Dua minggu berlalu dengan cepat.
Danar yang baru saja pulang dari kantor, langsung berjalan menuju kamar bayinya. Namun, pria itu tampak begitu terkejut.
“Kenapa dia menangis?” gumamnya.
Baru pertama kali mendengar bayinya menangis kencang. Seingatnya jika bayi itu menangis kencang maka pasti ia kehausan.
“Anu, Tuan, dia mau menyusu!” jawab babysitter dengan perasaan cemas. Ia begitu takut saat berhadapan dengan Tuan Danar yang pemarah dan dingin. Babysitter berusia dua puluh tahunan itu pun menyingkir dan memberi jalan pada Danar untuk masuk ruangan khusus bayinya.
Danar tidak langsung memangku bayinya. Ia baru saja pulang bekerja. Ia tidak ingin mengambil resiko menyentuh bayinya dalam keadaan tubuhnya kotor akibat bersimbah keringat. Pria berwajah dingin itu hanya menatap bayinya dengan tatapan teduh. Lantas ia bertanya pada babysitter yang mengasuh putranya. “Di mana Nyonya, Maya?”
Maya-babysitter itu menjawab dengan tergeragap. “Anu … Tuan … Nyonya sedang di kamar.”
Mendengar jawaban Maya, Danar hanya menghela nafas pelan kemudian seketika ia mengernyitkan keningnya tatkala melihat sebuah botol susu yang dipegang oleh babysitter.
“Apa itu?” tanya Danar bernada dingin. Tatapannya menelisik botol susu berukuran 50 ml yang dipegang oleh Maya.
“Bukan apa-apa, Tuan. Ya … botol. Biasa Nyonya Mita suka memompa ASI nya untuk stock kalau malam dia terbangun.”
Maya terlihat tegang saat menjawab pertanyaan Danar. Danar merupakan sosok pria yang tak mudah percaya. Apalagi melihat gerak gerik Maya yang mencurigakan membuatnya berpikir jika Maya telah menyembunyikan sesuatu darinya.
Danar pun menyambar botol susu itu kemudian menggeleng ribut. “Kau berikan anakku susu formula? Beraninya kau!” berang Danar membuat Maya bergidik ngeri. Tubuhnya seketika bergetar hebat. Bagaimana bisa pria dingin itu mengetahui jika botol susu itu berisi susu formula.
“Bukan sufor, Tuan,” ucapnya bersikukuh. Jelas saja, hanya dengan mencium baunya, Danar sudah pernah mengenalinya. Dulu ia tinggal dengan tantenya yang baru melahirkan. Oleh karena itu, ia bisa membedakan antara ASI dan susu formula.
Tanpa tedeng aling-aling, Danar menghentakkan kakinya kesal saat melihat ada botol susu yang dipegang oleh babysitter. Ia berjalan menuju kamarnya. Di sana Mita sedang tertawa menonton asik drama Korea favoritnya.
Danar memang pria pemarah. Namun ketika berhadapan dengan istrinya ia selalu berusaha mengendalikan emosinya. Ia tidak bisa marah pada wanita yang tulus mencintainya dan mengorbankan hidupnya untuknya.
Semarah apapun Danar, maka ia akan menahan itu agar tidak melukai hati Mita. Ia pun duduk dekat Mita dan langsung bicara padanya.
“Mita, mengapa kau tak menyusui bayi kita? Bukankah kau sudah sepakat, kau akan menyusuinya? Seperti keinginanmu, aku sudah membawakan seorang anak untuk kita! Dan, kau bertugas menyusuinya!”
Meski kesal, Danar berkata dengan nada lembut pada istri tercinta.
Tapi, Mita justru menarik nafas dalam kemudian berkata enteng. “Mas, aku tidak jadi ikut induksi laktasi!”
“Apa?” tukas Danar terkesiap. “Mita, ini tidak benar! Jadi selama ini putra kita minum susu formula?”
Mita memang mandul dan tidak bisa memberikan Danar keturunan. Sementara itu, Danar adalah pewaris perusahaan keluarga Yudistira. Ia akan memperoleh hak waris jika bisa memiliki seorang anak lelaki. Namun bagi pria itu, harta bukanlah segalanya. Tanpa warisan pun ia bisa menjalankan usahanya secara mandiri.
