Di sisi lain, Danar langsung menyuruh asisten pribadinya--Gilang--untuk mencarikan ibu susu yang cocok untuk putranya.
Untungnya, ia pun langsung membuka lowongan kerja untuk ibu susu anak tuannya dengan syarat yang ketat.
Calon ibu susu untuk Sagara harus berasal dari wanita yang bertubuh sehat, resik dan berusia di bawah tiga puluh tahun. Selain itu, wanita itu juga harus mengikuti pemeriksaan medis oleh tim dokter yang khusus diundang datang ke sana.
Saat Danar dan Mita berada di kantor masing-masing, di kediaman mewah Danar, Gilang dan Maya-babysitter mendadak menjadi Tim HRD yang tengah melakukan interview pada calon ibu susu untuk Sagara.
Tak butuh waktu lama, para pelamar pun berdatangan. Hal pertama yang akan mereka jalani yakni proses interview. Bukan tanpa alasan, Gilang harus memastikan jika asal usul keluarga calon ibu susu jelas. Setelah itu, tahap ke dua yakni mereka akan menjalani pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu oleh tim dokter spesialis. Barulah di tahap terakhir, mereka diizinkan menyusui bayi Sagara.
Dua jam berlalu dengan cepat. Gilang dan Maya-babysitter Sagara saling lirik penuh arti. Ada tiga orang wanita yang memenuhi kriteria calon ibu susu Sagara. Kini mereka akan diberi kesempatan untuk memangku bayi Sagara terlebih dahulu sebelum benar-benar menyusuinya.
Di antara kurang lebih lima belas pelamar, hanya tiga orang yang tersisa dan sesuai kriteria yang ditentukan oleh Danar Yudistira.
“Kalian memiliki poin yang sama. Kalian masih muda, sehat dan berpenampilan rapi dan bersih. Test selanjutnya ialah langsung melihat bayi Tuan.”
Gilang berbicara pada ke tiga pelamar wanita tersebut.
Para pelamar pun antusias untuk melihat bayi Sagara yang ternyata baru berusia dua mingguan.
Gilang akan menguji mereka dengan melihat cara bagaimana para pelamar itu memangku bayi Sagara dan mengasuhnya.
“Pak Gilang, bagaimana ini? Den Gara malah menangis digendong oleh mereka. Apa karena asing begitu? Sama aku saja saja butuh waktu. Apalagi sama mereka? Nyonya bahkan sampai gak sudi menggendong bayinya sendiri. Aneh, ada ibu yang tak mau menyusui anaknya sendiri.”
Maya berbisik pada telinga Gilang.
Gilang menghela nafas panjang. “Yang penting coba aja dulu! Kau tahu, Tuan Danar ‘kan orangnya otoriter dan perfeksionis! Kalau beliau bilang hari ini harus sudah ada ibu susu. Maka sudah harus ada!”
Pemuda itu masih berpikir optimis.
Namun tak dinyana, baru saja salah satu calon ibu susu menyentuhnya, Sagara langsung menangis histeris. Bahkan hingga sampai calon pelamar ke tiga, Sagara tetap menangis. Rupanya, bayi tampan itu tidak bersedia disentuh oleh orang asing.
Maya meneguk salivanya yang terasa kecut ketika melihat pemandangan itu, ia jadi teringat dirinya memang butuh waktu yang lama untuk berkenalan dengan Sagara. Namun kali ini Sagara terlihat menolak terang-terangan orang asing.
“Mas Gilang bagaimana ini?” tanya Maya dengan melayangkan tatapan bingung pada Gilang. Ia mulai terlihat panik.
Gilang hanya mendesah pelan melihatnya. Ia bahkan lebih bingung ketimbang Maya. Sepertinya usaha mereka tidak akan berhasil! Akhirnya Gilang menyerah dan segera melapor pada tuannya.
[Tuan Danar, maafkan saya! Tuan muda tidak bersedia digendong. Apalagi disusui oleh wanita asing. Jika Anda tidak percaya, silahkan tanya pada Maya, babysitter Tuan muda.]
