Perlahan Kalea membuka matanya. Hal pertama yang dilihatnya adalah langit-langit kamar.
“Kalea.”
Mendengar suara Alby, membuat Kalea mengalihkan pandangannya pada suaminya itu. Melihat suaminya itu, rasanya Kalea benar-benar kesal.
“Kalea, bagaimana keadaanmu? Apa kita perlu ke dokter?”
Kalea selalu suka saat Alby perhatian, tapi tidak kali ini. “Tidak!” Dengan tegas dia langsung menolak sambil membuang muka. Melihat ke arah lain selain Alby.
“Baiklah, kalau begitu kamu istirahat saja dulu. Aku akan berangkat kerja dulu.”
Kelae tidak menjawab ucapan Alby. Masih mengalihkan pandangan ke arah lain. Saat Alby pergi, barulah Kalea merasa tenang. Perasaan Kalea kali ini campur aduk. Sakit, kecewa, dan marah. Hal itu tiba-tiba saja membuatnya pusing lagi.
“Kenapa aku pusing? Apa aku mau datang bulan?” Biasanya rasa pusing itu melanda saat Kalea mau datang bulan, jadi dia menebak-nebak apa yang terjadi. “Tunggu-tunggu.” Namun, saat pikiran tertuju pada jadwal datang bulan, tiba-tiba dia ingat sesuatu. “Aku sudah terlambat datang bulan sebulan.” Alangkah terkejutnya ketika mengetahui jika dirinya belum datang bulan sebulan. Kali ini perasaannya semakin campur aduk, memikirkan apakah mungkin dirinya hamil.
Untuk tahu hal itu, Kalea pun akhirnya memutuskan ke rumah sakit untuk memeriksakan dirinya.
“Saya mau ke dokter kandungan.” Kalea yang melakukan pendaftaran menyebut ke mana dia akan memeriksakan diri.
“Mau dengan dokter siapa?”
“Dr. Derran.” Kalea menyebut salah satu nama dokter di rumah sakit ini. Dr. Derran adalah dokter kandungan Kalea dulu. Sewaktu hamil Kyna, dia memeriksakan kandungan pada dr. Derran.
“Dr. Derran praktik jam sepuluh. Apa Ibu mau menunggu?”
Kalea melihat jam tangan di pergelangan tangannya. Waktu menunjukkan pukul 09.30. Artinya masih ada tiga puluh menit lagi. Jadi dia harus menunggu lebih dulu.
“Tidak apa-apa.” Kalea sudah nyaman dengan dr. Derran jadi dia memilih untuk tetap menunggu.
Setelah melakukan pendaftaran, segera Kalea ke bagian poli kandungan. Di depan poli kandungan ada banyak bangku, jadi dia bisa duduk di sana.
Namun, langkah Kalea terhenti ketika baru saja berbelok. Dari kejauhan Kalea melihat Alby dan Sandra di depan poli kandungan.
Hancur hati Kalea melihat suaminya mengantarkan selingkuhannya itu ke dokter kandungan. Padahal tadi suaminya itu pamit ke kantor.
Tangan Alby yang membelai lembut perut Sandra pun membuat hati Kalea semakin sakit. Seolah suaminya begitu mencintai anak di dalam kandungan itu. Interaksi Alby dan Sandra yang tampak mesra-saling melemparkan senyuman pun menyadarkan Kalea, kalau memang percuma mempertahankan rumah tangganya.
Tak sanggup melihat itu, Kalea pun berbalik. Berpikir mungkin dia akan ke rumah sakit lain waktu saja.
Namun, baru saja dia berbalik, tiba-tiba tubuhnya tertabrak tubuh seseorang.
“Auuu ....”
“Kamu tidak apa-apa?”
Mendapati pertanyaan itu Kalea menatap pemilik suara. “Dr. Derran.” Dia tampak terkejut bertemu dengan dokter tampan itu.
“Kamu tidak apa-apa?” Dr. Derran kembali bertanya.
“Iya, saya tidak apa-apa, Dok.”
“Syukurlah.” Dr. Derran mengulas senyum manisnya. “Kamu sedang lihat apa?” tanyanya ingin tahu.
