“Tapi, Dok.”
“Ini sudah malam. Sebaiknya kamu ikut saja.” Dr. Derran berusaha untuk membujuk Kalea.
Kalea melihat anaknya. Pasti sang anak sudah sangat lelah. Apalagi tadi siang, dia membawa sang anak ke tempat bermain. Kalea juga berpikir jika saat ini dia tidak punya tempat untuk tinggal. Jadi tidak ada salahnya menerima tawaran dari dr. Derran untuk sementara waktu.
“Baik, Dok.” Kalea pun akhirnya setuju.
Dr. Derran membuka mobilnya dan mempersilakan Kalea dan anaknya untuk masuk. Barulah setelah itu dia memasukkan koper ke bagasi belakang, dan masuk setelah itu.
Dr. Derran melajukan mobilnya. Tempat yang dituju adalah rumahnya.
Sesampainya di rumah, dr. Derran mempersilakan Kalea untuk masuk ke rumah.
Rumah keluarga dr. Derran cukup besar. Tentu saja itu membuat Kalea merasa tidak enak. Namun, berbeda dengan anaknya, dia begitu antusias sekali.
“Wah ... rumah Uncle Dokter besar sekali.” Kyna sampai terperangah melihat rumah besar milik dr. Derran.
“Apa kamu suka?” tanya dr. Derran.
“Suka.” Kyna mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Apa dr. Derran tinggal sendiri?” Kalea melihat ke sekitar, tetapi tidak mendapati orang yang berada di dalam rumah, hal itu membuatnya penasaran.
“Aku tinggal sendiri.”
Kalea mengangguk-anggukkan kepalanya. Ternyata rumah dr. Derran yang besar hanya dihuni sendiri.
“Ayo, aku akan tunjukan kamar kalian.”
Kalea mengangguk.
Dr. Derran mengajak Kalea dan Kyna ke salah satu kamar tamu. Kebetulan kamar itu berada tepat di sebelahnya.
“Kalian bisa mandi dan bersihkan diri dulu. Setelah itu kita bisa makan malam bersama.”
“Terima kasih banyak sudah mau membantu saya, Dok.”
“Sama-sama.” Dr. Derran mengangguk.
Kalea dan Kyna masuk ke kamar, diikuti dr. Derran yang juga masuk ke kamarnya sendiri.
Di meja makan, Kalea, Kyna, dan dr, Derran menikmati makan malam. Kyna tampak lahap makan.
“Kyna harus makan sayur dan buah, biar sehat.”
“Siap, Uncle Dokter.”
Kalea merasa senang melihat Kyna, karena anaknya itu tampak bahagia. Kalea berharap kelak anaknya tidak akan sedih saat tahu jika orang tuanya bercerai.
Saat malam hari, Kalea keluar dari kamar setelah menidurkan Kyna. Tampak dr. Derran di ruang keluarga untuk menikmati secangkir minuman hangat.
“Aku pikir kamu sudah tidur.” Dr. Derran tidak menyangka jika Kalea akan keluar dari kamarnya.
“Belum, Dok.” Kalea mengulas senyum manisnya.
“Duduklah kalau begitu.”
Kalea segera duduk di sofa. Berada tepat di depan dr. Derran, dan berbatasan dengan meja.
“Sebelumnya saya ucapkan terima kasih karena dr. Derran sudah menampung saya dan anak saya.”
“Jangan berterima kasih terus menerus. Melihat seorang ibu dan anak di pinggir jalan, tentu saja aku tidak tega. Apalagi aku mengenalmu.”
Kalea merasa beruntung karena dr. Derran begitu baik dan tulus membantunya.
“Tapi, jika kamu tidak keberatan aku ingin tahu apa yang terjadi sebenarnya. Bukan aku mau ikut campur, tapi karena kamu ada di sini, paling tidak-aku tahu apa yang terjadi padamu.”