Danar menarik nafas dalam lalu mengembuskannya perlahan. Bahkan, suara helaan nafasnya terdengar berisik di telinga Gilang hingga membuatnya merinding ketakutan. Gilang harus segera menyiapkan mentalnya. Danar pasti akan marah padanya karena tidak becus melakukan pekerjaannya.
Alih-alih menjawab pertanyaan Gilang, Danar berkata hal lain. [Nyonya Mita di mana?]
[Nyonya Mita pergi ke kantor Tuan.]
Gilang menjawab dengan hati-hati. Ia juga meringis saat melihat Maya yang kini tengah menimang-nimang Sagara akibat tangisannya enggan berhenti.
Danar menutup sambungan telepon sepihak. Ia menghela nafas pelan. Ia cukup bersabar menghadapi istrinya yang memang selalu menguji dirinya. Mita sendiri yang menginginkan anak, namun setelah anak itu hadir, ia justru tak bersedia merawatnya. Seharusnya Mita berada di sana merawat bayi mereka dan ikut menyeleksi calon Ibu susu untuk Sagara.
Karena merasa khawatir, Danar pun memutuskan menyudahi pekerjaannya dan pulang ke rumah. Ia akan pulang dan memutuskan siapakah ibu susu untuk putranya.
****
Di sisi lain, Embun Ganita tercenung saat mendengar jawaban Mbak Nuri yang mengatakan padanya bahwa ia bekerja untuk seorang pengusaha terkenal bernama Danar Yudistira. Tubuhnya gemetar dan jantungnya berdetak tak karuan.
Tuhan mendengar doanya. Keinginan untuk bertemu dengan putranya akan segera terwujud.
Embun berusaha mengendalikan emosi di matanya yang berkilat-kilat. Rasanya ia ingin bergegas mendatangi rumah mantan suaminya. Namun bagaimana caranya agar berhasil?
Setelah memutar otak, akhirnya Embun menemukan sebuah ide.
“Mbak Nuri, apa masih ada lowongan kerja di sana? Saya sangat butuh pekerjaan. Saya bisa memasak dan beres-beres rumah.”
Embun mengutarakan alasan mengapa ia ingin bekerja di kediaman Danar Yudistira. Bagaimanapun caranya, ia harus bisa pergi ke sana. Sungguh, ia merindukan bayinya.
“Saya gak tau, Neng. Maaf, setahu saya Tuan Danar tidak sembarangan mempekerjakan asisten rumah tangga. Beliau selalu merekrut pekerjanya dari yayasan. Itupun melalui Mas Gilang, aspri beliau.”
Mbak Nuri menatap Embun dengan tatapan yang rumit. Di matanya Embun seorang gadis cantik yang lugu dan datang dari kampung. Ia merasa iba padanya dan ingin membantunya.
Namun masalahnya, ia tidak memiliki wewenang mengajaknya ke rumah majikannya. Ia juga tidak mau mengambil resiko membawa orang asing ke sana. Meskipun terlihat lugu, ia juga khawatir ternyata aslinya Embun itu seorang penipu. Jika ia keliru mengambil langkah, ia pasti menerima konsekuensi dipecat oleh atasannya.
Embun menunggu jawaban Mbak Nuri dengan penuh harap. Seketika rajut wajahnya berubah sendu. “Aku butuh pekerjaan karena ayahku terlilit hutang, Mbak Nuri. Makanya aku sampai datang ke kota. Padahal aku tidak pernah menginjakan kaki di sini. Aku juga menunggu di halte karena tersesat. Aku sudah menelepon adikku tetapi tidak diangkat,”
Mendengar cerita Embun, rasanya hati wanita mana yang tidak tega mendengarnya. Mungkin usia Embun sepantaran adik bungsunya.
Siapa sangka ternyata Mbak Nuri mengangguk dan mengijinkan Embun ikut bersamanya.
“Makasih Mbak Nuri,” imbuh Embun Ganita dengan perasaan membuncah bahagia. Akhirnya ia bisa segera menemui putranya. Semoga saja!
