Cepat, Wisnu menarik pergelangan tangan Natasya menjauh dari pintu rumah. Segera ia menutup daun pintu rumah kembali. Sebelum Asma melihat kehadiran gadis itu di rumahnya. Memorinya kembali teringat saat Asma marah kepadanya di kantin kantor hanya karena keberadaan Natasya."Apa yang kamu lakukan di sini, Nat?" decih Wisnu menjatuhkan tatapan kesal. Sesekali matanya melirik ke arah pintu rumah. Takut jika tiba-tiba Asma muncul dari sana.Butiran bening berjatuhan membahasi pipi Natasya. Bahunya bergerak naik turun. Wisnu yang berdiri di hadapannya semakin dibuat bingung dengan sikap Natasya.Satu tangan Wisnu menyugar rambutnya hingga berantakan. Kepalanya serasa berdeyut seketika. Firasat buruk diam-diam menyelinap."Cepat katakan Natasya, jangan buat aku bingung seperti ini!" desak Wisnu kesal. Ia ingin buru-buru kembali ke kamar Asma dan segera menyelesaikan urusannya dengan istrinya.Natasya mengangkat wajahnya, menatap pada Wisnu. Hidungnya merah, suara isakannya terdengar sumban
Degupan jantung Wisnu masih berdebar tidak beraturan. Tubuhnya lemas, bersandar pada pintu kamar Asma yang tertutup. Perlahan butiran bening jatuh membasahi pipinya. Cepat Wisnu menghapus air mata dari pipinya. Meskipun dia tidak bisa menghapus luka di dalam dadanya.Sekali lagi Wisnu terus berusaha untuk menguatkan diri. Ia telah bersumpah tidak akan pernah melepaskan Asma. Sekalipun wanita yang berada di dalam kamar itu bersikukuh untuk berpisah."Oke, jika Abang tidak mau melepaskan aku sekarang karena kehamilanku ini. Setelah anak ini lahir, aku ingin kita berpisah. Jadi tidak ada alasan lagi untuk Abang menahan aku!" pekik Asma dengan mata merah dan wajah meradang.Tatapan Asma begitu serius. Saat mengucapkan kalimat-kalimat yang mengiris hati Wisnu. Seketika itu juga porak poranda semua harapan di hati Wisnu."Tidak, As, aku tidak akan pernah melepaskan kamu. Sekalipun aku harus mati!" lirih Wisnu pada dirinya sendiri. Saat ucapan Asma terputar kembali di dalam kepalanya.Hari t
Tubuh Natasya jatuh dalam pelukan Wisnu. Dengan kasar, Wisnu menepis tangan Natasya yang hendak menusuk tepat pada perutnya sendiri hingga benda tajam yang akan ia gunakan menusuk perutnya itu jatuh di lantai.Natasya terisak dalam pelukan Wisnu. Hampir saja adegan bunuh diri yang ia lakukan, benar-benar akan merenggut nyawanya. Jika saja Wisnu memilih untuk mengabaikan tidakkan itu."Aku tidak berbohong Mas! Demi Tuhan, kita sudah melakukannya!" tangis Natasya pecah. Degupan jantungnya bertalu-talu, semakin cepat. Begitu juga dengan jantung Wisnu yang seketika seperti berhenti berdetak. Ini adalah kali ke dua ia mencegah percobaan bunuh diri yang akan Natasya lakukan.Wisnu tidak menjawab. Ingin sekali ia lari dari kenyataan ini. Tapi ia tidak bisa membiarkan Natasya mati bunuh diri. Jika saja janin yang berada di rahim Natasya adalah anaknya, ia akan merasa sangat berdosa sekali. Meskipun ia sama sekali tidak pernah mencintai gadis itu.Bibir Wisnu gemetar. Wajahnya mendadak pucat.
