Mata Kalea membulat sempurna ketika mendengar ucapan dari Alby. Bagaimana bisa pria itu datang tiba-tiba dan mengajaknya untuk pulang dengan alasan ibunya.
“Aku tidak mau.” Kalea menolak.
“Lea, ibu mencarimu terus menerus. Aku mohon pulang dan temui ibu sebentar saja.”
Kalea benar-benar berada dalam dilama. Dia tahu persis bagaimana ibu mertuanya itu sangat dekat dengannya, bahkan menganggapnya anak sendiri. Jika sekarang ibu mertuanya itu menanyakan dirinya, jadi wajar saja. Namun, jika pergi ke rumah Alby, dia akan bertemu dengan Sandra.
“Baiklah, aku ke rumah, tapi hanya untuk menemui ibu.” Kalea akhirnya memutuskan untuk mengunjungi ibu mertuanya, tak tega ketika ibu mertuanya mencarinya.
“Baiklah.” Alby segera pergi.
Kalea segera menemui dr. Derran. Memberitahu jika dia akan pergi ke rumah Alby karena mantan ibu mertuanya mencari dirinya. Dr. Derran pun menawarkan diri untuk mengantarkan. Kalea memang butuh dr. Derran, karena jika mencari taksi pastinya akan lama.
“Sebaiknya parkir di depan sana sini saja, Dok.” Kalea meminta dr. Derran memarkirkan agak jauh dari rumah Alby, tak mau Alby melihat dr. Derran.
“Baiklah.” Akhirnya dr. Derran memarkirkan di tempat yang diminta oleh Kalea.
Kalea segera turun, sedangkan dr. Derran menunggu. Kalea yang mengetuk pintu dipersilakan masuk oleh asisten rumah tangga.
“Pak Alby di mana, Bi?” Kalea tadi melihat mobil Alby, tapi tidak melihat Alby saat masuk.
“Pak Alby tadi berangkat ke kantor, Bu.”
Kalea merasa jika Alby belum kembali setelah memintanya untuk ke rumah tadi.
“Wanita itu?” Kalea sedikit ragu ketika menanyakan keberadaan Sandra.
“Bu Sandra sedang di kamar, Bu.”
Kalea mengangguk.
“Bu Kalea silakan masuk, saya mau pergi ke pasar dulu.” Asisten rumah tangga pun segera berpamitan.
“Iya, Bi.”
Kalea tak mau berlama-lama di rumah ini. Yang ingin dilakukan hanya menemui Bu Salma dan segera perg.
Kalea segera masuk dan menuju ke kamar mertuanya, sedangkan Sandra tampak kesal dengan kedatangan Kalea lagi.
Kalea segera masuk ke kamar mertuanya. Di kamar, dia melihat Bu Salma yang duduk di kursi roda.
“Bu.”
“Kalea.” Bu Salma tersenyum. Alzheimer membuat ingatan Bu Salma kabur, tetapi ada kalanya di mana Bu Salma bisa mengenali wajah menantunya itu.
Kalea segera memeluk Bu Salma. Rasanya dia begitu rindu sekali. Apalagi Kalea sudah menganggap Bu Salma sebagai ibu sendiri. Sejak ibunya meninggal empat tahun lalu, Kalea kehilangan sosok ibu, tetapi didapatkannya dari Bu Salma.
“Kamu ke mana?” Bu Salma begitu penasaran sekali karena beberapa hari tidak melihat Kalea.
“Kalea antar Kyna ada acara sekolah dan menginap, Bu.” Terpaksa Kalea berbohong. Rasanya belum tega memberitahu Bu Salma perihal perceraiannya dan Alby.
“Ibu pikir kamu pergi.”
“Tidak, Bu.” Kalea tersenyum untuk menyakinkan Bu Salma. Kalea melihat makan yang berada di atas nakas. “Ibu belum makan?” tanya Kalea.
Bu Salma menggeleng.
Mendapati jawaban itu, Kalea segera mengambil makanan tersebut. Satu mangkuk berisi bubur dibawanya untuk diberikan pada mertuanya itu.
“Kalau begitu ibu makan dulu.” Dia menyodorkan sendok pada Bu Salma, wanita yang kini wajahnya sudah mulai menua itu, tersenyum melihat Kalea.
“Kalea, anak baik.” Tangan Bu Salma membelai lembut wajah Kalea. “Kamu selalu ada untuk ibu.”
Senyum Kalea menghiasi wajahnya ketika Bu Salma memperlakukannya dengan manis, tetapi hatinya seperti teriris ketika membayangkan jika dia akan meninggalkan Bu Salma. Tidak bisa Kalea bayangkan bagaimana hancurnya hati Bu Salma jika tahu dirinya akan bercerai dengan anak semata wayangnya. Namun, dia tidak bisa tinggal lebih lama dengan pria yang menghancurkan hidupnya itu.
