Kulihat nominal yang harus aku transfer. Kemudian berpikir, untuk apa tiba-tiba Ed malah meminta ditransfer?Tentu saja aku merasa heran karena baru kali ini seorang Edward memintaku mentransfer uang padanya.Apa mungkin saat ini Ed sedang keluar ke suatu tempat, lupa membawa kartunya, dan sedang membutuhkan uang?Ya sudahlah…Lagi pula, ada banyak uang yang diberikan Ed direkeningku. Aku tidak mungkin menolak kalau dia meminta sedikit nominal untuk kutransfer padanya.Saat kuketikan nomor rekening di aplikasi bank mobile ponselku, itu bukan rekening Ed. Melainkan atas nama orang lain.“SHERIN JOYS?” kubaca lagi nama itu sembari mengernyitkan dahiku.Siapa wanita itu? Tapi, ya sudahlah. Nanti aku tanyakan padanya. Bisa jadi rekan atau teman.[Kau tidak pulang, Ed?] kutulis pesan itu setelah mentransfer uang padanya.Dan aku tidak mendapat balasan sampai pagi harinya. Pikiranku sudah teralihkan dengan urusan anak-anak yang hari ini pertama masuk sekolah.Aku menyiapkan apa saja
Setelah menguasai diriku dan mengusap air mata di pipi, aku bangkit membuka pintu.“Tuan Danio, Nyonya. Beliau ingin menemui Anda saat ini.” Neni menyampaikan lagi tentang kedatangan pria itu.“A-apa yang dia mau, Neni? Suamiku belum bangun,” ujarku meminta pendapat.Aku belum pernah bertemu dengan pria itu. Mendengar semua orang takut padanya, secara tidak langsung aku jadi waspada. Apalagi Ed sedang mabuk dan belum sadarkan diri.Apa yang ingin dibicarakan pria itu?“Saya kurang paham, Nyonya. Tuan Danio menyampaikan ingin bertemu dengan Anda bukan Tuan Edward. Jadi lebih baik Anda temui dan tanyakan langsung apa yang diinginkan beliau.” Saran Neni. “B-baik, Neni. Tolong katakan aku akan menemuinya sebentar lagi,” tukasku pada Neni dan menutup pintu itu untuk mempersiapkan diriku.“Mudah-mudahan pria itu tidak mempersulitku,” ujarku pada diriku sendiri. Lalu kutekadkan melangkahkan kaki keluar kamar dan menemuinya.Melihat seorang pria besar berdiri membelakangi dengan kedua ta
Aku mendengar Ed muntah-muntah di kamar mandi. Kutunggu saja dia sampai selesai tanpa keinginan untuk membantunya. Sakit hatiku dengan kelakuannya itu. Bisa-bisanya dia malah bermain gila dengan perempuan penggoda saat aku sedang hamil begini.“Kau tega sekali padaku, Ed,” keluhku ketika dia sudah keluar dari kamar mandi. Ed hanya bertelanjang dada, dan wajahnya nampak kusut sekali. Mengusik pikirku bahwa sepanjang bersamaku, Ed tidak pernah semenyedihkan ini. “Ada apa?” tanyanya menatapku tanpa rasa berdosa.“Semalam tidak pulang, lalu pulang-pulang dalam keadan mabuk berat, diantar pelacur lagi. Kau menjijikan sekali, Ed. Bagaimana kalau anak-anak melihatmu seperti itu?”“Aku mabuk, Kamila. Dalam pengaruh alkohol. Jangan perhitungan soal itu.”“Kau tidak akan melakukannya kalau kau masih menghormatiku sebagi istrimu, Ed.”Aku bangkit untuk keluar. Rasanya aku butuh waktu dan ruang untuk menghempaskan rasa kesal dan kecewaku ini. Bagaimana bisa suami yang kupercaya selama ini
