Share

Dicampakkan Setelah Melahirkan
Dicampakkan Setelah Melahirkan
Penulis: Piemar

Bab 1

“Hari ini aku ceraikan kau, Embun. Mulai saat ini, kau bukan istriku lagi.”

Danar Yudistira berkata pada Embun Ganita-istrinya yang sudah dinikahinya setahun yang lalu. Nada suaranya terdengar serius.

Seketika rahang Embun pun jatuh mendengar ucapan talak dari suaminya.

Beberapa kali matanya mengerjap karena tak percaya dengan apa yang didengarnya baru saja.

Lelucon macam apa ini?

Ia baru saja melahirkan seorang bayi tampan untuk pria dewasa di depannya. Bahkan, Danar saat ini tengah menggendong anak mereka. Bukankah seharusnya Embun mendapatkan pelukan hangat dan ucapan selamat karena telah bersusah payah melahirkan bayi mungil itu secara normal?

Namun lihatlah apa yang diperolehnya?

"Ap--" Baru saja Embun menggerakan bibirnya untuk mempertanyakan ucapan suaminya, masuklah seorang wanita cantik dan seksi ke dalam ruangannya.

Wanita cantik berambut panjang itu berjalan mendekati Danar lalu merangkul pinggangnya dengan sangat mesra seraya ikut menatap bayinya. Sontak, Embun terlonjak kaget melihat cara wanita itu menyentuh suaminya. 

Kemudian Danar menyerahkan bayi tampannya pada wanita di sisinya seraya berkata singkat akan tetapi berhasil membuat Embun syok.

“Dia istri saya, Paramita,” ucapnya, lalu menoleh ke arah 'istrinya' itu. “Ini anak kita.”

Suara Danar begitu lembut saat bicara dengan wanita itu. Berbeda saat berbicara dengan Embun. Dingin dan seperlunya.

“Tunggu, Tuan Danar, apa maksudmu?” Menahan gemetar, Embun akhirnya bertanya.

Namun, Danar malah menatapnya sinis dan berkata sesuatu yang menghujam dadanya. “Embun, jangan pura-pura bodoh! Kau ternyata serakah! Bukankah uang satu milliar yang saya beri, sudah cukup?”

Deg!

Apa maksud Tuan Danar? Mengapa suami yang begitu dihormatinya mengatakan jika dirinya serakah? Lalu, uang satu miliar apa yang dimaksud?

Embun sampai kehabisan kata-kata. Ia tidak memahami perkataan suaminya!

Di sisi lain, Paramita langsung membawa bayi dalam gendongannya menuju pintu keluar, tanpa melihat wanita yang telah melahirkan bayi itu. “Halo, Sayang! Kau begitu mirip Papamu. Tampan sekali!”

“Kau mau bawa kemana bayiku?” seru Embun panik--terperangah saat melihat wanita cantik bertubuh jangkung itu membawa bayinya.

Mendengar ucapan Embun, Paramita menoleh ke arahnya dengan tatapan yang menghunus tajam. “Kenapa kau marah?” 

“Dia anakku. Ke mana kau akan membawanya?” panik Embun berusaha bangun meski kesulitan karena baru saja melahirkan.

“Anakmu? Dia anakku sekarang. Bukan anakmu!!” Paramita melanjutkan kalimatnya dengan menaikkan intonasinya. Kemudian ia memandang Danar dengan tatapan yang menuntut jawaban. “Mas Danar, lihatlah! Kau mungkin terlalu baik padanya. Jadi dia tidak tahu diri dan serakah!”

Kepala Embun terasa ingin meledak mendengar kalimat demi kalimat yang terlontar dari bibir wanita cantik itu.

Kini wanita itu pun menyebutnya serakah?

Sebenarnya ada apa ini?

Wajah Embun terlihat pucat pasi, tapi Paramita justru tersenyum sinis. “Sudah cukup kau memiliki suamiku selama setahun. Jangan harap kau menginginkan suamiku untuk selama-lamanya. Dasar tidak tahu diri!”

“Apa maksud kalian?!”

Sembari menyentuh dadanya yang terasa sesak, Embun bertanya kembali.

Kali ini, ia bahkan frustasi.

Mendengar pertanyaan Embun yang dianggap manipulatif, Danar bersuara dengan agak membentaknya, "Embun, jangan berlagak polos!"

Embun menggelengkan kepalanya beberapa kali. “Tuan D-Danar, aku sungguh tidak mengerti apa yang kaukatakan. Maksudmu apa?” tanya Embun dengan perasaan yang tak karuan. Air matanya sudah luruh melewati pipinya. Ke dua alisnya berkerut di tengah, ia menatap Danar dan istrinya bergantian.

Mata Danar melebar bengis tatkala mendengar pertanyaan Embun. Tapi, itu tak lama.

“Apa kau begitu serakah, sehingga tak peduli jika kau sekarang tampak bodoh?” tukas pria itu, buru-buru ia memalingkan wajahnya, tak sudi melihat wajah Embun yang menyedihkan.

Danar pun memanggil sekretarisnya yang berada di luar ruangan melalui sambungan telepon. Sang sekretaris pun masuk dan mengeluarkan berkas dari dalam tasnya dan menaruhnya ke atas pangkuan Embun. “Ini, lihatlah!!”

Hah?

Embun yang lugu terbelalak saat melihat surat kontrak yang berada di tangannya. Tangannya bahkan gemetar menggenggam kertas itu.

“Apa ini? Kapan aku menandatangani surat ini?”

Angan-angan hidup bahagia bersama Danar runtuh sudah.Ternyata ... Embun dijual hanya untuk melahirkan seorang anak lelaki untuk Danar dan istrinya. Ia tidak mengetahui ihwal tujuan Danar menikahinya. 

Embun telah dijebak oleh semua orang!

“Ayah ….” gumam Embun dengan perasaan tak karuan.

Rasa sakitnya bertindihan dengan sakit pasca melahirkan. 

Tubuhnya gemetar dengan satu tangan menyentuh sisi ranjang kala menyadari betapa tegahnya sang ayah yang ternyata tahu semua ini.

Sementara itu, Danar dan Paramita membawa bayi dari Embun begitu saja, mengabaikan perasaan wanita yang baru saja jadi ibu itu karena ulah mereka.

“Tidak!!! Itu anakku! Mereka membawa anakku!!” 

Embun meraung-raung seperti orang kehilangan akalnya.

Bahkan, seorang perawat berusaha menahannya.

"Tidak!" Embun meronta-ronta dan berteriak tak karuan. Ia membuat kekacauan di ruangannya. Tanpa sàdar Embun menggulingkan tiang infusan hingga pergelangan tangannya berdarah karena selang infusnya tertarik.

Srak!

Dengan tertatih-tatih Embun menarik selang infus itu lalu berlari keluar dari ruangannya bahkan tanpa alas kaki.

Ia berniat mengejar mereka.

Mengabaikan rasa sakit, Embun terus berlari tak mengenal rasa letih. Dalam pikirannya hanya ada siluet wajah bayinya yang selama ini ia nantikan kehadirannya. Bagaimana bisa suaminya memisahkan ibu dengan bayinya? Betapa keji sepasang suami istri itu!

Namun, tubuhnya tak sekuat yang ia bayangkan.

Nafas Embun terasa sesak karena kehabisan pasokan oksigen sewaktu berlari.

Hingga perlahan kesadarannya menurun.

Brugh!

Tak lama kemudian wanita malang itu pingsan di lobi rumah sakit.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status