Perlahan Kalea membuka matanya. Hal pertama yang dilihatnya adalah langit-langit kamar.
“Kalea.”
Mendengar suara Alby, membuat Kalea mengalihkan pandangannya pada suaminya itu. Melihat suaminya itu, rasanya Kalea benar-benar kesal.
“Kalea, bagaimana keadaanmu? Apa kita perlu ke dokter?”
Kalea selalu suka saat Alby perhatian, tapi tidak kali ini. “Tidak!” Dengan tegas dia langsung menolak sambil membuang muka. Melihat ke arah lain selain Alby.
“Baiklah, kalau begitu kamu istirahat saja dulu. Aku akan berangkat kerja dulu.”
Kelae tidak menjawab ucapan Alby. Masih mengalihkan pandangan ke arah lain. Saat Alby pergi, barulah Kalea merasa tenang. Perasaan Kalea kali ini campur aduk. Sakit, kecewa, dan marah. Hal itu tiba-tiba saja membuatnya pusing lagi.
“Kenapa aku pusing? Apa aku mau datang bulan?” Biasanya rasa pusing itu melanda saat Kalea mau datang bulan, jadi dia menebak-nebak apa yang terjadi. “Tunggu-tunggu.” Namun, saat pikiran tertuju pada jadwal datang bulan, tiba-tiba dia ingat sesuatu. “Aku sudah terlambat datang bulan sebulan.” Alangkah terkejutnya ketika mengetahui jika dirinya belum datang bulan sebulan. Kali ini perasaannya semakin campur aduk, memikirkan apakah mungkin dirinya hamil.
Untuk tahu hal itu, Kalea pun akhirnya memutuskan ke rumah sakit untuk memeriksakan dirinya.
“Saya mau ke dokter kandungan.” Kalea yang melakukan pendaftaran menyebut ke mana dia akan memeriksakan diri.
“Mau dengan dokter siapa?”
“Dr. Derran.” Kalea menyebut salah satu nama dokter di rumah sakit ini. Dr. Derran adalah dokter kandungan Kalea dulu. Sewaktu hamil Kyna, dia memeriksakan kandungan pada dr. Derran.
“Dr. Derran praktik jam sepuluh. Apa Ibu mau menunggu?”
Kalea melihat jam tangan di pergelangan tangannya. Waktu menunjukkan pukul 09.30. Artinya masih ada tiga puluh menit lagi. Jadi dia harus menunggu lebih dulu.
“Tidak apa-apa.” Kalea sudah nyaman dengan dr. Derran jadi dia memilih untuk tetap menunggu.
Setelah melakukan pendaftaran, segera Kalea ke bagian poli kandungan. Di depan poli kandungan ada banyak bangku, jadi dia bisa duduk di sana.
Namun, langkah Kalea terhenti ketika baru saja berbelok. Dari kejauhan Kalea melihat Alby dan Sandra di depan poli kandungan.
Hancur hati Kalea melihat suaminya mengantarkan selingkuhannya itu ke dokter kandungan. Padahal tadi suaminya itu pamit ke kantor.
Tangan Alby yang membelai lembut perut Sandra pun membuat hati Kalea semakin sakit. Seolah suaminya begitu mencintai anak di dalam kandungan itu. Interaksi Alby dan Sandra yang tampak mesra-saling melemparkan senyuman pun menyadarkan Kalea, kalau memang percuma mempertahankan rumah tangganya.
Tak sanggup melihat itu, Kalea pun berbalik. Berpikir mungkin dia akan ke rumah sakit lain waktu saja.
Namun, baru saja dia berbalik, tiba-tiba tubuhnya tertabrak tubuh seseorang.
“Auuu ....”
“Kamu tidak apa-apa?”
Mendapati pertanyaan itu Kalea menatap pemilik suara. “Dr. Derran.” Dia tampak terkejut bertemu dengan dokter tampan itu.
“Kamu tidak apa-apa?” Dr. Derran kembali bertanya.
“Iya, saya tidak apa-apa, Dok.”
“Syukurlah.” Dr. Derran mengulas senyum manisnya. “Kamu sedang lihat apa?” tanyanya ingin tahu.
