Embun pun pergi bersama Mbak Nuri menuju kediaman mewah Danar Yudistira. Dalam waktu empat puluh menit, akhirnya mereka tiba di sana. Kedatangan mereka disambut oleh pemandangan yang luar biasa indahnya. Sebuah hunian berlantai tiga yang menampilkan desain modern-kontemporer. Rumah mewah itu dibangun dengan perpaduan beberapa unsur di antaranya material kayu, material non finish dan material batu alam. Hingga tanpa sàdar, Embun menganga melihatnya.
Belum lagi pemandangan hamparan taman yang luas mirip permadani karena ditumbuhi rumput gajah yang estetis. Area garasi dan carport yang lengkap diisi oleh mobil-mobil mewah yang berjejer rapi. Ia seperti tengah memasuki negeri dongeng.
Namun hanya dalam hitungan sepersekian detik, senyum Embun memudar setelah mengagumi keindahan yang terpampang di depan matanya. Hatinya merasa teriris. Rupanya, suaminya itu bukan orang sembarangan. Suaminya seorang sultan dengan harta kekayaan yang melimpah.
Ironis, baginya ia tidak peduli asal usul siapa suaminya itu. Ia sangat kecewa jika suaminya ternyata menganggapnya sebagai istri kontrak untuk melahirkan seorang bayi lelaki tampan demi hak waris!
Kesimpulannya, ia hanyalah alat bagi Danar untuk menggapai impiannya.
Mereka pun berjalan bersisian. Embun yang murah tangan dengan mudahnya membantu Mbak Nuri membawakan barang bawaannya. Padahal Mbak Nuri terlihat menolak karena merasa iba pada Embun yang dikira masih gadis itu.
“Mbak Nuri masih ingat jalan pulang?” celetuk Gilang saat melihat salah satu art senior Danar baru saja tiba di sana. Ia melewati pintu khusus untuk para art. Namun saat mereka lewat, Mbak Nuri sempat-sempatnya bertanya pada Gilang karena melihat ada keramaian yang tercipta di halaman rumah dan ruang tamu.
Ada beberapa dokter, perawat dan tiga pelamar yang lolos seleksi menjadi ibu susu untuk Sagara.
“Pak Gilang! Ada apa? Tumben rame!” imbuh Mbak Nuri karena saking penasaran. Embun pun ikut berhenti saat Mbak Nuri yang berjalan di depannya juga berhenti.
“Ini Nyonya ‘kan baru melahirkan. Tapi … ASI Nyonya tidak lancar, jadi Tuan memintaku untuk membuka lamaran untuk ibu susu.”
Gilang bingung menjelaskan proses kehadiran bayi itu. Mungkin bayi itu terlahir dari rahim Pengganti, pikirnya. Atau, bayi itu lahir melalui proses bayi tabung. Yang pasti itu bayinya Tuan Danar dan Nyonya Mita. Nyonya Mita pulang dari luar negeri dengan membawa bayinya.
‘ibu susu?’ batin Embun dengan perasaan yang berkecamuk. Ia berusaha mengendalikan diri untuk tidak menunjukan perasaannya saat ini. Sungguh, ia tak sabar ingin melihat bayinya.
“Saya ingin melamar menjadi ibu susu,”
Dari belakang Mbak Nuri, Embun memberanikan diri berkata.
Seketika tatapan Gilang beralih pada sosok Embun ketika Mbak Nuri menggeser tubuhnya dan muncullah sesosok wanita bertubuh jangkung.
“Cantik!” gumam Gilang dengan tak berkedip. Pemuda flamboyan itu menjadi salah tingkah melihat gadis bermata almond dengan wajah yang polos. Beberapa kali ia mengusai rambutnya dengan gaya khas-nya.
Mbak Nuri hanya mendecak pelan melihat reaksi Gilang yang terkenal playboy itu. Ia mengenal betul pemuda itu yang memiliki hobi gonta ganti pacar.
“Saya mau melamar pekerjaan, Tuan!” jawab Embun sembari mendongak takut-takut, menatap pemuda tampan di depannya. Meskipun Embun terlahir cantik alami namun ia merasa rendah diri setiap kali bertemu dengan orang lain. Perlakuan Bagas dan Indira berhasil membuat mentalnya jatuh. Bahkan mereka sering merendahkan Embun dan mengejeknya si buruk rupa.
Gilang mengernyitkan keningnya sejenak. Tunggu, ia seorang gadis tetapi ia melamar menjadi seorang ibu susu?
‘Argh, ternyata ia sudah punya anak,’ batin Gilang merasa kecewa.
Pemuda itu pun berdehem pelan, berusaha menormalkan perasaannya. Ia harus bersikap profesional. “Baiklah, Anda akan mengikuti sesi wawancara dan pemeriksaan kesehatan oleh dokter kami. Silahkan mengikuti prosedur.”
