu ... Sementara Kalea berada di kamarnya, ia berada di sudut ranjangnya dimana tengah meredam tangisnya agar suaranya tak terlalu keras. Hati wanita mana yang tak hancur dengan sebuah perceraian dalam rumah tangganya, tapi ia tak mampu lagi menahan semuanya tanpa ada tempat ia bersandar. "Kenapa aku yang selalu mereka salahkan, apa mereka tahu yang sebenarnya. Aku bisa memiliki keturunan, tapi memang Tuhan belum mengijinkan itu padaku. Kenapa hanya aku yang tersiksa disini, kenapa Kay tak mau berjuang bersama." Dengan sesenggukan. "Baiklah jika perceraian yang dia inginkan, karena sudah memliki wanita lain. Tak apa, aku bukan wanita lemah aku hanya terluka oleh pria yang salah," ucapnya lagi. "Tapi bagaimana jika Ayah bangun dan bertanya tentang pernikahanku, apa yang harus aku katakan padanya." Kalea bingung jika Ayahnya pulih nanti, namun hatinya tak bisa berbohong jika ia juga sudah tak ingin bertahan lagi dengan rumah tangga ini. "Ayah, maafkan aku. Maafkan puteri mu ini, aku akan kembali kerumah. Maafkan aku Ayah, Ibu, mungkin aku belum menjadi istri yang baik." Wanita itu bangkit menuju ke kamar mandi, dan membasuh wajahnya dari derasnya air mata untuk beberapa menit lalu. Setelahnya ia mengambil koper besar miliknya, menuju ke arah lemari untuk mengemasi pakaiannya, dan juga beberapa barang miliknya. "Aku tak akan membawa barang yang dia berikan padaku, aku hanya akan membawa barang yang aku beli dari hasil uangku." Mulai mengambil pakaian juga barang-barang miliknya saja, dan meninggalkan pemberian dari Kay selama pernikahannya. Jika ia membawanya pasti sudah jelas Ibu Kay akan mengomel, bahkan bisa merendahkan Kalea dengan kalimat yang sangat menyakitkan lagi. Ia akan pulang kerumah orang tuanya, walaupun di sana lama tak di tinggali atau kosong. Karena Ibu Kalea meninggal satu tahun lalu, sedangkan Ayahnya masih koma dan tengah di rawat dirumah sakit. Kalea adalah anak tunggal, dia tak memiliki saudara atau bahkan keluarga. Karena orang tuanya adalah warga pendatang, dan sedikitpun Kalea tak pernah tahu keluarga dari kedua orang tuanya. Namun ia tak pernah mengeluh sedikitpun tentang kehidupannya, seakan ia menjalaninya seperti aliran air yang mengalir saja. "Baiklah, semuanya sudah beres. Aku akan segera pergi, semakin cepat akan semakin baik." Meyakinkan dirinya sendiri. Dengan pakaian rapih Kalea keluar dari kamarnya, ia menarik koper besar bersamanya. Kay melihat istrinya itu membawa koper, senyum lebar menghiasi bibirnya karena ia senang dengan kepergian Kalea. "Sudah mau pergi, pergilah karena aku tidak ingin melihatmu lagi di sini. Dan akan ada surat perceraian datang kerumah orang tuamu, aku akan melakukannya dengan cepat," ucapnya. "Bagus." Singkat Kalea, tanpa menatap atau menoleh sedikitpun pada suaminya yang tadinya ia kira sudah berangkat ke kantor. Dia lalu mengambil langkah menuju pintu untuk segera keluar dari rumah itu, Kay tak menyangka Kalea setegar itu dengan perceraian diantara mereka. Karena ia pikir hal itu akan semakin menyiksa wanita yang sudah empat tahun menjadi istrinya, tapi sayangnya Kalea menunjukkan ketegarannya. "Dasar wanita pembawa sial! Sudah jelas dia yang mandul dan tak bisa memberikan aku anak, aku harap dia akan menyesalinya. Mana ada pria yang mau dengan wanita yang mandul,huh!" Umpatnya dengan nada kesal setelah kepergian istrinya.Kalea sudah turun dari apartemen