Kalae terdiam sejenak. Memikirkan dari mana dia cerita. “Dokter tahu wanita yang tadi bersama suami saya?” tanyanya memastikan lebih dulu, dan mendapat anggukan dari dr. Derran. “Dia adalah mantan pacar suami saya, dan sekarang dia hamil.” Kalea tak kuasa menahan tangisnya.
Dr. Derran yang melihat itu segera memberikan tisu agar Kalea dapat menghapus air matanya.
“Hari ini saat saya pulang, ternyata dia melangsungkan pernikahan. Karena itu saya meminta cerai, dan pergi dari rumah.” Kalea melanjutkan kembali ceritanya sambil masih terisak. Rasa sakit yang dirasakan Kalea benar-benar menggerogoti hatinya.
Dr. Derran cukup terkejut dengar cerita itu. Sejujurnya sejak bulan lalu dia sudah tahu perihal suami Kalea yang menjalin hubungan dengan wanita lain, karena bulan lalu suami Kalea datang ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungan dan mengakui jika wanita itu istrinya. Namun, dr. Derran tidak berbuat apa-apa karena memang tidak punya hak atas itu semua.
“Lalu, apa rencanamu setelah ini?” Dr. Derran ingin tahu lebih dulu, sebelum bertindak sesuatu.
“Saya akan cari rumah untuk disewa, kemudian mencari kerja.”
Dr. Derran sejujurnya tidak tega, apalagi dia tahu jika Kalea sedang hamil. Pasti menjalani ini semua akan sangat sulit. Namun, dia tidak bisa ikut campur terlalu dalam atas keputusan Kalea.
“Tinggalah di sini lebih dulu. Jika kamu sudah menemukan tempat, kamu bisa pindah.”
Kalea merasa bersyukur masih ada orang baik. “Terima kasih banyak, Dok.”
***
Sudah tiga hari Kalea tinggal di rumah dr. Derran. Tiga hari ini pula Kalea mual dan muntah. Alhasil, dia tidak ke mana-mana karena tidak kuat untuk pergi.
“Dok, maaf saya masih belum pergi dari rumah dr. Derran.” Sejujurnya, Kalea merasa tidak enak dengan dr. Derran
“Tenang saja, aku tidak masalah. Lagi pula aku senang kalian di sini. Rumah ini jadi tidak sepi.” Dr. Derran tersenyum.
“Terima kasih banyak, Dok.”
“Sama-sama.” Dr. Derran mengangguk.
“Sore ini, saya sudah lebih baik. Nanti saya akan cari-cari rumah yang dikontrak dekat sekolah Kyna.”
“Kebetulan aku sore ini kosong. Nanti aku akan antar kamu.”
“Tidak perlu, Dok. Saya bisa sendiri.” Kalea merasa kebaikan dr. Derran sudah banyak. Jadi tidak enak jika harus menyusahkan lagi.
“Jangan menolak, aku sedang tidak sibuk. Jadi tidak masalah. Lagi pula, dari pada kamu naik taksi, pasti susah nanti.”
Kalea merasa jika yang dikatakan dr. Derran ada benarnya. Jika naik taksi, tidak mungkin dia akan leluasa untuk mencari rumah kontrakan.
“Baiklah, Dok.”
Sesuai dengan rencana, sore ini Kalea diantarkan oleh dr. Derran mengantarkan Kalea dan Kyna untuk mencari rumah. Sayangnya, setelah keliling-keliling mencari rumah yan disewa, tidak ada yang cocok sama sekali.
“Mama, Kyna lapar.” Di tengah perjalanan, tiba-tiba saja Kyna mengeluhkan sesuatu.
“Oh ... Kyna lapar. Baiklah, kita mampir ke restoran dulu.” Dr. Derran yang peka segera berbelok ke restoran.
Kalea benar-benar merasa tidak enak, karena dr. Derran begitu baik padanya.
Mereka bertiga menikmati makan di restoran. Kyna tampak lahap sekali makannya. Kalea terus tersenyum melihat anaknya itu.