Langkah Wisnu panjang-panjang menuju kamar yang berada di lantai bawah. Tanpa permisi, Wisnu membuka pintu kamar. Seorang wanita berbalut selimut terbaring di atas ranjang. Matanya terpejam, sepertinya sedang tidur dengan cool fever yang menempel pada keningnya.Seperti memegang bara api saat Wisnu menempelkan telapak tangannya pada kening Asma. Seketika itu juga kedua mata Asma terbuka Karena merasa ada yang menyentuhnya."Abang!" lirihnya dengan suara lemah. Matanya berkedip sesaat lalu terpejam kembali."Ada apa Abang ke sini?" lirih Asma dengan mata terpejam. Setiap kali membuka mata kepalanya terasa berputar-putar."Kamu harus segera dibawa ke rumah sakit, As!" ucap Wisnu memburu. Ia hendak meraih tubuh Asma ke dalam gendongannya."Tidak Bang, aku tidak mau!" Asma menyingkirkan tangan Wisnu yang menempel pada tubuhnya dengan cepat.Wisnu berdecak, menatap iba pada Asma. Wajahnya memerah, pasti karena panas tubuhnya yang tinggi."As, kamu harus ke rumah sakit sayang. Badan kamu pa
Beberapa botol anggur yang telah kosong berjajar rapi di atas meja. Di bawah lampu kelap kelip, dentuman musik di putar sangat keras. Mereka yang telah mabuk, mengangguk-anggukkan kepalanya tanpa sadarkan diri. Benaknya terbang ke awang-awang. Mengembara jauh. Semua beban yang membuat frustasi hilang seketika."Ayolah Tuan, kita minum lagi!" Aldo menuangkan anggur merah dari botol baru ke dalam gelas Danil. Lelaki itu sama sekali sudah tidak mampu mengangkat kepalanya. Ia sudah menghabiskan beberapa botol minuman memabukkan itu.Danil mengangkat satu tangannya ke udara. Tanda jika ia sudah menyerah.Tawa Aldo terdengar nyaring. Saling bersahutan dengan suara musik yang diputar oleh seorang DJ cantik yang berada di atas panggung. Senyuman sinis tersungging dari bibir Aldo. Ia menarik tubuh Danil yang sudah tidak berdaya dari bangku yang berada di depan bar stoll."Tuan, anda yakin tidak ingin minum lagi?" ucap Aldo menatap wajah Wisnu yang tidak berdaya bersandar pada bahunya. Lelaki
"Hamzah!"Asma menoleh ke arah suara pintu ruangan yang terbuka. Wajahnya sedikit terkejut. Karena bukan lelaki yang ia tunggu yang muncul dari sana.Hamzah membungkukkan tubuhnya sesaat di depan Asma sebagai penghormatan. Lalu berjalan menuju ke arah ranjang pasien. Tempat barang-barang Asma berada.Tatapan Asma mengikuti gerakan tubuh Hamzah yang hendak meraih tas miliknya."Hamzah, kenapa kamu yang?" Asma menghentikan kalimatnya. Dengan wajah bingung. Ia mengacungkan jari telunjuk ya ke arah Hamzah.Lelaki bertubuh kekar itu menoleh pada Asma. Gerakan tangannya yang hendak mengangkat tas Asma terhenti."Iya Nyonya, Tuan tidak bisa datang untuk menjemput Nyonya. Jadi saya yang datang ke sini untuk menjemput Nyonya Asma," balas Hamzah diikuti senyuman kecil pada bibirnya.Wanita dengan balutan kerudung berwarna tosca itu mengangguk lembut. Tanda mengerti. Wajahnya sedikit kecewa. Padahal kemarin Wisnu sendiri yang memaksa ingin menjemputnya."Baiklah!" ucap Asma menyeret langkah kaki
Cahaya matahari menelusup masuk melalui jendela kamar yang terbuka. Bunga-bunga yang berada di taman kecil di belakang rumah memulai bermekaran. Berwarna warni sangat indah. Aroma khas bunga melati bahkan menyeruak hingga ke kamar Asma.Suara ketukan pintu mengalihkan tatapan Asma dari pantulan diri pada kaca cermin yang ada di hadapannya."Nyonya, sarapannya sudah siap!" ucap suara asisten rumah tangga Wisnu yang berada di luar pintu kamar."Iya Bik!" jawab Asma. "Sebentar lagi saya akan ke sana!"Tangan Asma terulur meraih kerudung berwarna nude yang telah Ia siapkan di atas meja. Wanita itu sangat menyukai kerudung dengan model pashmina dan warna-warna yang lembut yang mencerminkan kelembutan hatinya.Setelah merasa nyaman dengan kerudung yang ia kenakan. Asma berjalan menuju ke arah pintu keluar. Sesaat benaknya teringat dengan lelaki yang sama sekali tidak ia lihat dari kemarin."Apakah Abang sudah pulang?" guman Asma menghentikan langkah kakinya di balik pintu kamar. Tangannya m
"Wanita itu?" tegas seseorang yang berdiri di depan Danil. Dia adalah salah satu karyawan yang bekerja di kantor Wisnu. Selain sebagai karyawan di perusahaan milik Wisnu. Lelaki itu juga adalah mata-mata Danil yang bertugas untuk mengawasi keadaan perusahaan Wisnu Hutama dan semua yang ingin Danil ketahui dari perusahaan milik Wisnu.Lelaki itu mengeryitkan dahi. Memasang wajah berpikir. Ini adalah kali ke dua saat tiba-tiba Danil menanyakan sosok seorang wanita yang sering datang ke kantor Wisnu. Sebulan yang lalu Danil sempat menanyakan tentang Natasya pada lelaki itu dan dia mengatakan jika Natasya memang sering datang ke kantor Wisnu. Bahkan karyawan yang bekerja di perusahaan milik Wisnu berpikir jika hubungan Wisnu dan Natasya lebih dari seorang teman. Karena kenyataan itulah Danil murka dan menghukum Natasya menjadi budak nafsu di rumahnya. Apalagi setelah mendengar aduan Bianca, Danil merasa telah dihianati."Sepertinya aku sudah tidak pernah melihat wanita itu ke sini lagi. E