“Iya, Kalea akan ada untuk Ibu. Sekarang Ibu makan dulu.” Kalea kembali menyodorkan sendok berisi bubur pada Bu Salma.
Bu Salma membuka mulutnya. Kemudian memakan makanan yang diberikan Kalea.
“Alby jahat. Ibu tidak boleh keluar.” Di tengah-tengah makan, Kalea mendengar celotehan Bu Salma.
“Mungkin karena tidak ada Kalea, Mas Alby melarang ibu.” Kalea berusaha untuk menenangkan Bu Salma.
“Kamu jangan pergi lagi.” Bu Salma memegangi tangan Kalea dengan erat.
Kalea bingung terus berbohong. Namun, untuk saat ini itu yang bisa dilakukan. “Tenang saja, Kalea tidak akan pergi.”
Usai menyuapi, Kalea memberikan obat untuk Bu Salma. Kemudian meminta Bu Salma untuk beristirahat.
Saat Bu Salma sudah tidur, Kalea segera keluar. Tak mau Bu Salma melihatnya pergi.
Namun, baru saja menutup pintu kamar Bu Salma, tiba-tiba terdengar suara.
“Aaahhh ....” Suara itu terdengar bercampur desahan.
“Suara apa itu?” tanya Kalea bermonolog.
Kalea yang penasaran pun mendengarkan dengan saksama suara itu. Saat mendengar suara itu, ternyata suara itu berasal dari kamar utama.
Mata Kalea langsung membulat sempurna mendengar suara yang tidak asing itu. Suara itu adalah suara Alby dan Sandra. Dada Kalea terasa sesak ketika mendengar suara desahan dari dalam kamar itu. Sudah bisa Kalea bayangkan apa yang terjadi di kamar itu.
Sakit? Jelas itu yang dirasakan Kalea. Tidak dipungkiri jika di hatinya masih terukir nama suaminya.
Andai dia tidak memikirkan mantan mertuanya itu, tidak mungkin sekarang dia mendengarkan percakapan menjijikkan itu.
“Bu Kalea.”
Suara asisten rumah tangga yang terdengar membuat Kalea terkejut. Mangkuk yang dibawanya seketika terjatuh.
“Bu Kalea tidak apa-apa?” Asisten rumah tangga tampak panik.
“Tidak apa-apa, Bi.” Kalea menggeleng.
“Saya akan ambilkan sapu ke dapur dulu.” Asisten rumah tangga segera pergi ke dapur.
Alby dan Sandra yang ada di dalam kamar pun segera menghentikan kegiatan panas mereka. Alby buru-buru memakai celananya.
Saat dia keluar, dia terkejut ketika melihat Kalea. Tidak menyangka jika Kalea sudah datang ke rumah. Dia pikir Kalea akan datang setelah Kyna pulang sekolah.
Kalea mengalihkan pandangan pada Alby. Pria itu hanya memakai celana tanpa dan membiarkan dadanya terbuka. Disusul Sandra yang memakai handuk saja keluar dari kamar.
Melihat penampilan dua orang itu, Kalea benar-benar muak sekali. Bisa-bisanya dua manusia itu melakukanya di pagi hari dan di saat ada orang di rumah.
“Kalea, kamu sudah datang?” Alby tampak cemas melihat Kalea.
“Iya, sudah sejak tadi,” sindir Kalea.
Di saat Kalea sedang marah, Sandra tampak tenang. Memang tadi dia tahu Kalea datang. Karena itu, dia sengaja mengajak suaminya melakukan hubungan intim agar Kalea tahu jika kini Alby adalah miliknya.
“Aku ke sini sekalian ingin meminta surat nikah, Mas. Aku akan segera melayangkan gugatan cerai darimu. Aku ingin segera bercerai secara resmi denganmu.”
