"Tuan mengenal ayahku?" Gala menoleh pada Wisnu yang berdiri di sampingnya. Memasang wajah terkejut."I-iya aku mengenalnya!" jawab Wisnu tanpa menoleh sedikitpun pada Gala. Netranya mengawasi lelaki yang turun dari dalam mobil."Gala!" sapa Danil melemparkan senyuman hangat pada Gala. Berjalan menghampiri Gala dan Wisnu yang berdiri di depan pintu pagar rumah."Danil jadi Gala adalah ...!" Wisnu seperti tidak percaya. Jika bocah lelaki yang sudah menolong istrinya tidak lain adalah anak Danil."Iya, Gala ada adalah anakku!" Danil merangkul bahu Gala ke dalam pelukannya setelah tiba di beranda rumah.Wisnu tercengang. Jari telunjuknya mengacung ke arah Danil dan Gala yang berdiri saling mensejajari. "Ya Tuhan, semua seperti kebetulan!" Senyuman Danil terukir. Satu tangannya menepuk bahu Danil."Iya, takdir memang membuat kita selalu takjub," balas Danil tersenyum hangat."Kenapa dengan Asma, aku denger ada sesuatu yang terjadi?" tanya Danil.Gurat pada wajah Wisnu mendadak berubah pi
"Aku, aku tidak bisa mengantarkan Nona," balas Gala dengan tatapan wajah terpaksa. Ia takut jika yang ia lakukan salah.Kekecewaan terlukis jelas pada wajah Natasya seketika. "Ayolah aku mohon!" lirihnya dengan suara lemah. "Kamu harus menolongku!" mohon Natasya terisak. Butiran air mata mengalir deras. Ia menyadari jika dirinya telah berbadan dua, dengan gejala-gejala yang dialaminya. Meksipun dirinya belum melakukan tes kehamilan."Nona sedang sakit, jadi lebih baik Nona di sini saja," ucap Gala. "Tubuh Nona juga demam," imbuhnya.Sentuhan tangan Natasya yang terasa begitu hangat menempel pada tangan Gala. Membuat Gala menduga jika Natasya juga mengalami demam. Meksipun ia belum memastikannya. Tetapi wajahnya yang tidak baik-baik saja, begitu mudah untuk Gala menerkanya."Nona tunggu di sini, aku akan menghubungi ayah!" tutur Gala hendak bangkit dari bangku sofa. Wajahnya panik. Tetapi sayangnya Natasya menarik tangan Gala hingga kembali duduk. "Jangan, jangan lakukan itu!" cegah N
Waktu seperti melambat. Suara-suara ramai yang memenuhi lorong menuju ruang ICU sama sekali tidak dapat Danil dengar. Indra pendengarannya dipenuhi oleh kekhawatirannya pada keadaan Natasya. Terkaan itu semakin membuatnya takut, tubuhnya semakin bergetar hebat.Suara derit pintu yang terbuka menyadarkan Danil dari lamunan. Bergegas lelaki itu bangkit dari bangku tunggu yang berada di luar ruang ICU, menghampiri seorang lelaki yang muncul dari balik pintu ruangan yang terbuka. Setelah lampu merah yang berada di atas pintu mati."Bagaimana dengan keadaan Pasien, Dok?" tanya Danil memburui. Wajahnya menegang, cemas. "Kalau boleh tahu ada hubungan apa anda dengan pasien?" jawab lelaki berseragam putih itu dengan ramah."Saya, saya ... Ehm, saya adalah suaminya," jawab Danil terbata. Wajahnya nampak berpikir keras. Takut jika salah berucap. Ia terpaksa mengaku sebagai suami Natasya.Tiba-tiba lelaki yang berada di depan Danil mengulurkan tangannya. Danil memasang wajah terkejut."Apa ini,
