Sandra bukannya tersinggung dengan apa yang dilakukan oleh Kalea. Dia justru tertawa. Merasa lucu dengan sikap Kalea.“Padahal aku mau memberikan ucapan selamat, tapi kamu justru seperti itu.” Sandra pura-pura kecewa.Kalea berusaha untuk menahan diri agar tidak marah. Tak mau terpancing karena dia sedang di tempat umum.“Sebenarnya aku kasihan padamu. Padahal kita bisa jadi madu yang baik, sama-sama menjadi istri Mas Alby, dan sama-sama hamil anak Mas Alby. Sayangnya, kamu memilih untuk bercerai.” Sandra tersenyum penuh arti. Kata-kata itu tidak benar-benar dari hati. Karena sejujurnya dia suka dengan Kalea yang memutuskan untuk bercerai.“Jangan munafik! Aku tahu yang ada di otakmu. Sebenarnya kamu suka bukan jika aku bercerai?”Sandra langsung tertawa ketika mendengar ucapan Kalea itu. “Ternyata kamu pintar juga. Aku memang tidak suka, dan berharap jika kamu bercerai.”“Aku sudah bercerai. Jadi silakan ambil saja Mas Alby. Jangan ganggu aku lagi.” Kalea pun segera berbalik untuk s
“Kamu ini bicara apa.” Alby berusaha menghindar. Saat bersama Sandra, dia memang tidak suka membahas perasaannya pada Kalea. “Aku lihat kamu kesal saat melihat foto tadi. Artinya kamu cemburu dengan Kalea yang bersama dengan pria lain.” Pikiran Alby langsung tertuju dengan apa yang dikatakan oleh Sandra. Perasaannya memang langsung kesal ketika melihat foto itu. Apalagi ketika Sandra bilang jika posisinya akan terganti. ‘Apa aku cemburu?’ Pertanyaan itu berputar di otak Alby. “Mas, katakan padaku.” Sandra mengguncang tubuh Alby. Rasa kesalnya sudah menguasai Sandra hingga sedikit kasar pada Alby. Apa yang dilakukan Sandra itu menyadarkannya. “Sudah, jangan perdebatkan sesuatu yang tidak penting saat ini. Sudah malam.” Alby segera berlalu pergi ke kamarnya. Tak mau melanjutkan perdebatan dengan istrinya itu. Sandra hanya bisa menatap malas pada Alby yang pergi meninggalkannya. Dia bukan orang bodoh. Tadi jelas reaksi Alby yang tampak cemburu, artinya memang Alby masih memiliki per
Dari kejauhan Kalea melihat seseorang yang dikenalnya berdiri di depan kelas. Rasa kesal seketika menjalar ke dalam hatinya ketika melihat orang itu.“Papa.” Kyna berlari ketika melihat siapa yang ada di depan kelas.Kalea menatap Alby dari kejauhan. Rasanya, dia belum siap bertemu dengan Alby. Namun, saat ini dia tidak bisa menghindar, apalagi ada anaknya.“Anak Papa.” Alby menggendong tubuh Kyna, kemudian mendaratkan kecupan di pipi Kyna.“Kyna kangen sama Papa.” Kyna memeluk erat tubuh Alby.“Papa juga kangen.” Alby tersenyum.“Kapan rumah selesai Papa?” tanya Kyna.“Rumah?” Alby tampak bingung dengan apa yang dikatakan anaknya, dia beralih pada Kalea. Meminta jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan anaknya itu.“Rumah masih direnovasikan, Papa?” Kalea berusaha tersenyum di depan anaknya agar anaknya tidak curiga.Akhirnya Alby tahu apa alasan yang diberikan oleh Kalea pada anaknya.“Iya, Sayang. Rumah masih direnovasi.” Terpaksa Alby mengikuti permainan yang diberikan oleh Kalea