Alby begitu terkejut sekali ketika mendengar jika Kalea mau mengurus perceraian mereka.“Kalea biarkan aku yang mengurus semuanya.”“Jika kamu yang mengurus, aku rasa tidak selesai-selesai, Mas. Jadi biarkan aku yang mengurusnya agar hubungan kita berakhir lebih cepat.” Kalea tidak mau hidup dalam belenggu hubungan yang sangat menyakitkan ini, karena itu dia ingin segera mengakhiri semuanya.Alby sengaja tidak mau memberikan itu karena masih butuh Kalea. Ibunya terus menanyakan Kalea, karena itu dia belum mau membawa perceraian mereka ke pengadilan.“Kalau Mas Alby tidak mau memberikanya, aku bisa ambil sendiri.” Kalea segera masuk ke kamar, dan menuju ke lemari milik Alby. Dia segera mencari surat nikah itu.Alby mengejar Kalea. “Lea, dengarkan aku. Kita bisa urus surat perceraian nanti, yang terpenting kita urus ibu bersama dulu.”Kalea menghentikan tangannya yang sedang mencari surat nikah, kemudian mengalihkan pandangan ke arah Alby. Dia menatap bingung pada pria yang kini berstat
Alby menatap tajam pada Kalea. Dia menyimpulkan dari apa yang dilihatnya.Kalea benar-benar tidak menyangka Alby menuduhnya seperti itu. Padahal dirinya yang selingkuh selama ini.“Jangan menyalahkan orang lain atas apa yang kamu lakukan sendiri! Bukankah kamu sendiri tahu jika Kalea meminta cerai karena kamu selingkuh!” Dr. Derran tidak tinggal diam, dia berusaha membela Kalea dan melindungi wanita itu dari tuduhan mantan suaminya.Alby benar-benar kesal dengan pria di depannya itu. Ternyata Kalea sudah menceritakan banyak hal tentang dirinya.“Aku memang selingkuh, tapi sepertinya kalian pun juga. Selingkuh di belakangku.”“Mas, aku tidak pernah selingkuh seperti yang kamu tuduhkan itu. Jangan samakan aku denganmu yang mengkhianati rumah tangga kita!” Kalea yang berada di balik tubuh dr. Derran pun akhirnya bicara.“Jika kamu tidak selingkuh, maka kembalilah ke rumah. Aku baru percaya.”“Aku tidak perlu membuktikan apa pun lagi karena memang hubungan kita sudah berakhir. Aku juga t
Kalea menatap plastik yang diberikan dr. Derran padanya. Berusaha menebak apa yang ada di dalam plastik itu.“Ini susu ibu hamil.” Sebelum Kalea mendapat jawaban atas apa yang ada di dalam plastik, dr. Derran lebih dulu memberitahu.Untuk sejenak Kalea terpaku mendengar apa yang dibawakan oleh dr. Derran. Sejak dinyatakan hamil, memang Kalea belum beli susu ibu hamil sama sekali.“Aku lihat kamu belum minum susu, karena itu aku membelikannya untukmu.” Dr. Derran menyodorkan kembali plastik tersebut.“Terima kasih banyak, Dok.” Kalea menerima plastik berisi susu tersebut. Entah harus sedih atau senang atas perhatian dr. Derran. Karena sejujurnya masih ada terbesit di hatinya menunggu perhatian Alby.“Ini susu terbaik yang sering aku rekomendasikan pada pasien, tapi aku tidak tahu kamu suka rasa apa, jadi aku membelikan semua rasa.” Dr. Derran tersenyum.Sudah dibelikan saja Kalea merasa senang. Jadi rasa apa pun, dia rasa tidak masalah. “Saya suka semua rasa. Nanti saya coba semua.”Dr
Langkah dr. Derran terhenti. Dia berusaha untuk tetap tenang, tak mau membuat Kalea tidak nyaman dengannya.“Iya.” Dr. Derran menatap Kalea.“Dr. Derran tidak jadi minum?”Dr. Derran mengalihkan pandangan ke arah gelas berisi minuman. Bodohnya dirinya karena meninggalkan minumannya begitu saja. Padahal tadi niatnya ke dapur untuk minum.“Iya, aku lupa.” Dr. Derran kembali lagi untuk mengambil gelas berisi minuman miliknya. Tak mau membawanya ke kamar, dia meminumnya di sana sekalian. Satu gelas berhasil ditengaknya dalam hitungan detik.“Sepertinya dr. Deran haus.” Kalea tersenyum melihat dr. Derran yang minum satu gelas begitu cepat.“Iya.” Dr. Derran mengangguk. “Aku ke kamar dulu.” Dia segera berpamitan untuk menghindar dari Kalea.Kalea mempersilakan dr. Derran pergi. Tak menaruh curiga sama sekali.Dr. Derran segera masuk ke kamar. Saat menutup pintu, dia memegangi dadanya. Jantungnya berdegup kencang ketika bertatapan dengan Kalea.“Kenapa berdebar? Apa aku menyukainya?” Pertany
