Setelah membantu ibu kembali ke kamarnya, aku segera ke kamar anak-anak untuk melihat apakah mereka sudah tidur apa belum.Bahkan dua pengasuh itu tidak bisa membuat mereka menurut untuk segera pergi tidur.Baru ketika melihat kedatanganku, Gala dan Meida yang sedang lompat-lompat di tempat tidur langsung menghentikan kegiatan mereka.“Katanya mau cepat tidur kalau besok Mama yang antar sekolah?” ujarku pada mereka setelah meminta dua pengasuh itu pergi.“Tadi Gala bilang, Ma. Katanya Mama hanya membohongi kita.” Meida menunjuk saudaranya yang sudah memprovokasinya untuk tidak cepat tidur.“Eh, Meida kenapa ngadu mlulu sih?” Gala yang tidak mau terlihat salah di depanku tampak kesal pada Meida.“Memangnya Mama suka bohongin kalian, ya?”Aku tersinggung dengan penilaian anak-anak padaku. Apa hanya karena aku tidak pernah mengantar mereka sekolah lalu dianggapnya ucapanku bahwa besok akan mengantar mereka sekolah adalah bohong semata.“Maaf, Ma. Biasanya Mama kan kerja terus. Nenek yang
Semalam aku mengabaikan Ed dan pagi inipun aku belum berniat membuka mulutku untuk sekedar menyapanya.Bangun pagi-pagi untuk menyiapkan keperluan anak-anak sekolah dan sekarang baru selesai mandi lalu bergegas memulas wajah dengan sedikit make up agar tampak segar.Baru kusadari dari pantulan bayangan di cermin meja rias, Ed memperhatikanku sambil masih rebahan di tempat tidur.Kupikir, sepagi ini aku sudah bisa menghilangkan rasa kecewaku padanya dan menganggap hal ini sebagai ketidak tahuannya saja.Karena sebagai pimpinan perusahaan dia memang harus bersikap adil dan profesional untuk memberi keputusan pada masalah pegawainya.Nyatanya, ini lebih dari sekedar kecewa.Egoku merongrong untuk mempertahankan sikap diamku teringat lima tahunku yang tidak mudah tanpanya.Namun, sepertinya Ed sama sekali tidak memperhitungkannya.Dia tidak tahu saja apa saja yang sudah kulalui selama ini. Bahkan sampai detik ini pun aku masih terus berjuang dari mata jahat orang-orang atas penilaian yan
Aku jadi harus membenahi penampilanku karena menangis sebentar tadi. Tidak ingin saja anak-anak akan banyak bertanya kenapa wajahku sembab dan murung.Setelah memastikan penampilanku sudah lebih baik, segera kulangkahkan kaki keluar karena tidak mau anak-anak sampai telat.“Ayo, Ma! Meida sudah menunggu di mobil.” Gala menarik lenganku.“Sudah pamit sama Nenek belum?” tanyaku pada Gala.“Sudah tadi, anak-anak senang sekali mau diantar mamanya,” ujar ibu yang baru keluar dari kamar dengan bantuan perawatnya.“Makanya ibu cepat sehat kembali ya, biar nanti bisa antar anak-anak juga.” Kuhampiri ibu dan mencium tangannya.“Iya, sudah, nanti anak-anak telat. Kirim salam buat pengantar yang lainnya.”“Baik, Bu. Assalaumu’alaikum!” ujarku kemudian berlalu menggandeng lengan Gala.Meida dan Sam pasti sudah menunggu di mobil.Namun, ternyata bukan Sam yang duduk di kursi sopir.“Ayo, Ma. Papa juga mau antar kita!” Meida berteriak setelah kaca jendela mobil itu diturunkan.Kutatap Ed yang berpa