Kalea dan dr. Derran segera pergi meninggalkan taman. Kali ini yang membawa mobil adalah Kalea. Sengaja dia menyetir agar dr. Derran bisa beristirahat setelah dipukul oleh Alby.Mobil berbelok ke apotek. Kalea ingin membeli obat untuk mengobati luka yang berada di sudut bibir dr. Derran.“Dr. Derran tunggu di sini dulu. Saya beli obat.” Kalea segera keluar dari mobil dan masuk ke apotek.Melihat Kalea yang begitu perhatian padanya, membuat dr. Derran tersenyum. Dia benar-benar senang dengan perhatian itu. Dr. Derran sadar jika perasaan ini semakin hari semakin tubuh. Masalahnya Kalea masih berstatus istri orang. Kalau pun sampai Kalea bercerai, dia harus menunggu sampai anaknya lahir.Kalea kembali dengan satu kantung berisi kapas dan obat luka.“Saya obati dulu, Dok.” Kalea duduk miring, menghadap ke arah dr. Derran.Dr. Derran dengan senang hati menerima tawaran itu, dia segera memiringkan tubuhnya agar Kalea dapat mengobati lukanya.Kalea segera membersihkan darah yang sudah mulai
Kalea yang tidak mendapati anaknya, akhirnya memutuskan untuk bertanya. Ingin tahu ke mana anaknya. Berpikir mungkin anaknya sedang bersama gurunya atau yang lain.“Kyna sudah pulang sejak tadi, Bu.”Kalea benar-benar bingung. Padahal dia belum menjemput Kyna.“Pulang dengan siapa, Miss?” tanya Kalea yang begitu penasaran.“Pulang dengan papanya.”Mendapati jawaban itu akhirnya Kalea tahu jika ternyata Kyna dijemput oleh Abra.“Kapan dia menjemputnya, Miss?”“Tiga puluh menit setelah masuk, Bu.”Kalea menduga jika pasti Kyna dijemput setelah pertengkaran tadi. Kalea yakin jika Alby sengaja menjemput Kyna.“Terima kasih, Miss.”Tak membuang waktu, Kalea segera pergi kembali ke mobil. Dia harus mengajak dr. Derran untuk mengantarkan ke rumah Alby.“Kyna mana, Lea?” Dr. Derran melihat jika Kalea sendiri masuk ke mobil.“Kyna dijemput Mas Alby, Dok.” Kalea menjelaskan pada Dr. Derran.“Kyna dijemput mantan suamimu?” Dr. Derran sedikit terkejut.“Iya, Dok. Saya harus ke sana untuk menjem
“Kamu tidak membuka pintu untuk Kalea mengambil anaknya?” Sandra yang ikut melihat Kalea di depan rumah pun segera bertanya pada anaknya.“Tidak.”“Kenapa?” Sandra tidak mengerti apa yang diinginkan suaminya itu. Padahal dia sudah senang Kalea dan anaknya pergi.“Aku ingin Kalea tahu jika dia tidak bisa melawan aku.”Sandra semakin bingung dengan apa yang dikatakan oleh Alby. Namun, satu hal yang diyakini adalah jika Alby cemburu pada dokter itu.“Apa kamu cemburu?” Sandra tak kuasa untuk tidak bertanya.“Jangan bahas itu sekarang, Sandra!” Alby sedang dalam situasi yang tidak nyaman. Jadi dia tidak ingin membahas hal ini.Dari jawabanmu itu Sandra semakin yakin jika Alby cemburu dengan pria yang bersama Kalea. “Kamu cemburu. Karena itu kamu menggunakan Kyna untuk membuat Kalea menjauh dari pria itu.”Ketika Sandra menyimpulkan, Alby memilih mengabaikan.Sikap Alby itu membuat Sandra benar-benar kesal. Dia segera menarik lengan suaminya untuk menatapnya. “Jawab aku!” teriaknya.“Iya,
Kalea tidak menyangka jika ada yang membuka pintu. Saat seseorang keluar dari sana, lebih membuat Kalea tidak menyangka. Alby, membuka pintu itu setelah dr. Derran berteriak.“Akhirnya dia keluar juga.” Alby dengan santai berjalan ke gerbang. Sejujurnya dia tidak menyangka jika dr. Derran akan ikut memanggil.“Kenapa harus berteriak-teriak di rumahku?” Alby menatap tajam pada dr. Derran.“Kamu tahu jika Kalea sedang hamil anakmu. Apa kamu sadar dengan apa yang kamu lakukan?” Dr. Derran tidak melepaskan kesempatan ini untuk bicara pada Alby.“Aku tahu dia hamil, tapi anakku atau bukan, aku ragu.” Dengan entengnya Alby menjawab.Kalea membulatkan matanya ketika mendengar ucapan Alby itu. “Mas, bisa-bisanya kamu mengatakan itu!”“Sekarang kamu tinggal di rumah seorang pria. Aku tidak tahu apa yang kamu lakukan di sana. Bisa jadi kamu tidur dengannya.”Kata-kata Alby itu menggoyak hati Kalea. Bagaimana bisa orang yang dicintainya itu bersikap seperti itu.“Aku tidak akan melakukan hal b
