“Ada apa, Ed?”Aku menatapnya resah. Adakah sesuatu yang membuatnya semuram itu?“Tidak apa, hanya sesaat tadi aku merasa kau kejam sekali padaku, Mila. Aku bahkan tidak bisa mendengar suara pertama mereka saat terlahir ke dunia, juga melihat tumbuh kembang mereka lima tahun ini,” suara Ed tampak sentimentil.“Oh!” tukasku sedih.Aku pun berubah menjadi muram sepertinya.“Eh, sudahlah, Sayangku. Itu tadi hanya sekelabat rasa sedihku saja karena kehilangan waktu yang berharga itu dalam hidup anak-anakku. Jangan sedih, itu juga karena salahku, kok.”Ed mengelus rambut kepalaku agar aku tidak sedih. Dia pasti tidak mau kami kembali membahas hal yang sudah berlalu. “Iya, Maafkan aku, Ed. Aku juga bersalah dalam hal ini.” Kupeluk Ed dan dia balas memelukku erat.Kuambil ponselku dan kubukakan dokumen foto anak-anak yang masih kusimpan di aplikasi penyimpanan online.Di sana ada video dan gambar-gambar lucu si kembar dari bayi hingga sekarang.Aku suka mengabadikan tingkah lucu dua bocahk
“Eng, Dia....” Aku tadinya mau menyampaikan bahwa pria yang sedang berdiri di sampingku ini hanyalah teman agar Vanka tidak membuat gosip yang tidak-tidak di kantor.Namun tiba-tiba Ed main rangkul dan cium pipiku saja membuat Vanka menatap dengan ekspresi risih padaku.“Maaf, kami pergi dulu!” ujarku menyeret lengan Ed berjalan menjauh. Kesal saja mengapa dia malah melakukan hal ini di depan wanita itu.“Oooh, sana mampir ke semak-semak buat tuntasin hasyratnya, dasar murahan!” masih kudengar Vanka mengataiku.Saat sudah masuk mobil, kutinju lengan pria gila itu. Untuk apa juga dia melakukannya? Benar-benar mengesalkan!“Wanita itu biang gosip, dia pasti akan membuat heboh penjuru bumi dengan informasinya tentang seorang rekan kerjanya yang diskorsing oleh big bosnya karena mengganggu calon istrinya, sekarang malah terlihat jalan bareng pria yang tiba-tiba nyosor dengan tidak tahu malu!” ucapku panjang lebar karena kesal pada Ed. Namun pria ini justru tertawa sembari membuka kaca mat
Aku tentu saja resah mengetahui wanita itu tidak berhenti berusaha menganggu suamiku sepagi ini. Sebenarnya apa yang dia mau? Sudah tahu Ed sama sekali tidak peduli padanya dan selalu mengabaikannya, masih juga tidak berhenti mengejarnya. Sepertinya aku harus ke kantor.Lagi pula, Si kembar sudah mulai aku uji coba untuk tidak menunggui mereka di sekolah.Jadi sembari menunggu jam menjemput anak-anak, aku bisa meminta sopir mengantarku ke kantor Lavidia sebentar.Sepanjang jalan menuju ke tempat ini, hatiku tidak berhenti jengkel karena membaca pesan dari Tika tentang Jessica yang sejak pagi tadi wara-wiri ke ruangan Ed.Ingin cepat sampai saja agar bisa mengusik mereka yang berdua-duaan di ruangan. Aku benar-benar tidak terima harus diombang-ambingkan sikap Ed tentang wanita itu sebelum melihat Ed bersikap tegas padanya di depan mataku.Maafkan wanita yang pernah dikhianati keadaan ini kalau tidak bisa dengan mudah percaya.Aku saja terkadang lelah dengan diriku sendiri yang sepert
“Astaga, ini perempuan garing benar! Aku sudah tahu yang ada di otakmu hanya mencari perhatian Edward saja. Padahal seisi kantor sudah tahu betapa murahannya dirimu. Kemarin Vanka melihatmu...”Kata-kata Jessica mengambang karena Ed segera menyelanya.“Cukup!” tukasnya yang membuat Jessica mengehentikan ucapannya.“Dia datang karena aku membutuhkannya mengantar dokumen proyek. Tolong, keluarlah Jessica. Kau seharusnya tahu aku sedang sibuk hari ini!” Ed menatap Jessica dan dengan terang-terangan mengusir wanita itu.“Kau mengusirku, Ed?” Jessica tidak terima.“Sejak tadi kau sudah di ruangan ini tapi aku tidak paham betul tujuanmu, semestinya kau tahu ini kantor untuk urusan pekerjaan. Jadi kumohon jangan seperti anak kecil yang sewaktu-waktu bisa datang ke tempat kerja hanya untuk bermain.” Ed menandaskan. Betapa hatiku merasa senang sekali melihatnya sekesal itu diusir oleh orang yang katanya adalah calon suaminya.Ed bilang tidak pernah melamarnya, tapi Jessica sudah memproklamir
