"Wanita itu?" tegas seseorang yang berdiri di depan Danil. Dia adalah salah satu karyawan yang bekerja di kantor Wisnu. Selain sebagai karyawan di perusahaan milik Wisnu. Lelaki itu juga adalah mata-mata Danil yang bertugas untuk mengawasi keadaan perusahaan Wisnu Hutama dan semua yang ingin Danil ketahui dari perusahaan milik Wisnu.Lelaki itu mengeryitkan dahi. Memasang wajah berpikir. Ini adalah kali ke dua saat tiba-tiba Danil menanyakan sosok seorang wanita yang sering datang ke kantor Wisnu. Sebulan yang lalu Danil sempat menanyakan tentang Natasya pada lelaki itu dan dia mengatakan jika Natasya memang sering datang ke kantor Wisnu. Bahkan karyawan yang bekerja di perusahaan milik Wisnu berpikir jika hubungan Wisnu dan Natasya lebih dari seorang teman. Karena kenyataan itulah Danil murka dan menghukum Natasya menjadi budak nafsu di rumahnya. Apalagi setelah mendengar aduan Bianca, Danil merasa telah dihianati."Sepertinya aku sudah tidak pernah melihat wanita itu ke sini lagi. E
Alunan musik klasik berputar sejak tadi. Lagu-lagu tahun' sembilan puluhan menemani sepanjang Danil dan Asma masuk ke dalam cafe yang terletak tidak jauh' dari perusahan Wisnu Hutama. Asma menolak saat Danil mengajaknya pergi ke restoran Cina. Katanya dia tidak suka dengan makanan yang berasal dari negeri tirai bambu itu. Ia lebih memilih makanan lokal.Gelas capuccino yang berada di depan Danil telah mengembun. Bongkahan es yang mendinginkan minum itu telah mencair. Membuat butiran embun pada dinding luar gelas. Selama Danil menunggu Asma memulai kalimatnya."Kamu baik-baik aja?" tanya Danil setelah Asma kembali dari toilet. Wajahnya nampak begitu pucat. Satu tangannya memegangi perutnya yang masih rata. Wanita itu terlihat sangat lemas sekali.Asma mengangguk lembut. Meskipun sebenarnya dia sedang tidak baik-baik saja. Rasa mual kerap kali datang, mengaduk-aduk isi perutnya. Tapi rasa penasaran datang lebih besar."Kamu yakin tidak ingin pesan apapun?" Danil menatap lekat, memperhat
Tujuh bulan telah berlalu. Tidak sedikitpun Asma curiga jika Wisnu telah membangi cintanya. Meksipun hingga lima bulan pernikahannya dengan Natasya. Sekalipun Wisnu tidak pernah menyentuh tubuh gadis berbadan dua itu. Seperti apa yang sudah ia tulis dalam surat perjanjian pernikahan. Wisnu baru akan memberikan nafkah yang sesungguhnya pada Natasya, setelah hasil tes DNA bayi itu keluar dan menyatakan jika bayi itu adalah putra Wisnu.Beberapa menu masakan kesukaan Natasya sudah tersaji di atas makan. Asisten rumah tangga yang menemani Natasya sudah menyiapkan semuanya. Wisnu sengaja' menyewa seorang pembantu, bagaimanapun sebagai seorang suami, Wisnu tidak tega melihat gadis muda yang masih duduk di bangku kuliah itu melakukan semua pekerjaan rumahnya sendirian. Apalagi gadis itu kini sedang berbadan dua."Nyonya, sarapannya sudah siap!" Perempuan dengan pakaian kuno itu memanggil Natasya yang masih terpekur di samping jendela kamarnya. Setelah perutnya yang semakin besar, Wisnu menya
