Tubuh Natasya jatuh dalam pelukan Wisnu. Dengan kasar, Wisnu menepis tangan Natasya yang hendak menusuk tepat pada perutnya sendiri hingga benda tajam yang akan ia gunakan menusuk perutnya itu jatuh di lantai.Natasya terisak dalam pelukan Wisnu. Hampir saja adegan bunuh diri yang ia lakukan, benar-benar akan merenggut nyawanya. Jika saja Wisnu memilih untuk mengabaikan tidakkan itu."Aku tidak berbohong Mas! Demi Tuhan, kita sudah melakukannya!" tangis Natasya pecah. Degupan jantungnya bertalu-talu, semakin cepat. Begitu juga dengan jantung Wisnu yang seketika seperti berhenti berdetak. Ini adalah kali ke dua ia mencegah percobaan bunuh diri yang akan Natasya lakukan.Wisnu tidak menjawab. Ingin sekali ia lari dari kenyataan ini. Tapi ia tidak bisa membiarkan Natasya mati bunuh diri. Jika saja janin yang berada di rahim Natasya adalah anaknya, ia akan merasa sangat berdosa sekali. Meskipun ia sama sekali tidak pernah mencintai gadis itu.Bibir Wisnu gemetar. Wajahnya mendadak pucat.
Langkah Wisnu panjang-panjang menuju kamar yang berada di lantai bawah. Tanpa permisi, Wisnu membuka pintu kamar. Seorang wanita berbalut selimut terbaring di atas ranjang. Matanya terpejam, sepertinya sedang tidur dengan cool fever yang menempel pada keningnya.Seperti memegang bara api saat Wisnu menempelkan telapak tangannya pada kening Asma. Seketika itu juga kedua mata Asma terbuka Karena merasa ada yang menyentuhnya."Abang!" lirihnya dengan suara lemah. Matanya berkedip sesaat lalu terpejam kembali."Ada apa Abang ke sini?" lirih Asma dengan mata terpejam. Setiap kali membuka mata kepalanya terasa berputar-putar."Kamu harus segera dibawa ke rumah sakit, As!" ucap Wisnu memburu. Ia hendak meraih tubuh Asma ke dalam gendongannya."Tidak Bang, aku tidak mau!" Asma menyingkirkan tangan Wisnu yang menempel pada tubuhnya dengan cepat.Wisnu berdecak, menatap iba pada Asma. Wajahnya memerah, pasti karena panas tubuhnya yang tinggi."As, kamu harus ke rumah sakit sayang. Badan kamu pa
Beberapa botol anggur yang telah kosong berjajar rapi di atas meja. Di bawah lampu kelap kelip, dentuman musik di putar sangat keras. Mereka yang telah mabuk, mengangguk-anggukkan kepalanya tanpa sadarkan diri. Benaknya terbang ke awang-awang. Mengembara jauh. Semua beban yang membuat frustasi hilang seketika."Ayolah Tuan, kita minum lagi!" Aldo menuangkan anggur merah dari botol baru ke dalam gelas Danil. Lelaki itu sama sekali sudah tidak mampu mengangkat kepalanya. Ia sudah menghabiskan beberapa botol minuman memabukkan itu.Danil mengangkat satu tangannya ke udara. Tanda jika ia sudah menyerah.Tawa Aldo terdengar nyaring. Saling bersahutan dengan suara musik yang diputar oleh seorang DJ cantik yang berada di atas panggung. Senyuman sinis tersungging dari bibir Aldo. Ia menarik tubuh Danil yang sudah tidak berdaya dari bangku yang berada di depan bar stoll."Tuan, anda yakin tidak ingin minum lagi?" ucap Aldo menatap wajah Wisnu yang tidak berdaya bersandar pada bahunya. Lelaki