Embun pun pergi bersama Mbak Nuri menuju kediaman mewah Danar Yudistira. Dalam waktu empat puluh menit, akhirnya mereka tiba di sana. Kedatangan mereka disambut oleh pemandangan yang luar biasa indahnya. Sebuah hunian berlantai tiga yang menampilkan desain modern-kontemporer. Rumah mewah itu dibangun dengan perpaduan beberapa unsur di antaranya material kayu, material non finish dan material batu alam. Hingga tanpa sàdar, Embun menganga melihatnya.Belum lagi pemandangan hamparan taman yang luas mirip permadani karena ditumbuhi rumput gajah yang estetis. Area garasi dan carport yang lengkap diisi oleh mobil-mobil mewah yang berjejer rapi. Ia seperti tengah memasuki negeri dongeng.Namun hanya dalam hitungan sepersekian detik, senyum Embun memudar setelah mengagumi keindahan yang terpampang di depan matanya. Hatinya merasa teriris. Rupanya, suaminya itu bukan orang sembarangan. Suaminya seorang sultan dengan harta kekayaan yang melimpah. Ironis, baginya ia tidak peduli asal usul siapa
Tak lama, senyum kelegaan terbit di wajah mereka yang seharian letih mencari ibu susu untuk Tuan muda itu.Di sisi lain, Embun menatap bayinya dengan penuh kasih sayang dan rindu.‘Sayang, jadi selama ini kau hanya minum susu formula? Betapa tega Papamu, Nak. Tapi tenang saja, mulai saat ini Mama akan merawatmu. Apapun yang terjadi.’Masih menggendong Sagara, Embun pun memilih duduk. Ia akan menyusui bayinya. Namun seketika tatapannya tertuju pada Gilang yang masih berada di kamar itu.Menyadari tatapan Embun tertuju padanya, Gilang berkata padanya. “Hum, maaf ya Mbak Embun, Tuan Danar meminta saya untuk tetap mengawasi Tuan Sagara saat Anda menyusuinya. Tidak selamanya, hanya saat masa training. Ya begitu,” katanya dengan sedikit sungkan. Embun merasa kecewa karena ia merasa risih jika harus menyusui di depan orang lain baik itu wanita maupun pria. Ia pun berinisiatif memunggungi Gilang dan ke dua babysitter Sagara. Ia segera melepas empat kancing kemeja teratas yang dipakainya. Ia
Saat hendak pulang dari kantor, tiba-tiba saja Danar mendengar kabar buruk yang menimpa istri tercinta. Mita mengalami kecelakaan. Ia pun segera pergi ke rumah sakit.Awalnya, Danar akan segera pulang karena harus mengurus perihal calon ibu susu untuk anaknya. Namun saat yang sama Gilang pun mengabarinya bahwa ia sudah mendapatkan ibu susu yang tepat untuk Sagara.Danar pun merasa lega dan memutuskan untuk melihat istrinya ke rumah sakit. Mita tertabrak motor saat pulang dari kantornya. Ke dua suami istri tersebut memang memiliki perusahaan masing-masing. Sehingga mereka memiliki kantor yang jelas berbeda tempat. Mereka hanya bertemu saat jam makan siang. Itupun ketika ke duanya tidak sibuk.“Sayang, kenapa kau tidak hati-hati!” imbuh Danar membelai lembut pipi istrinya. Ia sangat syok saat mendengar kabar tentang istrinya yang tertabrak motor ketika ia sedang menepikan kendaraan beroda empat miliknya di depan sebuah restoran.Area parkir restoran itu penuh sehingga dengan terpaksa, Mi
Setelah sedikit berdebat dengan Yasmin, akhirnya Embun bisa pergi dari apartemennya. Kali ini Embun membuat sebuah penolakan. Yasmin sampai tidak percaya akan keputusan kakak sambungnya itu. Embun mengatakan padanya bahwa ia bekerja menjadi seorang art di salah satu perumahan elit di sana.Embun pun tiba kembali di kediaman mantan suaminya hampir larut malam. Sebelum diantar menuju paviliun yang akan ditempatinya, Maya meminta Embun untuk memompa susunya dan menyimpannya dalam botol. Sagara terbiasa bangun malam dan pasti akan meminta susu. Tak mungkin ‘kan Maya menyuruh Embun datang malam-malam ke sana. Mengingat aturan yang dibuat oleh Danar untuk ibu susu Sagara.Embun memompa ASI nya dengan senang hati. Setelahnya, ia pun diantara Mbak Nuri menuju ke paviliun di mana ia akan tinggal di sana bersama beberapa art wanita lainnya. Berbeda dengan Mbak Nuri yang sudah mendapat kepercayaan penuh dari Danar hingga ia bisa menempati rumah utama.“Makasih, Mbak Nuri,” kata Embun menatap wan