Seperti apa yang Natasya inginkan. Dia tidak mau menunggu tapi ia ingin ditunggu. Jika cinta bisa diukur dengan akal, sudah pasti Natasya akan memilih Desta sebagai calon suaminya. Diantara semua lelaki yang ia kenal, hanya Desta lah lelaki yang mampu mengerti semua kemauannya. Bahkan lelaki itu kerap kali mengalah demi melihat kebahagiaan Natasya. Tapi sayangnya, tidak pernah terbesit sedikitpun di dalam pikiran Natasya untuk mencintai Desta. Lelaki yang ia kenakan sejak bangku sekolah itu memiliki porsi tersendiri di dalam hati Natasya. Hanya sebatas teman baik.Pandangan Natasya tertuju pada kaca yang berada di samping mobil. Pada lelaki bertopi hitam dengan wajah gusar yang mengarahkan tatapannya ke sekeliling halaman luas sebuah pusat perbelanjaan di kota Jakarta."Turun di depan saja, Pak!" ucap Natasya pada lelaki yang duduk di bangku kemudi."Baik Bu!" jawab supir taksi itu. Perlahan ia menepikan mobilnya tepat di jalanan depan menuju ke arah pintu masuk pusat perbelanjaan.Se
Natasya tau betul punggung bidang lelaki yang berdiri di depan meja kasir itu. Sekalipun ia melihatnya dari jarak yang cukup jauh dan hanya postur tubuh bagian belakangnya saja yang terlihat. Tetapi Natasya paham punggung bidang itu milik siapa."Nat, sepertinya itu adalah Pak Wisnu. Jangan-jangan dia ingin membelikan keperluan untuk bayi kamu," lirih Desta terbata. Wajahnya nampak berpikir, lalu menjatuhkan tatapan akhirnya pada perut buncit Asma. Baru saja Natasya hendak menjawab terkaan Desta, seorang wanita bergamis purple dengan kerudung besar muncul dari balik rak-rak yang berada di dalam toko perlengkapan bayi tersebut. Perutnya sama buncitnya dengan Natasya. Wanita itu menyodorkan beberapa potong pakaian bayi kepada Wisnu yang berdiri di samping meja kasir."Nat, di-dia siapa?" Desta terbata. Kedua matanya membulat, jari telunjuknya terulur ke arah Wisnu yang tengah membayar semua barang belanjaan. Bersama wanita bergamis purple yang berdiri di sampingnya."Dia adalah istri M
Perlahan lengan kekar yang menahan tubuh Natasya menarik tubuhnya bangkit berdiri tegak. Ia pikir, dirinya akan jatuh. Ternyata takdir berkata lain."Kamu tidak apa?" Suara tidak asing itu kembali terdengar. Membuat debaran dalam jantung Natasya berdegup semakin kencang. Tapi ia masih setia memejamkan matanya. Ragu untuk membuka, takut jika seseorang yang telah menolongnya adalah lelaki yang tidak asing itu."Nat, kamu tidak apa-apa, kan?" Seseorang menyentuh bahu Natasya. Setelah suara Desta masuk ke dalam indra pendengarannya.Perlahan Natasya membuka matanya. Benar saja, suara itu memang milik lelaki yang tidak asing seperti yang ia duga."Sayang, ayo!" ucap suara manja seorang wanita yang melingkarkan tangannya pada lengan kekar Danil.Sejenak Danil dan Natasya saling bersitatap. Entah mengapa melihat Danil sedang bersama wanita berambut kecoklatan itu hatinya semakin perih. Selama ini lelaki bertubuh jangkung itu sangat tergila-gila kepada Natasya. Apapun akan Danil berikan pada
"Bik, halo!" Wisnu menaikkan sedikit nada suaranya. Saat suara Bibik menghilang di balik telepon. Sambungan telepon itu mendadak sudah putus. Wajah Wisnu nampak panik.Sejenak Wisnu berpikir. Tidak seperti biasanya asisten rumah tangganya yang bekerja di rumah yang Natasya tempati menghubunginya saat ia berada di rumah Asma. Sebelum wanita itu berkerja untuk Wisnu menemani Natasya, Wisnu sudah berpesan untuk tidak menghubunginya jika dirinya sedang berada di rumah Asma. Tentunya agar Asma tidak mencurigai apapun."Ada apa ini?" guman Wisnu dengan wajah berpikir. Kecemasan tergambar pada wajah Wisnu. Benaknya tertuju pada kehamilan Natasya.Pelan tangan Wisnu memutar gagang pintu kamar Asma. Membuka sedikit pintu berdinding abu-abu. Dari sela pintu Wisnu dapat melihat Asma tengah tertidur pulas dengan selimut yang menutupi sebagian tubuhnya. Wisnu menghilangkan nafas panjang. Wajahnya nampak lega. Semenjak kehamilan Asma yang semakin membesar, wanita itu memiliki kebiasaan untuk dipij