Alby memilih untuk mengabaikan Sandra. Masuk ke kamar untuk menghindari pertengkaran.Sandra mengejar Alby sampai ke kamar. Masih menunggu jawaban dari pria itu. “Mas.” Sandra menarik Alby.“Kamu bisa memasak? Kamu bisa mengurus ibu?” tanyanya menyindir.Sandra langsung bungkam mendapati pertanyaan itu.“Jika kamu tidak bisa, sebaiknya kamu diam saja. Tidak perlu banyak protes.”Sandra langsung diam dan tak bisa menjawab. Apa yang dikatakan Alby memang benar adanya. Dia tidak bisa melakukan semua itu. Namun, membiarkan Kalea tinggal di sini bukan hal mudah. Apalagi setelah Alby bilang dia masih memiliki rasa.****Semalam Kalea tidur di kamar anaknya. Tak keluar sama sekali hal. Namun, pagi ini dia tidak bisa melakukan itu. Apalagi Kalea harus sekolah. Alhasil, dia bangun pagi ini untuk menyiapkan sarapan dan bekal Kalea.“Dapur ini sepi tidak ada Bu Kalea.” Bi Ina yang mencuci piring mengajak mengobrol Kalea.“Memang nyonya rumah baru tidak memasak?” tanya Kalea ingin tahu.“Tidak, B
“Menurutmu kita ke mana?” tanya dr. Derran.Dari jalanan yang dilalui, tentu saja dia tahu ke mana arah mobil. Namun, dia memang ingin memastikan saja.Benar saja. Akhirnya mobil berhenti di depan rumah milik dr. Derrran. Sudah tidak tampak pembangunan sama sekali di rumah tersebut.“Apa sudah jadi?” tanya Kalea menatap sang suami.“Ayo kita lihat saja.”Kalea segera turun sambil menggendong Davi, sedangkan Kyna tampak asyik berjalan bersama dengan sang daddy.Mereka masuk bersama. Saat masuk pekarangan, Kalea dibuat terkejut karena fasad depan benar-benar berubah sekali. Ternyata tidak hanya bagian dalam saja, tapi bagian depan juga yang dirubah. Dindingnya berwarna putih dengan aksen kayu di beberapa sudut, atapnya berwarna abu-abu gelap, dan jendela-jendela besar yang memungkinkan cahaya matahari masuk dengan leluasa. Di depan rumah, ada taman kecil yang dipenuhi bunga berwarna-warni—mawar, melati, dan beberapa tanaman hijau yang tumbuh subur. Sebuah bangku taman berwarna cokelat
Alby mengalihkan pandangan pada pemilik suara itu. Tampak dr. Derran berjalan dengan langkah pasti-menghampiri.“Apa yang terjadi karena Tuhan ingin kamu sadar akan apa yang sudah kamu lakukan. Sehingga ke depan kamu tidak akan melakukan kesalahan lagi.” Dr. Derran kembali melanjutkan ucapannya.Senyum tipis menghiasi wajah Alby. Dr. Derran adalah lelaki yang bijak. Maka memang pantas Kalea mendapatkan pria itu.“Fokuslah pada keluarga. Karena keluarga adalah tempat ternyaman.” Dr. Derran menepuk bahu Alby. “Anak-anakmu adalah keluargamu. Jadi jagalah mereka dengan sepenuh hati.”Alby mengalihkan pandangan ke arah Kyna dan Alysa yang berada di stroller. Dua anaknya adalah hal berharga untuknya.“Kamu memang harus fokus pada anakmu yang sakit, tapi bukan berarti kamu melupakan anak pertamamu. Bagilah kasih sayangmu. Jangan sampai kamu kehilangan seperti dulu kamu kehilangan banyak hal di hidupmu.”Kata-kata yang diucapkan dr. Derran memang ada benarnya. Memang seharusnya Alby membagi w
