Share

Bab 7

Di sisi lain, Danar langsung menyuruh asisten pribadinya--Gilang--untuk mencarikan ibu susu yang cocok untuk putranya.

Untungnya, ia pun langsung membuka lowongan kerja untuk ibu susu anak tuannya dengan syarat yang ketat.

Calon ibu susu untuk Sagara harus berasal dari wanita yang bertubuh sehat, resik dan berusia di bawah tiga puluh tahun. Selain itu, wanita itu juga harus mengikuti pemeriksaan medis oleh tim dokter yang khusus diundang datang ke sana.

Saat Danar dan Mita berada di kantor masing-masing, di kediaman mewah Danar, Gilang dan Maya-babysitter mendadak menjadi Tim HRD yang tengah melakukan interview pada calon ibu susu untuk Sagara.

Tak butuh waktu lama, para pelamar pun berdatangan. Hal pertama yang akan mereka jalani yakni proses interview. Bukan tanpa alasan, Gilang harus memastikan jika asal usul keluarga calon ibu susu jelas. Setelah itu, tahap ke dua yakni mereka akan menjalani pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu oleh tim dokter spesialis. Barulah di tahap terakhir, mereka diizinkan menyusui bayi Sagara. 

Dua jam berlalu dengan cepat. Gilang dan Maya-babysitter Sagara saling lirik penuh arti. Ada tiga orang wanita yang memenuhi kriteria calon ibu susu Sagara. Kini mereka akan diberi kesempatan untuk memangku bayi Sagara terlebih dahulu sebelum benar-benar menyusuinya.

Di antara kurang lebih lima belas pelamar, hanya tiga orang yang tersisa dan sesuai kriteria yang ditentukan oleh Danar Yudistira. 

“Kalian memiliki poin yang sama. Kalian masih muda, sehat dan berpenampilan rapi dan bersih. Test selanjutnya ialah langsung melihat bayi Tuan.”

Gilang berbicara pada ke tiga pelamar wanita tersebut.

Para pelamar pun antusias untuk melihat bayi Sagara yang ternyata baru berusia dua mingguan. 

Gilang akan menguji mereka dengan melihat cara bagaimana para pelamar itu memangku bayi Sagara dan mengasuhnya.

“Pak Gilang, bagaimana ini? Den Gara malah menangis digendong oleh mereka. Apa karena asing begitu? Sama aku saja saja butuh waktu. Apalagi sama mereka? Nyonya bahkan sampai gak sudi menggendong bayinya sendiri. Aneh, ada ibu yang tak mau menyusui anaknya sendiri.”

Maya berbisik pada telinga Gilang.

Gilang menghela nafas panjang. “Yang penting coba aja dulu! Kau tahu, Tuan Danar ‘kan orangnya otoriter dan perfeksionis! Kalau beliau bilang hari ini harus sudah ada ibu susu. Maka sudah harus ada!”

Pemuda itu masih berpikir optimis.

Namun tak dinyana, baru saja salah satu calon ibu susu menyentuhnya, Sagara langsung menangis histeris. Bahkan hingga sampai calon pelamar ke tiga, Sagara tetap menangis. Rupanya, bayi tampan itu tidak bersedia disentuh oleh orang asing. 

Maya meneguk salivanya yang terasa kecut ketika melihat pemandangan itu, ia jadi teringat dirinya memang butuh waktu yang lama untuk berkenalan dengan Sagara. Namun kali ini Sagara terlihat menolak terang-terangan orang asing. 

“Mas Gilang bagaimana ini?” tanya Maya dengan melayangkan tatapan bingung pada Gilang. Ia mulai terlihat panik.

Gilang hanya mendesah pelan melihatnya. Ia bahkan lebih bingung ketimbang Maya. Sepertinya usaha mereka tidak akan berhasil! Akhirnya Gilang menyerah dan segera melapor pada tuannya. 

[Tuan Danar, maafkan saya! Tuan muda tidak bersedia digendong. Apalagi disusui oleh wanita asing. Jika Anda tidak percaya, silahkan tanya pada Maya, babysitter Tuan muda.]