tempat dia tinggal bersama suaminya, saat ini tengah mengunggu taxi yang sudah di pesan secara online. Masih pukul delapan pagi dimana jalanan sibuk dan ramai orang akan melakukan aktifitasnya, seperti bekerja, sekolah, dan lain-lain. Tak lama ada sebuah mobil berhenti di komplek apartemen, dan ternyata itu taxi yang Kalea pesan. Segera berjalan menuju ke arah mobil itu, supir turun membantu memasukkan koper kedalam bagasi. Setelah selesai segera Kalea naik kedalam mobil di ikuti sang supir, mereka segera meninggalkan area apartemen tersebut, namun tatapan Kalea menuju kesebuah lantai dimana rumah yang sudah dia tinggali selama empat tahun bersama Kay. 'Selamat tinggal, dan terimakasih atas segala kenangan buruk. Hidup yang buruk, aku kira bisa menua bersama. Tapi kenyataannya kau tak seperti janjimu, itu hanya pemanis. Andai dulu aku mendengarkan Ibu, pasti tak akan terluka dan pahit seperti ini,' batin Kalea, hingga gedung apartemen itu tak lagi
Tak terasa sudah satu bulan berlalu, Kalea sudah resmi bercerai dari Kay yang kemarin berstatus menjadi suaminya. Kini dia harus bisa bangkit dari rasa sakitnya, karena masih ada orang yang harus dia perjuangkan yaitu Ayahnya yang masih terbaring di rumah sakit. "Astaga, aku lupa belum belanja. Lebih baik aku ke swalayan di depan sana." Menutup pintu kulkasnya yang hanya berisikan buah dan air mineral saja. Kalea segera memakai hodie nya, walaupun dia memakai baju tidur lengan panjang tapi cuaca di luar sedang begitu dingin karena angin. Setelah mengambil dompetnya, segera keluar dari rumah menuju swalayan yang tak jauh dari apartemennya. Dengan berjalan kaki akhirnya sampai di swalayan, segera dia memilih bahan sayuran dan daging. Namun tiba-tiba matanya menuju ke arah mie instant, lalu dia melihat jam tangan ternyata sudah waktunya makan malam. "Lebih baik aku memakan ini saja, masaknya besok pagi saja. Lebih cepat dan praktis." Mengambil beberapa mie instant berbagai jenis dan
Kalea tengah menunggu seseorang, mereka sudah mengirim pesan jika akan datang kerumahnya. Dengan cekatan membuatkan beberapa cemilan, karena akan ada anak kecil diantara tamunya. Saat tengah menyelesaikan pekerjaannya, bel pintu rumahnya berbunyi. Dia segera bangkit dan menghampiri pintu untuk mengetahui siapa yang datang dari layar monitornya, ternyata mereka adalah orang yang tengah di tunggu sedari tadi. "Selamat datang, masuklah," ucap Kalea saat membuka pintu, untuk menyambut kedatangan mereka dengan senyuman. Ketiga orang itu langsung masuk karena sudah di persilahkan oleh pemiliknya, mereka adalah Leo beserta anaknya. Teman Kalea tersebut menepati janjinya ingin datang kerumah, karena lama sekali mereka tak saling bersua. "Apakah kau sendiri? Dimana suamimu?" tanya Clara istri dari Leo, bukan orang lain juga karena Clara sahabat dekat Kalea seperti Leo. "Duduk saja dulu, hei tampan. Apa kau merindukanku?" tanya Kalea pada jagoan kecil temannya. "Tentu." "Hem, bisakah kau