Mendengar jawaban Gilang, Embun mengangguk pelan.
“Neng, memang kau punya anak?” tanya Mbak Nuri dilanda penasaran. Seperti halnya Gilang, Mbak Nuri mengira jika Embun masih gadis.
“Punya, Mbak. ASI saya melimpah. Jadi, saya akan melamar menjadi ibu susu saja kalau begitu,” jawabnya dengan apa adanya. Mengabaikan Mbak Nuri, Embun langsung mengikuti arahan Gilang. Ia mengikuti tahapan interview dan cek kesehatan. Ia pun bisa lolos semua proses hingga tiba saatnya ia akan menggendong bayi Sagara.
Gilang dan Maya menggiring Embun untuk melihat bayi Sagara yang saat ini tengah tidur pulas sehabis menangis kejer tadi. Ke tiga pelamar yang sudah lolos ternyata tak bisa menenangkan Sagara, alhasil, Gilang dan Maya pun menyerah. Mereka berencana akan membicarakan hal tersebut dengan Danar.
Namun ketika masih ada pelamar yang kebetulan datang. Mereka masih memiliki harapan dan memberikan kesempatan itu padanya.
“Mbak Embun, silahkan mari ikut saya ke kamar Tuan Sagara.”
Maya berkata dengan sopan padanya. Ia sebetulnya pesimis melihat Embun. Ia takut jika Embun sama seperti pelamar yang lain di mana tak bisa menyentuh Sagara.
Setelah drama menangis, Sagara ditidurkan oleh Maya di kamarnya. Ia sempat kewalahan menenangkannya.
Embun hanya tersenyum tipis menanggapi Maya.
Mereka berjalan bersisian. Embun diapit oleh Maya dan Gilang. Bahkan hanya untuk mencapai kamar Sagara, mereka harus melewati elevator hingga melalui lorong panjang.
Mereka pun tiba di depan pintu kamar bayi Sagara. Linda-babysitter lain langsung membukakan pintu untuk mereka.
Embun, Gilang dan Maya pun memasuki kamar Sagara yang terlihat indah dengan warna pastel dan mural gambar kartun yang teramat lucu pada dindingnya.
Hati Embun kembali mencelos mengingat kamar yang ditempatinya di villa. Pantas saja, Danar tidak pernah berniat membuat kamar bayi. Ternyata, memang bayi itu akan langsung diboyong olehnya. Segala keperluan bayi dibeli oleh Embun.
“Tuan Sagara tidur, Maya,” imbuh Linda yang mengetahui tujuan kedatangan mereka.
Maya mendesah pelan mendengar perkataan Linda kemudian menjawabnya. “Lin, kita tunggu aja Tuan Sagara bangun,”
Kemudian Maya menoleh ke arah Embun. “Mbak Embun tunggu saja ya,”
Embun sama sekali tidak mendengar perkataan Maya dan Linda. Tatapannya tertuju pada box bayi. Sungguh, ia tak sabar ingin melihat bayinya. Bayi yang begitu dirindukannya.
Seketika cairan bening menggenang di sudut matanya ketika ia melihat dengan kepala sendiri, bayi tampan yang baru berusia dua mingguan itu tengah memejamkan mata.
Maya, Linda dan Gilang hanya melihat tingkah Embun tanpa protes. Entahlah, mereka merasa mungkin saja Embun calon ibu susu yang tepat untuk tuan muda mereka.
Satu detik, dua detik, tiga detik
Tubuh Sagara menggeliat. Tangan dan kaki mungil itu melakukan pergerakan kecil. Sungguh, terlihat menggemaskan. Tak lama kemudian matanya perlahan membuka. Hal tersebut membuat Embun melengkungkan senyum yang begitu indah saat menyambutnya.
“Sayang, Mama datang,” imbuh Embun dengan suara lirih. Air matanya seketika luruh saat tatapan mereka bertemu. Sagara menatap wanita yang melahirkannya dengan lekat.
Tak ingin mengambil tempo, Embun merengkuh bayi mungil itu dan memangkunya dengan hati-hati.
Seketika suasana di kamar tersebut terasa hening. Gilang, Maya dan Linda tak bisa menyembunyikan rasa keterkejutan mereka saat menyaksikan pemandangan tersebut.
Bagaimana bisa Sagara yang tidak bersedia disentuh oleh orang asing, bersedia disentuh dan digendong oleh wanita berwajah lugu itu?
