Barangkali bukan rezeki Embun untuk bekerja di cafe milik saudara temannya Yasmin?
Ibu satu anak itu pun menghela napas.
Digantinya seragam cafe dengan pakaian sebelumnya.
Ia memutuskan berjalan keluar kafe dan berdiri mematung di tepi jalan dengan perasaan yang runyam. Ia bingung harus pulang ke apartemen Yasmin. Yasmin pasti marah padanya karena ia sudah merusak kepercayaan Yasmin. Padahal adik sambungnya itu sudah bersusah payah mencarikannya pekerjaan.
“Ternyata, benar apa kata Ayah. Mencari kerja di kota sangat sulit. Apalagi aku hanya lulusan SMA di kampung.”
Embun menghela nafas panjang. Tatapannya menyapu seluruh sudut jalan. Ia merasa dunianya kosong. Tangannya begitu saja mengusap perutnya. Lupa jika ia telah melahirkan.
Mengingat bayinya yang tampan, dada Embun merasa sesak sekali. Hatinya terasa perih. Namun ia berusaha menegarkan dirinya kendati merasa hidup tidak adil baginya! Mengapa ia harus menanggung masalah ke dua orang tuanya?
Jangan tanyakan perasaannya saat ini! Hatinya sangat hancur. Ia merasa dikhianati oleh pria yang begitu dipujanya. Pun, ia merasa dijebak dan dimanfaatkan olehnya.
Kenangan-kenangan buruk yang melintas sungguh menguras energi wanita lugu itu. Ia menjadi lapar dan haus. Namun, uang yang tersisa hanya sedikit. Ia pun mampir ke sebuah warung yang berada di tepi jalan. Ia membeli air mineral dalam botol.
Glek, glek, glek,
Embun meneguk perlahan air mineral itu. Sungguh, ia merasa sangat kehausan. Beberapa detik kemudian, Embun merasa sakit di bagian payudaranya. Seharusnya ia memompa ASI-nya. Namun ia tidak memiliki kesempatan melakukannya. Payudaranya mengeras dan sangat sakit.
Tatapan Embun beralih dari botol mineral tersebut pada sebuah layar 14 Inchi yang berada di warung tersebut. Seketika ia berjengit kaget saat melihat ada sebuah berita yang menampilkan sosok familiar.
“CEO PT Yudistira Group-Danar Yudistira dan CEO PT Cahyadi Group-Paramita Rosalina Cahyadi kini tengah mereguk kebahagiaan yang sempurna. Setelah menunggu selama sepuluh tahun lamanya akhirnya mereka dikaruniai putra tampan melalui proses kehamilan yang teramat sukar.”
Begitulah narasi yang diberitakan dalam berita tersebut.
Embun merasa sakit di ulu hatinya. Ia baru tahu jika suaminya itu bukanlah orang biasa. Ia hanya tahu jika suaminya seorang pengusaha dan bekerja di ibukota. Selama menjadi istrinya, Danar memang pendiam dan tidak membahas apapun selain sebuah pesan pada istrinya. “Kau harus makan dengan baik karena ada janin yang harus kaujaga!”
Yang paling mengejutkan ialah ternyata suaminya sudah memiliki istri sebelumnya. Bahkan pernikahan mereka sudah mencapai sepuluh tahun. Kesimpulannya sudah jelas jika dirinya hanyalah alat untuk mendapatkan keturunan pewaris.
“Beruntung sekali ya kalau jadi Paramita. Sudah anak pengusaha, penerus usaha keluarganya dan suaminya pengusaha. Hidupnya enak dari lahir. Apalagi katanya Tuan Danar itu orangnya baik banget. Dia pria setia, gak neko-neko. Argh, sempurna sudah!”
Pemilik warung-wanita bertubuh tambun mengomentari berita yang tengah viral itu.
Embun hanya menghela nafas pelan mendengarnya. Cara pandang dirinya pada mantan suaminya sudah berubah seratus delapan puluh derajat.
“Eh, katanya, kalau misalkan Tuan Danar gak punya anak lelaki, maka warisan dari kakeknya itu akan turun pada sepupunya.”
Tiba-tiba ada seorang pembeli yang menimpali.
“Keren lah! Pulang dari luar negeri langsung bawa anak! Dulu katanya Paramita mandul. Tapi … the power of money apa sih yang enggak zaman sekarang.”