“Kenapa masih marah begitu? Kamu tuh istri aku. Cintaku hanya untuk kamu juga anak-anakku. Alasan aku memberimu sanksi tidak bekerja juga karena untuk melindungimu saja.” Ed bergumam saat aku duduk mengabaikannya.“Malah ribet begini, Ed, hidupku. Mending kamu balik saja sama Jessica dan tinggalin aku sama anak-anak di sini.” Kubalas gumamanya dengan menggumam balik.“Enak saja!” tukas Ed cepat dan tidak terima.“Tega kamu bikin aku malah dianggap orang yang suka cari perhatian sama kamu!”“Biar saja. Emang salah seorang suami perhatian sama istrinya sendiri.”Ugh! Berdebat dengan pria ini tidak akan ada habisnya.Aku baru saja hendak berjingkat menghindarinya namun Ed menarik pinggangku hingga kembali duduk lebih dekat dengannya.“Apaan sih? Apa tidak malu dilihat orang?!” tukasku lirih memarahinya.“Enggak tahu, kalau kamu ngambek begini bawaannya malah gemes mlulu.”Ingin sekali kupukul lengan pria ini, namun sapaan seseorang menghentikan perdebatan kami.“Mbak Kamila, ya?”Seorang
Ini di kota kecil tidak seperti Jakarta. Jadi Ed merasa tidak puas saat melihat beberapa mobil yang terpajang di showroom.Walau begitu anak-anaknya sudah antusias sekali pengen mamanya punya mobil sendiri biar bisa ajak mereka jalan-jalan.“Ini, Pa, bagus. Meida suka yang ini!” Meida menunjuk sebuah mobil yang bertuliskan HR-V.“Uhm, kalau Meida suka, okelah!”Ed mengacak rambut putrinya. Dia juga tidak lupa melibatkan Gala untuk meminta pendapatnya.“Bagaimana, Gala? Menurutmu mama akan suka tidak?”“Mama pernah bilang mau beli mobil yang murah saja, apa mobil ini murah, Pa?” ucap Gala dengan polosnya berterus terang.Dia memang pernah mendengar ucapanku bahwa nanti kalau uangnya sudah terkumpul aku akan langsung mengambil kredit mobil yang murah saja agar mereka tidak kepanasan dan kehujanan kalau pas jalan-jalan.Tak kusangka anak itu merekam ucapanku dan menyampaikannya pada sang papa.“Tabungan papa masih cukuplah, Nak, buat beliin mama mobil ini,” tukasnya pada Gala.“Oh, benar
Sesampai di rumah, kusempatkan memberitahu ibuku bahwa aku mampir ke rumah dulu untuk bersih-bersih.Rumah sudah lama tidak ditempati jadi harus dibersihkan, ibu tidak mungkin berpikir yang lain. Ketika turun mobil aku baru merasa ada yang beda.Tapi apa kira-kira itu?Pikirku saat masuk ke dalam rumah.“Ada apa?” Ed bertanya karena melihat raut wajahku yang tampak berpikir saat masuk rumah.“Sebentar!”Kulangkahkan kaki keluar lagi dari rumah. Baru aku tahu apa yang membuatku merasa ada yang beda.“Rumah di depan kenapa berubah?” tukasku seolah bergumam pada diri sendiri.“Hanya perkara itu sudah membuat wajahmu resah sedemikian rupa?” Ed yang ikut keluar mengolokku.“Kenapa? Apa tidak boleh merasa aneh pada keadaan yang tidak biasa?”“Boleh. Tapi sepertinya kamu termasuk orang yang terlalu overthinking pada banyak hal. Itu bisa sangat merusak mentalmu, Sayang,” tukas Ed.Kulirik pria yang berdiri di sampingku itu dan sudah tahu bahwa ucapannya ditujukan untuk menyindirku. Dia past
“Ada cara lain bukan untuk menyenangkan suami saat lubang bawahmu tidak bisa digunakan?”Astaga. Telingaku sampai geli mendengar kata-kata pria mesum ini.“Jangan ah, nanti kamu keblalasan! Dosa lho kalau sampai khilaf.” Tolakku.Namun Ed yang tambeng itu mana mungkin begitu saja melepaskanku.Usahanya sangat total ketika harus membuatku melakukan keinginanya.Mempermainkan tubuh atasku sampai gelonjotan dan baru dengan mudah menghipnotisku untuk mengikuti apa maunya.Kali ini sepertinya dia membuatku yang berusaha sementara dirinya hanya mengerang keenakkan. Bisa-bisanya aku mau juga melakukan hal yang sebelumnya menjijikan bagiku. Tapi jujur, melihatnya terpuaskan ada rasa bangga tersendiri dalam diriku....Kami terlelap sejenak setelah kegiatan membara itu. Perlahan mataku terbuka dan melihat wajah tampan yang masih anteng dengan napas halusnya.‘oh, priaku tampan sekali’ batinku sembari menjelajahi setiap lekuk garis-garis tegas wajahnya.Ed yang terusik membuka matanya namun t