"Hamzah!"Asma menoleh ke arah suara pintu ruangan yang terbuka. Wajahnya sedikit terkejut. Karena bukan lelaki yang ia tunggu yang muncul dari sana.Hamzah membungkukkan tubuhnya sesaat di depan Asma sebagai penghormatan. Lalu berjalan menuju ke arah ranjang pasien. Tempat barang-barang Asma berada.Tatapan Asma mengikuti gerakan tubuh Hamzah yang hendak meraih tas miliknya."Hamzah, kenapa kamu yang?" Asma menghentikan kalimatnya. Dengan wajah bingung. Ia mengacungkan jari telunjuk ya ke arah Hamzah.Lelaki bertubuh kekar itu menoleh pada Asma. Gerakan tangannya yang hendak mengangkat tas Asma terhenti."Iya Nyonya, Tuan tidak bisa datang untuk menjemput Nyonya. Jadi saya yang datang ke sini untuk menjemput Nyonya Asma," balas Hamzah diikuti senyuman kecil pada bibirnya.Wanita dengan balutan kerudung berwarna tosca itu mengangguk lembut. Tanda mengerti. Wajahnya sedikit kecewa. Padahal kemarin Wisnu sendiri yang memaksa ingin menjemputnya."Baiklah!" ucap Asma menyeret langkah kaki
Cahaya matahari menelusup masuk melalui jendela kamar yang terbuka. Bunga-bunga yang berada di taman kecil di belakang rumah memulai bermekaran. Berwarna warni sangat indah. Aroma khas bunga melati bahkan menyeruak hingga ke kamar Asma.Suara ketukan pintu mengalihkan tatapan Asma dari pantulan diri pada kaca cermin yang ada di hadapannya."Nyonya, sarapannya sudah siap!" ucap suara asisten rumah tangga Wisnu yang berada di luar pintu kamar."Iya Bik!" jawab Asma. "Sebentar lagi saya akan ke sana!"Tangan Asma terulur meraih kerudung berwarna nude yang telah Ia siapkan di atas meja. Wanita itu sangat menyukai kerudung dengan model pashmina dan warna-warna yang lembut yang mencerminkan kelembutan hatinya.Setelah merasa nyaman dengan kerudung yang ia kenakan. Asma berjalan menuju ke arah pintu keluar. Sesaat benaknya teringat dengan lelaki yang sama sekali tidak ia lihat dari kemarin."Apakah Abang sudah pulang?" guman Asma menghentikan langkah kakinya di balik pintu kamar. Tangannya m
"Wanita itu?" tegas seseorang yang berdiri di depan Danil. Dia adalah salah satu karyawan yang bekerja di kantor Wisnu. Selain sebagai karyawan di perusahaan milik Wisnu. Lelaki itu juga adalah mata-mata Danil yang bertugas untuk mengawasi keadaan perusahaan Wisnu Hutama dan semua yang ingin Danil ketahui dari perusahaan milik Wisnu.Lelaki itu mengeryitkan dahi. Memasang wajah berpikir. Ini adalah kali ke dua saat tiba-tiba Danil menanyakan sosok seorang wanita yang sering datang ke kantor Wisnu. Sebulan yang lalu Danil sempat menanyakan tentang Natasya pada lelaki itu dan dia mengatakan jika Natasya memang sering datang ke kantor Wisnu. Bahkan karyawan yang bekerja di perusahaan milik Wisnu berpikir jika hubungan Wisnu dan Natasya lebih dari seorang teman. Karena kenyataan itulah Danil murka dan menghukum Natasya menjadi budak nafsu di rumahnya. Apalagi setelah mendengar aduan Bianca, Danil merasa telah dihianati."Sepertinya aku sudah tidak pernah melihat wanita itu ke sini lagi. E
Alunan musik klasik berputar sejak tadi. Lagu-lagu tahun' sembilan puluhan menemani sepanjang Danil dan Asma masuk ke dalam cafe yang terletak tidak jauh' dari perusahan Wisnu Hutama. Asma menolak saat Danil mengajaknya pergi ke restoran Cina. Katanya dia tidak suka dengan makanan yang berasal dari negeri tirai bambu itu. Ia lebih memilih makanan lokal.Gelas capuccino yang berada di depan Danil telah mengembun. Bongkahan es yang mendinginkan minum itu telah mencair. Membuat butiran embun pada dinding luar gelas. Selama Danil menunggu Asma memulai kalimatnya."Kamu baik-baik aja?" tanya Danil setelah Asma kembali dari toilet. Wajahnya nampak begitu pucat. Satu tangannya memegangi perutnya yang masih rata. Wanita itu terlihat sangat lemas sekali.Asma mengangguk lembut. Meskipun sebenarnya dia sedang tidak baik-baik saja. Rasa mual kerap kali datang, mengaduk-aduk isi perutnya. Tapi rasa penasaran datang lebih besar."Kamu yakin tidak ingin pesan apapun?" Danil menatap lekat, memperhat
