Langit masih gelap saat Gala terbangun dari tidurnya. Setelah menyelesaikan shalat subuh bocah lelaki itu kembali bergumul dengan selimut. Mungkin karena udara pagi yang masih terasa begitu dingin. Menjelang musim kemarau, memang sering terjadi perubahan cuaca yang ekstrim. Termasuk dengan dingin pagi ini, hampir saja Gala membeku saat menyentuh air wudhu beberapa saat yang lalu.Lantunan ayat kursi terdengar hingga ke rumah baru Gala. Kebetulan rumah baru yang menjadi tempat tinggalnya terletak begitu dekat sekali dengan Masjid. Hati Gala mendadak begitu sedih. Rindunya kepada Asma seperti sebuah siksaan yang ia sendiri pun tidak tau kapan ujungnya. Ia sudah bosan jika harus memohon dan meminta pada Danil untuk mengantarnya ke pulau seberang, menjenguk ibunya. Karena sudah pasti, lelaki itu akan memberikannya alasan yang berujung dengan penolakan.Bocah lelaki itu semakin erat memeluk guling. Dadanya mendadak terasa sesak setiap kali ia memikirkan Ibunya. Butiran air mata berjatuhan
Udara dingin semakin menusuk-nusuk tulang saat bus rombongan camping mulai memasuki kawasan hutan. Rintik hujan memukul-mukul kaca bus yang melaju dengan kecepatan sedang. Jalanan yang licin membuat supir bus tidak berani menambah kecepatannya. Apalagi jalanan berkelok yang harus ia lalui. Kerap kali rawan terjadi kecelakaan.Gala mengeratkan jaket yang menutupi tubuhnya. Rasa dingin yang menusuk tulang, hampir sebanding dengan jiwanya yang terasa hampa. Kehidupannya yang baru bagikan jalan yang enggan untuk ia lalui. Tapi ia tidak memiliki pilihan lain, kecuali harus tetap melangkah.Gala memejamkan matanya. Menyandarkan kepalanya pada kaca samping bus. Di mana, butiran air hujan menampar-nampar di sana. Menciptakan percikan kabut yang memburamkan padangannya pada kaca jendela bus.Gala tidak ingin tidur. Ia hanya ingin menciptakan bayangan-bayangan indah di masalalu yang dulu ia pikir sebagai hari yang sangat menjenuhkan. Tapi saat ini, hari itu adalah hari yang sangat ia rindukan.
Tangan yang masih terasa ngilu itu saling meremas. Wajah pemilik keberanian itu kini hanya mampu tertunduk lesu. Tidak seperti saat ia membabi buta melakukan penyerangan pada Gala. Saat emosinya meledak-ledak dan tidak tertahankan. Karena rasa kebencian yang menguasai hatinya.Sebenarnya masalah yang terjadi bukanlah sebuah alasan untuk Akbar marah. Tapi lebih karena rasa iri dan dengki yang mudah sekali menyulut amarahnya."Sekarang berikan ponsel itu pada kami!" titah suara berat yang menggetarkan dada Akbar. Tanpa menjawab atau bahkan menatap, Akbar memutar tubuhnya menuju ke arah tenda berwarna orange. Sesaat kemudian ia kembali dengan benda pintar yang menjadi sumber masalah perkelahian itu terjadi."Kenapa kamu membawa ponsel ini, jelas-jelas peraturan sudah menegaskan jika dilarang membawa ponsel." Lelaki bertubuh subur itu menatap kesal. Setelah Gala memberikan benda pintar miliknya pada lelaki itu."Maaf Pak, saya hanya membawa ponsel untuk menghubungi orang tua saya, takut j