“Ada apa, Ed?”Aku menatapnya resah. Adakah sesuatu yang membuatnya semuram itu?“Tidak apa, hanya sesaat tadi aku merasa kau kejam sekali padaku, Mila. Aku bahkan tidak bisa mendengar suara pertama mereka saat terlahir ke dunia, juga melihat tumbuh kembang mereka lima tahun ini,” suara Ed tampak sentimentil.“Oh!” tukasku sedih.Aku pun berubah menjadi muram sepertinya.“Eh, sudahlah, Sayangku. Itu tadi hanya sekelabat rasa sedihku saja karena kehilangan waktu yang berharga itu dalam hidup anak-anakku. Jangan sedih, itu juga karena salahku, kok.”Ed mengelus rambut kepalaku agar aku tidak sedih. Dia pasti tidak mau kami kembali membahas hal yang sudah berlalu. “Iya, Maafkan aku, Ed. Aku juga bersalah dalam hal ini.” Kupeluk Ed dan dia balas memelukku erat.Kuambil ponselku dan kubukakan dokumen foto anak-anak yang masih kusimpan di aplikasi penyimpanan online.Di sana ada video dan gambar-gambar lucu si kembar dari bayi hingga sekarang.Aku suka mengabadikan tingkah lucu dua bocahk
“Sayang kau dari mana?” tanyaku melihatnya datang bersama beberapa perawat.Padahal sudah ada tombol darurat yang bisa dipencet untuk memanggil mereka. Bagaimana pria ini malah keluar untuk memanggil mereka secara manual? Pasti saking paniknya tadi.Dan lagi sekarang dia malah terlihat memarahi perawat itu.“Harusnya kalian memberinya obat anti nyeri. Apa tidak tahu istri saya sampai kesakitan begitu?”“Pemberian injection anti nyeri juga harus sesuai perintah dokter, Tuan. Kami tidak berani memberikannya lagi pada Nyonya karena tadi sudah kami berikan. Nanti ada waktunya lagi,” jelas salah seorang perawat pada Ed. “Tapi istri saya kesakitan, lho!” Ed masih terlihat kukuh.Kutarik lengannya agar dia bersikap lebih santai.Ada apa dengannya? Biasanya dia cuek dan santai-santai saja. Melihatku sedikit meringis saja sudah panik begitu. “Ah maaf, Sus. Tadi hanya sensasi rasa perih di area jahitan. Tapi sekarang sudah tidak, kok. Maaf, ya? Suami saya sedikit berlebihan tadi.”***Dua har
“Sayang?” suara Ed kudengar dan aku membuka mataku menatapnya yang terlihat cemas.“Ed? Kapan selesai operasinya? Aku sudah tidak sabar ingin tahu anak-anakku,” tukasku menggenggam balik tangan yang menggenggamku itu. Ed tersenyum meski pias wajahnya tampak lelah sekali. Dia membelai rambutku dan mencium keningku.“Operasinya sudah selesai sejak tadi, Sayang. Dokter bilang kau hanya tidak tahan dengan efek obat bius yang disuntikkan padamu.”“Ya Allah, Ed. Kasihan anak-anakku tidak bisa inisiasi menyusu dini.” Aku mencoba bangkit tapi Ed menahanku.“Tenanglah, Mila. Kau baru saja dipindah dari ruang pemulihan. Jangan banyak bergerak dulu.”“Tapi bayi-bayiku?”“Kata dokter tidak apa-apa, kok. Yang penting pulihkan dulu keadaanmu.”“Iya, tapi bayi-bayiku mana, Sayang?”Aku tentu ingin melihat mereka.Bagaimana bisa aku terlelap dengan damainya, bahkan tidak bisa mendengar suara jeritan pertama buah hatiku?Padahal, bisa mendengar suara mereka pertama saat terlahir ke dunia ini adala