Tujuh bulan telah berlalu. Tidak sedikitpun Asma curiga jika Wisnu telah membangi cintanya. Meksipun hingga lima bulan pernikahannya dengan Natasya. Sekalipun Wisnu tidak pernah menyentuh tubuh gadis berbadan dua itu. Seperti apa yang sudah ia tulis dalam surat perjanjian pernikahan. Wisnu baru akan memberikan nafkah yang sesungguhnya pada Natasya, setelah hasil tes DNA bayi itu keluar dan menyatakan jika bayi itu adalah putra Wisnu.Beberapa menu masakan kesukaan Natasya sudah tersaji di atas makan. Asisten rumah tangga yang menemani Natasya sudah menyiapkan semuanya. Wisnu sengaja' menyewa seorang pembantu, bagaimanapun sebagai seorang suami, Wisnu tidak tega melihat gadis muda yang masih duduk di bangku kuliah itu melakukan semua pekerjaan rumahnya sendirian. Apalagi gadis itu kini sedang berbadan dua."Nyonya, sarapannya sudah siap!" Perempuan dengan pakaian kuno itu memanggil Natasya yang masih terpekur di samping jendela kamarnya. Setelah perutnya yang semakin besar, Wisnu menya
Tidak ada yang bisa menyembuhkan kerinduan kecuali pertemuan. Segalanya nelangsa sirna, saat raga mampu mendekap tubuh yang terkasih secara sempurna. Jarak yang membelah, kini hanya menjadi sepenggal cerita manis. Melebur menjadi sebuah kisah bahagia."Ibu!" Gala terisak di dalam pelukan Nada. Tangis dua manusia yang tidak memiliki hubungan darah itu pecah. Menumpahkan segala dahaga yang selama ini tertahan."Maafkan ibu, Gala!" lirih Nada di sela-sela tangisannya. "Jangan tinggalkan ibu!" pinta Nada, memohon.Gala mengusap lembut pipi Nada yang basah oleh air mata. Menjatuhkan tatapan teduh pada wanita yang lebih tinggi darinya itu."Tidak Bu, aku tidak akan meninggalkan ibu!" ucap Gala, suaranya terdengar sumbang. Karena terlalu banyak menangis.Wisnu yang mematung di halaman rumah hanya terdiam seraya menarik sebelah sudut bibirnya tersenyum kecil. Ia tidak menyangka jika darah dagingnya bisa sesayang itu pada Nada. Wanita yang telah ia benci selama ini._____Satu bulan telah berl
Nada memutar tubuhnya sembilan puluh derajat. Melihat ke arah wanita dengan setelan seragam kerja yang sedang menatap ke arahnya."Saya sedang mencari pemilik apartemen ini?" Nada mengarahkan jari telunjuknya pada pintu apartemen yang ada di depannya."Saya pemilik apartemen ini!" jawab Hanum dengan tatapan sedikit bingung. Tetapi entah mengapa ia merasa pernah melihat sosok Nada sebelumnya. Tetapi lupa di mana ia pernah melihatnya.Kepulan asap putih dari gelas yang berada di depan Nada menyeruak ke udara. Aroma terapi Jasmine sedikit menghilangkan perasaan khawatir yang sejak tadi melanda hati Nada."Saya Nada, saya mencari keberadaan Gala?" seloroh Nada setelah meletakkan gelas teh yang baru saja ia sesap.Wajah Hanum berubah sesaat. Tatapan yang sulit sekali untuk Nada artikan."Apakah anda orang itu?" celetuk Hanum menebak. Puzzle kisah cinta segitiga Wisnu, Asma dan wanita yang duduk di sudut bangku ruangannya telah sempurna. Sekarang ia bisa membingkainya dengan baik.Dari pert