***
Tiga hari sudah Kyna tidak sekolah. Karena keadaan Kalea sudah lebih baik, akhirnya Kalea memilih untuk mengantarkan Kyna ke sekolah.
Dr. Derran mengantarkan Kalea ke sekolah pagi ini karena dia praktik jam sepuluh. Jadi punya waktu untuk mengantarkannya.
“Maaf merepotkan dr. Derran.” Sejujurnya Kalea merasa tidak enak karena terus saja merepotkan dr. Derran.
“Tidak apa-apa. Aku masih praktik jam sepuluh. Jadi aku punya waktu.” Pria tiga puluh delapan tahun yang masih betah menjomlo itu tersenyum manis.
Kalea merasa beruntung dipertemukan dengan orang baik seperti dr. Derran.
Mobil dr. Derran sampai di sekolah Kyna. Kalea dan Kyna segera turun, sedangkan dr. Derran memilih untuk memarkirkan mobilnya.
“Semangat, Sayang.” Kalea mendaratkan kecupan di pipi Kyna.
“Oke, Mama.” Kyna tampak begitu bersemangat sekali untuk masuk sekolah. Tidak sekolah selama tiga hari membuatnya rindu.
Kalea segera keluar dari kelas ketika anaknya sudah masuk, tetapi di depan kelas dia bertemu dengan Alby.
“Mas Alby.” Kalea tidak menyangka jika Alby ke sekolah Kyna. “Kenapa Mas Alby ke sini?” tanya Kalea.
Alby yang kemarin diceritakan oleh Sandra jika Kalea bersama seorang pria, benar-benar kesal. Dia tidak terima Kalae sudah mendapatkan pria lain. Segera Alby menemui Kalea. Karena itu dia datang ke sekolah.
“Aku ke sini karena aku ingin mengajak kamu untuk ke rumah. Ibu mencarimu dan menanyakan kamu terus.”
Mata Kalea membulat sempurna ketika mendengar ucapan dari Alby. Bagaimana bisa pria itu datang tiba-tiba dan mengajaknya untuk pulang dengan alasan ibunya.“Aku tidak mau.” Kalea menolak.“Lea, ibu mencarimu terus menerus. Aku mohon pulang dan temui ibu sebentar saja.”Kalea benar-benar berada dalam dilama. Dia tahu persis bagaimana ibu mertuanya itu sangat dekat dengannya, bahkan menganggapnya anak sendiri. Jika sekarang ibu mertuanya itu menanyakan dirinya, jadi wajar saja. Namun, jika pergi ke rumah Alby, dia akan bertemu dengan Sandra.“Baiklah, aku ke rumah, tapi hanya untuk menemui ibu.” Kalea akhirnya memutuskan untuk mengunjungi ibu mertuanya, tak tega ketika ibu mertuanya mencarinya.“Baiklah.” Alby segera pergi.Kalea segera menemui dr. Derran. Memberitahu jika dia akan pergi ke rumah Alby karena mantan ibu mertuanya mencari dirinya. Dr. Derran pun menawarkan diri untuk mengantarkan. Kalea memang butuh dr. Derran, karena jika mencari taksi pastinya akan lama.“Sebaiknya
Alby begitu terkejut sekali ketika mendengar jika Kalea mau mengurus perceraian mereka.“Kalea biarkan aku yang mengurus semuanya.”“Jika kamu yang mengurus, aku rasa tidak selesai-selesai, Mas. Jadi biarkan aku yang mengurusnya agar hubungan kita berakhir lebih cepat.” Kalea tidak mau hidup dalam belenggu hubungan yang sangat menyakitkan ini, karena itu dia ingin segera mengakhiri semuanya.Alby sengaja tidak mau memberikan itu karena masih butuh Kalea. Ibunya terus menanyakan Kalea, karena itu dia belum mau membawa perceraian mereka ke pengadilan.“Kalau Mas Alby tidak mau memberikanya, aku bisa ambil sendiri.” Kalea segera masuk ke kamar, dan menuju ke lemari milik Alby. Dia segera mencari surat nikah itu.Alby mengejar Kalea. “Lea, dengarkan aku. Kita bisa urus surat perceraian nanti, yang terpenting kita urus ibu bersama dulu.”Kalea menghentikan tangannya yang sedang mencari surat nikah, kemudian mengalihkan pandangan ke arah Alby. Dia menatap bingung pada pria yang kini berstat