“Mama…, Papa…!” suara Gala dan Meida terdengar sebelum lebih jauh pikiranku bercelaru.Bibir yang sudah tidak tahan untuk mempertanyakan itu akhirnya terbungkam karena merasa bukanlah saat yang tepat mempertanyakannya.Untuk sesaat pikiraku teralihkan oleh kehadiran dua buah hatiku itu.Badai topanpun akan kuredam demi malaikat-malaikat kecil yang tidak bersayap itu.“Ma…” Lagi teriakan mereka.“Iya, Sayang?” teriakku balik.Ed langsung mengambil kaus untuk dipakainya dan merapikan penampilannya, sementara aku melangkah membuka pintu.“Anak-anak mama sudah pulang?” Kusambut dua bocah itu dengan memeluk mereka dalam satu rengkuhan sembari terus meredamkan kericuhan di benakku agar tetap bisa menampakan senyum terindahku untuk mereka. “Sudah, Ma. Ini hari pertama, masih pulang cepat. Tapi kata Sir Fey, besok kita sudah mulai full day. Makan siang di sekolah, tidur siang di sekolah, sholat juga di sekolah.” Meida yang memang suka sekali bercerita langsung menjejalkan semua informasi y
Jemariku gemetar membolak-balikan halaman buku catatan itu untuk menemukan barang kali saja ada catatan lainnya di sana.Namun, kosong. Hanya itu yang ditulis Ramzi. Teringat saat hari peresmian resort itu, bahwa bukan hanya Ramzi yang katanya datang memberiku buket bunga itu. Tapi, sebelumnya aku juga sudah bertemu seseorang yang instingku mengatakan bahwa itu adalah Erik.Sayangnya saat kuminta Sam melihatnya, pria itu sudah tidak ada.Aku jadi ingat Tika, langsung kuraih ponselku dan mencoba menghubunginya.Sialnya nomor Tika tidak bisa dihubungi. Entah karena hanya ponselnya yang tidak diaktifkan, atau karena sudah berganti nomor.Kuharap Tika tidak mengganti nomornya.Beberapa hari sebelum Ramzi meninggal, Tika yang merawatnya. Jadi pikirku, mudah-mudahan Tika bisa sedikit memberikan petunjuk tentang bagaimana Ramzi menuliskan pesan ini padaku.“Oh, Ya Tuhan! Apa yang harus aku lakukan?”Pekikku sendiri begitu panik dan bingung dengan keadaan ini.Terlebih cemas memikirkan di
Aku sampai harus meremas ujung gaunku di bawah meja itu saat menghadapi orang-orang yang mulai terlihat kemunafikannya di pandanganku itu.Jantungku sudah tak karuaan berdetak antara sedih, resah, dan takut. Namun aku terpaksa harus menjadi tegar demi suami dan anak-anakku.“Kenapa kau tampak setegang itu, Kamila?” Om Danio sedikit memperlihatkan keherananya karena sikapku berubah sekali saat ini dengan sebelumnya.Ini berarti, pria ini jeli sekali dengan segala perubahan sikapku dan pasti sedang membuat banyak dugaan. Termasuk tertangkap kecurigaannya bahwa aku sudah mengetahui sesuatu.Untungnya, Erik berkata…“Biasa Om, kami barusan bertengkar untuk perkara wanita tadi pagi.” Dan kata-kata itu sukses membuat pria itu tergelak.“Haha, jangan kuatirkan itu, Nak. Edward hanya mencintaimu. Dia tidak akan berani macam-macam padamu karena saat ini seluruh asetnya ada di tanganmu.”Oh. Karena itu pria ini langsung melempem tadi saat aku berbicara perceraian?Lalu kulihat beberapa doku
“Kenapa kau di sana?” suara dingin itu membuat kakiku sampai gemetaran.Apa mereka mengetahui keberadaanku?Bagaimana ini?“Tu-tuan, maaf, bukan saya yang menjatuhkan vas bunga ini.”Suara Lina membuatku bisa bernapas sedikit lega.“Jangan banyak bicara, cepat bersihkan!” Erik yang bicara.Lalu tak kudengar lagi suara mereka kecuali suara pecahan kaca yang sedang dibersihkan.Mudah-mudahan Lina pun tidak melihatku tadi.Ketika kurasa semua sudah sepi, aku perlahan membuka pintu itu dan kupastikan dulu adakah orang di sana?Sepertinya aman. Jadi aku mulai melebarkan daun pintu untuk keluar.Tiba-tiba suara dari balik punggungku itu kembali membuat kakiku membeku tak bergerak.“Sudah berapa lama kau di dalam sana?”Deg!Aku tidak menyangka Erik mengetahuiku ada di dalam kamar kecil itu.Kutata napas, lalu baru aku membalikan badan. Langsung kuserbu netranya dengan tatapan yang dingin untuk mencoba meminta sebuah klarifikasi atas semuanya.“Kamila?”Erik mulai merasakan tatapanku yang a