“Ada apa?” suara Ed terdengar dingin pada Rafael.Dari dalam toilet di ruangannya aku bisa mendengar Ed berbicara dengan Rafael.“Mohon maaf sekali lagi, Pak. Tadi tidak ada siapapun di depan dan saya langsung masuk. Kupikir Anda di loby bersama Nona...” Rafael tidak melanjutkan.Mungkin ingat tentang pemandangan yang tertangkap sekilas di netranya, kami yang berpelukan tadi saat dia membuka daun pintu.Pria itu pasti sedih memikirkan perasaan sahabat dekatnya yang menunggu di loby dengan bodohnya, sementara calon suaminya malah bermain gila dengan wanita lain di ruang kerjanya.Normalnya hal itu akan membuat Ed sungguh terkesan tega dan kejam. Itu karena mereka tidak tahu saja bahwa Ed dan aku sebenarnya adalah suami istri.“Jangan ikut campur urusanku, katakan saja apa tujuanmu datang?” Ed langsung meminta Rafael fokus pada tujuannya datang dan tidak ingin membicarakan apapun di luar semua itu.Sudah kuduga pria itu pasti tampak lempeng dan cuek di depan Rafael meski sudah kepergok
“Ngebut sedikit ya, Pak. Takutnya anak-anak sudah pulang dan menunggu,” kataku pada sopir karena tadi aku yang tambeng malah sengaja menguping pembicaraan Jessica dan Rafael.Baru tahu sekarang apa yang sedang menjadi tujuan dua orang itu.Walau tidak memperdulikan tentang kekayaan dan segenap tetek bengeknya, tapi rasanya darahku mendidih saja mendengar rencana busuk mereka untuk bisa menguasai harta milik suamiku.Apa Ed tidak tahu tentang hal ini?Mungkin tahu, tapi pria itu memang begitu itu orangnya. Cuek dan tidak peduli. Apalagi mengenai kepemilikannya.Aku tahu Ed bukan orang yang akan sangat patah hati hanya karena kehilangan hartanya. Dia bahkan sudah mencanangkan untuk pensiun dini dan memilih hidup tenang bersama anak-anaknya di pedesaan saja.Walau demikian, aku tidak mau tetap diam saja sudah mengetahui sekelumit rahasia busuk orang-orang pada suamiku. Aku tidak mau mereka sampai menyusahkan papa dari anak-anakku.Begini saja, karena Ed juga pasti tidak akan mau mel
Kucoba untuk mengingat kapan dan di mana aku pernah bertemu dengannya?Tapi mungkin hanya perasaanku saja yang pernah melihatnya.Aku belum berhasi menemukan informasi dari otakku tentang wanita itu.“Bukankah kau pegawai di perusahaan Gema Bangun?” Wanita itu malah yang mengingat tentang di mana kami pernah bertemu.“Oh. Benar sekali. Apa kita pernah ketemu di sana?” tanyaku tersenyum senang.Kalau ternyata kami pernah kenal, mudah-mudahan perkara anak-anak kami tidak lagi menjadi permasalahan.Wanita itu tidak menyahuti pertayaanku. Mungkin tidak tertarik untuk membahas kenal atau tidak kami.“Mereka siapamu?” tunjuk wanita itu pada dua bocah yang tidak tahunya malah membuntut di belakangku.Padahal sudah kuminta mereka menungguku di sana tadi.Aku tentu kurang nyaman klau mereka melihat dua orang dewasa seperti kami membahas anak-anak. Bahasa kami terkadang tidak baik di dengar mereka. Tapi karena wanita ini mengatakan pernah mengenalku, kuharap pembicaraan kami baik-baik saja
Sebenarnya Ed tidak salah ketika mengajari anak laki-lakinya itu tidak diam saja ketika ada orang yang merundungnya.Aku tahu sendiri bagaimana tidak enaknya harus terus menerima perlakukan buruk orang-orang tanpa ada kesempatan untuk membela diri atau membalas.Bukan karena aku memang tidak mau membalas. Tapi lebih seringnya karena aku yang tidak punya kuasa dan daya melakukannya.Dari dalam kuperhatikan tingkah dua bocah itu yang begitu bahagia karena melihat tiga ekor kuda sudah ada di halaman. Sam mendampingi dua bocah itu berekenalan dengan kuda-kuda itu. Menyentuhkan tangan mungil mereka pada kepala kuda yang dengan patuhnya langsung menudukan kepalanya. “Kenapa ada tiga kudanya, Om?” tanya Gala karena berpikr hanya dia dan Meida yang diajak berkuda.“Iya, Nanti Gala berkuda bersama Om ini, sementara Meida bersamaku,” tukas Sam menjelaskan.“Lalu satunya lagi?”“Papa nanti ikut berkuda.”“Papa ikut, Om?” Meida menyahut senang mendengar papanya ikut.“Iya, tapi sekarang masih