Kalea refleks menoleh ke arah di mana suaminya berada.
“Oh ... mereka.” Dr. Derran tampak tidak terkejut ketika melihat suami Kalea dan selingkuhannya.
Dari reaksi Dr. Derran yang tidak terlalu terkejut membuat Kalea penasaran. “Dr. Derran pernah melihat mereka?” Kalea tidak mau penasaran. Karena itu dia memilih untuk bertanya.
“Bulan lalu aku lihat mereka periksa kandungan juga, tapi tidak denganku. Sepertinya suamimu trauma memeriksakan kandungan ke dokter pria.” Dr. Derran menjawab sambi melemparkan candaan.
Mendengar ucapan dr. Derran membuat Kalea semakin terluka. Ternyata sang suami begitu perhatian dengan selingkuhannya itu, sampai-sampai mengantarkannya periksa kandungan.
“Saya permisi dulu, Dok.” Tak mau menunggu lama, Kalea pun berpamitan, tak mau menangis di depan dr. Derran.
Dr. Derran melihat jelas jika mata Kalea berkaca-kaca. Hal itu membuatnya merasa bersalah.
“Tunggu!” Dr. Derran menghentikan Kalea yang mau pergi.
Kalea berhenti lebih dulu.
“Kamu ke sini untuk periksa?” tanya dr. Derran memastikan lebih.
“Tadinya saya mau memeriksakan pada Anda, Dok, tapi sepertinya saya akan kembali besok saja.” Kalea melihat ke arah suaminya yang masih duduk di ruang antre. Dia tidak mau mengantre dan membuatnya bertemu dengan suaminya.
Dr. Derran melihat ke arah suami Kalea. Tampaknya Kalea tidak jadi memeriksakan karena sang suami di sana. Saat memerhatikan suami Kalea, dr. Derran melihat suaminya itu sudah masuk ke ruang dokter.
“Ayo, ke ruanganku,” ajak dr. Derran.
Kalea kembali melihat jam tangan di pergelangan tangannya. “Ini belum jam sepuluh, Dok. Bukannya harusnya dr. Derren belum mulai praktik?”
“Kamu bisa menunggu di dalam ruanganku sampai aku mulai praktik. Jika kamu menunggu di luar, kamu akan bertemu dengan suamimu itu.”
Apa yang dikatakan dr. Derren memang benar. Jika menunggu di luar, pasti Alby dan Sandra akan melihatnya. Namun, jika pulang tanpa tahu apa yang terjadi padanya, tentu saja itu membuatnya penasaran. Kalea harus tahu hari ini juga jika dirinya hamil atau tidak.
“Baik, Dok.”
Akhirnya Kalea ikut dr. Derran untuk ke ruangannya. Di dalam ruangan hanya ada mereka berdua. Perawat belum masuk karena memang masih mempersiapkan data pasien yang akan memeriksakan diri dengan dr. Derren.
“Duduklah.” Dr. Derren mempersilakan Kalea.
Kalea segera duduk di kursi yang berada di depan meja dr. Derren.
“Apa yang terjadi padamu sampai mau memeriksakan padaku?”
“Saya sudah terlambat datang bulan sebulan, Dok.”
Dr. Derran mengangguk-anggukkan kepalanya. “Kamu sudah cek di rumah?”
Kalea langsung menggeleng. Sejujurnya Kalea takut memeriksakan sendiri. Karena takut melihat hasilnya sendiri.
Dr. Derran pun segera mencatat informasi yang dibutuhkan seperti kapan terakhir datang bulan, berapa lama datang bulan, gejala apa yang dirasakan saat ini. Baru setelah itu, dia memberikan alat untuk menampung urin untuk Kalea.
“Kamu bisa gunakan toilet di sini saja.” Dr. Derran menunjukkan toilet yang berada di dalam ruangannya, karena tidak mau Kalea keluar dan bertemu dengan suaminya.
“Terima kasih, Dok.” Kalea merasa bersyukur sekali karena dr. Derran mengerti sekali jika saat ini dia tidak mau bertemu dengan suaminya.
Akhirnya Kalea ke toilet tersebut, dan keluar dengan satu botol kecil berisi urin yang diminta oleh dr. Derran.