Kalea refleks menoleh ke arah di mana suaminya berada.
“Oh ... mereka.” Dr. Derran tampak tidak terkejut ketika melihat suami Kalea dan selingkuhannya.
Dari reaksi Dr. Derran yang tidak terlalu terkejut membuat Kalea penasaran. “Dr. Derran pernah melihat mereka?” Kalea tidak mau penasaran. Karena itu dia memilih untuk bertanya.
“Bulan lalu aku lihat mereka periksa kandungan juga, tapi tidak denganku. Sepertinya suamimu trauma memeriksakan kandungan ke dokter pria.” Dr. Derran menjawab sambi melemparkan candaan.
Mendengar ucapan dr. Derran membuat Kalea semakin terluka. Ternyata sang suami begitu perhatian dengan selingkuhannya itu, sampai-sampai mengantarkannya periksa kandungan.
“Saya permisi dulu, Dok.” Tak mau menunggu lama, Kalea pun berpamitan, tak mau menangis di depan dr. Derran.
Dr. Derran melihat jelas jika mata Kalea berkaca-kaca. Hal itu membuatnya merasa bersalah.
“Tunggu!” Dr. Derran menghentikan Kalea yang mau pergi.
Kalea berhenti lebih dulu.
“Kamu ke sini untuk periksa?” tanya dr. Derran memastikan lebih.
“Tadinya saya mau memeriksakan pada Anda, Dok, tapi sepertinya saya akan kembali besok saja.” Kalea melihat ke arah suaminya yang masih duduk di ruang antre. Dia tidak mau mengantre dan membuatnya bertemu dengan suaminya.
Dr. Derran melihat ke arah suami Kalea. Tampaknya Kalea tidak jadi memeriksakan karena sang suami di sana. Saat memerhatikan suami Kalea, dr. Derran melihat suaminya itu sudah masuk ke ruang dokter.
“Ayo, ke ruanganku,” ajak dr. Derran.
Kalea kembali melihat jam tangan di pergelangan tangannya. “Ini belum jam sepuluh, Dok. Bukannya harusnya dr. Derren belum mulai praktik?”
“Kamu bisa menunggu di dalam ruanganku sampai aku mulai praktik. Jika kamu menunggu di luar, kamu akan bertemu dengan suamimu itu.”
Apa yang dikatakan dr. Derren memang benar. Jika menunggu di luar, pasti Alby dan Sandra akan melihatnya. Namun, jika pulang tanpa tahu apa yang terjadi padanya, tentu saja itu membuatnya penasaran. Kalea harus tahu hari ini juga jika dirinya hamil atau tidak.
“Baik, Dok.”
Akhirnya Kalea ikut dr. Derran untuk ke ruangannya. Di dalam ruangan hanya ada mereka berdua. Perawat belum masuk karena memang masih mempersiapkan data pasien yang akan memeriksakan diri dengan dr. Derren.
“Duduklah.” Dr. Derren mempersilakan Kalea.
Kalea segera duduk di kursi yang berada di depan meja dr. Derren.
“Apa yang terjadi padamu sampai mau memeriksakan padaku?”
“Saya sudah terlambat datang bulan sebulan, Dok.”
Dr. Derran mengangguk-anggukkan kepalanya. “Kamu sudah cek di rumah?”
Kalea langsung menggeleng. Sejujurnya Kalea takut memeriksakan sendiri. Karena takut melihat hasilnya sendiri.
Dr. Derran pun segera mencatat informasi yang dibutuhkan seperti kapan terakhir datang bulan, berapa lama datang bulan, gejala apa yang dirasakan saat ini. Baru setelah itu, dia memberikan alat untuk menampung urin untuk Kalea.
“Kamu bisa gunakan toilet di sini saja.” Dr. Derran menunjukkan toilet yang berada di dalam ruangannya, karena tidak mau Kalea keluar dan bertemu dengan suaminya.
“Terima kasih, Dok.” Kalea merasa bersyukur sekali karena dr. Derran mengerti sekali jika saat ini dia tidak mau bertemu dengan suaminya.