“Sayang, aku mencarimu. Ternyata kau di sini rupanya.”Suara yang lembut merambat di telinga Danar Yudistira. Ia pun menoleh ke arah istrinya yang tengah memeluknya dari belakang.“Lihatlah! Anak kita sekarang sudah bisa tenang dan mendapatkan ASI.”Danar berbisik lirih pada istrinya dengan perasaan membuncah bahagia.Tatapan Mita pun tertuju pada wanita yang kini tengah menyusui bayi mereka. Namun ia tidak bisa melihat wajahnya karena posisi Embun yang membelakangi mereka. “Tidur yuk! Biarin Gara tidur. Biasanya kalau kenyang bayi suka langsung tidur,”Mita merangkul lengan suaminya dengan mesra. Tatapan yang bikin jengkel bagi Maya dan Linda yang masih jomblo. Ke dua babysitter Tuan muda itu saling lirik penuh arti.Sebetulnya mereka kurang menyukai kepribadian majikan wanitanya yang manja dan sedikit menyebalkan. Mereka terkadang melihat wanita itu seperti memiliki dua kepribadian. Di depan Danar, Mita selalu bersikap lemah lembut dan manja. Namun di belakang suaminya, wanita itu t
Malam itu, Embun hanya bisa memejamkan matanya sebentar. Dini hari ia sudah bangun. Ia tidak terbiasa tidur di tempat asing. Ia begitu kesulitan ketika menemukan tempat baru dan beradaptasi dengan lingkungannya.Masalahnya Embun itu seorang introvert. Ia tidak terbiasa bergaul dengan orang lain. Kehidupannya berkutat di sekitar rumah. Ia pun segera mandi dan berganti pakaian. Kemudian ia menghidupkan ponselnya. Ada banyak pesan sms yang masuk ke dalam ponselnya. Ia pun membukanya satu per satu. Ia mendesah pelan saat melihat ternyata pesan itu berasal dari saudarinya-Yasmin yang memintanya pulang ke apartemennya.Setelah membaca pesan itu, Embun menaruh kembali ponselnya di atas ranjang. Ia mengabaikan pesan Yasmin. Embun tak ingin pulang kampung. Ia hanya ingin berada di sisi putranya bagaiamanapun caranya. Senyum kecil terbit di wajahnya. Bukankah ada kamera di ponselnya. Ponselnya terbilang bagus berarti kameranya juga bagus. Sebuah ide cemerlang muncul di kepalanya. Ia akan men
Seketika jantung Bu Neli berdenyut lebih cepat. Ia begitu tegang saat dipanggil oleh Danar ke ruang makan. Danar bertanya padanya siapakah yang membuat salad sayur untuknya?Sial, pasti saladnya tidak enak. Bu Neli sudah berburuk sangka. Ia menyesal telah menyuruh Embun untuk membuat salad. ‘Aduh, aku bilang jujur gak ya? Tapi kalo jujur, kasihan anak itu nanti kena marah. Tidak apa-apalah, aku yang akan mengaku. Setidaknya aku sudah bekerja lama di rumah Tuan Danar. Paling kena marah atau hukuman potong gaji gak masalah.’Pikiran Bu Neli sudah berkecamuk. Sungguh, ia begitu takut melihat kemarahan majikannya.“Hum, maaf, Tuan, saya yang membuat salad sayur itu. Maaf, jika …” ucapan Bu Neli menggantung sebab Danar langsung menyelanya.“Aku suka salad sayur ini, Bu Neli! Aku ingin kau membuatnya lagi nanti. Soalnya saya sekarang harus menjenguk Eyang.”Danar Yudistira berkata dengan santai. Ia melanjutkan lagi menyendok salad sayur itu dengan antusias. Ia begitu lahap memakannya.Bu Ne