Wanita pemilik warung itu berkomentar dengan santai.
Embun yang mendengarnya merasa tercabik-cabik hatinya. Bayi yang dikatakan mereka itu bayinya dengan Danar. Ia yang sudah menjaga bayi itu selama sembilan bulan lamanya dalam rahimnya. Lalu dengan enteng mereka mengumumkan bayi itu anak dari Paramita?
Namun Embun hanya memilih diam, menyimak perbincangan mereka. Mungkin selama ini ia hanya berkutat di rumah. Ia tidak mengetahui ihwal berita yang berada di luar sana. Ada banyak hal yang dilewatkan dalam hidupnya karena disibukkan dengan urusan rumah tangga. Ia juga tidak aktif mengikuti media sosial.
“Kalian senang sekali bergosip! Sudah! Cari berita yang penting kek,” imbuh si suami wanita itu memperingati.
“Ah, si Bapak, gak apa-apa dong kali-kali nonton gosip,” kata si pembeli tadi, wanita muda bicara dengan kekehan kecil.
“Pernikahan bisnis di keluarga pengusaha itu sudah biasa. Anaknya pengusaha batu bara nikah sama anak pengusaha emas. Pokoknya ya seputar lingkungan mereka. Jangan harap orang-orang kayak kalian dinikahi macam Tuan Danar! Kecuali kalian jadi wanita simpanan, ya Neng!”
Bapak itu berkata sembari menoleh ke arah Embun.
Telinga Embun semakin memanas mendengar percakapan mereka. Ingin segera beranjak dari sana.
Embun akan pulang kembali ke apartemen milik adik sambungnya. Sayang, karena ia tidak tahu jalan, ia justru tersesat. Ia pun memilih menunggu di sebuah halte bus yang menurutnya tempat paling aman. Ia pun menelepon Yasmin namun tidak diangkat. Naasnya, Embun bahkan tidak tahu bagaimana caranya memesan kendaraan secara online.
Embun celingukan ingin bertanya pada wanita yang duduk di sampingnya. Wanita paruh baya yang sibuk karena mencari dompetnya.
“Astaga, dompet hilang! Bagaimana aku membayar bus? Mana gak ada pulsa lagi gak bisa telepon.”
Embun mendengar wanita paruh baya berpakaian rapi itu mengoceh sendiri seperti orang tidak waras. Ia mengecek beberapa kali tas dan barang bawaannya. Nihil, ia memang dicopet saat tadi turun dari kendaraan umum di sana.
Melihat wanita itu sibuk dengan wajah yang cemas, Embun memberanikan diri bertanya padanya. Barangkali ia bisa membantunya. “Bu, apa yang sedang kaucari?”
Wanita itu menoleh seraya tersenyum menatap Embun. “Cah Ayu, saya sedang mencari dompet. Sepertinya hilang dicopet tadi saat naik kereta.”
“Ya ampun, Bu. Ibu mau pergi ke mana sekarang?” tanya Embun bernada khawatir. Ia lupa jika dirinya juga tengah kebingungan.
Alih-alih menjawab pertanyaan Embun, wanita paruh baya itu berkata, “Neng, saya bisa pinjam uang gak? Nanti saya bayar.”
Embun terdiam sejenak. Uang miliknya saja hanya tersisa seratus ribu rupiah. Jika ia membagi uang itu dengannya maka ia tidak yakin bisa tiba di apartemen Yasmin.
Sisi lain, wanita itu berpikir jika Embun pasti keberatan. Mereka baru saja bertemu. Nanti dikira ia seorang penipu.
“Atau, begini, boleh saya pinjam hape-nya? Saya mau telepon seseorang untuk menjemput saya.”
Jika demikian, Embun pun tak keberatan. Wanita bermanik almond itu meminjamkan ponselnya pada wanita itu. Matanya bergerak-bergerak mengawasi wanita yang sedang teleponan dengan seseorang. Embun takut jika ponselnya dicuri sebab belum dibayar.
“Makasih ya!” imbuh wanita itu dengan perasaan lega. Mereka pun berkenalan. Wanita bernama Mbak Nuri itu ternyata seorang asisten rumah tangga yang bekerja di salah satu perumahan elit di ibukota. Ia baru saja pulang kampung karena menghadiri adiknya yang menikah.