Akhirnya Kalea ke toilet tersebut, dan keluar dengan satu botol kecil berisi urin yang diminta oleh dr. Derran.
Dr. Derran segera mengecek dengan alat tes kehamilan.
Kalea menunggu dengan duduk di kursi. Perasaannya cemas menunggu hasil pemeriksaan. Masih berdoa jika dia tidak akan hamil.
“Kalea, kamu hamil.”
Pikiran Kalea berkecamuk. Di tengah kekacauan ini, dia justru dinyatakan hamil. Bagaimana bisa ini semua terjadi? Entah harus bahagia atau harus sedih ketika mendapati kabar kehamilannya ini. Pernikahannya sedang di ambang kehancuran, tapi semakin hancur dengan kabar kehamilan ini.
Dr. Derran melihat reaksi Kalea yang tampak sedih. Bingung harus memberikan selamat atau tidak.
“Apa kita bisa lanjutkan pemeriksaan?” tanya dr. Derran.
“Boleh, Dok.”
Dr. Derran segera memeriksa kandungan Kalea dengan alat USG. Terlihat di layar USG jika kandungan Kalea sudah dua bulan. Dr. Derran pun memberikan beberapa hal yang harus dilakukan dan tidak dilakukan saat hamil.
“Kamu bisa datang ke sini sebulan lagi untuk melakukan pemeriksaan.”
“Baik, Dok.”
“Tunggulah di sini dulu. Aku akan minta perawat untuk mengambilkan vitaminmu.”
Kalea merasa beruntung karena dr. Derran begitu perhatian. Bisa dibayangkan jika Kalea harus mengambil vitamin yang diresepkan, pasti akan bertemu dengan suaminya.
“Terima kasih, Dok.”
Kalea menunggu sebentar vitaminnya diambilkan oleh perawat, setelah itu, dia baru pulang. Dia memilih jalan lain agar tidak bertemu dengan sang suami.
Dari rumah sakit, Kalea tidak langsung pulang. Dia menjemput anaknya lebih dahulu dan mengajaknya untuk pergi ke taman bermain lebih dulu. Kalea ingin menenangkan diri lebih dulu sebelum pulang. Kabar kehamilannya ini benar-benar membuat perasaannya tak karuan.
Tepat jam tiga sore barulah Kalea pulang. Namun, sampai di rumah dia dikejutkan dengan banyak orang di sana.
“Ada apa ini?”
Kalea meminta anaknya untuk menunggu di mobil karena dia harus memastikan lebih dulu. Dengan jantung yang berdegup kencang, dia segera turun dari mobil. Langkahnya diayunkan masuk ke rumah untuk tahu apa yang terjadi di rumah.
Langkahnya terhenti di depan pintu saat melihat Sandra yang memakai kebaya putih dan Alby memakai jas hitam. Tampak tiga orang di sana. Satu orang Kalea kenal, yaitu adik Bu Salma yang merupakan paman Alby.
“Kalea kamu sudah pulang?” Sandra menyapa Kalea dengan senyuman.
Senyuman Sandra itu membuat hati Kalea meradang. Dari pakaian yang dipakai Sandra, dia yakin jika hari ini adalah hari pernikahan Sandra dan Alby.
“Apa-apa ini, Mas?” Kalea menatap Alby yang berdiri tepat di samping Sandra.