Bibik sudah pulang beberapa saat yang lalu. Wisnu yang telah memintanya. Ia ingin memiliki waktu bersama Natasya. Pasti begitu juga keinganan Natasya. Hanya saja, wanita itu tidak lagi terlalu bersemangat untuk menuntut pada Wisnu. Mungkin karena ia sudah lelah terus-menerus memohon kepada Wisnu untuk menemaninya. Satu minggu, lelaki itu akan menginap di rumahnya. Tapi setelah itu, dia tidak akan pernah datang lagi. Kecuali minggu depan di hari yang sama. Setiap kali Natasya menuntut keadilan dari Wisnu, lelaki itu pasti akan mengelak. Baginya pernikahan yang terjadi bukan karena keinginannya. Melainkan keinganan Natasya sendiri.Dada Wisnu bergerak naik turun. Beberapa kali ia menghela nafas panjang untuk mengisi kerongkongan yang terasa sesak. Menatap Natasya tergulai lemas dengan wajah pucat, mendadak ia merasa sangat bersalah sekali. Selama ini ia telah menghukum Natasya atas cinta yang tidak ia inginkan."Pergilah, aku baik-baik saja. Temani saja istrimu!" ucap Natasya membuyark
Tidak ada yang bisa menyembuhkan kerinduan kecuali pertemuan. Segalanya nelangsa sirna, saat raga mampu mendekap tubuh yang terkasih secara sempurna. Jarak yang membelah, kini hanya menjadi sepenggal cerita manis. Melebur menjadi sebuah kisah bahagia."Ibu!" Gala terisak di dalam pelukan Nada. Tangis dua manusia yang tidak memiliki hubungan darah itu pecah. Menumpahkan segala dahaga yang selama ini tertahan."Maafkan ibu, Gala!" lirih Nada di sela-sela tangisannya. "Jangan tinggalkan ibu!" pinta Nada, memohon.Gala mengusap lembut pipi Nada yang basah oleh air mata. Menjatuhkan tatapan teduh pada wanita yang lebih tinggi darinya itu."Tidak Bu, aku tidak akan meninggalkan ibu!" ucap Gala, suaranya terdengar sumbang. Karena terlalu banyak menangis.Wisnu yang mematung di halaman rumah hanya terdiam seraya menarik sebelah sudut bibirnya tersenyum kecil. Ia tidak menyangka jika darah dagingnya bisa sesayang itu pada Nada. Wanita yang telah ia benci selama ini._____Satu bulan telah berl
Nada memutar tubuhnya sembilan puluh derajat. Melihat ke arah wanita dengan setelan seragam kerja yang sedang menatap ke arahnya."Saya sedang mencari pemilik apartemen ini?" Nada mengarahkan jari telunjuknya pada pintu apartemen yang ada di depannya."Saya pemilik apartemen ini!" jawab Hanum dengan tatapan sedikit bingung. Tetapi entah mengapa ia merasa pernah melihat sosok Nada sebelumnya. Tetapi lupa di mana ia pernah melihatnya.Kepulan asap putih dari gelas yang berada di depan Nada menyeruak ke udara. Aroma terapi Jasmine sedikit menghilangkan perasaan khawatir yang sejak tadi melanda hati Nada."Saya Nada, saya mencari keberadaan Gala?" seloroh Nada setelah meletakkan gelas teh yang baru saja ia sesap.Wajah Hanum berubah sesaat. Tatapan yang sulit sekali untuk Nada artikan."Apakah anda orang itu?" celetuk Hanum menebak. Puzzle kisah cinta segitiga Wisnu, Asma dan wanita yang duduk di sudut bangku ruangannya telah sempurna. Sekarang ia bisa membingkainya dengan baik.Dari pert