Diam-diam, Embun menyimak perbincangan di antara wanita bernama Mbak Nuri dengan seseorang. Terdengar Mbak Nuri ingin dijemput oleh seorang supir. Namun seketika ia terperangah saat mendengar Mbak Nuri menyebutkan alamat majikannya. Sebuah alamat yang sudah ia hafal sejak ia menginjakan kakinya di ibukota.
“Siapa majikan Mbak Nuri?” tanya Embun dengan hati-hati.
Mbak Nuri menatap Embun lama kemudian menjawab. “Majikan saya Tuan Danar Yudistira.”
Mendengar nama itu disebut, ke dua tangan Embun meremat roknya dengan kuat.
Danar Yudistra--nama mantan suaminya!
Di sisi lain, Danar langsung menyuruh asisten pribadinya--Gilang--untuk mencarikan ibu susu yang cocok untuk putranya. Untungnya, ia pun langsung membuka lowongan kerja untuk ibu susu anak tuannya dengan syarat yang ketat.Calon ibu susu untuk Sagara harus berasal dari wanita yang bertubuh sehat, resik dan berusia di bawah tiga puluh tahun. Selain itu, wanita itu juga harus mengikuti pemeriksaan medis oleh tim dokter yang khusus diundang datang ke sana.Saat Danar dan Mita berada di kantor masing-masing, di kediaman mewah Danar, Gilang dan Maya-babysitter mendadak menjadi Tim HRD yang tengah melakukan interview pada calon ibu susu untuk Sagara.Tak butuh waktu lama, para pelamar pun berdatangan. Hal pertama yang akan mereka jalani yakni proses interview. Bukan tanpa alasan, Gilang harus memastikan jika asal usul keluarga calon ibu susu jelas. Setelah itu, tahap ke dua yakni mereka akan menjalani pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu oleh tim dokter spesialis. Barulah di tahap terakhi
Embun pun pergi bersama Mbak Nuri menuju kediaman mewah Danar Yudistira. Dalam waktu empat puluh menit, akhirnya mereka tiba di sana. Kedatangan mereka disambut oleh pemandangan yang luar biasa indahnya. Sebuah hunian berlantai tiga yang menampilkan desain modern-kontemporer. Rumah mewah itu dibangun dengan perpaduan beberapa unsur di antaranya material kayu, material non finish dan material batu alam. Hingga tanpa sàdar, Embun menganga melihatnya.Belum lagi pemandangan hamparan taman yang luas mirip permadani karena ditumbuhi rumput gajah yang estetis. Area garasi dan carport yang lengkap diisi oleh mobil-mobil mewah yang berjejer rapi. Ia seperti tengah memasuki negeri dongeng.Namun hanya dalam hitungan sepersekian detik, senyum Embun memudar setelah mengagumi keindahan yang terpampang di depan matanya. Hatinya merasa teriris. Rupanya, suaminya itu bukan orang sembarangan. Suaminya seorang sultan dengan harta kekayaan yang melimpah. Ironis, baginya ia tidak peduli asal usul siapa
Tak lama, senyum kelegaan terbit di wajah mereka yang seharian letih mencari ibu susu untuk Tuan muda itu.Di sisi lain, Embun menatap bayinya dengan penuh kasih sayang dan rindu.‘Sayang, jadi selama ini kau hanya minum susu formula? Betapa tega Papamu, Nak. Tapi tenang saja, mulai saat ini Mama akan merawatmu. Apapun yang terjadi.’Masih menggendong Sagara, Embun pun memilih duduk. Ia akan menyusui bayinya. Namun seketika tatapannya tertuju pada Gilang yang masih berada di kamar itu.Menyadari tatapan Embun tertuju padanya, Gilang berkata padanya. “Hum, maaf ya Mbak Embun, Tuan Danar meminta saya untuk tetap mengawasi Tuan Sagara saat Anda menyusuinya. Tidak selamanya, hanya saat masa training. Ya begitu,” katanya dengan sedikit sungkan. Embun merasa kecewa karena ia merasa risih jika harus menyusui di depan orang lain baik itu wanita maupun pria. Ia pun berinisiatif memunggungi Gilang dan ke dua babysitter Sagara. Ia segera melepas empat kancing kemeja teratas yang dipakainya. Ia
