Aku jadi harus membenahi penampilanku karena menangis sebentar tadi. Tidak ingin saja anak-anak akan banyak bertanya kenapa wajahku sembab dan murung.Setelah memastikan penampilanku sudah lebih baik, segera kulangkahkan kaki keluar karena tidak mau anak-anak sampai telat.“Ayo, Ma! Meida sudah menunggu di mobil.” Gala menarik lenganku.“Sudah pamit sama Nenek belum?” tanyaku pada Gala.“Sudah tadi, anak-anak senang sekali mau diantar mamanya,” ujar ibu yang baru keluar dari kamar dengan bantuan perawatnya.“Makanya ibu cepat sehat kembali ya, biar nanti bisa antar anak-anak juga.” Kuhampiri ibu dan mencium tangannya.“Iya, sudah, nanti anak-anak telat. Kirim salam buat pengantar yang lainnya.”“Baik, Bu. Assalaumu’alaikum!” ujarku kemudian berlalu menggandeng lengan Gala.Meida dan Sam pasti sudah menunggu di mobil.Namun, ternyata bukan Sam yang duduk di kursi sopir.“Ayo, Ma. Papa juga mau antar kita!” Meida berteriak setelah kaca jendela mobil itu diturunkan.Kutatap Ed yang berpa
“Kenapa masih marah begitu? Kamu tuh istri aku. Cintaku hanya untuk kamu juga anak-anakku. Alasan aku memberimu sanksi tidak bekerja juga karena untuk melindungimu saja.” Ed bergumam saat aku duduk mengabaikannya.“Malah ribet begini, Ed, hidupku. Mending kamu balik saja sama Jessica dan tinggalin aku sama anak-anak di sini.” Kubalas gumamanya dengan menggumam balik.“Enak saja!” tukas Ed cepat dan tidak terima.“Tega kamu bikin aku malah dianggap orang yang suka cari perhatian sama kamu!”“Biar saja. Emang salah seorang suami perhatian sama istrinya sendiri.”Ugh! Berdebat dengan pria ini tidak akan ada habisnya.Aku baru saja hendak berjingkat menghindarinya namun Ed menarik pinggangku hingga kembali duduk lebih dekat dengannya.“Apaan sih? Apa tidak malu dilihat orang?!” tukasku lirih memarahinya.“Enggak tahu, kalau kamu ngambek begini bawaannya malah gemes mlulu.”Ingin sekali kupukul lengan pria ini, namun sapaan seseorang menghentikan perdebatan kami.“Mbak Kamila, ya?”Seorang
Ini di kota kecil tidak seperti Jakarta. Jadi Ed merasa tidak puas saat melihat beberapa mobil yang terpajang di showroom.Walau begitu anak-anaknya sudah antusias sekali pengen mamanya punya mobil sendiri biar bisa ajak mereka jalan-jalan.“Ini, Pa, bagus. Meida suka yang ini!” Meida menunjuk sebuah mobil yang bertuliskan HR-V.“Uhm, kalau Meida suka, okelah!”Ed mengacak rambut putrinya. Dia juga tidak lupa melibatkan Gala untuk meminta pendapatnya.“Bagaimana, Gala? Menurutmu mama akan suka tidak?”“Mama pernah bilang mau beli mobil yang murah saja, apa mobil ini murah, Pa?” ucap Gala dengan polosnya berterus terang.Dia memang pernah mendengar ucapanku bahwa nanti kalau uangnya sudah terkumpul aku akan langsung mengambil kredit mobil yang murah saja agar mereka tidak kepanasan dan kehujanan kalau pas jalan-jalan.Tak kusangka anak itu merekam ucapanku dan menyampaikannya pada sang papa.“Tabungan papa masih cukuplah, Nak, buat beliin mama mobil ini,” tukasnya pada Gala.“Oh, benar
Sesampai di rumah, kusempatkan memberitahu ibuku bahwa aku mampir ke rumah dulu untuk bersih-bersih.Rumah sudah lama tidak ditempati jadi harus dibersihkan, ibu tidak mungkin berpikir yang lain. Ketika turun mobil aku baru merasa ada yang beda.Tapi apa kira-kira itu?Pikirku saat masuk ke dalam rumah.“Ada apa?” Ed bertanya karena melihat raut wajahku yang tampak berpikir saat masuk rumah.“Sebentar!”Kulangkahkan kaki keluar lagi dari rumah. Baru aku tahu apa yang membuatku merasa ada yang beda.“Rumah di depan kenapa berubah?” tukasku seolah bergumam pada diri sendiri.“Hanya perkara itu sudah membuat wajahmu resah sedemikian rupa?” Ed yang ikut keluar mengolokku.“Kenapa? Apa tidak boleh merasa aneh pada keadaan yang tidak biasa?”“Boleh. Tapi sepertinya kamu termasuk orang yang terlalu overthinking pada banyak hal. Itu bisa sangat merusak mentalmu, Sayang,” tukas Ed.Kulirik pria yang berdiri di sampingku itu dan sudah tahu bahwa ucapannya ditujukan untuk menyindirku. Dia past