“Mama.” Kyna langsung memegangi baju Kalea.Kalea tahu persis jika anaknya takut, karena itu dia berusaha untuk menenangkan. “Tidak apa-apa.”Alby yang berjalan sambil mendorong stroller pun langsung menghampiri Kalea dan Kyna.“Kyna.” Alby memanggil sang anak.Kyna takut saat papanya memanggil.“Kyna, tidak apa-apa.” Kalea berusaha meyakinkan sang anak.Kyna yang awalnya takut, akhirnya maju untuk menghampiri sang papa. Alby segera merentangkan tangan menyambut sang anak yang sedang menghampiri.Sebuah pelukan diberikan Alby pada Kyna. Kerinduan yang terpendam saat Alby memeluk anaknya. Rasa bahagia menyelimuti karena dapat melepaskan kerinduan pada anaknya.Kyna merasakan kehangatan sang papa, karena dia cukup lama tidak bertemu dengan papanya.“Kyna, apa kabar?” Alby melepaskan pelukan dan menatap sang anak.“Kyna baik Papa.”Alby membelai lembut wajah Kyna. Merasa benar-benar sedih sudah mengabaikan anaknya cukup lama. Selama ini Alby sibuk mengurus anaknya yang sedang sakit. Haru
Seminggu sudah dr. Derran tidak bekerja. Dia memilih fokus untuk menjaga anaknya. Pagi ini dia mulai praktik lagi. Sengaja dr. Derran berangkat pagi-pagi, karena ada yang ingin dilakukannya.Rumah sakit masih terlihat sepi. Perawat juga baru datang beberapa. Dr. Derran segera ke ruangannya. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat seseorang keluar dari ruangannya.“Kamu sudah apa, Olda?” tanya dr. Derran.Olda yang baru saja keluar dari ruangan dr. Derran seketika panik. Seperti maling yang ketahuan mencuri.“Saya hanya merapikan ruangan dr Derran.” Olda memberanikan diri untuk menjawab.Dr. Derran menatap dengan penuh curiga. Masih belum yakin jika Olda benar-benar merapikan ruangannya. Dengan segera, dia membuka pintu. Dilihatnya bunga segar terdapat di vas yang berada di atas meja.“Kamu yang menaruh bunga itu?” tanya dr. Derran penuh selidik.“Iya, Dok.” Olda tidak bisa mengalak lagi.Bunga yang terdapat di atas meja sama persis dengan yang ada di mejanya beberapa waktu lalu. Pik
“Dr. Derran.” Mayra yang melihat dr. Derran memanggilnya, karena ini masih di lingkungan rumah sakit, tentu saja Mayra harus sopan.Dr. Derran menghentikan langkahnya. Padahal dia berniat ke parkirkan untuk mengambil sesuatu di mobilnya.“Ada apa?” tanya dr. Derran dengan sikap dingin.“Bagaimana keadaan istrimu?” tanya Mayra penasaran.“Dia sudah melahirkan. Bayi kami selamat.”“Syukurlah. Aku ikut senang mendengarnya.” Mayra kemarin harus pulang karena ada urusan, karena itu dia langsung meninggalkan Kalea setelah wanita itu dirawat.Saat bersama Mayra, dr. Derran teringat akan sesuatu. “Aku sudah dengar cerita dari Kalea. Maaf jika aku menuduhmu ingin mendekati aku.”“Tidak masalah. Yang terpenting masalahnya sudah diluruskan.” Mayra ikut senang jika ternyata semua sudah tidak ada kesalahpahaman. “Apa kamu sudah menemukan siapa pelakukanya?” tanyanya penasaran.“Belum, aku akan segera mencarinya.”Mayra mengangguk. Itu sudah ranah dr. Derran. Jadi tidak mau ikut campur.Usai berb
“Aku tahu, pasti itu jadi pertanyaan.” Mayra tersenyum. “Waktu itu direktur rumah sakit cabang meminta aku ke rumah sakit pusat. Aku sempat menolak, tetapi dia mengancam akan memecat aku, karena itu aku tetap memilih pindah.”Kalea hanya bisa mengembuskan napasnya kasar.“Jadi dapat atau tidak izin dari Derran, sebenarnya aku tetap akan bekerja di rumah sakit. Aku hanya menghargai dia, karena itu aku berniat meminta izin.”Urusan pekerjaan memang tidak selayaknya dicampur adukkan dengan urusan pribadi. Kalea tahu pasti itu.“Aku sudah tidak mau berhubungan dengan Derran sebenarnya, karena aku tahu seberapa salah aku pada Derran, tapi aku butuh pekerjaan.” Mayra menatap Kalea lekat.Kalea pernah dengar cerita dari suaminya jika dia dan Mayra bercerai karena Mayra memilih pria lain. Saat dipindah tugaskan ke rumah sakit cabang, Mayra menjalin hubungan dengan pengusaha di sana. Hingga akhirnya memilih menikah dengan pengusaha itu dan sejak itu mereka mengakhiri semuanya.Ingin rasanya