Kalau aku tetap di rumah ini, Erik akan bisa melakukan apapun yang dia mau.Tidak!Aku tidak bisa tetap tinggal di sini. Tidak mau saja saudara kembar suamiku itu memanfaatkan keadaan.Sepertinya aku harus meminta bantuan Tante Atika. Sudah kukirimkan pesan pada Paman Prabowo dan mudah-mudahan dia paham apa maksudku.Kusampaikan sedikit hal tentang Danio yang tadi pagi memintaku menanda tangani tiga berkas sekaligus. Meski tidak kubaca apa isinya, Paman Prabowo pasti sudah tahu apa tujuannya. “Kalau ada masalah bicarakan baik-baik, Mila. Jangan langsung memutuskan keluar dari rumah suamimu.” Nasihat Tante Atika ketika dengan terburu aku menyampaikan ingin mencari kontrakan atau apalah. Yang penting aku tidak tinggal di rumah yang sama dengan pria laknat itu.“Nanti aku ceritakan, Tante. Tapi tolong aku dan anak-anak. Bisakah malam ini kami sementara tinggal di rumah Tante?”Wanita itu tidak tahu masalah apa yang sedang membelitku. Tapi tidak bisa juga kuungkapkan melalui telpon sa
“Sayang kau dari mana?” tanyaku melihatnya datang bersama beberapa perawat.Padahal sudah ada tombol darurat yang bisa dipencet untuk memanggil mereka. Bagaimana pria ini malah keluar untuk memanggil mereka secara manual? Pasti saking paniknya tadi.Dan lagi sekarang dia malah terlihat memarahi perawat itu.“Harusnya kalian memberinya obat anti nyeri. Apa tidak tahu istri saya sampai kesakitan begitu?”“Pemberian injection anti nyeri juga harus sesuai perintah dokter, Tuan. Kami tidak berani memberikannya lagi pada Nyonya karena tadi sudah kami berikan. Nanti ada waktunya lagi,” jelas salah seorang perawat pada Ed. “Tapi istri saya kesakitan, lho!” Ed masih terlihat kukuh.Kutarik lengannya agar dia bersikap lebih santai.Ada apa dengannya? Biasanya dia cuek dan santai-santai saja. Melihatku sedikit meringis saja sudah panik begitu. “Ah maaf, Sus. Tadi hanya sensasi rasa perih di area jahitan. Tapi sekarang sudah tidak, kok. Maaf, ya? Suami saya sedikit berlebihan tadi.”***Dua har
“Sayang?” suara Ed kudengar dan aku membuka mataku menatapnya yang terlihat cemas.“Ed? Kapan selesai operasinya? Aku sudah tidak sabar ingin tahu anak-anakku,” tukasku menggenggam balik tangan yang menggenggamku itu. Ed tersenyum meski pias wajahnya tampak lelah sekali. Dia membelai rambutku dan mencium keningku.“Operasinya sudah selesai sejak tadi, Sayang. Dokter bilang kau hanya tidak tahan dengan efek obat bius yang disuntikkan padamu.”“Ya Allah, Ed. Kasihan anak-anakku tidak bisa inisiasi menyusu dini.” Aku mencoba bangkit tapi Ed menahanku.“Tenanglah, Mila. Kau baru saja dipindah dari ruang pemulihan. Jangan banyak bergerak dulu.”“Tapi bayi-bayiku?”“Kata dokter tidak apa-apa, kok. Yang penting pulihkan dulu keadaanmu.”“Iya, tapi bayi-bayiku mana, Sayang?”Aku tentu ingin melihat mereka.Bagaimana bisa aku terlelap dengan damainya, bahkan tidak bisa mendengar suara jeritan pertama buah hatiku?Padahal, bisa mendengar suara mereka pertama saat terlahir ke dunia ini adala