Dr. Derran segera mengecek dengan alat tes kehamilan.
Kalea menunggu dengan duduk di kursi. Perasaannya cemas menunggu hasil pemeriksaan. Masih berdoa jika dia tidak akan hamil.
“Kalea, kamu hamil.”
Pikiran Kalea berkecamuk. Di tengah kekacauan ini, dia justru dinyatakan hamil. Bagaimana bisa ini semua terjadi? Entah harus bahagia atau harus sedih ketika mendapati kabar kehamilannya ini. Pernikahannya sedang di ambang kehancuran, tapi semakin hancur dengan kabar kehamilan ini.
Dr. Derran melihat reaksi Kalea yang tampak sedih. Bingung harus memberikan selamat atau tidak.
“Apa kita bisa lanjutkan pemeriksaan?” tanya dr. Derran.
“Boleh, Dok.”
Dr. Derran segera memeriksa kandungan Kalea dengan alat USG. Terlihat di layar USG jika kandungan Kalea sudah dua bulan. Dr. Derran pun memberikan beberapa hal yang harus dilakukan dan tidak dilakukan saat hamil.
“Kamu bisa datang ke sini sebulan lagi untuk melakukan pemeriksaan.”
“Baik, Dok.”
“Tunggulah di sini dulu. Aku akan minta perawat untuk mengambilkan vitaminmu.”
Kalea merasa beruntung karena dr. Derran begitu perhatian. Bisa dibayangkan jika Kalea harus mengambil vitamin yang diresepkan, pasti akan bertemu dengan suaminya.
“Terima kasih, Dok.”
Kalea menunggu sebentar vitaminnya diambilkan oleh perawat, setelah itu, dia baru pulang. Dia memilih jalan lain agar tidak bertemu dengan sang suami.
Dari rumah sakit, Kalea tidak langsung pulang. Dia menjemput anaknya lebih dahulu dan mengajaknya untuk pergi ke taman bermain lebih dulu. Kalea ingin menenangkan diri lebih dulu sebelum pulang. Kabar kehamilannya ini benar-benar membuat perasaannya tak karuan.
Tepat jam tiga sore barulah Kalea pulang. Namun, sampai di rumah dia dikejutkan dengan banyak orang di sana.
“Ada apa ini?”
Kalea meminta anaknya untuk menunggu di mobil karena dia harus memastikan lebih dulu. Dengan jantung yang berdegup kencang, dia segera turun dari mobil. Langkahnya diayunkan masuk ke rumah untuk tahu apa yang terjadi di rumah.
Langkahnya terhenti di depan pintu saat melihat Sandra yang memakai kebaya putih dan Alby memakai jas hitam. Tampak tiga orang di sana. Satu orang Kalea kenal, yaitu adik Bu Salma yang merupakan paman Alby.
“Kalea kamu sudah pulang?” Sandra menyapa Kalea dengan senyuman.
Senyuman Sandra itu membuat hati Kalea meradang. Dari pakaian yang dipakai Sandra, dia yakin jika hari ini adalah hari pernikahan Sandra dan Alby.
“Apa-apa ini, Mas?” Kalea menatap Alby yang berdiri tepat di samping Sandra.