Mendengar itu Kalea yang sedang memandangi sang anak, segera mengalihkan pandangan ke suaminya.“Tidak. Aku memang kontraksi sejak pagi. Jadi kontraksi yang terjadi murni memang aku sudah mau melahirkan.” Kalea tidak menutupi kejadian sebenarnya. Memang pada kenyataannya, dia sudah merasakan perutnya yang sakit sejak pagi.“Lalu, apa saja yang sudah kamu bicarakan dengan Mayra tadi?” Dr. Derran sangat yakin jika Kalea sempat bicara dengan Mayra, karena operasi tadi cukup lama. Jadi pasti ada waktu yang cukup lama untuk Kalea mengobrol dengan Mayra.“Iya, aku bicara banyak dengan Mayra tadi.”Beberapa jam sebelumnya ....Kalea sampai di restoran. Namun, langkahnya terhenti saat mendapati pesan dari suaminya. Tentu saja itu membuatnya bingung.“Di sini.” Tepat pada saat kebingungan itu terjadi, Kalea melihat Mayra yang sedang melambaikan tangannya. Memberikan isyarat di mana dirinya berada.Kalea sudah berada di restoran dan melihat Mayra, sayang jika pulang, karena itu dia memutuskan u
Dengan satu dorongan terakhir, suara tangisan bayi memenuhi ruangan. Tangis itu begitu nyaring, begitu hidup, menghapus semua rasa sakit dan ketegangan yang baru saja mereka lalui.“Selamat, Kalea, dr. Derran. Bayi laki-laki yang tampan,” ujar dr. Nana, sambil menyerahkan bayi mungil itu ke pelukan Kalea.Kalea menangis tersedu-sedu saat menyentuh bayi itu untuk pertama kalinya. Tubuh mungil dengan kulit merah dan rambut tipis itu begitu sempurna di matanya. “Ini anak kita,” ucap Kalea dengan suara bergetar.Dr. Derran yang selama ini menahan air mata, akhirnya membiarkannya jatuh. Dia mencium kening Kalea, lalu bayi mereka. “Kamu luar biasa, Sayang. Kamu yang terbaik. Terima kasih sudah memberikan aku hadiah terindah ini.”Dr. Derran menatap bayi itu dengan penuh kasih sayang, lalu berkata, “Selamat datang di dunia, anakku. Daddy janji akan selalu ada buat kamu dan Mama.”Saat itu, semua rasa sakit dan ketakutan sirna. Kalea dan dr. Derran saling berpandangan, mengetahui bahwa mereka
Mendengar hal itu, dr. Derran segera berlari ke UGD. Pikirannya melayang memikirkan apa yang terjadi pada sang istri.Saat sampai di sana, tak hanya sang istri yang ditemuinya. Ada Mayra juga di sana. Dia yakin jika sang istri dan Mayra sudah bertemu sebelum dirinya datang. Ingin rasanya bertanya, apa yang sudah dilakukan Mayra bersama istrinya. Namun, untuk saat ini tidak seharunya dia bertanya seperti itu. Ada hal yang jauh lebih penting dari itu. Yaitu sang istri. “Sayang, kamu kenapa?” “Kontraksi yang aku rasakan sudah intens. Jadi aku ke sini.” Dr. Derran tentu kaget, karena sang istri tidak ada omongan sama sekali jika kontraksi. “Sayang, kenapa tidak mengatakan padaku?” Rasanya sebagai suami, dr. Derran merasa jahat. “Aku sudah konsultasi dengan dr. Nana. Jadi kamu tidak perlu khawatir.” Kalea mencoba menenangkan. Mungkin karena ini bukan kehamilan pertama, jadi Kalea tampak tenang. Dr. Derran hanya bisa pasrah ketika sang istri sudah mengambil tindakan itu. Artinya mema