Setelah kepulangan dari kediaman sang orang tuanya, Rigel terus memikirkan kata-kata sang Ayah. Waktu enam bulan bagi RIgel adalah waktu yang begitu cepat, ia tak mungkin membayar seseorang wanita untuk berpura-pura menjadi kekasihnya, jika pun menikah kontrak ia lebih baik menikah sungguhan karena ingin melkaukan pernikahan satu kali seumur hidupnya."Siapa yang akan aku jadikan istri." Pikirnya, tiba-tiba saja ia teringat suatu hal.Segera ia mengambil benda pipih di meja dekat ranjang tidurnya, menelfon seseorang di larut malam seperti ini demi menanyakan hal penting baginya."Hei, apa kau sudah tidur?" tanyanya."Tentu saja Tuan, ada apa?" tanya Kelvin dari balik telfon."Bagimana informasi tentang wanita itu, apa kau sudah menemukanya?" Tanya lagi Rigel."Belum Tuan, aku belum menemukanya. Akan aku laporkan jika aku sudah mengetahuinya, sebaiknya Anda tidur ada hal penting besok," ujar Kelvin dari balik ponselnya."Hal penting ap ..."Tuut ..! Tuut...! Tuut..!"Sial! Beraninya di
Kalea meminta ditemani Clara untuk membeli beberapa stel baju kantor, karena dia akan mulia bekerja lusa. Tentu ini sebuah keputusan yang sedikit berat, karena dia harus mulia berinteraksi dengan banyak orang."Maaf, aku merepotkan mu dan Gio." Ujar Kalea, karena dia meminta anak dan Ibu menemaninya berbelanja."Tak apa, aku juga tidak ada kerjaan kok. Jadi santai saja, Gio juga jarang keluar pasti senang diajak keluar," kata Clara yang melihat kearah putranya."Kenapa kamu tidak bekerja?" tanya Kalea."Aku hanya lulusan SMA, jadi mana mungkin bisa dapat pekerjaan bagus. Jika aku bekerja siapa yang mengurus Gio, sedangkan orang tua ku sudah tidak ada. Dan orang keluarga dari suamiku juga tidak mau direpotkan oleh cucunya, karena hanya materi yang mereka lihat," jelas Clara."Astaga, tega sekali mereka pada anak, cucu, dan menantunya." Kesal Kalea, tapi tiba-tiba dia memiliki ide.Setidaknya membantu perekonomian temannya, karena dia akan segera sibuk bekerja di kantornya. Jadi sudah j
Setelah makan bersama Rigel menawarkan diri untuk mengantar kedua wanita itu dan Gio putra Clara, Kalea mencoba menolak tapi tidak dengan Clara."Tentu saja kami mau, iya kan?" tanyanya pada Kalea dengan menyenggol bahunya.Kalea hanya memutar matanya malas, sebenarnya akan memesan taxi, tapi Rigel terus memaksa."Baiklah, ayo masuk. Kalian bertiga." Rigel menbukakan pintu mobil, dan ini adalah kali pertama dia melakukannya. Hal itu membuat Kelvin sang asisten tertegun melihat hal yang di luar ekspektasinya, Rigel rela melakukan apapun demi wanita pujaannya."Kelvin, ayo jalan." Titahnya saat semua sudah masuk kedalam mobil."Baik Tuan."Selama perjalanan mereka berbincang, namun tidak dengan Kalea yang banyak diam karena malas ikutan bicara."Jadi Kaela akan bekerja di perusahaan milikmu mulai lusa?" tanya Clara memastikan."Iya, aku sangat senang dia menerima tawaran dari perusahan." Senyum Rigel mengembang.Rigel tiba-tiba teringat suatu hal, dia lalu mengambil ponselnya dan memin
Malam ini Kale menuju rumah sakit, dia ingin menjenguk Ayahnya dan meminta restunya. Karena besok dia mulai bekerja di perusahaan Rigel, sore tadi dia sudah mengunjungi makam Ibunya.Bagi Kalea kini restu kedua orang tuanya begitu penting, karena dia akan memulai kehidupan yang baru tanpa seseorang pasangan disisinya. Walaupun Ibunya sudah tiada, dan Ayahnya tengah koma baginya tetap saja penting mendatangi satu persatu."Kenapa rumah sakit terasa sunyi sekali, atau aku sudah larut malam datanganya? Perasaan baru pukul tujuh," kata Kalea yang berjalan disebuah lorong menuju keruangan rawat inap sang Ayah."Hemm, mungkin mereka tengah istirahat atau pertukaran shift jaga. Sudahlah berfikir positif, jangan terlalu buruk sangka." Menghilangkan rasa khawatir juga takut, dia terus bicara sendiri dan meyakinkan diri.Tak lama akhirnya dia sampai, diruang informasi ternyata ramai, dan ada beberapa orang yang mengunjungi keluarganya yang sakit.Setelah konfirmasi pada staf penjaga, Kalea lang