Bubur ayam sudah tersaji di atas nampan yang berada di atas meja makan. Aroma khas makanan dengan tekstur lembut itu menyeruak ke udara bersama dengan kepulan asap putih yang menguar bersatu bersama udara.Bibik masih sibuk menyiapkan segelas susu hangat untuk Asma. Sejak kemarin, wanita itu muntah-muntah dan menolak untuk makanan. Katanya, nafsu makannya mendadak bilang. Tapi menurut Bibik jika ia juga membuat segelas susu hangat, setidaknya jika Asma menolak memakan' bubur ayam buatannya, dia masih bisa meminum susu hangat.Lelaki dengan kemeja berwarna putih berjalan ke arah dapur. Netranya menatap ke arah meja makan. Sementara jemarinya menautkan kancing pada pergelangan tangan kemeja yang ia kenakan. "Sudah siap, Bik?" tanya Wisnu mendekati meja makan. Menatap pada bubur ayam yang mengepulkan asap putih dan aroma lezat ke udara."Sudah Tuan!" balas Bibik sekilas menatap ke arah Wisnu, seraya meletakkan segelas susu hangat di atas nampan. Tepat di samping mangkuk bubur ayam yang
Di dalam ruangan berdinding serba putih. Dengan aroma obat-obatan yang menusuk pangkal hidung. Wisnu menunggu dengan perasaan gusar. Sejak beberapa menit yang lalu, Dokter Riana yang tidak lain adalah sahabatnya sendiri semasa sekolah membawa Asma masuk ke ruangan lain. Ruangan yang di pisahkan oleh tirai berwarna hijau yang masih berada di dalam satu ruangan. Sementara Wisnu menunggu pada bangku meja kerja Dokter Riana.Sayup-sayup Wisnu mendengar apa yang Dokter cantik yang memiliki dua anak itu tertawa kecil. Entah apa yang sedang Dokter Riana lakukan di dalam ruangan bertirai hijau dengan Asma. Hingga Wisnu tidak boleh melihatnya.Cepat Wisnu mengalihkan tatapannya, saat Dokter Riana menarik tirai yang menjadi penyekat antara ruang pemeriksaan dan ruang konsultasi."Silahkan ibu Asma!" tutur Dokter Riana terdengar begitu ramah. Sekilas ia menatap pada seseorang yang berada di dalam ruang pemeriksaan.Tinggal tirai penyekat yang hanya sebatas mata kaki. Membuat Wisnu dapat melihat
Cepat, Wisnu menarik pergelangan tangan Natasya menjauh dari pintu rumah. Segera ia menutup daun pintu rumah kembali. Sebelum Asma melihat kehadiran gadis itu di rumahnya. Memorinya kembali teringat saat Asma marah kepadanya di kantin kantor hanya karena keberadaan Natasya."Apa yang kamu lakukan di sini, Nat?" decih Wisnu menjatuhkan tatapan kesal. Sesekali matanya melirik ke arah pintu rumah. Takut jika tiba-tiba Asma muncul dari sana.Butiran bening berjatuhan membahasi pipi Natasya. Bahunya bergerak naik turun. Wisnu yang berdiri di hadapannya semakin dibuat bingung dengan sikap Natasya.Satu tangan Wisnu menyugar rambutnya hingga berantakan. Kepalanya serasa berdeyut seketika. Firasat buruk diam-diam menyelinap."Cepat katakan Natasya, jangan buat aku bingung seperti ini!" desak Wisnu kesal. Ia ingin buru-buru kembali ke kamar Asma dan segera menyelesaikan urusannya dengan istrinya.Natasya mengangkat wajahnya, menatap pada Wisnu. Hidungnya merah, suara isakannya terdengar sumban
Degupan jantung Wisnu masih berdebar tidak beraturan. Tubuhnya lemas, bersandar pada pintu kamar Asma yang tertutup. Perlahan butiran bening jatuh membasahi pipinya. Cepat Wisnu menghapus air mata dari pipinya. Meskipun dia tidak bisa menghapus luka di dalam dadanya.Sekali lagi Wisnu terus berusaha untuk menguatkan diri. Ia telah bersumpah tidak akan pernah melepaskan Asma. Sekalipun wanita yang berada di dalam kamar itu bersikukuh untuk berpisah."Oke, jika Abang tidak mau melepaskan aku sekarang karena kehamilanku ini. Setelah anak ini lahir, aku ingin kita berpisah. Jadi tidak ada alasan lagi untuk Abang menahan aku!" pekik Asma dengan mata merah dan wajah meradang.Tatapan Asma begitu serius. Saat mengucapkan kalimat-kalimat yang mengiris hati Wisnu. Seketika itu juga porak poranda semua harapan di hati Wisnu."Tidak, As, aku tidak akan pernah melepaskan kamu. Sekalipun aku harus mati!" lirih Wisnu pada dirinya sendiri. Saat ucapan Asma terputar kembali di dalam kepalanya.Hari t