Cuaca panas tidak hanya terjadi di kota Medan. Hampir di seluruh kota yang berada di Indonesia. Hal seperti ini akan terjadi selama kurang lebih enam bulan ke depan. Hingga musim kemarau berakhir dan berganti dengan musim penghujan.Pengacara Arif membawa Nada menuju sebuah restauran cepat saji yang berada di pusat kota. Sebuah restoran yang menjual makan khas Padang."Nyonya mau makan apa?" ucap pengacara Arif mengalihkan tatapannya dari buku menu pada Nada. "Terserah Pak Arif saja," balas Nada tanpa menunjukkan ekspresi apapun. Wanita itu melipat kedua tangannya di atas meja. Netranya terus mengawasi Sekertaris Arif yang semakin lama menjadi salah tingkah oleh tatapan Nada.Setelah memesan makanan lelaki itu mulia dengan tujuannya untuk mendatangi Nada ke pulau seberang.Wajah pengacara yang tidak lagi muda itu berubah lesu, penuh dengan penyesalan. Sesekali ekor matanya melirik pada Nada yang sejenak tadi mengawasinya dengan tatapan tidak suka."Saya minta maaf, Nyonya Nada. Karen
Tubuh Gala terhuyun jatuh di lantai. Wisnu tidak sempat menghalangi peluru yang hendak menembus dada Gala. Timah panas itu melesat cepat dan berhenti tepat di jantung Gala."Gala, bangun Gala!" Wisnu menarik tubuhnya Gala di atas pangkuannya. Dar*h dengan cepat menyebar pada bagian dada Gala yang tertembus timah panas. Kemeja putih yang Gala kenakan, berubah warna menjadi merah dar*h"Polisi, tolong!" teriak Wisnu panik.Wajah Danil mendadak berubah cemas. Para polisi yang sejak tadi memang mengintai cepat mengeluarkan diri dari persembunyiannya. "Sialan!" decak Danil meradang. Beberapa lelaki berseragam kepolisian muncul satu persatu masuk ke dalam ruangannya."Gala, bangun Gala!" Wisnu mengucang tubuh' Gala. Nafasnya yang mulia melemah membuat Wisnu semakin takut.Kedipan mata Gala melemah. Sakit yang mendadak menyiksanya, perlahan menjalar ke seluruh tubuhnya."Ibu ....!" lirih Gala sebelum akhirnya ia memejamkan kedua matanya dan tidak sadarkan diri."Gala, bangun!" teriak Wisnu
Memilih tidak menceritakan apapun pada Wisnu adalah pilihan Gala. Sekalipun lelaki itu terus mendesaknya dan hampir seperti memaksa. Tetapi Gala tetap menyimpan permasalahan yang terjadi antara dirinya dan Danil sendirian.Berita kematian Gala semakin menyebar luas. Setelah sebulan berlalu di temukannya mobil yang Gala kendarai meringsek ke dalam jurang. Meskipun jenazah Gala tidak di temukan, tetapi media membuat berita sedemikian rupa. Jurang yang dalam menjadi dugaan tempat jasad Gala berada. Apalagi di bawah jurang itu ada aliran sungai yang cukup deras. Membuat pihak sars menyudahi pencarian setelah semua usaha tidak mendapatkan hasil.Selama pemulihan Gala memilih bersembunyi di rumah Wisnu. Hanya lelaki itulah yang menjadi andalan Gala saat ini. Menghilang dari Danil agar lelaki itu senang karena mengetahui jika Gala telah tiada."Sudah tidak terlalu sakit, Hanum!" suara yang terdengar seperti rengekan itu menghentikan langkah kaki Wisnu yang hendak menuju pintu utama rumah.Ke
Aroma anyir menusuk pangkal hidung Wisnu. Perlahan setelah kesadarannya kembali. Tetapi entah mengapa kepalanya terasa sangat sakit sekali. Tanpa sadar, tangan kanan Wisnu memegangi sudut pelipisnya. Dan ia bisa merasakan ada sesuatu yang keluar dari pelipis lelaki itu dan sangat perih sekali.Wisnu membiarkan tubuhnya terbaring di atas rerumputan beberapa saat. Rekaman kejadian yang terjadi beberapa saat yang lalu berputar kembali di dalam kepalanya. Bergegas ia bangkit saat teringat dengan Gala dan mobil yang terperosok hampir masuk ke dalam jurang."Gala, di mana dia?" Wisnu bangkit dengan wajah panik duduk di atas rerumputan. Tatapannya menyapu ke sekeliling tebing. Tetapi ia tidak melihat keberadaan Gala. Hanya sebuah mobil yang terangkut pada pohon yang ada di bibir jurang.Perasaan khawatir seketika menguasai Wisnu. Seingatnya sebelum mobil yang kini tersangkut pada pohon yang berada di tepi jurang itu meringsek, Wisnu telah mendorong tubuh Gala ke arah pintu. Tetapi dia tidak