Cuaca panas tidak hanya terjadi di kota Medan. Hampir di seluruh kota yang berada di Indonesia. Hal seperti ini akan terjadi selama kurang lebih enam bulan ke depan. Hingga musim kemarau berakhir dan berganti dengan musim penghujan.Pengacara Arif membawa Nada menuju sebuah restauran cepat saji yang berada di pusat kota. Sebuah restoran yang menjual makan khas Padang."Nyonya mau makan apa?" ucap pengacara Arif mengalihkan tatapannya dari buku menu pada Nada. "Terserah Pak Arif saja," balas Nada tanpa menunjukkan ekspresi apapun. Wanita itu melipat kedua tangannya di atas meja. Netranya terus mengawasi Sekertaris Arif yang semakin lama menjadi salah tingkah oleh tatapan Nada.Setelah memesan makanan lelaki itu mulia dengan tujuannya untuk mendatangi Nada ke pulau seberang.Wajah pengacara yang tidak lagi muda itu berubah lesu, penuh dengan penyesalan. Sesekali ekor matanya melirik pada Nada yang sejenak tadi mengawasinya dengan tatapan tidak suka."Saya minta maaf, Nyonya Nada. Karen
Tubuh Gala terhuyun jatuh di lantai. Wisnu tidak sempat menghalangi peluru yang hendak menembus dada Gala. Timah panas itu melesat cepat dan berhenti tepat di jantung Gala."Gala, bangun Gala!" Wisnu menarik tubuhnya Gala di atas pangkuannya. Dar*h dengan cepat menyebar pada bagian dada Gala yang tertembus timah panas. Kemeja putih yang Gala kenakan, berubah warna menjadi merah dar*h"Polisi, tolong!" teriak Wisnu panik.Wajah Danil mendadak berubah cemas. Para polisi yang sejak tadi memang mengintai cepat mengeluarkan diri dari persembunyiannya. "Sialan!" decak Danil meradang. Beberapa lelaki berseragam kepolisian muncul satu persatu masuk ke dalam ruangannya."Gala, bangun Gala!" Wisnu mengucang tubuh' Gala. Nafasnya yang mulia melemah membuat Wisnu semakin takut.Kedipan mata Gala melemah. Sakit yang mendadak menyiksanya, perlahan menjalar ke seluruh tubuhnya."Ibu ....!" lirih Gala sebelum akhirnya ia memejamkan kedua matanya dan tidak sadarkan diri."Gala, bangun!" teriak Wisnu
Memilih tidak menceritakan apapun pada Wisnu adalah pilihan Gala. Sekalipun lelaki itu terus mendesaknya dan hampir seperti memaksa. Tetapi Gala tetap menyimpan permasalahan yang terjadi antara dirinya dan Danil sendirian.Berita kematian Gala semakin menyebar luas. Setelah sebulan berlalu di temukannya mobil yang Gala kendarai meringsek ke dalam jurang. Meskipun jenazah Gala tidak di temukan, tetapi media membuat berita sedemikian rupa. Jurang yang dalam menjadi dugaan tempat jasad Gala berada. Apalagi di bawah jurang itu ada aliran sungai yang cukup deras. Membuat pihak sars menyudahi pencarian setelah semua usaha tidak mendapatkan hasil.Selama pemulihan Gala memilih bersembunyi di rumah Wisnu. Hanya lelaki itulah yang menjadi andalan Gala saat ini. Menghilang dari Danil agar lelaki itu senang karena mengetahui jika Gala telah tiada."Sudah tidak terlalu sakit, Hanum!" suara yang terdengar seperti rengekan itu menghentikan langkah kaki Wisnu yang hendak menuju pintu utama rumah.Ke
Aroma anyir menusuk pangkal hidung Wisnu. Perlahan setelah kesadarannya kembali. Tetapi entah mengapa kepalanya terasa sangat sakit sekali. Tanpa sadar, tangan kanan Wisnu memegangi sudut pelipisnya. Dan ia bisa merasakan ada sesuatu yang keluar dari pelipis lelaki itu dan sangat perih sekali.Wisnu membiarkan tubuhnya terbaring di atas rerumputan beberapa saat. Rekaman kejadian yang terjadi beberapa saat yang lalu berputar kembali di dalam kepalanya. Bergegas ia bangkit saat teringat dengan Gala dan mobil yang terperosok hampir masuk ke dalam jurang."Gala, di mana dia?" Wisnu bangkit dengan wajah panik duduk di atas rerumputan. Tatapannya menyapu ke sekeliling tebing. Tetapi ia tidak melihat keberadaan Gala. Hanya sebuah mobil yang terangkut pada pohon yang ada di bibir jurang.Perasaan khawatir seketika menguasai Wisnu. Seingatnya sebelum mobil yang kini tersangkut pada pohon yang berada di tepi jurang itu meringsek, Wisnu telah mendorong tubuh Gala ke arah pintu. Tetapi dia tidak