Tak lama, senyum kelegaan terbit di wajah mereka yang seharian letih mencari ibu susu untuk Tuan muda itu.Di sisi lain, Embun menatap bayinya dengan penuh kasih sayang dan rindu.‘Sayang, jadi selama ini kau hanya minum susu formula? Betapa tega Papamu, Nak. Tapi tenang saja, mulai saat ini Mama akan merawatmu. Apapun yang terjadi.’Masih menggendong Sagara, Embun pun memilih duduk. Ia akan menyusui bayinya. Namun seketika tatapannya tertuju pada Gilang yang masih berada di kamar itu.Menyadari tatapan Embun tertuju padanya, Gilang berkata padanya. “Hum, maaf ya Mbak Embun, Tuan Danar meminta saya untuk tetap mengawasi Tuan Sagara saat Anda menyusuinya. Tidak selamanya, hanya saat masa training. Ya begitu,” katanya dengan sedikit sungkan. Embun merasa kecewa karena ia merasa risih jika harus menyusui di depan orang lain baik itu wanita maupun pria. Ia pun berinisiatif memunggungi Gilang dan ke dua babysitter Sagara. Ia segera melepas empat kancing kemeja teratas yang dipakainya. Ia
Saat hendak pulang dari kantor, tiba-tiba saja Danar mendengar kabar buruk yang menimpa istri tercinta. Mita mengalami kecelakaan. Ia pun segera pergi ke rumah sakit.Awalnya, Danar akan segera pulang karena harus mengurus perihal calon ibu susu untuk anaknya. Namun saat yang sama Gilang pun mengabarinya bahwa ia sudah mendapatkan ibu susu yang tepat untuk Sagara.Danar pun merasa lega dan memutuskan untuk melihat istrinya ke rumah sakit. Mita tertabrak motor saat pulang dari kantornya. Ke dua suami istri tersebut memang memiliki perusahaan masing-masing. Sehingga mereka memiliki kantor yang jelas berbeda tempat. Mereka hanya bertemu saat jam makan siang. Itupun ketika ke duanya tidak sibuk.“Sayang, kenapa kau tidak hati-hati!” imbuh Danar membelai lembut pipi istrinya. Ia sangat syok saat mendengar kabar tentang istrinya yang tertabrak motor ketika ia sedang menepikan kendaraan beroda empat miliknya di depan sebuah restoran.Area parkir restoran itu penuh sehingga dengan terpaksa, M
Setelah sedikit berdebat dengan Yasmin, akhirnya Embun bisa pergi dari apartemennya. Kali ini Embun membuat sebuah penolakan. Yasmin sampai tidak percaya akan keputusan kakak sambungnya itu. Embun mengatakan padanya bahwa ia bekerja menjadi seorang art di salah satu perumahan elit di sana.Embun pun tiba kembali di kediaman mantan suaminya hampir larut malam. Sebelum diantar menuju paviliun yang akan ditempatinya, Maya meminta Embun untuk memompa susunya dan menyimpannya dalam botol. Sagara terbiasa bangun malam dan pasti akan meminta susu. Tak mungkin ‘kan Maya menyuruh Embun datang malam-malam ke sana. Mengingat aturan yang dibuat oleh Danar untuk ibu susu Sagara.Embun memompa ASI nya dengan senang hati. Setelahnya, ia pun diantara Mbak Nuri menuju ke paviliun di mana ia akan tinggal di sana bersama beberapa art wanita lainnya. Berbeda dengan Mbak Nuri yang sudah mendapat kepercayaan penuh dari Danar hingga ia bisa menempati rumah utama.“Makasih, Mbak Nuri,” kata Embun menatap wan
“Sayang, aku mencarimu. Ternyata kau di sini rupanya.”Suara yang lembut merambat di telinga Danar Yudistira. Ia pun menoleh ke arah istrinya yang tengah memeluknya dari belakang.“Lihatlah! Anak kita sekarang sudah bisa tenang dan mendapatkan ASI.”Danar berbisik lirih pada istrinya dengan perasaan membuncah bahagia.Tatapan Mita pun tertuju pada wanita yang kini tengah menyusui bayi mereka. Namun ia tidak bisa melihat wajahnya karena posisi Embun yang membelakangi mereka. “Tidur yuk! Biarin Gara tidur. Biasanya kalau kenyang bayi suka langsung tidur,”Mita merangkul lengan suaminya dengan mesra. Tatapan yang bikin jengkel bagi Maya dan Linda yang masih jomblo. Ke dua babysitter Tuan muda itu saling lirik penuh arti.Sebetulnya mereka kurang menyukai kepribadian majikan wanitanya yang manja dan sedikit menyebalkan. Mereka terkadang melihat wanita itu seperti memiliki dua kepribadian. Di depan Danar, Mita selalu bersikap lemah lembut dan manja. Namun di belakang suaminya, wanita itu