Hingga Mita memaksa Danar untuk mencari seorang wanita agar bisa hamil anak Danar. Dengan catatan ia pun akan menjadi ibu susunya dengan mengikuti induksi laktasi agar bisa menyusui bayi itu setelah dipisahkan dari ibunya. Namun siapa sangka, Mita berubah pikiran karena sebuah alasan!
“Aku takut tubuhku rusak.”
Mita berterus terang. “Menurut teman-temanku induksi laktasi bisa merusak tubuh si wanita. Karena tubuh terpaksa memproduksi hormon yang merangsang ASI.”
“Astaga, Mita! Kau sendiri yang menyanggupinya? Aku tak rela jika anak kita minum sufor! Demi apapun aku sebagai ayahnya tak rela! Aku gak mau tahu, Sagara harus mendapat ASI eksklusif minimal selama satu tahun, demi daya tahan tubuhnya.”
Intonasi bicara Danar mulai naik meskipun ia berusaha menyembunyikan emosinya di matanya.
“Mas, besok kita cari ibu susu saja,” usul Mita terdengar masuk akal.
Sebetulnya ada yang lebih masuk akal, Embun ibunya, dia lah yang harus menyusui putra mereka. Namun Mita tak mau jika Embun yang akan menyusui Sagara. Ia takut suaminya justru berpaling padanya!
Di sisi lain, Danar masih tidak habis pikir dengan jalan pikiran Mita. Niat mereka dari awal ialah Mita menjadi ibu susu untuk anak mereka agar mereka terikat hubungan secara emosional antara ibu dan anak.
Rahang Danar menegang. “Omong kosong macam apa ini, Mita?” Ia bahkan berbicara sedikit menyentak.
Seketika cairan hangat menggenang di sudut mata Mita. Ia sedih karena Danar membentak dirinya hanya karena bayi itu.
Danar menarik nafas dalam. Ia merasa menyesal karena telah membuat Mita menangis. Ia paling tidak bisa melihat istri tercintanya menangis.
“Mas gak bermaksud apa-apa, Mita. Punya anak dari wanita lain juga itu ide darimu. Kau tahu, sebetulnya Mas keberatan,” bujuk Danar seraya mengusap pucuk kepala istrinya dengan lembut, "tapi, dia sudah tanggung jawab kita."
Bukannya mengerti, Mita malah memilih merebahkan tubuhnya kemudian memunggungi Danar dengan pundak yang berguncang.
Alih-alih merespon perkataan suaminya, ia memilih menangis tersedu-sedu.
Danar hanya bisa menghela nafas pelan. Mungkin ia akan segera mencari ibu susu untuk putra tampannya. Ataukah … dia harus menghubungi Embun kembali? Tangan pria itu mengepal--berusaha menghempaskan pikirannya kala tertuju pada istri kontrak yang mata duitan itu.
"Itu tak akan terjadi," batinnya.