Keributan dari luar tenda membangunkan Gala yang masih terbuai di alam mimpi. Akhir-akhir ini, Gala lebih suka tertidur lebih lama. Selain berharap ia bisa bertemu dengan Ibunya di dalam mimpi. Waktu juga berjalan sangat cepat sekali saat ia tertidur. Jadi, ia tidak perlu memikirkan sakitnya kerinduannya pada Nada. Suara kentongan dibunyikan begitu keras. Menandakan jika sebuah hal buruk telah terjadi. Mungkin bukan hanya Gala yang saat ini masih terlelap. Beberapa siswa lain juga masih ingin bergumul dengan selimut. Karena langit memang masih gelap. Apalagi udara yang dingin membuat siapa saja pasti akan malas untuk bangun.Gala tersadar, ia bergegas bangkit. Ada dua siswa yang juga masih tidur di sampingnya. Salah satunya adalah Akbar. Bocah lelaki yang kemarin menyerangnya hanya karena ia melarangnya membawa ponsel."Ayo bangun, ayo bangun!" Gala mengucang tubuh Akbar dan satu temannya yang tidur dalam satu tenda bersamanya. Akbar mengerang malas. Tapi tidak dengan anak lelaki ya
Langkah kaki Gala terasa ringan. Berjalan menyusuri jalanan setapak menuju rumah berlantai dua yang ada di depannya. Taman indah berada di samping kanan dan kiri jalan yang dibuat dari batu kerikil. Biasanya setiap pagi Danil akan menghabiskan waktunya untuk berjalan-jalan di sana. Seraya menikmati pemandangan bunga-bunga indah yang bermekaran pada tanam.Gala tidak menemukan lelaki yang biasanya membersihkan taman yang ada di depan rumah ayah angkatnya. Mungkin karena taman itu masih terlihat rapi jadi tukang kebun itu tidak membersihkannya. Sekeliling rumah tampak begitu sepi. Gala melanjutkan langkah kakinya mendekati pintu rumah. Mobil yang terparkir di garasi rumah memacu debaran jantung Gala. Sepertinya kali ini ia harus membagi ceritanya pada Danil yang akan membuat lelaki itu kecewa. Karena lelaki itu kini sudah kembali dari luar kota.Sejenak Gala menghentikan langkah kakinya di depan pintu rumah. Beberapa kali ia mengenal nafas panjang untuk mengisi kerongkongan yang terasa
Akbar menatap heran kepada Asma. Tidak biasa wanita itu ikut mengantarkannya ke sekolah. Biasanya ia pergi ke sekolah bersama Wisnu yang akan pergi ke kantor."Bang, sudah belum?" Asma menaikkan nada suaranya. Hampir lima belas menit ia menunggu di beranda rumah tetapi Wisnu tidak kunjung turun dari lantai atas."Iya sebentar," jawab suara Wisnu terdengar jauh.Beberapa saat kemudian, terdengar suara derap langkah kaki yang berjalan cepat menuruni anak tangga. Lelaki dengan setelan pakaian kerja itupun menghampiri Asma dan Akbar yang sudah menunggunya di beranda rumah."Maaf, maaf, aku baru menemukan berkas yang aku cari terselip di buku catatanku," jawab Wisnu berjalan cepat menuju dari dalam rumah. "Maaf sudah membuat kalian menunggu!" Imbuhnya tersenyum hangat pada Asma dan Akbar.Asma mendengus berat. Bangkit dari bangku yang berada di beranda rumah, mengikuti langkah Wisnu menuju mobil yang terparkir di depan rumah. Sementara Akbar, berjalan di barisan paling belakang dengan bena
Gala masih berdiri di samping jendela kamarnya. Menatap ke arah lantai bawah. Dari tempatnya berada ia bisa melihat Danil tengah menarik kasar seorang wanita keluar dari dalam rumah. Menyeretnya masuk ke dalam mobil yang terparkir di depan rumah.Suara tangisan dan permintaan tolong wanita itu terdengar hingga ke kamar Gala yang berada di lantai atas. Keheningan malam, membuat Gala dapat mendengar dengan jelas suara rintihan wanita yang berada di dalam kamar Danil beberapa saat yang lalu. Tapi kini wanita itu ditarik paksa meninggalkan rumah Danil.Lampu mobil menyala. Sorotnya begitu jauh menyapu taman bunga yang ada di halaman rumah Danil yang sangat luas. Dengan kecepatan tinggi, kendaraan berkali empat itu melaju meninggalkan rumah berlantai dua milik Danil. Meninggalkan pagar rumah yang dibiarkan terbuka begitu saja.Gala membuang nafas panjang. Benaknya mengembara jauh menerka apa yang sebenarnya terjadi pada ayah angkatnya. Tetapi ia tetap tidak menemukan jawaban apapun. Terbes