“Ada cara lain bukan untuk menyenangkan suami saat lubang bawahmu tidak bisa digunakan?”Astaga. Telingaku sampai geli mendengar kata-kata pria mesum ini.“Jangan ah, nanti kamu keblalasan! Dosa lho kalau sampai khilaf.” Tolakku.Namun Ed yang tambeng itu mana mungkin begitu saja melepaskanku.Usahanya sangat total ketika harus membuatku melakukan keinginanya.Mempermainkan tubuh atasku sampai gelonjotan dan baru dengan mudah menghipnotisku untuk mengikuti apa maunya.Kali ini sepertinya dia membuatku yang berusaha sementara dirinya hanya mengerang keenakkan. Bisa-bisanya aku mau juga melakukan hal yang sebelumnya menjijikan bagiku. Tapi jujur, melihatnya terpuaskan ada rasa bangga tersendiri dalam diriku....Kami terlelap sejenak setelah kegiatan membara itu. Perlahan mataku terbuka dan melihat wajah tampan yang masih anteng dengan napas halusnya.‘oh, priaku tampan sekali’ batinku sembari menjelajahi setiap lekuk garis-garis tegas wajahnya.Ed yang terusik membuka matanya namun t
“Ada apa, Ed?”Aku menatapnya resah. Adakah sesuatu yang membuatnya semuram itu?“Tidak apa, hanya sesaat tadi aku merasa kau kejam sekali padaku, Mila. Aku bahkan tidak bisa mendengar suara pertama mereka saat terlahir ke dunia, juga melihat tumbuh kembang mereka lima tahun ini,” suara Ed tampak sentimentil.“Oh!” tukasku sedih.Aku pun berubah menjadi muram sepertinya.“Eh, sudahlah, Sayangku. Itu tadi hanya sekelabat rasa sedihku saja karena kehilangan waktu yang berharga itu dalam hidup anak-anakku. Jangan sedih, itu juga karena salahku, kok.”Ed mengelus rambut kepalaku agar aku tidak sedih. Dia pasti tidak mau kami kembali membahas hal yang sudah berlalu. “Iya, Maafkan aku, Ed. Aku juga bersalah dalam hal ini.” Kupeluk Ed dan dia balas memelukku erat.Kuambil ponselku dan kubukakan dokumen foto anak-anak yang masih kusimpan di aplikasi penyimpanan online.Di sana ada video dan gambar-gambar lucu si kembar dari bayi hingga sekarang.Aku suka mengabadikan tingkah lucu dua bocahk
“Eng, Dia....” Aku tadinya mau menyampaikan bahwa pria yang sedang berdiri di sampingku ini hanyalah teman agar Vanka tidak membuat gosip yang tidak-tidak di kantor.Namun tiba-tiba Ed main rangkul dan cium pipiku saja membuat Vanka menatap dengan ekspresi risih padaku.“Maaf, kami pergi dulu!” ujarku menyeret lengan Ed berjalan menjauh. Kesal saja mengapa dia malah melakukan hal ini di depan wanita itu.“Oooh, sana mampir ke semak-semak buat tuntasin hasyratnya, dasar murahan!” masih kudengar Vanka mengataiku.Saat sudah masuk mobil, kutinju lengan pria gila itu. Untuk apa juga dia melakukannya? Benar-benar mengesalkan!“Wanita itu biang gosip, dia pasti akan membuat heboh penjuru bumi dengan informasinya tentang seorang rekan kerjanya yang diskorsing oleh big bosnya karena mengganggu calon istrinya, sekarang malah terlihat jalan bareng pria yang tiba-tiba nyosor dengan tidak tahu malu!” ucapku panjang lebar karena kesal pada Ed. Namun pria ini justru tertawa sembari membuka kaca mat
Aku tentu saja resah mengetahui wanita itu tidak berhenti berusaha menganggu suamiku sepagi ini. Sebenarnya apa yang dia mau? Sudah tahu Ed sama sekali tidak peduli padanya dan selalu mengabaikannya, masih juga tidak berhenti mengejarnya. Sepertinya aku harus ke kantor.Lagi pula, Si kembar sudah mulai aku uji coba untuk tidak menunggui mereka di sekolah.Jadi sembari menunggu jam menjemput anak-anak, aku bisa meminta sopir mengantarku ke kantor Lavidia sebentar.Sepanjang jalan menuju ke tempat ini, hatiku tidak berhenti jengkel karena membaca pesan dari Tika tentang Jessica yang sejak pagi tadi wara-wiri ke ruangan Ed.Ingin cepat sampai saja agar bisa mengusik mereka yang berdua-duaan di ruangan. Aku benar-benar tidak terima harus diombang-ambingkan sikap Ed tentang wanita itu sebelum melihat Ed bersikap tegas padanya di depan mataku.Maafkan wanita yang pernah dikhianati keadaan ini kalau tidak bisa dengan mudah percaya.Aku saja terkadang lelah dengan diriku sendiri yang sepert