Alby segera menghampiri Kalea. “Ayo kita bicara di kamar.” Dia mengajak Kalea untuk pergi dari ruang tamu yang diisi banyak orang.“Tidak perlu di kamar!” Tangan Alby yang berada di lengan Kalea pun segera disingkirkan.Alby hanya bisa pasrah ketika Kalea tidak mau bicara baik-baik.“Kamu mau menikahi selingkuhanmu itu, Mas?” Kalea menatap tajam pada sang suami dan beralih ke arah Sandra yang duduk di depan penghulu.“Namanya Sandra, Kalea. Jangan sebut dia seperti itu.” Alby menegur KaleaKalea mencibirkan bibirnya ketika suaminya tak mau Sandra disebut selingkuhannya.“Aku harus menikahi Sandra, karena dia hamil anakku. Anakku butuh status jelas. Jadi aku harus menikahinya.” Alby berusaha keras untuk menjelaskan pada Kalea.“Jika kamu mau menikahinya, harusnya kamu menceraikan aku dulu, Mas. Bukan justru menikahinya lebih dulu.” Suara Kalea meninggi. Letupan emosi di dalam setiap ucapannya terdengar jelas.Suara Kalea yang meninggi itu jelas menarik perhatian orang-orang.“Lea, bisak
“Tapi, Dok.”“Ini sudah malam. Sebaiknya kamu ikut saja.” Dr. Derran berusaha untuk membujuk Kalea.Kalea melihat anaknya. Pasti sang anak sudah sangat lelah. Apalagi tadi siang, dia membawa sang anak ke tempat bermain. Kalea juga berpikir jika saat ini dia tidak punya tempat untuk tinggal. Jadi tidak ada salahnya menerima tawaran dari dr. Derran untuk sementara waktu.“Baik, Dok.” Kalea pun akhirnya setuju.Dr. Derran membuka mobilnya dan mempersilakan Kalea dan anaknya untuk masuk. Barulah setelah itu dia memasukkan koper ke bagasi belakang, dan masuk setelah itu.Dr. Derran melajukan mobilnya. Tempat yang dituju adalah rumahnya.Sesampainya di rumah, dr. Derran mempersilakan Kalea untuk masuk ke rumah.Rumah keluarga dr. Derran cukup besar. Tentu saja itu membuat Kalea merasa tidak enak. Namun, berbeda dengan anaknya, dia begitu antusias sekali.“Wah ... rumah Uncle Dokter besar sekali.” Kyna sampai terperangah melihat rumah besar milik dr. Derran.“Apa kamu suka?” tanya dr. Derran
Mata Kalea membulat sempurna ketika mendengar ucapan dari Alby. Bagaimana bisa pria itu datang tiba-tiba dan mengajaknya untuk pulang dengan alasan ibunya.“Aku tidak mau.” Kalea menolak.“Lea, ibu mencarimu terus menerus. Aku mohon pulang dan temui ibu sebentar saja.”Kalea benar-benar berada dalam dilama. Dia tahu persis bagaimana ibu mertuanya itu sangat dekat dengannya, bahkan menganggapnya anak sendiri. Jika sekarang ibu mertuanya itu menanyakan dirinya, jadi wajar saja. Namun, jika pergi ke rumah Alby, dia akan bertemu dengan Sandra.“Baiklah, aku ke rumah, tapi hanya untuk menemui ibu.” Kalea akhirnya memutuskan untuk mengunjungi ibu mertuanya, tak tega ketika ibu mertuanya mencarinya.“Baiklah.” Alby segera pergi.Kalea segera menemui dr. Derran. Memberitahu jika dia akan pergi ke rumah Alby karena mantan ibu mertuanya mencari dirinya. Dr. Derran pun menawarkan diri untuk mengantarkan. Kalea memang butuh dr. Derran, karena jika mencari taksi pastinya akan lama.“Sebaiknya