Pesawat yang membawa Wisnu dan Asma ke Bali sudah meninggalkan bandara beberapa saat yang lalu. Akbar dan Tuan Wisnu berjalan menuju mobil yang terparkir di luar bandara."Tuan Hamzah, apakah Sukma boleh tinggal di rumah?" ucap Akbar saat mobil yang membawanya telah meninggal bandara untuk mengantarkan Wisnu dan Asma pergi liburan ke Bali.Lelaki bertubuh besar yang duduk di samping Akbar menoleh. "Apakah anda tidak sekolah hari ini?" tanya Hamzah. "Lagi pula Sukma juga harus sekolah, Dimas" imbuh Tuan Hamzah menatap pada Akbar yang tidak lain adalah Dimas."Tidak apa-apa, Tuan, Sukma kan bisa sekolah dari rumah," sahut Akbar bersikukuh agar Sukma tinggal di rumahnya. "Lagi pula Papa dan Ibu akan berlibur ke Bali selama dua minggu," alasan Akbar. "Jadi tidak masalah jika Sukma tinggal di rumah bersamaku."Tuan Hamzah terdiam untuk beberapa saat dengan wajah berpikir. "Tapi Dimas, besok aku harus pergi ke Bandung untuk mengecek beberapa urusan. Aku tidak mungkin selalu menemani kamu da
Tidak ada yang bisa menyembuhkan kerinduan kecuali pertemuan. Segalanya nelangsa sirna, saat raga mampu mendekap tubuh yang terkasih secara sempurna. Jarak yang membelah, kini hanya menjadi sepenggal cerita manis. Melebur menjadi sebuah kisah bahagia."Ibu!" Gala terisak di dalam pelukan Nada. Tangis dua manusia yang tidak memiliki hubungan darah itu pecah. Menumpahkan segala dahaga yang selama ini tertahan."Maafkan ibu, Gala!" lirih Nada di sela-sela tangisannya. "Jangan tinggalkan ibu!" pinta Nada, memohon.Gala mengusap lembut pipi Nada yang basah oleh air mata. Menjatuhkan tatapan teduh pada wanita yang lebih tinggi darinya itu."Tidak Bu, aku tidak akan meninggalkan ibu!" ucap Gala, suaranya terdengar sumbang. Karena terlalu banyak menangis.Wisnu yang mematung di halaman rumah hanya terdiam seraya menarik sebelah sudut bibirnya tersenyum kecil. Ia tidak menyangka jika darah dagingnya bisa sesayang itu pada Nada. Wanita yang telah ia benci selama ini._____Satu bulan telah berl
Nada memutar tubuhnya sembilan puluh derajat. Melihat ke arah wanita dengan setelan seragam kerja yang sedang menatap ke arahnya."Saya sedang mencari pemilik apartemen ini?" Nada mengarahkan jari telunjuknya pada pintu apartemen yang ada di depannya."Saya pemilik apartemen ini!" jawab Hanum dengan tatapan sedikit bingung. Tetapi entah mengapa ia merasa pernah melihat sosok Nada sebelumnya. Tetapi lupa di mana ia pernah melihatnya.Kepulan asap putih dari gelas yang berada di depan Nada menyeruak ke udara. Aroma terapi Jasmine sedikit menghilangkan perasaan khawatir yang sejak tadi melanda hati Nada."Saya Nada, saya mencari keberadaan Gala?" seloroh Nada setelah meletakkan gelas teh yang baru saja ia sesap.Wajah Hanum berubah sesaat. Tatapan yang sulit sekali untuk Nada artikan."Apakah anda orang itu?" celetuk Hanum menebak. Puzzle kisah cinta segitiga Wisnu, Asma dan wanita yang duduk di sudut bangku ruangannya telah sempurna. Sekarang ia bisa membingkainya dengan baik.Dari pert