Alby segera menghampiri Kalea. “Ayo kita bicara di kamar.” Dia mengajak Kalea untuk pergi dari ruang tamu yang diisi banyak orang.“Tidak perlu di kamar!” Tangan Alby yang berada di lengan Kalea pun segera disingkirkan.Alby hanya bisa pasrah ketika Kalea tidak mau bicara baik-baik.“Kamu mau menikahi selingkuhanmu itu, Mas?” Kalea menatap tajam pada sang suami dan beralih ke arah Sandra yang duduk di depan penghulu.“Namanya Sandra, Kalea. Jangan sebut dia seperti itu.” Alby menegur KaleaKalea mencibirkan bibirnya ketika suaminya tak mau Sandra disebut selingkuhannya.“Aku harus menikahi Sandra, karena dia hamil anakku. Anakku butuh status jelas. Jadi aku harus menikahinya.” Alby berusaha keras untuk menjelaskan pada Kalea.“Jika kamu mau menikahinya, harusnya kamu menceraikan aku dulu, Mas. Bukan justru menikahinya lebih dulu.” Suara Kalea meninggi. Letupan emosi di dalam setiap ucapannya terdengar jelas.Suara Kalea yang meninggi itu jelas menarik perhatian orang-orang.“Lea, bisak
“Tapi, Dok.”“Ini sudah malam. Sebaiknya kamu ikut saja.” Dr. Derran berusaha untuk membujuk Kalea.Kalea melihat anaknya. Pasti sang anak sudah sangat lelah. Apalagi tadi siang, dia membawa sang anak ke tempat bermain. Kalea juga berpikir jika saat ini dia tidak punya tempat untuk tinggal. Jadi tidak ada salahnya menerima tawaran dari dr. Derran untuk sementara waktu.“Baik, Dok.” Kalea pun akhirnya setuju.Dr. Derran membuka mobilnya dan mempersilakan Kalea dan anaknya untuk masuk. Barulah setelah itu dia memasukkan koper ke bagasi belakang, dan masuk setelah itu.Dr. Derran melajukan mobilnya. Tempat yang dituju adalah rumahnya.Sesampainya di rumah, dr. Derran mempersilakan Kalea untuk masuk ke rumah.Rumah keluarga dr. Derran cukup besar. Tentu saja itu membuat Kalea merasa tidak enak. Namun, berbeda dengan anaknya, dia begitu antusias sekali.“Wah ... rumah Uncle Dokter besar sekali.” Kyna sampai terperangah melihat rumah besar milik dr. Derran.“Apa kamu suka?” tanya dr. Derran
Mata Kalea membulat sempurna ketika mendengar ucapan dari Alby. Bagaimana bisa pria itu datang tiba-tiba dan mengajaknya untuk pulang dengan alasan ibunya.“Aku tidak mau.” Kalea menolak.“Lea, ibu mencarimu terus menerus. Aku mohon pulang dan temui ibu sebentar saja.”Kalea benar-benar berada dalam dilama. Dia tahu persis bagaimana ibu mertuanya itu sangat dekat dengannya, bahkan menganggapnya anak sendiri. Jika sekarang ibu mertuanya itu menanyakan dirinya, jadi wajar saja. Namun, jika pergi ke rumah Alby, dia akan bertemu dengan Sandra.“Baiklah, aku ke rumah, tapi hanya untuk menemui ibu.” Kalea akhirnya memutuskan untuk mengunjungi ibu mertuanya, tak tega ketika ibu mertuanya mencarinya.“Baiklah.” Alby segera pergi.Kalea segera menemui dr. Derran. Memberitahu jika dia akan pergi ke rumah Alby karena mantan ibu mertuanya mencari dirinya. Dr. Derran pun menawarkan diri untuk mengantarkan. Kalea memang butuh dr. Derran, karena jika mencari taksi pastinya akan lama.“Sebaiknya