Saat hendak pulang dari kantor, tiba-tiba saja Danar mendengar kabar buruk yang menimpa istri tercinta. Mita mengalami kecelakaan. Ia pun segera pergi ke rumah sakit.Awalnya, Danar akan segera pulang karena harus mengurus perihal calon ibu susu untuk anaknya. Namun saat yang sama Gilang pun mengabarinya bahwa ia sudah mendapatkan ibu susu yang tepat untuk Sagara.Danar pun merasa lega dan memutuskan untuk melihat istrinya ke rumah sakit. Mita tertabrak motor saat pulang dari kantornya. Ke dua suami istri tersebut memang memiliki perusahaan masing-masing. Sehingga mereka memiliki kantor yang jelas berbeda tempat. Mereka hanya bertemu saat jam makan siang. Itupun ketika ke duanya tidak sibuk.“Sayang, kenapa kau tidak hati-hati!” imbuh Danar membelai lembut pipi istrinya. Ia sangat syok saat mendengar kabar tentang istrinya yang tertabrak motor ketika ia sedang menepikan kendaraan beroda empat miliknya di depan sebuah restoran.Area parkir restoran itu penuh sehingga dengan terpaksa, Mi
Setelah sedikit berdebat dengan Yasmin, akhirnya Embun bisa pergi dari apartemennya. Kali ini Embun membuat sebuah penolakan. Yasmin sampai tidak percaya akan keputusan kakak sambungnya itu. Embun mengatakan padanya bahwa ia bekerja menjadi seorang art di salah satu perumahan elit di sana.Embun pun tiba kembali di kediaman mantan suaminya hampir larut malam. Sebelum diantar menuju paviliun yang akan ditempatinya, Maya meminta Embun untuk memompa susunya dan menyimpannya dalam botol. Sagara terbiasa bangun malam dan pasti akan meminta susu. Tak mungkin ‘kan Maya menyuruh Embun datang malam-malam ke sana. Mengingat aturan yang dibuat oleh Danar untuk ibu susu Sagara.Embun memompa ASI nya dengan senang hati. Setelahnya, ia pun diantara Mbak Nuri menuju ke paviliun di mana ia akan tinggal di sana bersama beberapa art wanita lainnya. Berbeda dengan Mbak Nuri yang sudah mendapat kepercayaan penuh dari Danar hingga ia bisa menempati rumah utama.“Makasih, Mbak Nuri,” kata Embun menatap wan
“Sayang, aku mencarimu. Ternyata kau di sini rupanya.”Suara yang lembut merambat di telinga Danar Yudistira. Ia pun menoleh ke arah istrinya yang tengah memeluknya dari belakang.“Lihatlah! Anak kita sekarang sudah bisa tenang dan mendapatkan ASI.”Danar berbisik lirih pada istrinya dengan perasaan membuncah bahagia.Tatapan Mita pun tertuju pada wanita yang kini tengah menyusui bayi mereka. Namun ia tidak bisa melihat wajahnya karena posisi Embun yang membelakangi mereka. “Tidur yuk! Biarin Gara tidur. Biasanya kalau kenyang bayi suka langsung tidur,”Mita merangkul lengan suaminya dengan mesra. Tatapan yang bikin jengkel bagi Maya dan Linda yang masih jomblo. Ke dua babysitter Tuan muda itu saling lirik penuh arti.Sebetulnya mereka kurang menyukai kepribadian majikan wanitanya yang manja dan sedikit menyebalkan. Mereka terkadang melihat wanita itu seperti memiliki dua kepribadian. Di depan Danar, Mita selalu bersikap lemah lembut dan manja. Namun di belakang suaminya, wanita itu t
Malam itu, Embun hanya bisa memejamkan matanya sebentar. Dini hari ia sudah bangun. Ia tidak terbiasa tidur di tempat asing. Ia begitu kesulitan ketika menemukan tempat baru dan beradaptasi dengan lingkungannya.Masalahnya Embun itu seorang introvert. Ia tidak terbiasa bergaul dengan orang lain. Kehidupannya berkutat di sekitar rumah. Ia pun segera mandi dan berganti pakaian. Kemudian ia menghidupkan ponselnya. Ada banyak pesan sms yang masuk ke dalam ponselnya. Ia pun membukanya satu per satu. Ia mendesah pelan saat melihat ternyata pesan itu berasal dari saudarinya-Yasmin yang memintanya pulang ke apartemennya.Setelah membaca pesan itu, Embun menaruh kembali ponselnya di atas ranjang. Ia mengabaikan pesan Yasmin. Embun tak ingin pulang kampung. Ia hanya ingin berada di sisi putranya bagaiamanapun caranya. Senyum kecil terbit di wajahnya. Bukankah ada kamera di ponselnya. Ponselnya terbilang bagus berarti kameranya juga bagus. Sebuah ide cemerlang muncul di kepalanya. Ia akan men