“Mbak Embun, sebelum Tuan Danar pergi ke Jogja, beliau telah berpesan. Mohon maaf sebelumnya, ada beberapa perubahan poin penting tentang kontrak sebagai ibu susu Tuan muda.”Gilang mengeluarkan surat dari dalam tas miliknya.Embun mengangkat mata untuk menatap berkas itu. Namun ia pun segera menunduk lagi saat tatapan mereka bertemu. Setelah apa yang dialaminya, Embun menjadi pribadi yang tak mudah percaya. Ia membangun sebuah jarak dengan orang lain.“Tuan Danar meminta Mbak Embun tinggal di kamar atas. Lebih tepatnya kamar yang berada di sebelah Tuan muda agar memudahkan akses untuk menyusui Tuan muda.”Gilang berkata dengan serius. Ia pun menunjukan berkas perjanjian itu ke atas meja. Ia bekerja secara profesional. Ia tidak ingin dianggap membuat sebuah keputusan sepihak yang merugikan salah satu pihak.“Saya sudah tahu, Pak Gilang. Tadi Mbak Maya sudah menyampaikannya. Bahkan saya sudah memindahkan barang milik saya ke sana.”Embun menjawab apa adanya. Ia sempat berpikir jika Dan
Akhirnya, the Great Duke bisa menyelamatkan gadis bermata biru dan membawanya ke penthouse milik Manggala. Dengan sebuah asumsi dan pertimbangan jika penthouse itu adalah tempat yang paling aman untuk gadis itu tinggal sementara. Manggala sempat skeptis tak bisa melarikan diri dari rumah mafia itu. Namun ia berhasil selamat setelah baku hantam dengannya. Mafia itu tidak sekuat dan sesangar penampilannya. Dari gerakannya, ia terlihat sedang sakit.Namun, saat mereka pulang ke penthouse, ibunya Manggala ternyata tidak berada di sana. Manggala baru saja membaca pesan dari ibunya jika ibunya baru saja dijemput oleh sepupunya—Nadira. Padahal ia akan meminta ijin dan bantuan pada ibunya untuk melindungi gadis itu.Kini ke empat pemuda itu berkumpul di ruang tamu dan mulai menginterogasi gadis bermata biru itu. Gadis lugu itu pun menceritakan secara singkat mengapa ia bisa tertangkap oleh pria berwajah sangar tadi.“Jadi kau dijebak oleh siapa tadi? Teman barumu?”Beryl langsung berkomentar
“Maaf, ada kepentingan apa?” Seorang security bertubuh tinggi besar menghadang jalan Pasha yang tiba-tiba saja datang menghampirinya. Pasha melakukan penyamaran sebagai seorang tukang service AC. Ini semua ide Manggala. Mudah baginya untuk mengetahui siapa saja tamu yang datang ke sana. Sebetulnya security itu sudah tahu siapa saja tamu yang datang. Hanya saja, ia selalu waspada, mengkonfirmasi terlebih dahulu siapa saja tamu yang datang ke sana. Apalagi bosnya seorang yang keji dan tak segan memecat pekerjanya yang tidak mematuhi semua aturannya.Pasha pun menjawab dengan lugas. “Saya tukang service AC langganan rumah ini, Pak. Lihatlah ini kartu nama saya.”Pasha pun memperlihatkan sebuah kartu nama si empunya tukang service.Pucuk dicinta ulam pun tiba, sebuah keberuntungan memihak mereka. Kebetulan, di jalan perumahan mewah itu, ada sebuah mobil khusus bertuliskan service AC. Perumahan mewah itu menyediakan berbagai jenis jasa pemeliharaan rumah termasuk fasilitas demi kenyamanan
“Cepat kau katakan! Di mana gadis itu? Aku sudah membayarnya mahal! Mengapa kamu yang datang?”Pria dengan luka sayat di wajahnya itu memojokan gadis bermata biru ke dinding. Ke dua tangan kekarnya kembali menekan leher gadis itu hingga gadis itu tampak syok. Ia takut jika pria itu akan benar-benar mengakhiri hidupnya hari itu.Gadis itu hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan berderai air mata. Kesialan tengah menyambangi dirinya. “A-aku tidak tahu, Om. Aku tiba-tiba saja berada di kamar itu. Aku tidak ingat apapun lagi. Sungguh, bebaskan aku Om!” jawab gadis itu suara yang terbata-bata. Seingatnya, ia bekerja di sebuah hotel sebagai seorang housekeeper. Saat itu ia kehausan dan minum air berasal dari dalam tumbler miliknya. Namun setelahnya ia merasa pusing dan tingkahnya mulai aneh. Ia menjadi lebih berani dan terkesan tidak tahu malu. Sekonyong-konyong ia sudah berada di dalam kamar mewah hotel.“No! Kau harus bawa gadis itu! Aku cuma pengen dia!” ucap pria itu bernada dingin.