Alby begitu terkejut sekali ketika mendengar jika Kalea mau mengurus perceraian mereka.“Kalea biarkan aku yang mengurus semuanya.”“Jika kamu yang mengurus, aku rasa tidak selesai-selesai, Mas. Jadi biarkan aku yang mengurusnya agar hubungan kita berakhir lebih cepat.” Kalea tidak mau hidup dalam belenggu hubungan yang sangat menyakitkan ini, karena itu dia ingin segera mengakhiri semuanya.Alby sengaja tidak mau memberikan itu karena masih butuh Kalea. Ibunya terus menanyakan Kalea, karena itu dia belum mau membawa perceraian mereka ke pengadilan.“Kalau Mas Alby tidak mau memberikanya, aku bisa ambil sendiri.” Kalea segera masuk ke kamar, dan menuju ke lemari milik Alby. Dia segera mencari surat nikah itu.Alby mengejar Kalea. “Lea, dengarkan aku. Kita bisa urus surat perceraian nanti, yang terpenting kita urus ibu bersama dulu.”Kalea menghentikan tangannya yang sedang mencari surat nikah, kemudian mengalihkan pandangan ke arah Alby. Dia menatap bingung pada pria yang kini berstat
Alby menatap tajam pada Kalea. Dia menyimpulkan dari apa yang dilihatnya.Kalea benar-benar tidak menyangka Alby menuduhnya seperti itu. Padahal dirinya yang selingkuh selama ini.“Jangan menyalahkan orang lain atas apa yang kamu lakukan sendiri! Bukankah kamu sendiri tahu jika Kalea meminta cerai karena kamu selingkuh!” Dr. Derran tidak tinggal diam, dia berusaha membela Kalea dan melindungi wanita itu dari tuduhan mantan suaminya.Alby benar-benar kesal dengan pria di depannya itu. Ternyata Kalea sudah menceritakan banyak hal tentang dirinya.“Aku memang selingkuh, tapi sepertinya kalian pun juga. Selingkuh di belakangku.”“Mas, aku tidak pernah selingkuh seperti yang kamu tuduhkan itu. Jangan samakan aku denganmu yang mengkhianati rumah tangga kita!” Kalea yang berada di balik tubuh dr. Derran pun akhirnya bicara.“Jika kamu tidak selingkuh, maka kembalilah ke rumah. Aku baru percaya.”“Aku tidak perlu membuktikan apa pun lagi karena memang hubungan kita sudah berakhir. Aku juga t
Kalea menatap plastik yang diberikan dr. Derran padanya. Berusaha menebak apa yang ada di dalam plastik itu. “Ini susu ibu hamil.” Sebelum Kalea mendapat jawaban atas apa yang ada di dalam plastik, dr. Derran lebih dulu memberitahu. Untuk sejenak Kalea terpaku mendengar apa yang dibawakan oleh dr. Derran. Sejak dinyatakan hamil, memang Kalea belum beli susu ibu hamil sama sekali. “Aku lihat kamu belum minum susu, karena itu aku membelikannya untukmu.” Dr. Derran menyodorkan kembali plastik tersebut. “Terima kasih banyak, Dok.” Kalea menerima plastik berisi susu tersebut. Entah harus sedih atau senang atas perhatian dr. Derran. Karena sejujurnya masih ada terbesit di hatinya menunggu perhatian Alby. “Ini susu terbaik yang sering aku rekomendasikan pada pasien, tapi aku tidak tahu kamu suka rasa apa, jadi aku membelikan semua rasa.” Dr. Derran tersenyum. Sudah dibelikan saja Kalea merasa senang. Jadi rasa apa pun, dia rasa tidak masalah. “Saya suka semua rasa. Nanti saya coba semua
Langkah dr. Derran terhenti. Dia berusaha untuk tetap tenang, tak mau membuat Kalea tidak nyaman dengannya.“Iya.” Dr. Derran menatap Kalea.“Dr. Derran tidak jadi minum?”Dr. Derran mengalihkan pandangan ke arah gelas berisi minuman. Bodohnya dirinya karena meninggalkan minumannya begitu saja. Padahal tadi niatnya ke dapur untuk minum.“Iya, aku lupa.” Dr. Derran kembali lagi untuk mengambil gelas berisi minuman miliknya. Tak mau membawanya ke kamar, dia meminumnya di sana sekalian. Satu gelas berhasil ditengaknya dalam hitungan detik.“Sepertinya dr. Deran haus.” Kalea tersenyum melihat dr. Derran yang minum satu gelas begitu cepat.“Iya.” Dr. Derran mengangguk. “Aku ke kamar dulu.” Dia segera berpamitan untuk menghindar dari Kalea.Kalea mempersilakan dr. Derran pergi. Tak menaruh curiga sama sekali.Dr. Derran segera masuk ke kamar. Saat menutup pintu, dia memegangi dadanya. Jantungnya berdegup kencang ketika bertatapan dengan Kalea.“Kenapa berdebar? Apa aku menyukainya?” Pertany