Tubuh Natasya jatuh dalam pelukan Wisnu. Dengan kasar, Wisnu menepis tangan Natasya yang hendak menusuk tepat pada perutnya sendiri hingga benda tajam yang akan ia gunakan menusuk perutnya itu jatuh di lantai.Natasya terisak dalam pelukan Wisnu. Hampir saja adegan bunuh diri yang ia lakukan, benar-benar akan merenggut nyawanya. Jika saja Wisnu memilih untuk mengabaikan tidakkan itu."Aku tidak berbohong Mas! Demi Tuhan, kita sudah melakukannya!" tangis Natasya pecah. Degupan jantungnya bertalu-talu, semakin cepat. Begitu juga dengan jantung Wisnu yang seketika seperti berhenti berdetak. Ini adalah kali ke dua ia mencegah percobaan bunuh diri yang akan Natasya lakukan.Wisnu tidak menjawab. Ingin sekali ia lari dari kenyataan ini. Tapi ia tidak bisa membiarkan Natasya mati bunuh diri. Jika saja janin yang berada di rahim Natasya adalah anaknya, ia akan merasa sangat berdosa sekali. Meskipun ia sama sekali tidak pernah mencintai gadis itu.Bibir Wisnu gemetar. Wajahnya mendadak pucat.
Tidak ada yang bisa menyembuhkan kerinduan kecuali pertemuan. Segalanya nelangsa sirna, saat raga mampu mendekap tubuh yang terkasih secara sempurna. Jarak yang membelah, kini hanya menjadi sepenggal cerita manis. Melebur menjadi sebuah kisah bahagia."Ibu!" Gala terisak di dalam pelukan Nada. Tangis dua manusia yang tidak memiliki hubungan darah itu pecah. Menumpahkan segala dahaga yang selama ini tertahan."Maafkan ibu, Gala!" lirih Nada di sela-sela tangisannya. "Jangan tinggalkan ibu!" pinta Nada, memohon.Gala mengusap lembut pipi Nada yang basah oleh air mata. Menjatuhkan tatapan teduh pada wanita yang lebih tinggi darinya itu."Tidak Bu, aku tidak akan meninggalkan ibu!" ucap Gala, suaranya terdengar sumbang. Karena terlalu banyak menangis.Wisnu yang mematung di halaman rumah hanya terdiam seraya menarik sebelah sudut bibirnya tersenyum kecil. Ia tidak menyangka jika darah dagingnya bisa sesayang itu pada Nada. Wanita yang telah ia benci selama ini._____Satu bulan telah berl
Nada memutar tubuhnya sembilan puluh derajat. Melihat ke arah wanita dengan setelan seragam kerja yang sedang menatap ke arahnya."Saya sedang mencari pemilik apartemen ini?" Nada mengarahkan jari telunjuknya pada pintu apartemen yang ada di depannya."Saya pemilik apartemen ini!" jawab Hanum dengan tatapan sedikit bingung. Tetapi entah mengapa ia merasa pernah melihat sosok Nada sebelumnya. Tetapi lupa di mana ia pernah melihatnya.Kepulan asap putih dari gelas yang berada di depan Nada menyeruak ke udara. Aroma terapi Jasmine sedikit menghilangkan perasaan khawatir yang sejak tadi melanda hati Nada."Saya Nada, saya mencari keberadaan Gala?" seloroh Nada setelah meletakkan gelas teh yang baru saja ia sesap.Wajah Hanum berubah sesaat. Tatapan yang sulit sekali untuk Nada artikan."Apakah anda orang itu?" celetuk Hanum menebak. Puzzle kisah cinta segitiga Wisnu, Asma dan wanita yang duduk di sudut bangku ruangannya telah sempurna. Sekarang ia bisa membingkainya dengan baik.Dari pert