Danar menarik nafas dalam lalu mengembuskannya perlahan. Bahkan, suara helaan nafasnya terdengar berisik di telinga Gilang hingga membuatnya merinding ketakutan. Gilang harus segera menyiapkan mentalnya. Danar pasti akan marah padanya karena tidak becus melakukan pekerjaannya.

Alih-alih menjawab pertanyaan Gilang, Danar berkata hal lain. [Nyonya Mita di mana?]

[Nyonya Mita pergi ke kantor Tuan.]

Gilang menjawab dengan hati-hati. Ia juga meringis saat melihat Maya yang kini tengah menimang-nimang Sagara akibat tangisannya enggan berhenti.

Danar menutup sambungan telepon sepihak. Ia menghela nafas pelan. Ia cukup bersabar menghadapi istrinya yang memang selalu menguji dirinya. Mita sendiri yang menginginkan anak, namun setelah anak itu hadir, ia justru tak bersedia merawatnya. Seharusnya Mita berada di sana merawat bayi mereka dan ikut menyeleksi calon Ibu susu untuk Sagara.

Karena merasa khawatir, Danar pun memutuskan menyudahi pekerjaannya dan pulang ke rumah. Ia akan pulang dan memutuskan siapakah ibu susu untuk putranya.

****

Di sisi lain, Embun Ganita tercenung saat mendengar jawaban Mbak Nuri yang mengatakan padanya bahwa ia bekerja untuk seorang pengusaha terkenal bernama Danar Yudistira. Tubuhnya gemetar dan jantungnya berdetak tak karuan. 

Tuhan mendengar doanya. Keinginan untuk bertemu dengan putranya akan segera terwujud. 

Embun berusaha mengendalikan emosi di matanya yang berkilat-kilat. Rasanya ia ingin bergegas mendatangi rumah mantan suaminya. Namun bagaimana caranya agar berhasil? 

Setelah memutar otak, akhirnya Embun menemukan sebuah ide.

“Mbak Nuri, apa masih ada lowongan kerja di sana? Saya sangat butuh pekerjaan. Saya bisa memasak dan beres-beres rumah.”

Embun mengutarakan alasan mengapa ia ingin bekerja di kediaman Danar Yudistira. Bagaimanapun caranya, ia harus bisa pergi ke sana. Sungguh, ia merindukan bayinya.

“Saya gak tau, Neng. Maaf, setahu saya Tuan Danar tidak sembarangan mempekerjakan asisten rumah tangga. Beliau selalu merekrut pekerjanya dari yayasan. Itupun melalui Mas Gilang, aspri beliau.”

Mbak Nuri menatap Embun dengan tatapan yang rumit. Di matanya Embun seorang gadis cantik yang lugu dan datang dari kampung. Ia merasa iba padanya dan ingin membantunya.

 Namun masalahnya, ia tidak memiliki wewenang mengajaknya ke rumah majikannya. Ia juga tidak mau mengambil resiko membawa orang asing ke sana. Meskipun terlihat lugu, ia juga khawatir ternyata aslinya Embun itu seorang penipu. Jika ia keliru mengambil langkah, ia pasti menerima konsekuensi dipecat oleh atasannya. 

Embun menunggu jawaban Mbak Nuri dengan penuh harap. Seketika rajut wajahnya berubah sendu. “Aku butuh pekerjaan karena ayahku terlilit hutang, Mbak Nuri. Makanya aku sampai datang ke kota. Padahal aku tidak pernah menginjakan kaki di sini. Aku juga menunggu di halte karena tersesat. Aku sudah menelepon adikku tetapi tidak diangkat,”

Mendengar cerita Embun, rasanya hati wanita mana yang tidak tega mendengarnya. Mungkin usia Embun sepantaran adik bungsunya.

Siapa sangka ternyata Mbak Nuri mengangguk dan mengijinkan Embun ikut bersamanya.

“Makasih Mbak Nuri,” imbuh Embun Ganita dengan perasaan membuncah bahagia. Akhirnya ia bisa segera menemui putranya. Semoga saja! 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status