Alby begitu terkejut sekali ketika mendengar jika Kalea mau mengurus perceraian mereka.“Kalea biarkan aku yang mengurus semuanya.”“Jika kamu yang mengurus, aku rasa tidak selesai-selesai, Mas. Jadi biarkan aku yang mengurusnya agar hubungan kita berakhir lebih cepat.” Kalea tidak mau hidup dalam belenggu hubungan yang sangat menyakitkan ini, karena itu dia ingin segera mengakhiri semuanya.Alby sengaja tidak mau memberikan itu karena masih butuh Kalea. Ibunya terus menanyakan Kalea, karena itu dia belum mau membawa perceraian mereka ke pengadilan.“Kalau Mas Alby tidak mau memberikanya, aku bisa ambil sendiri.” Kalea segera masuk ke kamar, dan menuju ke lemari milik Alby. Dia segera mencari surat nikah itu.Alby mengejar Kalea. “Lea, dengarkan aku. Kita bisa urus surat perceraian nanti, yang terpenting kita urus ibu bersama dulu.”Kalea menghentikan tangannya yang sedang mencari surat nikah, kemudian mengalihkan pandangan ke arah Alby. Dia menatap bingung pada pria yang kini berstat
Alby menatap tajam pada Kalea. Dia menyimpulkan dari apa yang dilihatnya.Kalea benar-benar tidak menyangka Alby menuduhnya seperti itu. Padahal dirinya yang selingkuh selama ini.“Jangan menyalahkan orang lain atas apa yang kamu lakukan sendiri! Bukankah kamu sendiri tahu jika Kalea meminta cerai karena kamu selingkuh!” Dr. Derran tidak tinggal diam, dia berusaha membela Kalea dan melindungi wanita itu dari tuduhan mantan suaminya.Alby benar-benar kesal dengan pria di depannya itu. Ternyata Kalea sudah menceritakan banyak hal tentang dirinya.“Aku memang selingkuh, tapi sepertinya kalian pun juga. Selingkuh di belakangku.”“Mas, aku tidak pernah selingkuh seperti yang kamu tuduhkan itu. Jangan samakan aku denganmu yang mengkhianati rumah tangga kita!” Kalea yang berada di balik tubuh dr. Derran pun akhirnya bicara.“Jika kamu tidak selingkuh, maka kembalilah ke rumah. Aku baru percaya.”“Aku tidak perlu membuktikan apa pun lagi karena memang hubungan kita sudah berakhir. Aku juga t
Kalea menatap plastik yang diberikan dr. Derran padanya. Berusaha menebak apa yang ada di dalam plastik itu. “Ini susu ibu hamil.” Sebelum Kalea mendapat jawaban atas apa yang ada di dalam plastik, dr. Derran lebih dulu memberitahu. Untuk sejenak Kalea terpaku mendengar apa yang dibawakan oleh dr. Derran. Sejak dinyatakan hamil, memang Kalea belum beli susu ibu hamil sama sekali. “Aku lihat kamu belum minum susu, karena itu aku membelikannya untukmu.” Dr. Derran menyodorkan kembali plastik tersebut. “Terima kasih banyak, Dok.” Kalea menerima plastik berisi susu tersebut. Entah harus sedih atau senang atas perhatian dr. Derran. Karena sejujurnya masih ada terbesit di hatinya menunggu perhatian Alby. “Ini susu terbaik yang sering aku rekomendasikan pada pasien, tapi aku tidak tahu kamu suka rasa apa, jadi aku membelikan semua rasa.” Dr. Derran tersenyum. Sudah dibelikan saja Kalea merasa senang. Jadi rasa apa pun, dia rasa tidak masalah. “Saya suka semua rasa. Nanti saya coba semua
Langkah dr. Derran terhenti. Dia berusaha untuk tetap tenang, tak mau membuat Kalea tidak nyaman dengannya.“Iya.” Dr. Derran menatap Kalea.“Dr. Derran tidak jadi minum?”Dr. Derran mengalihkan pandangan ke arah gelas berisi minuman. Bodohnya dirinya karena meninggalkan minumannya begitu saja. Padahal tadi niatnya ke dapur untuk minum.“Iya, aku lupa.” Dr. Derran kembali lagi untuk mengambil gelas berisi minuman miliknya. Tak mau membawanya ke kamar, dia meminumnya di sana sekalian. Satu gelas berhasil ditengaknya dalam hitungan detik.“Sepertinya dr. Deran haus.” Kalea tersenyum melihat dr. Derran yang minum satu gelas begitu cepat.“Iya.” Dr. Derran mengangguk. “Aku ke kamar dulu.” Dia segera berpamitan untuk menghindar dari Kalea.Kalea mempersilakan dr. Derran pergi. Tak menaruh curiga sama sekali.Dr. Derran segera masuk ke kamar. Saat menutup pintu, dia memegangi dadanya. Jantungnya berdegup kencang ketika bertatapan dengan Kalea.“Kenapa berdebar? Apa aku menyukainya?” Pertany