Setelah Danil menolak ajakan sarapan paginya, Gala terpaksa menikmati serapan itu sendirian. Sebenarnya ia tahu, pasti Danil saat itu sangat marah karena niatannya untuk menyingkirkan Gala tidak berhasil. Sementara nasib Bibik, Gala belum tahu pasti. Yang jelas wanita itu pasti kena hukuman berat. Begitu dugaan Gala.Ekor mata Gala melirik pada jam dinding yang masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Masih ada waktu yang cukup lama untuk ia berangkat ke kantor.Rasa penasaran masih menganggu pikiran Gala. Tegang surat wasiat yang Nada katakan kepadanya. Jika sebenarnya dirinyalah pewaris utama seluruh harta Tuan Seno. Tetapi sampai detik ini, Gala tidak menemukan di mana lelaki bertubuh jangkung itu menyembunyikan surat wasiat itu.Cukup pelan Gala menyeret langkah kakinya menaiki anak tangga menuju kamar Danil. Dugaan Gala kali ini, Danil menyembunyikan surat wasiat itu di dalam kamarnya. Hanya ada dua tempat di rumah itu yang memungkinkan Danil menyimpan sesuatu. Yaitu ruang ke
Bergegas Gala turun dari bangku. Memperhatikan dengan seksama kucing berwarna orange yang mendadak kejang dengan mulut berbusa. Melihat dari tanda-tandanya kucing itu sepertinya mengalami keracunan."Tidak salah lagi!" guman Gala yakin dengan apa yang ada di dalam pikirannya. Jika ada seseorang yang menginginkannya mati.Gala bangkit berdiri. Tatapannya tajam melihat ke arah makanan yang tersaji di atas meja makan. Beruntungnya belum ada satupun makanan yang masuk ke dalam mulut Gala. "Aku harus lebih berhati-hati lagi!" monolog Gala dengan tatapan serius.____Danil menatap terkejut saat baru kembali ke rumah. Pemuda tampan itulah yang membukakan pintu rumah untuknya. Keringat dingin seketika membahasi sekujur tubuh Danil.Sepersekian detik Danil mematung di depan pintu rumah. Menatap pada Gala yang tengah melemparkan senyuman kepadanya dengan wajah yang sedikit malas khas seorang yang baru bangun dari tidur."Ayah, kenapa pulang larut malam sekali?" seloroh Gala terdengar malas. Ke
"Gala kamu kenapa?" seloroh Wisnu.Gala terseret kembali dari lamunannya. Sekarang ia sudah menemukan siapa wanita yang sudah melahirkannya ke dunia. Jawaban yang sudah sangat jelas sekali.Tidak terasa sudut mata Gala pun telah basah. Cepat ia mengusap genangan itu agar tidak berjejak. Ia tidak ingin Wisnu melihat hal itu.Bagaimana tidak sakit, menemukan wanita yang telah melahirkannya tetapi dalam perpisahan yang menyakitkan. Hanya sebait kenangan yang bisa Gala ingat. Jika Asma juga tidak kalah sayangnya kepadanya. Hingga hampir gila saat Nada mengambil Gala dari kehidupannya."Aku banyak sekali bersalah pada Asma." Helaan nafas Wisnu terdengar jelas. Suaranya yang menggelar terdengar penuh kesedihan.Kerongkongan Gala terasa kering. Hanya sedikit ia menelan salivanya. Selebihnya, tatapan matanya tidak beralih sedikitpun dari Wisnu."Memangnya kesalahan apa yang sudah Om Wisnu lakukan?" ucap Gala."Banyak Gala. Kesalahanku sudah tidak termaafkan oleh Asma." Tatapan mata Wisnu meli