Aku terbangun dengan sedikit terkejut melihat sudah tidak berada di mobil lagi.Ed sudah menggendongku ke apartemennya.Ini adalah kamar pertama kali dia mengajakku ke tempatnya pasca kami menikah dulu. Saat itu aku terkejut dan sampai menendangnya hingga terjungkal ke lantai.“Kenapa senyum-senyum?” tanyanya sembari memelukku.Aku tidak tahu kalau Ed ternyata sejak tadi berbaring di sampingku dan memperhatikanku. “Aku hanya ingat saat pertama kau membawaku ke sini, Sayang.” Kumiringkan tubuhku untuk bisa menghadapnya.“Oh, benar. Apa yang membuatmu menarik senyum?”“Banyak. Tentang aku yang terkejut karena kau ternyata tinggal di tempat mewah ini sementara yang kutahu kau hanya seorang sopir truk. Juga tentang kau yang selalu curi-curi cium padaku.”Ed tertawa mendengar secuil ingatanku tentang saat-saat pertama kebersamaan kami sebagai suami istri. Tangannya sudah membelai pipiku dan menatapku dengan penuh binar cinta. Dia juga pasti berendezvous dengan masa-masa itu.“Saat itu pe
“Tante?!” ujarku antara ragu dan terkejut.Wanita itu melototiku tanpa berkedip. Membuat Ed langsung merangkulku cemas kalau-kalau wanita itu malah akan menyakitiku.Seperti biasa, saat merasa ada sesuatu yang membahayakan kami seperti ini, dua orang datang untuk mengambil tindakan. “Mila... Kamila?!” wanita itu langsung bersimpuh dan menangis di kakiku.Ketika dua pria misterius itu hendak menyingkirkannya, aku menahannya.Ed memberi isyarat agar pria itu membiarkan dulu sembari mengawasinya.“Mila, maafkan aku, Mila. Maafkan tantemu yang jahat ini!” isak wanita itu yang kini aku seratus persen yakin kalau itu adalah Tante Desi.Kulepaskan rangkulan Ed agar aku bisa membantu tanteku itu bangkit dari posisi bersimpuhnya di kakiku. Sungguh aku tidak nyaman sekali dengan hal itu. Ed melepasku namun tetap waspada. Cemas saja kalau wanita itu tiba-tiba akan menyakitiku.Ed tahu bagaimana sepak terjang Tante Desi. Dia jugalah yang bertanggung jawab membuat kami terpisah dalam kesalahp
“Ed, beri aku alasan termanismu kenapa kau jatuh cinta padaku? Jangan bilang karena ukuran bra itu. Aku nanti malah merasa kau jatuh cinta padaku hanya karena otakmu sudah mesum, lho!” rengekku padanya.Ed langsung membelai wajahku dan menatapku serius, “Ya enggaklah, Sayangku. Becanda itu!”“Lalu?”“Saat pertama melihatmu, aku tidak mengerti kenapa begitu tertarik denganmu. Kau cantik, tapi ada banyak wanita cantik juga kan? Jadi aku pikir chemistrimu kuat sekali menarik pehatianku.”“Apalagi ketika tahu kau buru-buru menyesali dan dengan sopan meminta maaf padaku setelah menamparku, aku jadi semakin terkesan padamu.”Senyumku sudah terkembang saja mendengar cerita suamiku. Dan memintanya lanjut menceritakan lagi bagaimana kemudian jadi sering ada di kampusku?“Kau menjatuhkan kartu mahasiswamu dan dari sana aku tahu kau kuliah di universitas kota ini.”“Oh, yah? Aku ingat itu. Aku sampai pusing mencari KTM ku karena membutuhkannya untuk ujian semester.”“Benarkah? Apa karena itu t
“Kebetulan suami saya ada urusan di kota ini, Bu. Jadi saya ikut sekalian,” tukasku membalas sapaannya saat wanita itu kebetulan keluar ketika aku menyiram bunga di halaman.“Makanya kemarin ada orang bersih-bersih, saya kira rumahnya jadi di jual. Ternyata Mbaknya yang datang.”“Oh, memangnya rumahnya sempat mau dijual?” tanyaku mengomentari perkataan wanita itu.“Banyak yang mau beli rumahnya, Mbak. Tapi kenapa tidak dijual? Dikontrak juga enggak boleh.”“Ahaha, mungkin suami saya mikirnya masih akan datang ke sini, jadi biar ada rumah buat sekedar mampir.”Kedatangan sebuah mobil membuat percakapan kami berakhir. Seorang pria berkulit gelap keluar dan mengulas senyumnya. Aku langsung ingat nama pria itu karena, dari sekian teman Ed nama pria itu yang paling menggemaskan. Apalagi pernah kami sampai bertengkar dan salah paham hanya karena ada panggilan dari pria itu.“Mas Manis, ya?” sapaku padanya.“Benar, suamimu bilang ingin menyewa mobilku, jadi aku antarkan ini pagi-pagi agar
