“Ada apa?” suara Ed terdengar dingin pada Rafael.Dari dalam toilet di ruangannya aku bisa mendengar Ed berbicara dengan Rafael.“Mohon maaf sekali lagi, Pak. Tadi tidak ada siapapun di depan dan saya langsung masuk. Kupikir Anda di loby bersama Nona...” Rafael tidak melanjutkan.Mungkin ingat tentang pemandangan yang tertangkap sekilas di netranya, kami yang berpelukan tadi saat dia membuka daun pintu.Pria itu pasti sedih memikirkan perasaan sahabat dekatnya yang menunggu di loby dengan bodohnya, sementara calon suaminya malah bermain gila dengan wanita lain di ruang kerjanya.Normalnya hal itu akan membuat Ed sungguh terkesan tega dan kejam. Itu karena mereka tidak tahu saja bahwa Ed dan aku sebenarnya adalah suami istri.“Jangan ikut campur urusanku, katakan saja apa tujuanmu datang?” Ed langsung meminta Rafael fokus pada tujuannya datang dan tidak ingin membicarakan apapun di luar semua itu.Sudah kuduga pria itu pasti tampak lempeng dan cuek di depan Rafael meski sudah kepergok
“Ngebut sedikit ya, Pak. Takutnya anak-anak sudah pulang dan menunggu,” kataku pada sopir karena tadi aku yang tambeng malah sengaja menguping pembicaraan Jessica dan Rafael.Baru tahu sekarang apa yang sedang menjadi tujuan dua orang itu.Walau tidak memperdulikan tentang kekayaan dan segenap tetek bengeknya, tapi rasanya darahku mendidih saja mendengar rencana busuk mereka untuk bisa menguasai harta milik suamiku.Apa Ed tidak tahu tentang hal ini?Mungkin tahu, tapi pria itu memang begitu itu orangnya. Cuek dan tidak peduli. Apalagi mengenai kepemilikannya.Aku tahu Ed bukan orang yang akan sangat patah hati hanya karena kehilangan hartanya. Dia bahkan sudah mencanangkan untuk pensiun dini dan memilih hidup tenang bersama anak-anaknya di pedesaan saja.Walau demikian, aku tidak mau tetap diam saja sudah mengetahui sekelumit rahasia busuk orang-orang pada suamiku. Aku tidak mau mereka sampai menyusahkan papa dari anak-anakku.Begini saja, karena Ed juga pasti tidak akan mau mel
Kucoba untuk mengingat kapan dan di mana aku pernah bertemu dengannya?Tapi mungkin hanya perasaanku saja yang pernah melihatnya.Aku belum berhasi menemukan informasi dari otakku tentang wanita itu.“Bukankah kau pegawai di perusahaan Gema Bangun?” Wanita itu malah yang mengingat tentang di mana kami pernah bertemu.“Oh. Benar sekali. Apa kita pernah ketemu di sana?” tanyaku tersenyum senang.Kalau ternyata kami pernah kenal, mudah-mudahan perkara anak-anak kami tidak lagi menjadi permasalahan.Wanita itu tidak menyahuti pertayaanku. Mungkin tidak tertarik untuk membahas kenal atau tidak kami.“Mereka siapamu?” tunjuk wanita itu pada dua bocah yang tidak tahunya malah membuntut di belakangku.Padahal sudah kuminta mereka menungguku di sana tadi.Aku tentu kurang nyaman klau mereka melihat dua orang dewasa seperti kami membahas anak-anak. Bahasa kami terkadang tidak baik di dengar mereka. Tapi karena wanita ini mengatakan pernah mengenalku, kuharap pembicaraan kami baik-baik saja
Sebenarnya Ed tidak salah ketika mengajari anak laki-lakinya itu tidak diam saja ketika ada orang yang merundungnya.Aku tahu sendiri bagaimana tidak enaknya harus terus menerima perlakukan buruk orang-orang tanpa ada kesempatan untuk membela diri atau membalas.Bukan karena aku memang tidak mau membalas. Tapi lebih seringnya karena aku yang tidak punya kuasa dan daya melakukannya.Dari dalam kuperhatikan tingkah dua bocah itu yang begitu bahagia karena melihat tiga ekor kuda sudah ada di halaman. Sam mendampingi dua bocah itu berekenalan dengan kuda-kuda itu. Menyentuhkan tangan mungil mereka pada kepala kuda yang dengan patuhnya langsung menudukan kepalanya. “Kenapa ada tiga kudanya, Om?” tanya Gala karena berpikr hanya dia dan Meida yang diajak berkuda.“Iya, Nanti Gala berkuda bersama Om ini, sementara Meida bersamaku,” tukas Sam menjelaskan.“Lalu satunya lagi?”“Papa nanti ikut berkuda.”“Papa ikut, Om?” Meida menyahut senang mendengar papanya ikut.“Iya, tapi sekarang masih
Kupikir ini kesempatanku untuk menemui wanita itu dan mengetahui sedikit lebih jauh tentangnya dan semua rencana-rencana busuknya.Ed akan berkuda bersama anak-anak, sembari itu aku akan menyampaikan sedang kurang enak badan saja.“Kau sakit?” tanya Ed memeriksa keningku.“Se-sedikit, Sayang.” ucapku sembari menahan tangannya yang hendak memeriksa keningku. Karena suhu badanku normal-normal saja.“Mana yang tampak tidak nyaman?” Ed malah memaksa memeriksaku dengan cemas dan aku kembali menahannya.“Its oke, Ed. Anak-anak sudah menunggumu berkuda,” ujarku agar Ed tidak banyak bertanya lagi.“Aku hanya takut sudah membuatmu tidak nyaman karena yang tadi.”Ed malah mengingatkan kegiatan membara kami di kantornya menjelang jam istirahat kantor. Membuatku jadi senyum-senyum sendiri mengingatnya.“No, Honey. Aku menyukainya, kok. Lain kali aku digituin lagi, ya?”