Cuaca panas tidak hanya terjadi di kota Medan. Hampir di seluruh kota yang berada di Indonesia. Hal seperti ini akan terjadi selama kurang lebih enam bulan ke depan. Hingga musim kemarau berakhir dan berganti dengan musim penghujan.Pengacara Arif membawa Nada menuju sebuah restauran cepat saji yang berada di pusat kota. Sebuah restoran yang menjual makan khas Padang."Nyonya mau makan apa?" ucap pengacara Arif mengalihkan tatapannya dari buku menu pada Nada. "Terserah Pak Arif saja," balas Nada tanpa menunjukkan ekspresi apapun. Wanita itu melipat kedua tangannya di atas meja. Netranya terus mengawasi Sekertaris Arif yang semakin lama menjadi salah tingkah oleh tatapan Nada.Setelah memesan makanan lelaki itu mulia dengan tujuannya untuk mendatangi Nada ke pulau seberang.Wajah pengacara yang tidak lagi muda itu berubah lesu, penuh dengan penyesalan. Sesekali ekor matanya melirik pada Nada yang sejenak tadi mengawasinya dengan tatapan tidak suka."Saya minta maaf, Nyonya Nada. Karen
Tubuh Gala terhuyun jatuh di lantai. Wisnu tidak sempat menghalangi peluru yang hendak menembus dada Gala. Timah panas itu melesat cepat dan berhenti tepat di jantung Gala."Gala, bangun Gala!" Wisnu menarik tubuhnya Gala di atas pangkuannya. Dar*h dengan cepat menyebar pada bagian dada Gala yang tertembus timah panas. Kemeja putih yang Gala kenakan, berubah warna menjadi merah dar*h"Polisi, tolong!" teriak Wisnu panik.Wajah Danil mendadak berubah cemas. Para polisi yang sejak tadi memang mengintai cepat mengeluarkan diri dari persembunyiannya. "Sialan!" decak Danil meradang. Beberapa lelaki berseragam kepolisian muncul satu persatu masuk ke dalam ruangannya."Gala, bangun Gala!" Wisnu mengucang tubuh' Gala. Nafasnya yang mulia melemah membuat Wisnu semakin takut.Kedipan mata Gala melemah. Sakit yang mendadak menyiksanya, perlahan menjalar ke seluruh tubuhnya."Ibu ....!" lirih Gala sebelum akhirnya ia memejamkan kedua matanya dan tidak sadarkan diri."Gala, bangun!" teriak Wisnu
Memilih tidak menceritakan apapun pada Wisnu adalah pilihan Gala. Sekalipun lelaki itu terus mendesaknya dan hampir seperti memaksa. Tetapi Gala tetap menyimpan permasalahan yang terjadi antara dirinya dan Danil sendirian.Berita kematian Gala semakin menyebar luas. Setelah sebulan berlalu di temukannya mobil yang Gala kendarai meringsek ke dalam jurang. Meskipun jenazah Gala tidak di temukan, tetapi media membuat berita sedemikian rupa. Jurang yang dalam menjadi dugaan tempat jasad Gala berada. Apalagi di bawah jurang itu ada aliran sungai yang cukup deras. Membuat pihak sars menyudahi pencarian setelah semua usaha tidak mendapatkan hasil.Selama pemulihan Gala memilih bersembunyi di rumah Wisnu. Hanya lelaki itulah yang menjadi andalan Gala saat ini. Menghilang dari Danil agar lelaki itu senang karena mengetahui jika Gala telah tiada."Sudah tidak terlalu sakit, Hanum!" suara yang terdengar seperti rengekan itu menghentikan langkah kaki Wisnu yang hendak menuju pintu utama rumah.Ke
Aroma anyir menusuk pangkal hidung Wisnu. Perlahan setelah kesadarannya kembali. Tetapi entah mengapa kepalanya terasa sangat sakit sekali. Tanpa sadar, tangan kanan Wisnu memegangi sudut pelipisnya. Dan ia bisa merasakan ada sesuatu yang keluar dari pelipis lelaki itu dan sangat perih sekali.Wisnu membiarkan tubuhnya terbaring di atas rerumputan beberapa saat. Rekaman kejadian yang terjadi beberapa saat yang lalu berputar kembali di dalam kepalanya. Bergegas ia bangkit saat teringat dengan Gala dan mobil yang terperosok hampir masuk ke dalam jurang."Gala, di mana dia?" Wisnu bangkit dengan wajah panik duduk di atas rerumputan. Tatapannya menyapu ke sekeliling tebing. Tetapi ia tidak melihat keberadaan Gala. Hanya sebuah mobil yang terangkut pada pohon yang ada di bibir jurang.Perasaan khawatir seketika menguasai Wisnu. Seingatnya sebelum mobil yang kini tersangkut pada pohon yang berada di tepi jurang itu meringsek, Wisnu telah mendorong tubuh Gala ke arah pintu. Tetapi dia tidak