Dua pekan sudah Embun berusaha menegarkan dirinya. Ia bertekad akan melanjutkan hidupnya. Ia akan mencoba mencari pengalaman baru bekerja di luar kota. Selain itu, ada hal yang mendesak pula sebagai alasan yaitu sang ayah yang ternyata masih terlilit hutang pada beberapa orang rentenir. Oleh karena itu, Embun akan mencoba peruntungan bekerja di kota kendati tidak memiliki pengalaman sedikit pun. Nyaris dua puluh satu tahun, Embun Ganita hanya menghabiskan waktunya di kota kembang. Setelah lulus sekolah menengah atas, Embun hanya menghabiskan waktunya di rumah, melakukan pekerjaan rumah tangga, sejak dini hari hingga malam menjemput. Adapun Bibik Lilis mulai bekerja di rumahnya ketika Embun dinikahi oleh Danar. Sebetulnya, Bagas tidak memberikan ijin Embun pergi keluar kota. Ia sudah memiliki rencana lain setelah putrinya itu berhenti nifas. Namun untuk mengendalikan kondisi psikis Embun yang tengah hancur akibat kehilangan bayinya, ia mengijinkannya. Ia yakin, Embun tidak akan berta
Barangkali bukan rezeki Embun untuk bekerja di cafe milik saudara temannya Yasmin?Ibu satu anak itu pun menghela napas.Digantinya seragam cafe dengan pakaian sebelumnya. Ia memutuskan berjalan keluar kafe dan berdiri mematung di tepi jalan dengan perasaan yang runyam. Ia bingung harus pulang ke apartemen Yasmin. Yasmin pasti marah padanya karena ia sudah merusak kepercayaan Yasmin. Padahal adik sambungnya itu sudah bersusah payah mencarikannya pekerjaan. “Ternyata, benar apa kata Ayah. Mencari kerja di kota sangat sulit. Apalagi aku hanya lulusan SMA di kampung.”Embun menghela nafas panjang. Tatapannya menyapu seluruh sudut jalan. Ia merasa dunianya kosong. Tangannya begitu saja mengusap perutnya. Lupa jika ia telah melahirkan. Mengingat bayinya yang tampan, dada Embun merasa sesak sekali. Hatinya terasa perih. Namun ia berusaha menegarkan dirinya kendati merasa hidup tidak adil baginya! Mengapa ia harus menanggung masalah ke dua orang tuanya?Jangan tanyakan perasaannya saat in
Di sisi lain, Danar langsung menyuruh asisten pribadinya--Gilang--untuk mencarikan ibu susu yang cocok untuk putranya. Untungnya, ia pun langsung membuka lowongan kerja untuk ibu susu anak tuannya dengan syarat yang ketat.Calon ibu susu untuk Sagara harus berasal dari wanita yang bertubuh sehat, resik dan berusia di bawah tiga puluh tahun. Selain itu, wanita itu juga harus mengikuti pemeriksaan medis oleh tim dokter yang khusus diundang datang ke sana.Saat Danar dan Mita berada di kantor masing-masing, di kediaman mewah Danar, Gilang dan Maya-babysitter mendadak menjadi Tim HRD yang tengah melakukan interview pada calon ibu susu untuk Sagara.Tak butuh waktu lama, para pelamar pun berdatangan. Hal pertama yang akan mereka jalani yakni proses interview. Bukan tanpa alasan, Gilang harus memastikan jika asal usul keluarga calon ibu susu jelas. Setelah itu, tahap ke dua yakni mereka akan menjalani pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu oleh tim dokter spesialis. Barulah di tahap terakhi
Embun pun pergi bersama Mbak Nuri menuju kediaman mewah Danar Yudistira. Dalam waktu empat puluh menit, akhirnya mereka tiba di sana. Kedatangan mereka disambut oleh pemandangan yang luar biasa indahnya. Sebuah hunian berlantai tiga yang menampilkan desain modern-kontemporer. Rumah mewah itu dibangun dengan perpaduan beberapa unsur di antaranya material kayu, material non finish dan material batu alam. Hingga tanpa sàdar, Embun menganga melihatnya.Belum lagi pemandangan hamparan taman yang luas mirip permadani karena ditumbuhi rumput gajah yang estetis. Area garasi dan carport yang lengkap diisi oleh mobil-mobil mewah yang berjejer rapi. Ia seperti tengah memasuki negeri dongeng.Namun hanya dalam hitungan sepersekian detik, senyum Embun memudar setelah mengagumi keindahan yang terpampang di depan matanya. Hatinya merasa teriris. Rupanya, suaminya itu bukan orang sembarangan. Suaminya seorang sultan dengan harta kekayaan yang melimpah. Ironis, baginya ia tidak peduli asal usul siapa