Seketika jantung Bu Neli berdenyut lebih cepat. Ia begitu tegang saat dipanggil oleh Danar ke ruang makan. Danar bertanya padanya siapakah yang membuat salad sayur untuknya?Sial, pasti saladnya tidak enak. Bu Neli sudah berburuk sangka. Ia menyesal telah menyuruh Embun untuk membuat salad. ‘Aduh, aku bilang jujur gak ya? Tapi kalo jujur, kasihan anak itu nanti kena marah. Tidak apa-apalah, aku yang akan mengaku. Setidaknya aku sudah bekerja lama di rumah Tuan Danar. Paling kena marah atau hukuman potong gaji gak masalah.’Pikiran Bu Neli sudah berkecamuk. Sungguh, ia begitu takut melihat kemarahan majikannya.“Hum, maaf, Tuan, saya yang membuat salad sayur itu. Maaf, jika …” ucapan Bu Neli menggantung sebab Danar langsung menyelanya.“Aku suka salad sayur ini, Bu Neli! Aku ingin kau membuatnya lagi nanti. Soalnya saya sekarang harus menjenguk Eyang.”Danar Yudistira berkata dengan santai. Ia melanjutkan lagi menyendok salad sayur itu dengan antusias. Ia begitu lahap memakannya.Bu Ne
[Pak, pengawal Nona Jeena pulang. Tapi sepertinya, Nona Jeena tidak mengatakan pada siapapun. Terbukti ibunya juga tidak tahu kalau pengawalnya pulang.][Apa? Jadi dia sendirian di apartemen?][Iya, Pak.]Manggala mengepalkan ke dua tangannya erat. Mengapa Jeena berdusta padanya? Mungkin Jeena tidak ingin membuatnya khawatir. Namun sikapnya seperti itu justru semakin membuat Manggala khawatir. [Pak, satu lagi, hari ini mobil Nona ada yang mencorat coret. Maaf, saya tidak menyaksikan langsung. Soalnya saya tidak bisa masuk ke kampus begitu saja. Saya hanya mengamati Nona Jeena dari kejauhan. Nona Jeena naik mobil seorang pria bernama Dion. Mobilnya dibawa ke bengkel oleh orang suruhannya.]Manggala semakin geram mendengar laporan dari anak buahnya. Pasti ada orang yang berusaha mengganggu Jeena atau bahkan mencelakainya. [Kamu lihat siapa pelakunya?]Manggala mulai menginterogasi anak buahnya.[Maaf, Pak. Saya tadi sempat buang air kecil. Jadi, saya buru-buru cari toilet. Kejadiannya
Jeena mulai latihan kembali di kampus. Sore itu ia berlatih piano dengan Dion. Hampir dua jam lamanya mereka berlatih dengan keras di bawah bimbingan Laura.Clap, clap, clap,Beberapa anak mahasiswa yang ikut masuk untuk melihat latihan bertepuk tangan. Mereka menatap pertunjukan Jeena dan Dion dengan penuh takjub.Tak lama kemudian Laura mengangkat ke dua tangannya dan meminta Jeena dan Dion berhenti.“Cukup untuk hari ini!” pekik Laura dengan mengusap keningnya dengan yang basah karena keringat. Wanita yang sudah tidak lagi muda itu harus segera pulang. Sore sudah menjelang dan ia tidak ingin pulang kemalaman karena jarak rumah dan kampus sangat jauh, berbeda dengan Jeena dan Dion.Jeena dan Dion saling tatap dan melempar senyum. Mereka cukup puas latihan hari itu. Mereka merasa sudah berusaha menampilkan Performa yang maksimal. Selanjutnya, mereka akan mencari dress code untuk dipakai saat acara nanti. Mereka harus berpenampilan sempurna dengan pakaian yang senada.“Makasih buat har
Jam terasa merangkak lama. Setelah mengakhiri panggilan dari Manggala, Jeena pasrah untuk tidak menelepon yang lain. Ia sudah keburu ngantuk dan kesal.Nada bicara Manggala terdengar marah dan cemburu. Ia selalu memperingati Jeena untuk menjauhi Dion. Namun ia juga tidak memberikan alasannya. Jeena merasa pikiran Manggala itu terlalu dibuat-buat. Padahal Jeena hanya berurusan dengan Dion terkait dengan persiapan debut. Selebihnya ia tidak pernah berhubungan secara langsung. Mungkin satu-satunya alasan Manggala menyuruhnya menjauhi Dion hanyalah karena cemburu buta.“Mas Gala berlebihan,” gumam Jeena yang mulai menguap. Sebetulnya Jeena ingin mengadu soal ia menemukan sebuah surat misterius dari seseorang pada Manggala. Namun pasti Manggala akan semakin cemas padanya. Semua akan semakin rumit bagi wanita bermanik almond itu. Terlebih ia merasa sangat lelah. Biarlah besok ia akan membahasnya dengan Rosa.Jeena pun pergi ke kamar tidur setelah mematikan lampu seluruh ruangan apartemen.