Alby menatap tajam pada Kalea. Dia menyimpulkan dari apa yang dilihatnya.Kalea benar-benar tidak menyangka Alby menuduhnya seperti itu. Padahal dirinya yang selingkuh selama ini.“Jangan menyalahkan orang lain atas apa yang kamu lakukan sendiri! Bukankah kamu sendiri tahu jika Kalea meminta cerai karena kamu selingkuh!” Dr. Derran tidak tinggal diam, dia berusaha membela Kalea dan melindungi wanita itu dari tuduhan mantan suaminya.Alby benar-benar kesal dengan pria di depannya itu. Ternyata Kalea sudah menceritakan banyak hal tentang dirinya.“Aku memang selingkuh, tapi sepertinya kalian pun juga. Selingkuh di belakangku.”“Mas, aku tidak pernah selingkuh seperti yang kamu tuduhkan itu. Jangan samakan aku denganmu yang mengkhianati rumah tangga kita!” Kalea yang berada di balik tubuh dr. Derran pun akhirnya bicara.“Jika kamu tidak selingkuh, maka kembalilah ke rumah. Aku baru percaya.”“Aku tidak perlu membuktikan apa pun lagi karena memang hubungan kita sudah berakhir. Aku juga t
Kalea menatap plastik yang diberikan dr. Derran padanya. Berusaha menebak apa yang ada di dalam plastik itu.“Ini susu ibu hamil.” Sebelum Kalea mendapat jawaban atas apa yang ada di dalam plastik, dr. Derran lebih dulu memberitahu.Untuk sejenak Kalea terpaku mendengar apa yang dibawakan oleh dr. Derran. Sejak dinyatakan hamil, memang Kalea belum beli susu ibu hamil sama sekali.“Aku lihat kamu belum minum susu, karena itu aku membelikannya untukmu.” Dr. Derran menyodorkan kembali plastik tersebut.“Terima kasih banyak, Dok.” Kalea menerima plastik berisi susu tersebut. Entah harus sedih atau senang atas perhatian dr. Derran. Karena sejujurnya masih ada terbesit di hatinya menunggu perhatian Alby.“Ini susu terbaik yang sering aku rekomendasikan pada pasien, tapi aku tidak tahu kamu suka rasa apa, jadi aku membelikan semua rasa.” Dr. Derran tersenyum.Sudah dibelikan saja Kalea merasa senang. Jadi rasa apa pun, dia rasa tidak masalah. “Saya suka semua rasa. Nanti saya coba semua.”Dr
Langkah dr. Derran terhenti. Dia berusaha untuk tetap tenang, tak mau membuat Kalea tidak nyaman dengannya.“Iya.” Dr. Derran menatap Kalea.“Dr. Derran tidak jadi minum?”Dr. Derran mengalihkan pandangan ke arah gelas berisi minuman. Bodohnya dirinya karena meninggalkan minumannya begitu saja. Padahal tadi niatnya ke dapur untuk minum.“Iya, aku lupa.” Dr. Derran kembali lagi untuk mengambil gelas berisi minuman miliknya. Tak mau membawanya ke kamar, dia meminumnya di sana sekalian. Satu gelas berhasil ditengaknya dalam hitungan detik.“Sepertinya dr. Deran haus.” Kalea tersenyum melihat dr. Derran yang minum satu gelas begitu cepat.“Iya.” Dr. Derran mengangguk. “Aku ke kamar dulu.” Dia segera berpamitan untuk menghindar dari Kalea.Kalea mempersilakan dr. Derran pergi. Tak menaruh curiga sama sekali.Dr. Derran segera masuk ke kamar. Saat menutup pintu, dia memegangi dadanya. Jantungnya berdegup kencang ketika bertatapan dengan Kalea.“Kenapa berdebar? Apa aku menyukainya?” Pertany