Sandra bukannya tersinggung dengan apa yang dilakukan oleh Kalea. Dia justru tertawa. Merasa lucu dengan sikap Kalea.“Padahal aku mau memberikan ucapan selamat, tapi kamu justru seperti itu.” Sandra pura-pura kecewa.Kalea berusaha untuk menahan diri agar tidak marah. Tak mau terpancing karena dia sedang di tempat umum.“Sebenarnya aku kasihan padamu. Padahal kita bisa jadi madu yang baik, sama-sama menjadi istri Mas Alby, dan sama-sama hamil anak Mas Alby. Sayangnya, kamu memilih untuk bercerai.” Sandra tersenyum penuh arti. Kata-kata itu tidak benar-benar dari hati. Karena sejujurnya dia suka dengan Kalea yang memutuskan untuk bercerai.“Jangan munafik! Aku tahu yang ada di otakmu. Sebenarnya kamu suka bukan jika aku bercerai?”Sandra langsung tertawa ketika mendengar ucapan Kalea itu. “Ternyata kamu pintar juga. Aku memang tidak suka, dan berharap jika kamu bercerai.”“Aku sudah bercerai. Jadi silakan ambil saja Mas Alby. Jangan ganggu aku lagi.” Kalea pun segera berbalik untuk s
“Kyna belum salim.” Kyna tampak sedih ketika Alby mengajaknya begitu saja. Kyna yang berusaha turun dari gendongan sang papa pun segera menghampiri dr. Derran. “Papa, Kyna pergi dulu.” Kyna mencium punggung tangan dr. Derran. “Selamat bersenang-senang, Anak Cantik.” Dr. Derran memuji sambil membelai rambut Kyna. “Iya, Papa.” Kyna mengangguk. Alby hanya bisa menatap dengan kesal apa yang dilakukan oleh anaknya. Tampak anaknya menganggap dr. Derran sebagai papa juga. “Ayo, Kyna.” Alby segera mengajak Kyna untuk berangkat. Kyna segera menggandeng papanya dan berjalan ke mobil. Sang papa membukakan pintu agar Kyna masuk. Saat Kyna sudah aman duduk di kursi samping penumpang, Alby segera melajukan mobilnya. Sepanjang jalan Alby berusaha untuk menahan amarah dan tidak bertanya pada Kyna. Namun, dia tidak tahan akan hal itu. “Kyna, kenapa panggil papa?” Akhirnya Alby bertanya juga. “Karena sekarang Unlce Dokter jadi papa Kyna juga.” Rasanya Alby ingin meledak ketika mendapati jik
Kalea merebahkan tubuhnya di tempat tidur, menyusul sang suami yang sudah lebih dulu. “Aku masih khawatir dengan Bu Salma.” Kalea mengungkapkan isi hatinya yang sejak tadi gelisah. Dr. Derran mengerti sekali perasaan sang istri. “Jangan terlalu khawatir. Dia pasti bisa menjaga ibunya dengan baik.”Kalea berusaha untuk tidak khawatir. Lagi pula Bu Salma bukan tanggung jawab Kalea lagi. “Tapi, kenapa tadi kamu mengizinkan Bu Salma di sini dulu?” Kalea tampak masih penasaran dengan keputusan suaminya itu. “Aku pikir tidak baik memaksa. Lebih baik bicara pelan-pelan agar kejadian seperti ini tidak terulang. Sayangnya, sepertinya dia tidak berkenan, maka dia memilih membawa ibunya secara paksa.” Apa yang dikatakan sang suami ada benarnya. Jika Bu Salma ada di sini lebih dulu, mungkin dia akan puas bisa bersamanya. Dan lagi, dia bisa memberitahu pada Bu Salma jika Beliau tidak bisa tinggal bersamanya. Sayangnya, Alby memilih untuk membawa Bu Salma secara paksa.Sebenarnya tidak masala