Saat ini Laila seperti seekor kerbau yang dicucuk hidungnya. Ia tidak bisa maju maupun mundur. Jika ia mengundurkan diri dari pekerjaan, maka ia akan mendapatkan penalti karena gadis itu sudah menandatangani surat perjanjian kontrak kerja. Ia tidak bisa mengundurkan diri dari pekerjaan apapun yang terjadi dalam kurung waktu satu tahun jabatannya.Sebaliknya, jika ia terus bekerja, ia akan terus merasa menderita. Karena kesalahan yang tidak dilakukannya akhirnya jabatannya di kantor diturunkan menjadi seorang staf. Otomatis gaji yang diperolehnya tiap bulan lebih kecil dari sebelumnya. Namun gadis bercadar itu tidak punya pilihan. Ia pasrah sampai ia bisa bekerja di sana selama setahun sesuai perjanjian kontrak.“Laila, aku turut prihatin. Aku gak tahu kenapa Pak Beryl sampai marah besar padamu gara-gara Pak Surya. Tapi kamu masih beruntung lo. Soalnya waktu itu Pak Beryl pernah pecat manajer SDM dan gak ada drama jabatannya turun. Padahal kesalahannya kecil banget.”Serina menepuk-nep
“Panggil Laila!"Beryl membentak Zuned sesaat mereka telah melakukan meeting internal para petinggi di kantornya. Semua peserta rapat terdiri dari pemimpin di semua divisi. Zuned tergugu kaget mendengar bentakan Beryl padanya. Pemuda itu memang pemarah mirip seperti ayahnya. Namun ia lebih pemarah karena sering memecat pegawai dengan seenaknya jika melakukan hal sepele.“Maaf, Pak Beryl. Kalau boleh saya tahu mengapa Bapak meminta saya untuk memanggil Laila? Apa Laila berbuat kesalahan?” tanya Zuned sangat berhati-hati. Ia sangat ketat dalam mengajari Laila. Laila juga cepat menguasai pekerjaannya. Selama dalam masa probation, kinerja Laila cukup memuaskan.Mengapa Beryl semarah itu pada Laila? Pasti Laila telah berbuat kesalahan."Pak Surya membatalkan kerjasama!" lanjut Beryl bernada emosi.Setelah dipanggil oleh Beryl, Zuned segera menuju ruangannya dengan wajah merah karena kesal. Baru saja ia menikmati euforia karena menenangkan pesanan yang banyak dari India melalui Surya Pradi
Jeena terperanjat saat melihat siapa yang menolongnya, memungut buku-buku miliknya yang berserakan. Mungkin jika dalam kondisi normal reaksinya biasa saja. Namun, karena melihat pemuda yang menolongnya Dion, reaksinya terlihat euforia. Dion bisa berjalan tanpa tongkat kruk. Jeena baru menyadarinya. “Dion? Kamu udah bisa jalan?” Jeena menerima buku miliknya dari tangan Dion. Mereka pun berdiri dan saling tatap.Dion mengulum senyum melihat reaksinya. Pantas tadi saat berada di cafetaria kampus, Alice terlihat bahagia dan terus mengucapkan terima kasih pada Jeena karena telah menjadi salah satu teman yang memotivasinya agar tetap masuk kuliah.“Kamu senang gak aku udah sembuh?” tanya Dion gantian.Jeena kembali tersenyum. Namun ia merasa pertanyaan Dion seperti pertanyaan seseorang pada kekasihnya.“Senang, Dion. Kita senang lihat kamu sembuh. Aku kaget aja soalnya kamu mengalami kemajuan pesat.”Jeena menambahkan kalimatnya. Ia memperhatikan ke dua kakinya yang jenjang.Dion berjalan