Setelah Danil menolak ajakan sarapan paginya, Gala terpaksa menikmati serapan itu sendirian. Sebenarnya ia tahu, pasti Danil saat itu sangat marah karena niatannya untuk menyingkirkan Gala tidak berhasil. Sementara nasib Bibik, Gala belum tahu pasti. Yang jelas wanita itu pasti kena hukuman berat. Begitu dugaan Gala.Ekor mata Gala melirik pada jam dinding yang masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Masih ada waktu yang cukup lama untuk ia berangkat ke kantor.Rasa penasaran masih menganggu pikiran Gala. Tegang surat wasiat yang Nada katakan kepadanya. Jika sebenarnya dirinyalah pewaris utama seluruh harta Tuan Seno. Tetapi sampai detik ini, Gala tidak menemukan di mana lelaki bertubuh jangkung itu menyembunyikan surat wasiat itu.Cukup pelan Gala menyeret langkah kakinya menaiki anak tangga menuju kamar Danil. Dugaan Gala kali ini, Danil menyembunyikan surat wasiat itu di dalam kamarnya. Hanya ada dua tempat di rumah itu yang memungkinkan Danil menyimpan sesuatu. Yaitu ruang ke
Bergegas Gala turun dari bangku. Memperhatikan dengan seksama kucing berwarna orange yang mendadak kejang dengan mulut berbusa. Melihat dari tanda-tandanya kucing itu sepertinya mengalami keracunan."Tidak salah lagi!" guman Gala yakin dengan apa yang ada di dalam pikirannya. Jika ada seseorang yang menginginkannya mati.Gala bangkit berdiri. Tatapannya tajam melihat ke arah makanan yang tersaji di atas meja makan. Beruntungnya belum ada satupun makanan yang masuk ke dalam mulut Gala. "Aku harus lebih berhati-hati lagi!" monolog Gala dengan tatapan serius.____Danil menatap terkejut saat baru kembali ke rumah. Pemuda tampan itulah yang membukakan pintu rumah untuknya. Keringat dingin seketika membahasi sekujur tubuh Danil.Sepersekian detik Danil mematung di depan pintu rumah. Menatap pada Gala yang tengah melemparkan senyuman kepadanya dengan wajah yang sedikit malas khas seorang yang baru bangun dari tidur."Ayah, kenapa pulang larut malam sekali?" seloroh Gala terdengar malas. Ke
"Gala kamu kenapa?" seloroh Wisnu.Gala terseret kembali dari lamunannya. Sekarang ia sudah menemukan siapa wanita yang sudah melahirkannya ke dunia. Jawaban yang sudah sangat jelas sekali.Tidak terasa sudut mata Gala pun telah basah. Cepat ia mengusap genangan itu agar tidak berjejak. Ia tidak ingin Wisnu melihat hal itu.Bagaimana tidak sakit, menemukan wanita yang telah melahirkannya tetapi dalam perpisahan yang menyakitkan. Hanya sebait kenangan yang bisa Gala ingat. Jika Asma juga tidak kalah sayangnya kepadanya. Hingga hampir gila saat Nada mengambil Gala dari kehidupannya."Aku banyak sekali bersalah pada Asma." Helaan nafas Wisnu terdengar jelas. Suaranya yang menggelar terdengar penuh kesedihan.Kerongkongan Gala terasa kering. Hanya sedikit ia menelan salivanya. Selebihnya, tatapan matanya tidak beralih sedikitpun dari Wisnu."Memangnya kesalahan apa yang sudah Om Wisnu lakukan?" ucap Gala."Banyak Gala. Kesalahanku sudah tidak termaafkan oleh Asma." Tatapan mata Wisnu meli