Tak lama, senyum kelegaan terbit di wajah mereka yang seharian letih mencari ibu susu untuk Tuan muda itu.Di sisi lain, Embun menatap bayinya dengan penuh kasih sayang dan rindu.‘Sayang, jadi selama ini kau hanya minum susu formula? Betapa tega Papamu, Nak. Tapi tenang saja, mulai saat ini Mama akan merawatmu. Apapun yang terjadi.’Masih menggendong Sagara, Embun pun memilih duduk. Ia akan menyusui bayinya. Namun seketika tatapannya tertuju pada Gilang yang masih berada di kamar itu.Menyadari tatapan Embun tertuju padanya, Gilang berkata padanya. “Hum, maaf ya Mbak Embun, Tuan Danar meminta saya untuk tetap mengawasi Tuan Sagara saat Anda menyusuinya. Tidak selamanya, hanya saat masa training. Ya begitu,” katanya dengan sedikit sungkan. Embun merasa kecewa karena ia merasa risih jika harus menyusui di depan orang lain baik itu wanita maupun pria. Ia pun berinisiatif memunggungi Gilang dan ke dua babysitter Sagara. Ia segera melepas empat kancing kemeja teratas yang dipakainya. Ia
Saat hendak pulang dari kantor, tiba-tiba saja Danar mendengar kabar buruk yang menimpa istri tercinta. Mita mengalami kecelakaan. Ia pun segera pergi ke rumah sakit.Awalnya, Danar akan segera pulang karena harus mengurus perihal calon ibu susu untuk anaknya. Namun saat yang sama Gilang pun mengabarinya bahwa ia sudah mendapatkan ibu susu yang tepat untuk Sagara.Danar pun merasa lega dan memutuskan untuk melihat istrinya ke rumah sakit. Mita tertabrak motor saat pulang dari kantornya. Ke dua suami istri tersebut memang memiliki perusahaan masing-masing. Sehingga mereka memiliki kantor yang jelas berbeda tempat. Mereka hanya bertemu saat jam makan siang. Itupun ketika ke duanya tidak sibuk.“Sayang, kenapa kau tidak hati-hati!” imbuh Danar membelai lembut pipi istrinya. Ia sangat syok saat mendengar kabar tentang istrinya yang tertabrak motor ketika ia sedang menepikan kendaraan beroda empat miliknya di depan sebuah restoran.Area parkir restoran itu penuh sehingga dengan terpaksa, M
Setelah sedikit berdebat dengan Yasmin, akhirnya Embun bisa pergi dari apartemennya. Kali ini Embun membuat sebuah penolakan. Yasmin sampai tidak percaya akan keputusan kakak sambungnya itu. Embun mengatakan padanya bahwa ia bekerja menjadi seorang art di salah satu perumahan elit di sana.Embun pun tiba kembali di kediaman mantan suaminya hampir larut malam. Sebelum diantar menuju paviliun yang akan ditempatinya, Maya meminta Embun untuk memompa susunya dan menyimpannya dalam botol. Sagara terbiasa bangun malam dan pasti akan meminta susu. Tak mungkin ‘kan Maya menyuruh Embun datang malam-malam ke sana. Mengingat aturan yang dibuat oleh Danar untuk ibu susu Sagara.Embun memompa ASI nya dengan senang hati. Setelahnya, ia pun diantara Mbak Nuri menuju ke paviliun di mana ia akan tinggal di sana bersama beberapa art wanita lainnya. Berbeda dengan Mbak Nuri yang sudah mendapat kepercayaan penuh dari Danar hingga ia bisa menempati rumah utama.“Makasih, Mbak Nuri,” kata Embun menatap wan
“Sayang, aku mencarimu. Ternyata kau di sini rupanya.”Suara yang lembut merambat di telinga Danar Yudistira. Ia pun menoleh ke arah istrinya yang tengah memeluknya dari belakang.“Lihatlah! Anak kita sekarang sudah bisa tenang dan mendapatkan ASI.”Danar berbisik lirih pada istrinya dengan perasaan membuncah bahagia.Tatapan Mita pun tertuju pada wanita yang kini tengah menyusui bayi mereka. Namun ia tidak bisa melihat wajahnya karena posisi Embun yang membelakangi mereka. “Tidur yuk! Biarin Gara tidur. Biasanya kalau kenyang bayi suka langsung tidur,”Mita merangkul lengan suaminya dengan mesra. Tatapan yang bikin jengkel bagi Maya dan Linda yang masih jomblo. Ke dua babysitter Tuan muda itu saling lirik penuh arti.Sebetulnya mereka kurang menyukai kepribadian majikan wanitanya yang manja dan sedikit menyebalkan. Mereka terkadang melihat wanita itu seperti memiliki dua kepribadian. Di depan Danar, Mita selalu bersikap lemah lembut dan manja. Namun di belakang suaminya, wanita itu