Rigel mengambil ponselnya, dia mengirim pesan pada Clara teman dari Kalea. Dia ingin mencari tahu tentang wanita yang tengah dia sukai, siapa lagi jika bukan Kalea. Namun pesannya belum dibalas oleh Clara walaupun pesan itu sudah di buka, Rigel tetap menungu dengan penuh kesabarannya."Kenapa dia tak memblas, padahal sudah dibaca pesannya. Aish, aku tidak sabar lagi menunggu lebih lama," ucapnya mulai kesal dengan kata menunggu.Rigel lalu menelfon asistennya yaitu Kelvin, dia ingin tahu kenapa seseorang tak segera membalas pesannya padahal sudah dibaca. Apa semua wanita akan seperti itu jika dikirim pesan, atau hanya Rigel saja yang mengalaminya."Kelvin, apa kamu tahu sebuah alasan wanita?" tanya Rigel dari balik ponsel pada sanmg asisten."Apa Anda sengaja menelfonku hanya sekedar menanyakan hal ini?" tanya Kelvin pada RIgel, dia penasaran kenapa Tuannya begitu polos."I-iya, karena kau tak tahu alasan mereka. Jadi kamu pasti sudah tahu." Tertawa berharap asistenya memberitahunya.
Kalevin menuju ke rumah sakit, dia membawakan tas milik Kalea bagaimana Kalea meminta tolong lewat pesan. Karena tak mungkin kembali lagi menuju kantor, jaraknya lumayan dengan rumah sakit tempat Ayahnya dirawat."Tuan, ini tas Kalea dan ini kursi rodanya.""Baiklah, aku akan membawkan ini. Terimakasih, dan tetap tunggu disini."Kelvin hanya mengangguk, Rigel langsung menuju keruang rawat inap Ayah Kalea. Beliau belum kembali memejamkan matanya, mungkin karena rindu pada putri semata wayangnya hingga ingin menatap Kalea terus menerus."Kalea, ini tasmu." Memberikan tas milik Kalea pada sang puan.Netra Ayah Kalea memandang Rigel, pria yang mungkin setengah asing dan tidak baginya. Karena Kalea belum menjelaskan atau membritahu tentang perceraiannya dengan Kay, mungkin beliau pikir Kaya tengah sibuk dikantor."Siapa dia?" tanya beliau."Dia ..." Sedikit bingung untuk memberitahunya."Saya Rigel Daviandra, CEO perusahaan CL sekaligus atasan dari Kalea Tuan. Turut senang karena Anda suda
Saat sampai dirumah sakit mereka langsung menuju ruang rawat inap Ayah Kalea berada, beberapa perawat dan dokter berada disana tengah memeriksa keadaan Ayah Kalea."Bagaimana keadaan beliau dok?"Rigel yang baru saja masuk langsung bertanya pada dokter yang memeriksa, sedangkan Kalea langsung memeluk erat sang Ayah dengan air mata bahagianya."A-ayah.""Ka-le ..a."Tangan Ayah Kalea menggenggam erat tangan putrinya, dengan suara masih lemah beliau berusaha berusaha memanggil nama putrinya. Sedangkan Rigel bicara dengan dokter tentang bagaimana kondisi Ayah Kalea, dia ingin dokternya berusaha dengan pengobatan terbaik."Beliau akan lumpuh seumur hidupnya, jadi mungkin akan menggunakan kursi roda setiap hari untuk beraktifitas. Kondisi yang lain stabil, dan mungkin dalam waktu satu pekan akan bisa kembali kerumah. Kita lakukan rawat jalan saja.""Syukurlah, setidaknya beliau membuka mata dan masih mengenali putrinya. Terimakasih dok, mohon bantuannya."Menjabat tangan dokter, dia meliha