Sandra bukannya tersinggung dengan apa yang dilakukan oleh Kalea. Dia justru tertawa. Merasa lucu dengan sikap Kalea.“Padahal aku mau memberikan ucapan selamat, tapi kamu justru seperti itu.” Sandra pura-pura kecewa.Kalea berusaha untuk menahan diri agar tidak marah. Tak mau terpancing karena dia sedang di tempat umum.“Sebenarnya aku kasihan padamu. Padahal kita bisa jadi madu yang baik, sama-sama menjadi istri Mas Alby, dan sama-sama hamil anak Mas Alby. Sayangnya, kamu memilih untuk bercerai.” Sandra tersenyum penuh arti. Kata-kata itu tidak benar-benar dari hati. Karena sejujurnya dia suka dengan Kalea yang memutuskan untuk bercerai.“Jangan munafik! Aku tahu yang ada di otakmu. Sebenarnya kamu suka bukan jika aku bercerai?”Sandra langsung tertawa ketika mendengar ucapan Kalea itu. “Ternyata kamu pintar juga. Aku memang tidak suka, dan berharap jika kamu bercerai.”“Aku sudah bercerai. Jadi silakan ambil saja Mas Alby. Jangan ganggu aku lagi.” Kalea pun segera berbalik untuk s
Mendengar hal itu, dr. Derran segera berlari ke UGD. Pikirannya melayang memikirkan apa yang terjadi pada sang istri.Saat sampai di sana, tak hanya sang istri yang ditemuinya. Ada Mayra juga di sana. Dia yakin jika sang istri dan Mayra sudah bertemu sebelum dirinya datang. Ingin rasanya bertanya, apa yang sudah dilakukan Mayra bersama istrinya. Namun, untuk saat ini tidak seharunya dia bertanya seperti itu. Ada hal yang jauh lebih penting dari itu. Yaitu sang istri. “Sayang, kamu kenapa?” “Kontraksi yang aku rasakan sudah intens. Jadi aku ke sini.” Dr. Derran tentu kaget, karena sang istri tidak ada omongan sama sekali jika kontraksi. “Sayang, kenapa tidak mengatakan padaku?” Rasanya sebagai suami, dr. Derran merasa jahat. “Aku sudah konsultasi dengan dr. Nana. Jadi kamu tidak perlu khawatir.” Kalea mencoba menenangkan. Mungkin karena ini bukan kehamilan pertama, jadi Kalea tampak tenang. Dr. Derran hanya bisa pasrah ketika sang istri sudah mengambil tindakan itu. Artinya mema
“Tidak perlu.” Kalea langsung menarik dr. Derran. Merasa jika sang suami tidak perlu melakukan itu. “Kenapa?” tanya dr. Derran penasaran. “Tidak perlu melakukan hal itu. Jangan mengganggu waktu kerjamu. Fokus saja dengan pekerjaanmu.” Kalea tidak mau dr. Derran bersikap berlebihan dengan Mayra karena suaminya sedang di rumah sakit. “Jika mau diselesaikan, kita ajak dia bicara di luar.”Apa yang dikatakan sang istri ada benarnya. Tidak mungkin terus-terusan bicara di rumah sakit. Karena memang beberapa kali dilakukan Mayra masih melakukan hal yang sama. “Baiklah, kita akan bicara pada Mayra di luar. Aku akan menghubunginya dan membicarakan ini semua.” Dr. Derran mau Kalea ikut untuk bicara dengan Mayra, karena tidak mau ada kebohongan di antara mereka. Kalea setuju dengan apa yang dikatakan sang suami. Mereka akan bicara nanti dengan Mayra. Namun, untuk saat ini, dia harus fokus pada kandungannya dulu. Karena ini adalah pemeriksaan terakhir. Dr. Derran mengunjungi pasien-pasienny