Aku terbangun dengan sedikit terkejut melihat sudah tidak berada di mobil lagi.Ed sudah menggendongku ke apartemennya.Ini adalah kamar pertama kali dia mengajakku ke tempatnya pasca kami menikah dulu. Saat itu aku terkejut dan sampai menendangnya hingga terjungkal ke lantai.“Kenapa senyum-senyum?” tanyanya sembari memelukku.Aku tidak tahu kalau Ed ternyata sejak tadi berbaring di sampingku dan memperhatikanku. “Aku hanya ingat saat pertama kau membawaku ke sini, Sayang.” Kumiringkan tubuhku untuk bisa menghadapnya.“Oh, benar. Apa yang membuatmu menarik senyum?”“Banyak. Tentang aku yang terkejut karena kau ternyata tinggal di tempat mewah ini sementara yang kutahu kau hanya seorang sopir truk. Juga tentang kau yang selalu curi-curi cium padaku.”Ed tertawa mendengar secuil ingatanku tentang saat-saat pertama kebersamaan kami sebagai suami istri. Tangannya sudah membelai pipiku dan menatapku dengan penuh binar cinta. Dia juga pasti berendezvous dengan masa-masa itu.“Saat itu pe
“Tante?!” ujarku antara ragu dan terkejut.Wanita itu melototiku tanpa berkedip. Membuat Ed langsung merangkulku cemas kalau-kalau wanita itu malah akan menyakitiku.Seperti biasa, saat merasa ada sesuatu yang membahayakan kami seperti ini, dua orang datang untuk mengambil tindakan. “Mila... Kamila?!” wanita itu langsung bersimpuh dan menangis di kakiku.Ketika dua pria misterius itu hendak menyingkirkannya, aku menahannya.Ed memberi isyarat agar pria itu membiarkan dulu sembari mengawasinya.“Mila, maafkan aku, Mila. Maafkan tantemu yang jahat ini!” isak wanita itu yang kini aku seratus persen yakin kalau itu adalah Tante Desi.Kulepaskan rangkulan Ed agar aku bisa membantu tanteku itu bangkit dari posisi bersimpuhnya di kakiku. Sungguh aku tidak nyaman sekali dengan hal itu. Ed melepasku namun tetap waspada. Cemas saja kalau wanita itu tiba-tiba akan menyakitiku.Ed tahu bagaimana sepak terjang Tante Desi. Dia jugalah yang bertanggung jawab membuat kami terpisah dalam kesalahp
“Ed, beri aku alasan termanismu kenapa kau jatuh cinta padaku? Jangan bilang karena ukuran bra itu. Aku nanti malah merasa kau jatuh cinta padaku hanya karena otakmu sudah mesum, lho!” rengekku padanya.Ed langsung membelai wajahku dan menatapku serius, “Ya enggaklah, Sayangku. Becanda itu!”“Lalu?”“Saat pertama melihatmu, aku tidak mengerti kenapa begitu tertarik denganmu. Kau cantik, tapi ada banyak wanita cantik juga kan? Jadi aku pikir chemistrimu kuat sekali menarik pehatianku.”“Apalagi ketika tahu kau buru-buru menyesali dan dengan sopan meminta maaf padaku setelah menamparku, aku jadi semakin terkesan padamu.”Senyumku sudah terkembang saja mendengar cerita suamiku. Dan memintanya lanjut menceritakan lagi bagaimana kemudian jadi sering ada di kampusku?“Kau menjatuhkan kartu mahasiswamu dan dari sana aku tahu kau kuliah di universitas kota ini.”“Oh, yah? Aku ingat itu. Aku sampai pusing mencari KTM ku karena membutuhkannya untuk ujian semester.”“Benarkah? Apa karena itu t
“Kebetulan suami saya ada urusan di kota ini, Bu. Jadi saya ikut sekalian,” tukasku membalas sapaannya saat wanita itu kebetulan keluar ketika aku menyiram bunga di halaman.“Makanya kemarin ada orang bersih-bersih, saya kira rumahnya jadi di jual. Ternyata Mbaknya yang datang.”“Oh, memangnya rumahnya sempat mau dijual?” tanyaku mengomentari perkataan wanita itu.“Banyak yang mau beli rumahnya, Mbak. Tapi kenapa tidak dijual? Dikontrak juga enggak boleh.”“Ahaha, mungkin suami saya mikirnya masih akan datang ke sini, jadi biar ada rumah buat sekedar mampir.”Kedatangan sebuah mobil membuat percakapan kami berakhir. Seorang pria berkulit gelap keluar dan mengulas senyumnya. Aku langsung ingat nama pria itu karena, dari sekian teman Ed nama pria itu yang paling menggemaskan. Apalagi pernah kami sampai bertengkar dan salah paham hanya karena ada panggilan dari pria itu.“Mas Manis, ya?” sapaku padanya.“Benar, suamimu bilang ingin menyewa mobilku, jadi aku antarkan ini pagi-pagi agar