Minggu berganti bulan, sudah satu bulan Rigel mendekati Kalea. Tapi dia belum menyatakan perasaanya kembali. Karena takut Kalea belum siap, walaupun sudah diberitahu jika dia memberi kesempatan pada Rigel. Tapi untuk hari ini tepat dua bulan Kalea berstatus janda, dimana dia adalah mantan istri dari pria bernama Kay akan dilamar oleh Rigel. Walaupun beberapa moment mereka dipertemukan, tapi Kalea seolah tak mengenalnya karena dia tak mau mengingat luka hatinya.Kini tim kerja Kalea yang terdiri dari tiga orang tengah berbincang, dan mereka terlihat serius membahasnya."Apa kamu tahu, perusahaan yang hubungannya sedang tidak baik-baik saja dengan perusahaan tempat kita bekerja ini?" "Apa itu perusahaan yang kini dipegang oleh Tuan Kay? Mereka sepertinya sedang berusaha untuk mendapatkan industri kecil yang akan dibeli oleh Tuan Rigel, tapi entahlah itu betul atau tidak."Kedua orang itu berbicara serius, tapi Kalea hanya menjadi pendengar saja karena dia fokus dengan interior banguna
Rigel mengambilkan daging kerang dari cangkanya, memisahkan udang dari kulitnya. Mereka makan malam diwaktu yang tepat, dengan pemandangan yang begitu indah ditepi pantai."Kenapa kamu begini padaku, aku bisa mengupasnya sendiri.""Dulu ibumu yang selalu mengupayakan udang untukmu, dan Ayahmu mengambilkan daging kerangnya. Jadi tugas itu berpindah padaku.""Itukan dulu, aku belajar mengupasnya ketika aku menikah. Agar tak merepotkan orang.""Tenang saja, aku akan selalu mengupaskannya untukmu.""Terimakasih."Rigel tersenyum di balas senyuman oleh Kalea, mereka menghabiskan makanan yang mereka pesan. Sangat sayang jika tidak dihabiskan, untungnya Rigel tidak memesan terlalu banyak. Dia hanya memesan apa yang wanitanya sukai, jadi tak ada yang terbuang sia-sia, karena dia paham sifat Kalea yang tak mau menyia-nyiakan makanan atau hal apapun."Kalea, bolehkah aku bertanya. Bagaimana kamu bisa menikah dengan Kay, mantan suamimu itu. Maaf jika tidak berkenan tak apa, aku hanya ingin tahu.
"Jangan terlalu berlebihan mencintai seseorang, ingat luka itu bukan diawal tapi bisa terjadi saat perjalanan atau diakhir. Seperti diriku, yang terluka di tengah hingga akhir. Jadi ...." Tangan Rigel menggenggam tangan Kalea, dia tak mau wanitanya mengatakan tentang hal yang menyakitkan hatinya. Menghentikannya adalah hal terbaik, daripada hal-hal masa kemarin yang dia lalui sendiri, yang penuh luka harus di ungkit lagi. "Jangan teruskan, kamu jangan mengingat hal yang menyakitkan. Aku berjanji akan membuatmu bahagia, bukan janji padamu tapi pada mendiang Ibumu. Dan akan menjadi menantu yang dia inginkan sedari dulu." Menoleh ke arah Kalea sejenak dengan mengurai senyum, lagi-lagi kata-kata Rigel mebungkamnya. Dan entah mengapa genggaman tangan Rigel menghangatkan hatinya, menangkan semua gejolak kemarahan yang dia rasakan jika mengingat betapa sakitnya dia dalam pernikahan yang sudah berusia empat tahun harus berakhir penuh luka. "Terimakasih." "Aku akan berusaha membuka ha
Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, jam kerja telah usai dan kini waktunya pulang. Kalea agak terlambat, karena dia sengaja memperlambat kepulangannya agar saat dia pulang dengan Rigel tidak diketahui oleh rekan kerjanya."Kalea, kami pulang dulu. Jangan pulang terlambat, kamu sudah bekerja keras hari ini." Salah satu rekan kerja mengingatkannya, karena tak mau Kalea sampai terlalu lelah bekerja. Perusahaan mengutamakan kesehatan, bukan mengutamakan proyek mereka. Karena tanpa karyawan yang sehat, maka sebuah proyek tak akan selesai dikerjakan."Ah iya, terimakasih sudah mengingatkan. Sebentar lagi aku akan pulang, duluan saja.""Baiklah, kami duluan ya."Mereka melambaikan tangan, semua karyawan yang bekerja berhamburan keluar untuk pulang. Kalea lalu membereskan pekrjaanya, Rigel tengah berjalan dan mengobrol dengan Kelvin asistennya. Dan keduanya berhenti tepat didepan ruang kerja Kalea, Kelvin yang mengerti situasi lalu berpamitan lebih dulu pada Rigel."Tuan, saya pamit dulua