Suasana cafe bergaya retro itu tampak mencekam semenjak kedatangan beberapa orang pria berpakaian serba hitam. Seorang pria yang diduga sebagai ketuanya terlihat paling menonjol di antara yang lain. Wajahnya bukan wajah orang Melayu. Akan tetapi wajahnya mirip blasteran Amerika tengah. Fitur wajahnya tampan namun ada luka sayat melintang di pipinya hingga sekilas tampak menyeramkan bagi siapapun yang melihatnya. Apalagi ditambah bentuk matanya bagaikan mata elang yang tajam.Pria berwajah hispanik itu langsung mendelik ke arah sumber suara—yang tak lain suara Manggala. Ia tidak suka siapapun menginterupsi apa yang dilakukannya.“Siapa kau? Lancang sekali kau ikut campur urusanku!”Sekali hentakan pria itu mendorong gadis muda itu hingga terjatuh ke lantai. Gadis muda itu terlihat kehabisan pasokan oksigen yang membuatnya beberapa kali terbatuk-batuk. Wajahnya yang bersih tampak merah dengan mata yang sayu. Hanya dalam sekali tatapan, Manggala sudah bisa menarik kesimpulan jika gadis i
Di sebuah kafe kopi, tempat nongkrong anak muda, empat pemuda tampan tengah duduk melingkari meja berbentuk bundar. Mereka menghabiskan waktu sore mereka dengan ngopi di kafe di mana ada live music yang disuguhkan di sana.Manggala menyesap kopi Long Black Americano dengan begitu nikmat. Harum aroma kopi dengan rasa yang pahit dan agak sedikit asam memberikan sensasi tersendiri baginya sebagai penikmat kopi. Satu teguk tidaklah cukup. Ia pun mengulanginya hingga tiga kali.Barulah pemuda tampan itu menaruh cangkir kopi itu ke atas meja. Ia pun mulai berkisah pada anggota the Great Duke. Pertama kalinya, secara resmi ia menceritakan isi kepalanya pada sahabatnya. Ia mengatakan pada mereka, jika ia serius menyukai Embun.Ke tiga sahabatnya tidak terlalu terkejut mendengar ungkapan perasaan hatinya pada Embun. Mereka sudah tahu hanya dari melihat bahasa tubuhnya. Beryl pun mulai berkomentar setelah mendengar ungkapan isi hati Manggala.“Kau harus segera menembaknya! Kalau bisa sebelum Emb
Danar menjadi merasa bersalah. Ia bingung harus menjelaskan soal cincin itu. Ia memang sudah lama membeli cincin berlian itu. Sebelumnya ia menaruh cincin berbatu safir itu di dalam ruang kerjanya di rumah. Namun karena merasa tidak aman, ia berniat akan menyimpan cincin itu di ruang kantornya. Sayang, ia malah lupa menaruhnya di dalam laci kamar mereka. Padahal ia menaruhnya di bagian terdalam laci tersebut. Bahkan ia memang melupakan cincin itu.Bagaimana lagi, sebaik atau serapi apapun orang menyembunyikan bau maka akan ketahuan juga. Cincin itu dibeli untuk Embun. Ia ingin memberikan hadiah untuknya.“Mita, saya bisa jelaskan,” imbuh Danar menatap Mita yang memunggunginya. Wanita itu menangis sesenggukan. Hatinya terasa pedih ketika melihat dengan kepala sendiri, suaminya masih mengharapkan mantan istri sirinya. Padahal, Mita sedang berjuang untuk mempertahankan rumah tangganya meskipun dengan hati yang berdarah-darah.“Cukup, Mas!” tukas Mita yang terdengar lirih dan menyerah. Wan