Aku terkejut melihat Niko yang ada di tempat yang sama dengan kami. Dia tidak sendiri tapi bersama seorang wanita dan itu bukan Ceryl. Mereka duduk tidak jauh dari tempat duduk kami.Mau apa dia di sini? “Sopir truk? Kau yakin dia seorang sopir truk?” tanya wanita itu.Siapa juga yang percaya kalau suamiku yang tampan dan rapi dipanggil sopir truk oleh pria yang tidak tahu malu ini.Tidak tahu malu karena barusan sudah merencanakan hal buruk dengan mengirim perempuan ke suit pribadi kami dan berniat mengacaukan Ed.Untung aku yang lebih dulu sampai jadi mereka tidak punya kesempatan memanipulatif keadaan.Jangan-jangan dia di sini juga karena ingin memastikan rencananya berhasil.Sudah tahu atau belum kalau rencananya tidak berjalan dengan baik?Entahlah, dibawa ke mana dan diapakan dua wanita tadi oleh asisten suamiku.“Hallah, jaman sekarang apa yang tidak mungkin. Pemulung memakai baju mahal sudah banyak. Justru orang kaya yang sebenarnya malah berpenampilan apa adanya.” Niko me
“Sam yang akan mengurusnya,” tukasnya setelah menelpon Sam beberapa saat yang lalu.“Aku tidak mengerti?” aku masih belum puas dengan jawaban Ed. Dia tidak menjelaskan banyak hal padaku.“Temanmu itu pasti kesal karena investornya banyak yang berpindah ke perusahaan kita. Jadi, mungkin dia marah dan ingin berbuat ulah denganku. Apalagi saat ini bisnisnya mulai tersudut dengan banyaknya korban investasi yang melapor penipuan investasi bodong itu,” jelas Ed.Dan aku memang baru mendengar hal itu setelah beberapa bulan ini sama sekali tidak memikirkan tentang kejadian itu. Pasti Ed sengaja meminta Sam membuat kacau bisnis Niko karena sudah mencoba melecehkanku. Tentang investor yang banyak berpindah ke perusahaan Lavidia aku pikir hanya trik saja dan bukannya sedang membutuhkannya.Kasihan sekali kalau benar itu terjadi. Dia baru saja bisa unjuk gigi dengan julukan crazy richnya. Istrinya yang matre itu pasti sekarang sangat kecewa padanya. Sayangnya aku sudah tidak lagi ada di group
“Siapa kalian?” tanyaku pada dua wanita itu sembari berkacak pinggang. Napasku sudah naik turun dan untuk sesaat aku hampir ingin berteriak-teriak menyerang mereka. “Saya hanya disewa untuk melayani pemilik hotel ini, Anda siapa?” ujar wanita itu yang dengan berani malah bertanya balik padaku.Pria yang katanya asisten baru itu tidak berani menyela dan memilih keluar.Biarlah. Biar dia memanggil bosnya agar cepat datang ke tempat ini dan melihat bahwa aku ada di tempat di mana dia sedang menyewa dua wanita ini untuk menghiburnya.Keterlaluan dia!Apa sangat tidak tahannya hingga menyewa dua wanita ini untuk memenuhi napsunya?!“Pekerjaan kami hanya melayani pria yang sudah membayar kami. Kalaupun Anda adalah kekasih atau istrinya, tolong hargailah pekerjaan kami,” ujar wanita satunya yang malah membuat isi kepalaku bertambah semrawut.Eh. Apa dia kata?Sadar atau tidak dia ngomong seperti itu?“Mana ada seorang istri yang harus menghargai pekerjaan orang yang ingin melayani suamin