Kalea benar-benar merasa tidak enak hati sejak melihat beberapa kali suaminya pulang dengan keadaan kesal dan kelelahan. Sebagai istri dia merasa jika ada yang tidak beres dengan suaminya. “Apa tidak terjadi apa-apa di rumah sakit?” tanya Kalea menatap dr. Derran. Sepertinya memang tidak ada yang bisa disembunyikan oleh dr. Derran. Dia merasa jika istrinya pasti curiga dengan semua yang dilakukannya. “Kita bicara sambil duduk.” Dr. Derran mengajak sang istri duduk di sofa yang berada di kamar. Kalea semakin dibuat penasaran karena sang suami tampak begitu serius saat bicara. Dr. Derran yang ingin bicara, meraih tangan Kalea lebih dulu. Menggenggamnya erat. “Ada yang mau aku katakan terkait Mayra.” Karena kemarin dia melihat keadaan Kalea baik-baik saja, maka itu dia memberanikan diri untuk mengatakannya sekarang. Tak nyaman bagi dr. Derran menyembunyikan semua dari Kalea.Mendengar nama mantan kekasih suaminya itu, Kalea merasa jika pasti ada masalah yang terjadi. “Ada apa deng
Dr. Derran yang masuk ke ruangannya dikejutkan dengan bunga yang berada di atas mejanya. Tentu saja itu membuat dr. Derran kesal. Dia sangat yakin jika Mayra yang mengirim bunga itu. Rasanya dr. Derran benar-benar kesal sekali. Buru-buru dr. Derran memanggil perawat. “Ada apa, Dok?” “Siapa yang menaruh bunga ini di sini?” Olda melihat dr. Derran yang tampak begitu kesal, Olda jadi takut. Dia mengalihkan pandangan pada bunga di atas meja. “Saya tidak tahu, Dok.” “Bawa keluar bunganya!” Dr. Derran tidak mau melihat bunga itu. Olda langsung mengambil bunga tersebut, kemudian membawanya keluar dari ruangan dr. Derran. Dr. Derran benar-benar kesal. Tentu saja dia akan memperingatkan Mayra setelah ini. Pagi ini, dr. Derran mengunjungi pasien yang melakukan operasi kemarin dan juga pasien yang sudah operasi sebelumnya. Beberapa diizinkan untuk pulang. Kegiatan berlanjut untuk melakukan praktik. Namun, saat berpapasan dengan Mayra, dr. Derran memanfaatkan hal itu.“Kalian ke ruanga
Dua operasi berjalan dengan lancar. Untungnya Mayra tidak bertingkah di saat operasi. Jadi semua berjalan lancar. “Apa akan langsung pulang setelah ini? Apa kita tidak makan-makan dulu untuk merayakan operasi kita yang berhasil ini?” Mayra menatap dr. Derran. Dr. Derran malas dengan sikap basa-basi mantan pacarnya itu. Tak mau berurusan, dr. Derran segera berlalu meninggalkan Mayra. Langkah dr. Derran diayunkan keluar dari ruang operasi. Kembali ruangannya untuk segera pulang. “Kak.” Saat hendak masuk ke mobil, dr. Derran mendengar suara. Saat menoleh dia melihat Rivans di sana. “Ada apa?” tanya dr. Derran. “Aku tidak bawa mobil, apa aku bisa menumpang?” “Ayo.” Dr. Derran mengizinkan sepupunya itu. Rivans segera masuk ke mobil dr. Derran. Duduk tepat di samping kursi kemudi. Dr. Derran melajukan mobilnya. Rumah orang tua Rivans tak jauh dari rumah orang tuanya, jadi tak masalah jika dia mengantarkannya. “Bagaimana perasaan Kak Derran bertemu dengan mantan? Apa berdebar?” t
Melihat sepupunya itu menunjuk ke pintu lobi, dr. Derran langsung mengalihkan pandangannya. Dilihatnya seseorang yang dikenalnya. “Aku mau memberitahu kamu jika dia sekarang bekerja di sini lagi.” Rivans menjelaskan alasannya menghubungi sepupunya itu kemarin. “Kenapa tidak menghubungi balik jika kamu ingin memberitahu itu?” Dr. Derran menatap tajam pada sepupunya itu. “Kamu tidak mau diganggu, jadi aku tidak menghubungi lagi.” Dengan polosnya Rivans menjawab.Dr. Derran hanya bisa mengembuskan napasnya. Benar-benar kesal pada sepupunya itu. Padahal ini adalah hal penting. “Hai.” Mayra menyapa dr. Derran dengan senyum. “Kita bertemu di sini.” Dengan polosnya dia menjelaskan. “Waktu itu aku mau bilang jika aku kembali bekerja di sini. Hanya saja, waktu itu tidak tepat.” Sejenak dr. Derran teringat dengan kedatangan Mayra ke rumah. Waktu itu dia membahas rumah yang membuat Kalea terluka. Mungkin jika waktu itu tidak ada kejadian kemarin, dr. Derran sudah tahu keberadaan Mayra di r