“Bagaimana tadi lesnya?”Ana bertanya pada putrinya yang terlihat ceria setelah belajar bahasa Inggris, meskipun Embun sempat kesal karena tutor bahasa Inggris yang dijanjikan oleh Pasha membatalkan pertemuannya.Embun duduk dan menaruh tas yang dijinjingnya di atas kursi di mana ia duduki. Kemudian ia pun merespon pertanyaan ibunya dengan seutas senyum tipis. Tatapan matanya berbinar terang saat mengingat beberapa menit yang lalu, ketika ia belajar bahasa Inggris bersama Manggala. Di luar dugaan, rupanya Manggala bisa menjelma menjadi sosok guru yang hebat. Ia mengajarinya dengan sangat baik. Yang terpenting, Embun bisa memahami penjelasannya. Baru satu jam tiga puluh menit, namun Embun sudah bisa menguasai conversation dasar. Manggala memforsir dirinya untuk terbiasa bicara dalam bahasa Inggris saat pertemuan. Embun pun mengikuti nasehatnya dan ternyata ia bisa berhasil bicara bahasa Inggris meskipun masih terbata-bata.Padahal niat hati, ia ingin menghindari sosok Manggala karena p
Pada suatu hari minggu yang cerah, Embun sudah tampil cantik dan prima. Ia sudah bersiap-siap akan mulai belajar bahasa Inggris secara private di rumah. Sang kakak sudah mendapatkan seorang tutor bahasa untuknya. Sebelumnya, Ana sudah mencarikan tutor bahasa Inggris langsung ke berbagai lembaga kursus. Kebetulan lembaga kursus itu tidak memiliki tutor dengan jadwal yang kosong. Oleh karena itu ia menyerahkan tugas itu pada Pasha. Sesungguhnya, seluruh keluarga Basalamah pandai dalam berbahasa asing baik bahasa Inggris maupun bahasa Arab. Namun karena semua orang sibuk maka tidak memungkinkan salah satu dari mereka mengajari Embun.“Wah, wah, anak Mami sudah cantik. Semangat sekali mau belajar,” puji Ana—yang sedang menggendong Sagara. Sagara tampak sedang memilin rambut neneknya yang terurai sembari terkekeh geli. Akhir pekan itu, Ana memilih mengasuh cucunya di rumah. Sebuah hobi baru di mana ia bisa mengajak main Sagara. Bukan shopping atau pergi ke spa bersama teman sosialita.U
“Apa yang kaulakukan?”Mita melayangkan tatapan menghunus tajam pada sosok pria tampan yang secara tiba-tiba memasuki kamarnya saat tengah malam. “Aku kangen, Mit,” jawab pria itu seraya mengayunkan langkah kaki jenjangnya menuju wanita berpenampilan seksi di depannya. Pria berwajah oriental itu memangkas jarak di antara mereka. Pria tampan itu menelan salivanya saat melihat Mita dalam balutan gaun malam yang menerawang dan menempel di tubuhnya. Warna putih gading gaun itu menyatu dengan kulit tubuhnya yang putih dan mulus.Rasanya, pria itu ingin mengupas dan merobek gaun itu dengan tidak sabaran.Semenjak pernah berbagi kehangatan dengan Mita, Satria menjadi ketagihan pada tubuh wanita itu. Apalagi merasakan wanita bersuami di mana menjadi sebuah tantangan tersendiri baginya. Dadanya terasa berdebar-debar tak karuan. Namun sensasinya terasa nikmat.Menyadari tatapan Satria, Mita buru-buru menyilangkan ke dua tangannya di depan dadanya. Perasaannya tak enak. Apalagi Danar sedang ber