Sandra bukannya tersinggung dengan apa yang dilakukan oleh Kalea. Dia justru tertawa. Merasa lucu dengan sikap Kalea.“Padahal aku mau memberikan ucapan selamat, tapi kamu justru seperti itu.” Sandra pura-pura kecewa.Kalea berusaha untuk menahan diri agar tidak marah. Tak mau terpancing karena dia sedang di tempat umum.“Sebenarnya aku kasihan padamu. Padahal kita bisa jadi madu yang baik, sama-sama menjadi istri Mas Alby, dan sama-sama hamil anak Mas Alby. Sayangnya, kamu memilih untuk bercerai.” Sandra tersenyum penuh arti. Kata-kata itu tidak benar-benar dari hati. Karena sejujurnya dia suka dengan Kalea yang memutuskan untuk bercerai.“Jangan munafik! Aku tahu yang ada di otakmu. Sebenarnya kamu suka bukan jika aku bercerai?”Sandra langsung tertawa ketika mendengar ucapan Kalea itu. “Ternyata kamu pintar juga. Aku memang tidak suka, dan berharap jika kamu bercerai.”“Aku sudah bercerai. Jadi silakan ambil saja Mas Alby. Jangan ganggu aku lagi.” Kalea pun segera berbalik untuk s
“Aku hamil anak Mas Alby.”Tubuh Kalea mendadak kaku, seolah waktu seketika berhenti ketika kata-kata yang diucap wanita di depannya itu baru saja terdengar.Sandra wanita yang merupakan mantan Alby menatap penuh keyakinan. Kalimat yang keluar tidak ada keraguan.Sementara Kalea, tidak tahu harus percaya atau tidak.“A-pa mak-sud-mu?” Kelea sedikit terbata, suaranya serak, terbungkus kemarahan yang mulai membakar dirinya. Berharap yang baru saja didengarnya itu salah atau hanya prank seperti di film-film.Sandra menatap Kalea dengan tatapan dingin. “Baiklah, aku akan jelaskan lagi. Aku hamil anak Mas Alby, dan sekarang usianya sudah dua bulan.” Embusan napas pelan pun mengiringi setiap kata yang keluar.Tubuh Kalea terhuyung, sampai-sampai dia harus memegang pintu agar tubuhnya tidak jatuh. Hatinya benar-benar terasa tertusuk duri. Bagaimana bisa semua ini terjadi? Alby, suaminya adalah laki-laki yang dia cintai. Kalea menaruh ribuan kepercayaan pada suaminya itu, tapi ternyata dia se
Kata-kata yang keluar dari mulut Kalea itu sontak membuat Alby terperangah. Alby pikir Kalea tidak akan seberani itu.“Perceraian bukan solusi, Lea.” Aku berusaha membujuk.“Lalu apa solusinya?” Kalea menatap tajam Alby.Alby benar-benar frustrasi kali ini. Tak sanggup jika harus kehilangan Kalea. “Apa kamu mau meninggalkan ibu begitu saja dengan perceraian ini? Ibu pasti tidak akan mampu menerima semua ini.” Kali ini Alby menggunakan ibunya untuk mempertahankan Kalea, karena tidak mungkin dirinya bisa menjadi alasan Kalea bertahan.Kalea memalingkan wajahnya, tak mau melihat Alby. Sejujurnya dia kesal karena Alby menjadikan ibu mertuanya sebagai alasannya bertahan. Seolah Alby tahu jika dia tidak akan bisa meninggalkan ibu mertuanya.“Mas, jangan bawa-bawa ibu!” Kalea memberikan peringatan pada Alby.Alby segera duduk di samping Kalea agar bisa bicara dengan baik-baik.“Ibu hanya dekat dengan kamu. Bahkan aku anaknya saja tidak bisa mendekati ibuku sendiri. Kamu menantu ibu yang palin