Aku terkejut melihat Niko yang ada di tempat yang sama dengan kami. Dia tidak sendiri tapi bersama seorang wanita dan itu bukan Ceryl. Mereka duduk tidak jauh dari tempat duduk kami.Mau apa dia di sini? “Sopir truk? Kau yakin dia seorang sopir truk?” tanya wanita itu.Siapa juga yang percaya kalau suamiku yang tampan dan rapi dipanggil sopir truk oleh pria yang tidak tahu malu ini.Tidak tahu malu karena barusan sudah merencanakan hal buruk dengan mengirim perempuan ke suit pribadi kami dan berniat mengacaukan Ed.Untung aku yang lebih dulu sampai jadi mereka tidak punya kesempatan memanipulatif keadaan.Jangan-jangan dia di sini juga karena ingin memastikan rencananya berhasil.Sudah tahu atau belum kalau rencananya tidak berjalan dengan baik?Entahlah, dibawa ke mana dan diapakan dua wanita tadi oleh asisten suamiku.“Hallah, jaman sekarang apa yang tidak mungkin. Pemulung memakai baju mahal sudah banyak. Justru orang kaya yang sebenarnya malah berpenampilan apa adanya.” Niko me
“Sam yang akan mengurusnya,” tukasnya setelah menelpon Sam beberapa saat yang lalu.“Aku tidak mengerti?” aku masih belum puas dengan jawaban Ed. Dia tidak menjelaskan banyak hal padaku.“Temanmu itu pasti kesal karena investornya banyak yang berpindah ke perusahaan kita. Jadi, mungkin dia marah dan ingin berbuat ulah denganku. Apalagi saat ini bisnisnya mulai tersudut dengan banyaknya korban investasi yang melapor penipuan investasi bodong itu,” jelas Ed.Dan aku memang baru mendengar hal itu setelah beberapa bulan ini sama sekali tidak memikirkan tentang kejadian itu. Pasti Ed sengaja meminta Sam membuat kacau bisnis Niko karena sudah mencoba melecehkanku. Tentang investor yang banyak berpindah ke perusahaan Lavidia aku pikir hanya trik saja dan bukannya sedang membutuhkannya.Kasihan sekali kalau benar itu terjadi. Dia baru saja bisa unjuk gigi dengan julukan crazy richnya. Istrinya yang matre itu pasti sekarang sangat kecewa padanya. Sayangnya aku sudah tidak lagi ada di group
“Siapa kalian?” tanyaku pada dua wanita itu sembari berkacak pinggang. Napasku sudah naik turun dan untuk sesaat aku hampir ingin berteriak-teriak menyerang mereka. “Saya hanya disewa untuk melayani pemilik hotel ini, Anda siapa?” ujar wanita itu yang dengan berani malah bertanya balik padaku.Pria yang katanya asisten baru itu tidak berani menyela dan memilih keluar.Biarlah. Biar dia memanggil bosnya agar cepat datang ke tempat ini dan melihat bahwa aku ada di tempat di mana dia sedang menyewa dua wanita ini untuk menghiburnya.Keterlaluan dia!Apa sangat tidak tahannya hingga menyewa dua wanita ini untuk memenuhi napsunya?!“Pekerjaan kami hanya melayani pria yang sudah membayar kami. Kalaupun Anda adalah kekasih atau istrinya, tolong hargailah pekerjaan kami,” ujar wanita satunya yang malah membuat isi kepalaku bertambah semrawut.Eh. Apa dia kata?Sadar atau tidak dia ngomong seperti itu?“Mana ada seorang istri yang harus menghargai pekerjaan orang yang ingin melayani suamin