Danar tersedak saat mendengar ide ibunya. Ia menatap tajam Diajeng yang dianggap sedang berbicara ngelantur.“Bu, jangan sembarangan! Embun sudah bertunangan. Dan, Ibu tahu jika tunangannya Embun adalah orang yang telah menyelamatkan perusahaan kita.”Danar tak habis pikir dengan pemikiran ibunya.“Sejak kapan kamu peduli perasaan wanita itu? Bukankah kamu juga menikahinya karena demi mendapatkan anak darinya,” oceh Diajeng seraya mematikan layar televisi yang menayangkan konser Ana.Wanita tua itu menoleh ke arah putranya dan menatapnya dalam. Ke dua tangannya mencengkram pundak Danar.“Kamu bodoh atau dungu? Pak Manggala itu membeli saham perusahaan Yudistira pasti karena disuruh oleh mantan istrimu! Embun pasti adalah dalang di balik akuisisi perusahaan Yudistira.”Diajeng berkata dengan gigi yang gemeretak.Danar hanya menghela nafas sesak mendengar ucapan ibunya yang memang benar adanya. Namun saat ini, ia hanya bisa menerima takdirnya. Ia bankrut dan pesakitan. Ia sudah tidak me
Jeena berlatih bermain piano dengan serius untuk persiapan debut pada acara amal. Setiap hari ia bekerja keras berlatih piano, memainkan beberapa lagu yang sukar hingga hari jemarinya yang lentik kapalan. Tidak hanya berlatih piano, Jeena juga berlatih bermain gitar akustik saat ia menciptakan lirik lagu. Ia benar-benar serius dalam kuliah seni musik. Ia ingin segera lulus sebab ia ingin segera kembali ke tanah air. Jeena ingin mengantar sekolah Sagara. Ia ingin menjadi ibu yang teladan karena akan menyiapkan bekal makan untuk putra semata wayangnya.Suara alarm pada jam weker pagi itu terdengar nyaring, membangunkan Jeena yang terlelap dalam tidurnya. Wanita bermanik almond itu gegas mematikan alarm meskipun matanya masih dalam keadaan terpejam.Ia mendengus kesal sebab suara alarm telah merusak acara konser tunggal pertamanya.“Ya Allah, aku cuman mimpi. Tapi, jujur, meskipun cuman mimpi aku senang sekali. Moga aku bisa menjadi pianis terkenal seperti Mami.”Jeena tersenyum di depa
“Bagaimana kabarmu sekarang?” tanya Pasha perhatian pada Laila. Pagi itu mereka sedang sarapan bersama di resto hotel.Setelah mendapatkan pengobatan dari seorang dokter, demam Laila langsung turun. Ia sudah berangsur pulih.“Alhamdulillah, baik,” jawab Laila bahkan tak berani menatap Pasha yang berada di depannya. Laila memilih menjatuhkan tatapannya pada spaghetti.Beryl menatap Laila dengan raut wajah dingin. Laila menjadi ketakutan melihat tatapan Beryl terhadapnya. Mungkin pria itu marah karena Laila tidak bisa bekerja dengan baik akibat sakit.Eh hem,Beryl berdehem pelan kemudian berkata. “Tentu saja, dia sudah sembuh. Aku panggilkan dokter untuk mengobatinya. Kalau tidak segera diobati nanti merepotkan,”Mendengar perkataan Beryl, Laila menelan salivanya yang terasa kecut. Ia menjadi kehilangan selera makan. Bukan keinginan dirinya sakit. Ia hanya kelelahan. Biasanya ia cukup tangguh dan tak cepat sakit.Sisi lain, Serina tersenyum mendengar perkataan Beryl. Ia sempat tantrum d