Kalea memutuskan untuk mencari tahu pria yang sudah membuatkan hari perayaan ulang tahun Ayahnya begitu istimewa, dia segera kembali ke kantor karena sebentar lagi masuk jam kerja. Namun saat tiba di meja kerjanya dia lagi-lagi dikejutkan dengan sebuah buket bunga, menaruh tas dan melihat siapa pengirim bunga tersebut. Saat melihat nama Rigel, Kalea terssenyum karena merasa di perhatikan oleh seseorang. "Astaga, dia kekanakan. Tapi terimakasih." Meletakkan bunga tersebut di vas yang ada dimeja kerjanya. Dia segera membagikan beberapa makanan yang sama seperti tadi dirumah sakit pada rekan kerjanya dikantor, dia juga mendekati ruang kerja Kelvin asisten Rigel. "Kelvin, ini untukmu." Memberikan satu kotak makanan. "Dalam rangka apa ini? Apa kamu ulang tahun?" Kelvin bertanya, padahal dia tahu alasan Kelea membagikan makanan pada rekan kerja dan orang dirumah sakit. Karena dia yang disuruh untuk memesan semua yang dikirim kerumah sakit, dan juga pengobatan gratis dibagian s
Kalea terdiam, dia tengah bingung dengan keputusan yang diberikan pada Rigel. Entah salah atau benar dia tak tahu, entah berakhir manis atau pahit juga dia tak tahu. Padahal lukanya masih menganga, tapi kenapa seolah dia harus membuka perasaannya untuk orang yang pernah dia sukai."Sebaiknya aku menarik kata-kataku kembali, bukankah itu keputusan yang tepat Clara?" Menatap ke temannya, dia benar-benar bingung dengan keputusan yang diambilnya."Emm, begini. Bukankah itu akan membuat seolah kamu menjilat ludahmu sendiri, maksudnya kamu tidak sesuai dengan kata-katamu. Dan itu akan membuat orang tak memprcayaimu lagi, jadi jangan tarik kata-katamu kembali. Percaya padaku, mungkin dia seperti obat bagimu kelak.""Dia malah ingin membuat Kay dan keluarganya menyesal, dia inginnmebalaskan rasa sakitku Clara. Dia seperti ... Entahlah, aku bingung harus bicara tentangnya bagaimana.""Berarti dia cemburu, karena dia merasakan luka yang kamu rasakan."Kalea terdiam, apa yang dikatakan Clara s
Rigel akhirnya sampai dikediaman orang tuanya, saat sampai dia mencari-cari Ayah dan Ibunya yang tengah bersama-sama."Ayah, Ibu.""Tuan, Tuan besar dan Nyonya ada diruang keluarga.""Oh baiklah, terimakasih."Rigel berjalan sedikit berlari menuju keruang keluarga, dia mencari orang tuanya untuk mengatakan suatu hal yang penting. Saat sampai diruang keluarga dia mendapati kedua orang tuanya tengah bermain bersama cucunya, kedatangannya disambut oleh Ibunya yang melihat kedatangannya."Kamu pulang kerumah Nak.""Iya Ibu, ada hal yang ingin aku bicarakan.""Apa penting sekali hingga kamu datang ketika hujan begini?" tanya Ayah."Iya Ayah, ini sangat penting."Tuan Yama dan istrinya saling tatap, mereka bingung karena jarang sekali putranya datang dengan sebuah hal penting."Apa itu?" tanya Tuan Yama.Rigel dengan posisi duduk dilantai dengan sikap hormat menatap kedua orang tuanya, dia akan meminta restu pada mereka berdua."Ayah, Ibu. Tolong restui aku untuk mengejar seseorang yang aku