“Hari ini aku ceraikan kau, Embun. Mulai saat ini, kau bukan istriku lagi.” Danar Yudistira berkata pada Embun Ganita-istrinya yang sudah dinikahinya setahun yang lalu. Nada suaranya terdengar serius.Seketika rahang Embun pun jatuh mendengar ucapan talak dari suaminya. Beberapa kali matanya mengerjap karena tak percaya dengan apa yang didengarnya baru saja.Lelucon macam apa ini?Ia baru saja melahirkan seorang bayi tampan untuk pria dewasa di depannya. Bahkan, Danar saat ini tengah menggendong anak mereka. Bukankah seharusnya Embun mendapatkan pelukan hangat dan ucapan selamat karena telah bersusah payah melahirkan bayi mungil itu secara normal? Namun lihatlah apa yang diperolehnya?"Ap--" Baru saja Embun menggerakan bibirnya untuk mempertanyakan ucapan suaminya, masuklah seorang wanita cantik dan seksi ke dalam ruangannya. Wanita cantik berambut panjang itu berjalan mendekati Danar lalu merangkul pinggangnya dengan sangat mesra seraya ikut menatap bayinya. Sontak, Embun terlonj
"Aaa..."Embun terbangun saat merasakan cipratan air mengenai wajahnya. Ia merasa tersentak lalu membelakan mata almondnya dengan penuh keterkejutan. Tangannya buru-buru mengusap air dingin yang membasahi wajahnya. Sepasang mata tajam langsung menyambut Embun. Seketika perempuan muda itu langsung menggerakan bibirnya, ingin menanyakan soal perjanjian yang dibuat antara ayahnya dan suaminya. Atau, mungkin wanita pesolek yang berdiri di hadapannya itu ikut terlibat di dalamnya! Sembari mencengkram sprei dan berusaha menegakkan tubuhnya, Embun langsung membuka mulutnya. “Tante, perjanjian apa yang dilakukan Ayah dengan Tuan Danar?”Suara Embun bergetar hebat. Sebetulnya sudah jelas Embun membaca surat kontrak yang dibawa suaminya. Hanya saja, ia tak terima karena merasa tidak pernah membuat kesepakatan apapun dengan Danar.Embun menyukai Danar dan jatuh hati pada pandangan pertama. Ketika Danar melamarnya di depan sang ayah, ia langsung menerimanya dengan penuh sukacita. Indira-ibu t
Menaiki angkutan umum, Embun pergi ke sebuah villa sederhana dekat hutan pinus yang ia tinggali saat menjalani pernikahan dengan Danar Yudistira.Setelah dipersunting oleh Danar, Embun langsung diboyong oleh pria itu untuk menempati villa yang sepi dan sunyi itu. Letak villa itu jauh dari pemukiman warga. Di sana Embun tinggal dengan seorang asisten rumah tangga dan seorang security. Namun villa itu kini kosong!Usai ijab qabul, Danar hanya menginap semalam untuk melakukan ritual malam pertama dengan Embun. Keesokan harinya Danar pergi keluar kota karena harus bekerja. Perusahaan miliknya berada di luar kota. Semenjak menikahi Embun, hanya dalam hitungan jari, Danar pulang ke villa itu. Lagi, ia hanya datang untuk meminta haknya sebagai suami dan mengecek kehamilan Embun. Embun yang lugu tidak pernah menaruh curiga pada Danar. Air mata Embun kini tak terbendung ketika mengingat keping demi keping kenangan yang dilewatinya bersama Danar. Pantas saja, Danar hanya bersikap seperlunya p
Dua minggu berlalu dengan cepat.Danar yang baru saja pulang dari kantor, langsung berjalan menuju kamar bayinya. Namun, pria itu tampak begitu terkejut.“Kenapa dia menangis?” gumamnya.Baru pertama kali mendengar bayinya menangis kencang. Seingatnya jika bayi itu menangis kencang maka pasti ia kehausan. “Anu, Tuan, dia mau menyusu!” jawab babysitter dengan perasaan cemas. Ia begitu takut saat berhadapan dengan Tuan Danar yang pemarah dan dingin. Babysitter berusia dua puluh tahunan itu pun menyingkir dan memberi jalan pada Danar untuk masuk ruangan khusus bayinya.Danar tidak langsung memangku bayinya. Ia baru saja pulang bekerja. Ia tidak ingin mengambil resiko menyentuh bayinya dalam keadaan tubuhnya kotor akibat bersimbah keringat. Pria berwajah dingin itu hanya menatap bayinya dengan tatapan teduh. Lantas ia bertanya pada babysitter yang mengasuh putranya. “Di mana Nyonya, Maya?”Maya-babysitter itu menjawab dengan tergeragap. “Anu … Tuan … Nyonya sedang di kamar.”Mendengar ja