Kalea yang melihat seorang wanita memanggil suaminya. Dia memerhatikan wanita yang sedang berjalan ke arah suaminya itu. “Sayang, aku bisa jelaskan.” Dr. Derran meraih tangan sang istri. Kalea merasa sedikit kesal. Kemarin mantan pacar suaminya yang datang, dan ini siapa lagi? Kalea tidak tahu siapa lagi wanita yang kini ada di hadapan sang suami. “Siapa dia?” tanya Kalea memastikan.“Dia arsitek yang akan merenovasi rumah kita. Aku sengaja mengundangnya agar kamu bisa bicara dengannya.” Dr. Derran tak mau berlama-lama menyelesaikan masalahnya. Rumah harus segera diubah, jadi dia sengaja menghubungi arsitek dari Adion Company, karena itu pihak Adin Company mengirim arsitek untuk mewujudkan keinginan dr. Derran.Kalea cukup terkejut mendengar jika suaminya akan merenovasi rumah. Tidak menyangka akan secepat itu. “Aku mau kamu senang. Jadi aku mau mengubah semuanya untuk kamu. Sampaikan apa yang kamu inginkan.” Dr. Derran menatap Kalea dengan teduh.Kalea merasa beruntung suaminya
Kalea yang nyaris terlelap, terbangun ketika mendengar suara ponsel suaminya. Dr. Derran segera mengambil ponselnya untuk melihat siapa yang menghubungi. “Rivans.” “Kenapa dia menghubungi malam-malam?”“Entah.” Dr. Derran menaikkan bahunya. Tak tahu “Angkat saja dulu. Siapa tahu penting.” “Baiklah.” Dr. Derran mengangguk. Dr. Derran segera mengangkat sambungan telepon tersebut. Ingin tahu apa yang ingin dibicarakan Rivans. “Kak.” Suara Rivans terdengar di seberang sana. “Kamu mau bahas pekerjaan atau hal pribadi?” tanya dr. Derran tanpa basa-basi. “Hal pribadi.” Rivans di seberang sana memberitahu. “Jika hal pribadi, besok saja kamu bicara.” Dr. Derran langsung mematikan sambungan telepon dan meletakan telepon di atas nakas. Apa yang dilakukan sang suami itu jelas membuat Kalea terkejut. “Kenapa dimatikan?” tanyanya. “Dia hanya ingin membahas hal pribadi. Jadi aku pikir, bisa dibicarakan besok.” Dengan entengnya dr. Derran menjawab. “Tapi, kalau sampai urusan pribadi
Mayra tentu saja tidak ada muka saat diusir. Padahal dia belum bicara dengan dr. Derran. Tak mau semakin malu, akhirnya Mayra pulang. Kini tinggal Kalea dan dr. Derran yang ada di rumah itu. Kalea segera berbalik untuk masuk. Meninggalkan dr. Derran yang masih di depan pintu. Tempat yang dituju adalah kamar. Dr. Derran yang melihat sang istri pergi, segera mengejar. Dia harus menjelaskan semuanya. “Sayang.” Dr. Derran masuk ke kamar. “Jadi kamar ini desain wanita itu juga?” tanya Kalea memastikan. “Sayang, maaf aku tidak mengatakannya, tapi aku tidak berniat berbohong.” Dr. Derran berusaha untuk meyakinkan sang istri. “Aku sudah dengar jika rumah ini disiapkan untuk dia. Hanya saja, aku teralu naif hingga tidak berpikir jika rumah ini didesain olehnya.” Kalea merasa sangat bodoh sekali. “Sayang, sejujurnya waktu itu aku mau merenovasi, hanya saja belum ada waktu. Aku benar-benar sibuk. Ditambah pernikahan kita dan aku pikir tidak masalah jika memakai semuanya dulu.” Dr. Derran