Cuaca panas tidak hanya terjadi di kota Medan. Hampir di seluruh kota yang berada di Indonesia. Hal seperti ini akan terjadi selama kurang lebih enam bulan ke depan. Hingga musim kemarau berakhir dan berganti dengan musim penghujan.Pengacara Arif membawa Nada menuju sebuah restauran cepat saji yang berada di pusat kota. Sebuah restoran yang menjual makan khas Padang."Nyonya mau makan apa?" ucap pengacara Arif mengalihkan tatapannya dari buku menu pada Nada. "Terserah Pak Arif saja," balas Nada tanpa menunjukkan ekspresi apapun. Wanita itu melipat kedua tangannya di atas meja. Netranya terus mengawasi Sekertaris Arif yang semakin lama menjadi salah tingkah oleh tatapan Nada.Setelah memesan makanan lelaki itu mulia dengan tujuannya untuk mendatangi Nada ke pulau seberang.Wajah pengacara yang tidak lagi muda itu berubah lesu, penuh dengan penyesalan. Sesekali ekor matanya melirik pada Nada yang sejenak tadi mengawasinya dengan tatapan tidak suka."Saya minta maaf, Nyonya Nada. Karen
Tubuh Gala terhuyun jatuh di lantai. Wisnu tidak sempat menghalangi peluru yang hendak menembus dada Gala. Timah panas itu melesat cepat dan berhenti tepat di jantung Gala."Gala, bangun Gala!" Wisnu menarik tubuhnya Gala di atas pangkuannya. Dar*h dengan cepat menyebar pada bagian dada Gala yang tertembus timah panas. Kemeja putih yang Gala kenakan, berubah warna menjadi merah dar*h"Polisi, tolong!" teriak Wisnu panik.Wajah Danil mendadak berubah cemas. Para polisi yang sejak tadi memang mengintai cepat mengeluarkan diri dari persembunyiannya. "Sialan!" decak Danil meradang. Beberapa lelaki berseragam kepolisian muncul satu persatu masuk ke dalam ruangannya."Gala, bangun Gala!" Wisnu mengucang tubuh' Gala. Nafasnya yang mulia melemah membuat Wisnu semakin takut.Kedipan mata Gala melemah. Sakit yang mendadak menyiksanya, perlahan menjalar ke seluruh tubuhnya."Ibu ....!" lirih Gala sebelum akhirnya ia memejamkan kedua matanya dan tidak sadarkan diri."Gala, bangun!" teriak Wisnu
Memilih tidak menceritakan apapun pada Wisnu adalah pilihan Gala. Sekalipun lelaki itu terus mendesaknya dan hampir seperti memaksa. Tetapi Gala tetap menyimpan permasalahan yang terjadi antara dirinya dan Danil sendirian.Berita kematian Gala semakin menyebar luas. Setelah sebulan berlalu di temukannya mobil yang Gala kendarai meringsek ke dalam jurang. Meskipun jenazah Gala tidak di temukan, tetapi media membuat berita sedemikian rupa. Jurang yang dalam menjadi dugaan tempat jasad Gala berada. Apalagi di bawah jurang itu ada aliran sungai yang cukup deras. Membuat pihak sars menyudahi pencarian setelah semua usaha tidak mendapatkan hasil.Selama pemulihan Gala memilih bersembunyi di rumah Wisnu. Hanya lelaki itulah yang menjadi andalan Gala saat ini. Menghilang dari Danil agar lelaki itu senang karena mengetahui jika Gala telah tiada."Sudah tidak terlalu sakit, Hanum!" suara yang terdengar seperti rengekan itu menghentikan langkah kaki Wisnu yang hendak menuju pintu utama rumah.Ke
Aroma anyir menusuk pangkal hidung Wisnu. Perlahan setelah kesadarannya kembali. Tetapi entah mengapa kepalanya terasa sangat sakit sekali. Tanpa sadar, tangan kanan Wisnu memegangi sudut pelipisnya. Dan ia bisa merasakan ada sesuatu yang keluar dari pelipis lelaki itu dan sangat perih sekali.Wisnu membiarkan tubuhnya terbaring di atas rerumputan beberapa saat. Rekaman kejadian yang terjadi beberapa saat yang lalu berputar kembali di dalam kepalanya. Bergegas ia bangkit saat teringat dengan Gala dan mobil yang terperosok hampir masuk ke dalam jurang."Gala, di mana dia?" Wisnu bangkit dengan wajah panik duduk di atas rerumputan. Tatapannya menyapu ke sekeliling tebing. Tetapi ia tidak melihat keberadaan Gala. Hanya sebuah mobil yang terangkut pada pohon yang ada di bibir jurang.Perasaan khawatir seketika menguasai Wisnu. Seingatnya sebelum mobil yang kini tersangkut pada pohon yang berada di tepi jurang itu meringsek, Wisnu telah mendorong tubuh Gala ke arah pintu. Tetapi dia tidak