Sandra bukannya tersinggung dengan apa yang dilakukan oleh Kalea. Dia justru tertawa. Merasa lucu dengan sikap Kalea.“Padahal aku mau memberikan ucapan selamat, tapi kamu justru seperti itu.” Sandra pura-pura kecewa.Kalea berusaha untuk menahan diri agar tidak marah. Tak mau terpancing karena dia sedang di tempat umum.“Sebenarnya aku kasihan padamu. Padahal kita bisa jadi madu yang baik, sama-sama menjadi istri Mas Alby, dan sama-sama hamil anak Mas Alby. Sayangnya, kamu memilih untuk bercerai.” Sandra tersenyum penuh arti. Kata-kata itu tidak benar-benar dari hati. Karena sejujurnya dia suka dengan Kalea yang memutuskan untuk bercerai.“Jangan munafik! Aku tahu yang ada di otakmu. Sebenarnya kamu suka bukan jika aku bercerai?”Sandra langsung tertawa ketika mendengar ucapan Kalea itu. “Ternyata kamu pintar juga. Aku memang tidak suka, dan berharap jika kamu bercerai.”“Aku sudah bercerai. Jadi silakan ambil saja Mas Alby. Jangan ganggu aku lagi.” Kalea pun segera berbalik untuk s
“Aku hamil anak Mas Alby.”Tubuh Kalea mendadak kaku, seolah waktu seketika berhenti ketika kata-kata yang diucap wanita di depannya itu baru saja terdengar.Sandra wanita yang merupakan mantan Alby menatap penuh keyakinan. Kalimat yang keluar tidak ada keraguan.Sementara Kalea, tidak tahu harus percaya atau tidak.“A-pa mak-sud-mu?” Kelea sedikit terbata, suaranya serak, terbungkus kemarahan yang mulai membakar dirinya. Berharap yang baru saja didengarnya itu salah atau hanya prank seperti di film-film.Sandra menatap Kalea dengan tatapan dingin. “Baiklah, aku akan jelaskan lagi. Aku hamil anak Mas Alby, dan sekarang usianya sudah dua bulan.” Embusan napas pelan pun mengiringi setiap kata yang keluar.Tubuh Kalea terhuyung, sampai-sampai dia harus memegang pintu agar tubuhnya tidak jatuh. Hatinya benar-benar terasa tertusuk duri. Bagaimana bisa semua ini terjadi? Alby, suaminya adalah laki-laki yang dia cintai. Kalea menaruh ribuan kepercayaan pada suaminya itu, tapi ternyata dia se
Kata-kata yang keluar dari mulut Kalea itu sontak membuat Alby terperangah. Alby pikir Kalea tidak akan seberani itu.“Perceraian bukan solusi, Lea.” Aku berusaha membujuk.“Lalu apa solusinya?” Kalea menatap tajam Alby.Alby benar-benar frustrasi kali ini. Tak sanggup jika harus kehilangan Kalea. “Apa kamu mau meninggalkan ibu begitu saja dengan perceraian ini? Ibu pasti tidak akan mampu menerima semua ini.” Kali ini Alby menggunakan ibunya untuk mempertahankan Kalea, karena tidak mungkin dirinya bisa menjadi alasan Kalea bertahan.Kalea memalingkan wajahnya, tak mau melihat Alby. Sejujurnya dia kesal karena Alby menjadikan ibu mertuanya sebagai alasannya bertahan. Seolah Alby tahu jika dia tidak akan bisa meninggalkan ibu mertuanya.“Mas, jangan bawa-bawa ibu!” Kalea memberikan peringatan pada Alby.Alby segera duduk di samping Kalea agar bisa bicara dengan baik-baik.“Ibu hanya dekat dengan kamu. Bahkan aku anaknya saja tidak bisa mendekati ibuku sendiri. Kamu menantu ibu yang palin
Perlahan Kalea membuka matanya. Hal pertama yang dilihatnya adalah langit-langit kamar.“Kalea.”Mendengar suara Alby, membuat Kalea mengalihkan pandangannya pada suaminya itu. Melihat suaminya itu, rasanya Kalea benar-benar kesal.“Kalea, bagaimana keadaanmu? Apa kita perlu ke dokter?”Kalea selalu suka saat Alby perhatian, tapi tidak kali ini. “Tidak!” Dengan tegas dia langsung menolak sambil membuang muka. Melihat ke arah lain selain Alby.“Baiklah, kalau begitu kamu istirahat saja dulu. Aku akan berangkat kerja dulu.” Kelae tidak menjawab ucapan Alby. Masih mengalihkan pandangan ke arah lain. Saat Alby pergi, barulah Kalea merasa tenang. Perasaan Kalea kali ini campur aduk. Sakit, kecewa, dan marah. Hal itu tiba-tiba saja membuatnya pusing lagi.“Kenapa aku pusing? Apa aku mau datang bulan?” Biasanya rasa pusing itu melanda saat Kalea mau datang bulan, jadi dia menebak-nebak apa yang terjadi. “Tunggu-tunggu.” Namun, saat pikiran tertuju pada jadwal datang bulan, tiba-tiba dia in