“Ed mengatakan dia tidak pernah melamarmu. Jadi aku tidak merasa menjadi pelakor di sini. Lalu siapa coba yang disebut penggoda?“ Ternyata nyaliku besar dengan malah menantangnya.Wajah sinis itu semakin tidak mengenakan. Namun aku tidak lupa tentang ancamannya yang akan menjambak dan menelanjangiku di muka umum karena menganggapku pelakor.“Ingat, ini kotaku. Aku punya banyak kenalan di sini. Kalau kau macam-macam denganku mereka tidak akan tinggal diam!” Kuancam balik Jessica agar dia tidak nekat memperlakukanku seperti itu.Jujur aku sebenarnya ngeri kalau itu benar-benar terjadi.Wanita ini punya kuasa dan bisa melakukan apapun yang dia mau dengan uangnya.Untungnya sedikit kebohonganku tadi, yang menyampaikan bahwa aku punya banyak teman membuatnya pikir-pikir. Lagi pula dia juga bukan asli orang sini, nyalinya tidak akan sebesar ucapannya.Rasanya senang sekali bisa dengan mudah menekannya balik.“Kau panggil dia apa
“Memangnya dari mana tadi?” Saat malam Ed tiba-tiba bertanya seperti itu.Apa Danang mengatakan bahwa tadi kami keluar?Padahal kan tadi dia sudah menyanggupi agar tidak menyampaikan apapun pada Ed.Lalu daripada kesulitan menjelaskan sesuatu pada Ed, mending aku pura-pura tidur saja.“Hei, jangan pura-pura! Mau aku gelitikin perutmu?” Ed malah mencubit hidungku.Aku terpaksa bangun dengan muka sebal karena pria ini hampir tidak bisa dimanipulasi.“Apa sih, Ed?” tukasku kesal.“Ayo bilang saja tadi menemui siapa? Laki-lakikah?” Ed masih menggodaku.“Laki-laki dari mana?” aku cepat menyanggahnya.“Kali saja, tidak puas dengan pelayananku jadinya mau coba yang lain!”Aku tahu ucapan Ed dalam konteks bercanda. Namun walau dalam konteks bercanda pun aku benar-benar tidak terima. Amit-amit kalau sampai hal itu terj
“Tidak, Mila. Berpikirlah yang dewasa!” ucapku pada diri sendiri setelah beberapa saat mencoba meredam rasa cemburuku melihat foto dan video-video suamiku. Kemudian tanganku mengirimkan video itu ke nomor Ed agar dia bisa tahu bahwa saat ini Jessica sudah membuatku mulai salah paham lagi padanya. Intinya kalau esok sikapku sedikit kurang berkenan, kuharap Ed bisa mengerti. “Kau masih belum tidur juga?” Ed terlihat masuk setelah beberapa saat tadi kukirimkan foto dan video yang dikirim Jessica. “Sudah kucoba untuk tidur, tapi wanita itu mengangguku terus!” Aku mengeluhkan hal ini pada Ed. Entah sampai kapan pria ini membiarkanku begini. “Kemarikan ponselmu!” Ed mengambil benda pipih yang masih kupegang, lalu memilih duduk di ranjang dan menarik pinggangku ke pangkuannya. Aku berjingkat, tidak bergairah saja kalau dalam keadaan begini Ed meminta untuk dilayani.