Setelah Danil menolak ajakan sarapan paginya, Gala terpaksa menikmati serapan itu sendirian. Sebenarnya ia tahu, pasti Danil saat itu sangat marah karena niatannya untuk menyingkirkan Gala tidak berhasil. Sementara nasib Bibik, Gala belum tahu pasti. Yang jelas wanita itu pasti kena hukuman berat. Begitu dugaan Gala.Ekor mata Gala melirik pada jam dinding yang masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Masih ada waktu yang cukup lama untuk ia berangkat ke kantor.Rasa penasaran masih menganggu pikiran Gala. Tegang surat wasiat yang Nada katakan kepadanya. Jika sebenarnya dirinyalah pewaris utama seluruh harta Tuan Seno. Tetapi sampai detik ini, Gala tidak menemukan di mana lelaki bertubuh jangkung itu menyembunyikan surat wasiat itu.Cukup pelan Gala menyeret langkah kakinya menaiki anak tangga menuju kamar Danil. Dugaan Gala kali ini, Danil menyembunyikan surat wasiat itu di dalam kamarnya. Hanya ada dua tempat di rumah itu yang memungkinkan Danil menyimpan sesuatu. Yaitu ruang ke
Bergegas Gala turun dari bangku. Memperhatikan dengan seksama kucing berwarna orange yang mendadak kejang dengan mulut berbusa. Melihat dari tanda-tandanya kucing itu sepertinya mengalami keracunan."Tidak salah lagi!" guman Gala yakin dengan apa yang ada di dalam pikirannya. Jika ada seseorang yang menginginkannya mati.Gala bangkit berdiri. Tatapannya tajam melihat ke arah makanan yang tersaji di atas meja makan. Beruntungnya belum ada satupun makanan yang masuk ke dalam mulut Gala. "Aku harus lebih berhati-hati lagi!" monolog Gala dengan tatapan serius.____Danil menatap terkejut saat baru kembali ke rumah. Pemuda tampan itulah yang membukakan pintu rumah untuknya. Keringat dingin seketika membahasi sekujur tubuh Danil.Sepersekian detik Danil mematung di depan pintu rumah. Menatap pada Gala yang tengah melemparkan senyuman kepadanya dengan wajah yang sedikit malas khas seorang yang baru bangun dari tidur."Ayah, kenapa pulang larut malam sekali?" seloroh Gala terdengar malas. Ke
"Gala kamu kenapa?" seloroh Wisnu.Gala terseret kembali dari lamunannya. Sekarang ia sudah menemukan siapa wanita yang sudah melahirkannya ke dunia. Jawaban yang sudah sangat jelas sekali.Tidak terasa sudut mata Gala pun telah basah. Cepat ia mengusap genangan itu agar tidak berjejak. Ia tidak ingin Wisnu melihat hal itu.Bagaimana tidak sakit, menemukan wanita yang telah melahirkannya tetapi dalam perpisahan yang menyakitkan. Hanya sebait kenangan yang bisa Gala ingat. Jika Asma juga tidak kalah sayangnya kepadanya. Hingga hampir gila saat Nada mengambil Gala dari kehidupannya."Aku banyak sekali bersalah pada Asma." Helaan nafas Wisnu terdengar jelas. Suaranya yang menggelar terdengar penuh kesedihan.Kerongkongan Gala terasa kering. Hanya sedikit ia menelan salivanya. Selebihnya, tatapan matanya tidak beralih sedikitpun dari Wisnu."Memangnya kesalahan apa yang sudah Om Wisnu lakukan?" ucap Gala."Banyak Gala. Kesalahanku sudah tidak termaafkan oleh Asma." Tatapan mata Wisnu meli