Alby langsung mengabaikan Sandra begitu saja. Mengayunkan langkahnya ke kamar. Sandra mengikuti Alby yang masuk ke kamar. Dia begitu penasaran sekali dari mana suaminya menemukan sang mama. “Mas, jawab aku. Di mana kamu menemukan ibu?” Sandra kembali menjawab. Alby yang hendak ke kamar segera menghentikan langkahnya. Dia berbalik dan menatap tajam pada Sandra. “Di rumah suami Kalea.” Jawaban Alby itu sontak membuat Sandra benar-benar terkejut. Hal pertama yang membuatnya terkejut adalah ibu mertuanya bersama Kalea. Kedua kata ‘suami Kalea’ yang artinya Kalea sudah menikah. “Kalea sudah menikah?” tanyanya memastikan. “Iya, dia sudah menikah dengan dokter itu!” Alby menjelaskan dengan wajah begitu kesal. Sandra memang yakin jika Kalea akan menikah dengan dokter itu, tapi tidak menyangka secepat sekali. “Sebenarnya apa yang kamu lakukan selama ini?” Alby menarik tangan Sandra dan mencengkeramnya erat. Apa yang dilakukan Alby membuat Sandra kesakitan. “Mas, lepaskan, tanganku s
Alby cukup terkejut ketika mendengar ucapan ibunya. Padahal dia sudah jauh-jauh ke tempat Kalea. Justru sang ibu tidak mau diajak pulang. “Bu, jangan seperti itu. Ibu harus pulang.” Alby berusaha untuk membujuk Bu Salma. “Ibu tidak mau. Ibu mau dengan Kalea. Mau makan masakan Kalea. Masakan wanita itu tidak enak. Dia juga kasar. Ibu tidak suka.”Wajah Alby seketika merah, merasa begitu malu sekali. Dia tahu yang dimaksud ibunya itu siapa. Siapa lagi jika bukan istrinya. Namun, saat istrinya dibandingkan dengan Kalea, depan Kalea dan suaminya, jelas hal itu membuat Alby malu sekali.“Bu, jangan seperti itu. Dia menantu Ibu.” Alby berusaha membujuk ibunya. “Menantuku hanya Kalea.” Rasanya Alby benar-benar dipermalukan oleh ibunya sendiri. Padahal jelas Kalea sekarang istrinya.“Bu, Kalea dan Alby sudah berpisah. Jadi Kalea bukan menantu Ibu lagi.” Kali ini Alby lebih tegas pada ibunya. “Tidak. Kalea menantu Ibu-Kalea menantu Ibu.” Bu Salma menarik tangan Kalea dan memegangnya er
Sandra langsung menatap tajam pada Alby. Kalimat yang diucapkan seperti sedang membandingkan dengan Kalea. Tentu saja dia tidak suka akan hal itu.“Kenapa Mas Alby membandingkan aku dengan Kalea?” tanya Sandra kesal. “Siapa yang membandingkanmu dengan Kalea?”“Jelas-jelas tadi Mas Alby bilang jika dulu saat ada Kalea hal ini tidak terjadi. Artinya Mas Alby membandingkan aku dengan Kalea! ” Dengan berapi-api Sandra menjelaskan pada suaminya. Alby hanya bisa mengembuskan napasnya. Dia baru menyadari apa yang dikatakannya. Kalimat itu keluar begitu saja ketika memang kenyataannya seperti itu.“Sudahlah, aku tidak mau berdebat. Aku harus segera cari ibu.” Alby memilih untuk menghindar. “Mas, kenapa pergi? Jawab dulu!” Sandra semakin kesal ketika Alby justru memilih pergi. Sayangnya Alby memilih. Mengabaikan dan kemudian pergi mencari ibunya. Sandra yang melihat mobil Alby pergi hanya bisa mengeram kesal. Dia merasa hidupnya terus dibayang-bayangi Kalea terus. Padahal dia sudah menyi
Kalea merasa kasihan sekali dengan mertuanya itu. Akhirnya dia berusaha untuk menghubungi Alby. Sayangnya, telepon Alby tidak bisa dihubungi. Kalea benar-benar bingung. Dia mencoba menghubungi sekretaris Alby. Ternyata Alby sedang keluar untuk menemui klien. Di saat seperti ini, Kalea tidak tahu harus berbuat apa. Dia masih harus bekerja. Tidak bisa main mengantarkan Bu Salma, apalagi dia baru saja masuk kerja, tidak enak jika izin lagi.Akhirnya Kalea memutuskan untuk menghubungi sang suami. Meminta sang suami datang. Dr. Derran yang baru saja menyelesaikan urusannya segera meluncur ke toko bunga saat sang istri memintanya datang. “Sayang, ada apa?” tanya dr. Derran. Tidak biasanya sang istri memintanya datang siang-siang. “Bu Salma ke sini, tapi aku tidak bisa menghubungi Mas Alby. Bisakah kamu mengantarkannya pulang. Aku tidak enak jika harus izin-izin.” Kalea menyampaikan apa yang diinginkannya. Dr. Derran langsung mengalihkan pandangan ke arah Bu Salma. Dia tahu siapa Bu Sa