Setelah Danil menolak ajakan sarapan paginya, Gala terpaksa menikmati serapan itu sendirian. Sebenarnya ia tahu, pasti Danil saat itu sangat marah karena niatannya untuk menyingkirkan Gala tidak berhasil. Sementara nasib Bibik, Gala belum tahu pasti. Yang jelas wanita itu pasti kena hukuman berat. Begitu dugaan Gala.Ekor mata Gala melirik pada jam dinding yang masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Masih ada waktu yang cukup lama untuk ia berangkat ke kantor.Rasa penasaran masih menganggu pikiran Gala. Tegang surat wasiat yang Nada katakan kepadanya. Jika sebenarnya dirinyalah pewaris utama seluruh harta Tuan Seno. Tetapi sampai detik ini, Gala tidak menemukan di mana lelaki bertubuh jangkung itu menyembunyikan surat wasiat itu.Cukup pelan Gala menyeret langkah kakinya menaiki anak tangga menuju kamar Danil. Dugaan Gala kali ini, Danil menyembunyikan surat wasiat itu di dalam kamarnya. Hanya ada dua tempat di rumah itu yang memungkinkan Danil menyimpan sesuatu. Yaitu ruang ke
Bergegas Gala turun dari bangku. Memperhatikan dengan seksama kucing berwarna orange yang mendadak kejang dengan mulut berbusa. Melihat dari tanda-tandanya kucing itu sepertinya mengalami keracunan."Tidak salah lagi!" guman Gala yakin dengan apa yang ada di dalam pikirannya. Jika ada seseorang yang menginginkannya mati.Gala bangkit berdiri. Tatapannya tajam melihat ke arah makanan yang tersaji di atas meja makan. Beruntungnya belum ada satupun makanan yang masuk ke dalam mulut Gala. "Aku harus lebih berhati-hati lagi!" monolog Gala dengan tatapan serius.____Danil menatap terkejut saat baru kembali ke rumah. Pemuda tampan itulah yang membukakan pintu rumah untuknya. Keringat dingin seketika membahasi sekujur tubuh Danil.Sepersekian detik Danil mematung di depan pintu rumah. Menatap pada Gala yang tengah melemparkan senyuman kepadanya dengan wajah yang sedikit malas khas seorang yang baru bangun dari tidur."Ayah, kenapa pulang larut malam sekali?" seloroh Gala terdengar malas. Ke
"Gala kamu kenapa?" seloroh Wisnu.Gala terseret kembali dari lamunannya. Sekarang ia sudah menemukan siapa wanita yang sudah melahirkannya ke dunia. Jawaban yang sudah sangat jelas sekali.Tidak terasa sudut mata Gala pun telah basah. Cepat ia mengusap genangan itu agar tidak berjejak. Ia tidak ingin Wisnu melihat hal itu.Bagaimana tidak sakit, menemukan wanita yang telah melahirkannya tetapi dalam perpisahan yang menyakitkan. Hanya sebait kenangan yang bisa Gala ingat. Jika Asma juga tidak kalah sayangnya kepadanya. Hingga hampir gila saat Nada mengambil Gala dari kehidupannya."Aku banyak sekali bersalah pada Asma." Helaan nafas Wisnu terdengar jelas. Suaranya yang menggelar terdengar penuh kesedihan.Kerongkongan Gala terasa kering. Hanya sedikit ia menelan salivanya. Selebihnya, tatapan matanya tidak beralih sedikitpun dari Wisnu."Memangnya kesalahan apa yang sudah Om Wisnu lakukan?" ucap Gala."Banyak Gala. Kesalahanku sudah tidak termaafkan oleh Asma." Tatapan mata Wisnu meli