“Siapa yang mencari aku?” Perasaan dia tidak punya janji, apalagi dia baru saja bekerja. “Sopir taksi.” “Sopir taksi?” Kalea benar-benar tidak menyangka jika ternyata yang mencarinya sopir taksi. Dengan segera Kalea keluar untuk menemui siapa orang yang ingin bertemu dengannya itu. “Selamat siang, Pak.” Kalea menyapa sopir yang ada di depan toko bunga. “Siang, Bu. Maaf, apa benar Anda bernama Kalea?” tanya sopir.“Iya, saya Kalea.” Kalea mengangguk. “Apa Anda kenal dengan ibu yang ada di dalam mobil saya itu?” Sopir menunjuk ke arah mobil.Kalea segera memiringkan tubuhnya untuk melihat siapa yang dimaksud oleh sopir. Alangkah terkejutnya Kalea melihat mantan mertuanya yang ada di dalam mobil. Untuk memastikan, Kalea segera menghampiri dan membuka pintu mobil. Benar saja. Di dalam mobil ada Bu Salma. “Ibu.” “Kalea.” Kalea segera masuk ke mobil. Bu Salma memeluk Kalea yang berada di depannya. Kalea benar-benar masih bingung dengan keberadaan Bu Salma. Bagaimana bisa Bu Salm
Kalea cukup terkejut ketika sang suami menyebut nama orang yang menghubunginya. Terhitung sejak perceraian, mereka memang tidak saling berkomunikasi. Entah ada angin apa pria itu menghubungi Kalea.“Angkat saja!” pinta dr. Derran.Kalea segera mengangkat telepon itu untuk tahu apa yang ingin dibicarakan dengan Alby.“Halo, Mas,” sapa Kalea.“Aku mau ajak Kyna akhir pekan besok ke ulang tahun temanku. Aku harus jemput Kyna di mana?”Akhirnya Kalae tahu untuk apa Alby menghubunginya. Dia tahu persis bagaimana Alby yang dikenal penyayang keluarga. Pasti pria itu sengaja mengajak anaknya agar tetap menunjukkan citra itu. Walaupun anaknya hanya dimanfaatkan saja, Kalea tidak masalah. Karena Kyna perlu bertemu juga dengan papanya.“Aku akan kirimkan alamat nanti.”“Baiklah.”Sambungan telepon langsung terputus saat mendapati jawaban itu. Kalea hanya bisa menatap dr. Derran saja.“Kenapa?” Dr. Derran tampak penasaran.“Mas Alby mau ajak Kyna ke ulang tahun anak temannya.”Dr. Derran hanya m
Kalea hanya pasrah ketika sang suami menciumnya. Makin lama Kalea makin nyaman.Mereka menikmati makan malam romantis sambil mendengarkan deburan ombak yang terdengar. “Apa ada efek dari pencegah kehamilan yang aku suntikkan padamu?” Dr. Derran menatap sang istri ketika mereka sedang menikmati makan.“Tidak. Aku merasa biasa saja.”Dua minggu yang lalu, Kalea mendapatkan suntikan pencegah kehamilan, hal itu dilakukan untuk mencegah kehamilan terjadi pasca keguguran.“Baguslah, aku harap kamu tetap nyaman. Jika ada apa-apa bilang padaku.”“Iya, aku akan mengatakan jika merasa tidak nyaman.”Dr. Derran harus bersabar untuk membuat Kalea hamil. Butuh tiga sampai enam bulan sampai kandungan Kalea sehat.“Kamu tidak apa-apa jika aku tidak cepat hamil?” Ragu-ragu Kalea bertanya. Padahal dia pernah menanyakannya. “Aku mau rahimmu sehat dulu. Saat rahimmu sehat, anak yang dilahirkan akan sehat. Jadi aku akan sabar menunggu. Lagi pula, kita bisa memanfaatkan waktu bersama. Kamu juga bisa pun