Akbar menatap heran kepada Asma. Tidak biasa wanita itu ikut mengantarkannya ke sekolah. Biasanya ia pergi ke sekolah bersama Wisnu yang akan pergi ke kantor."Bang, sudah belum?" Asma menaikkan nada suaranya. Hampir lima belas menit ia menunggu di beranda rumah tetapi Wisnu tidak kunjung turun dari lantai atas."Iya sebentar," jawab suara Wisnu terdengar jauh.Beberapa saat kemudian, terdengar suara derap langkah kaki yang berjalan cepat menuruni anak tangga. Lelaki dengan setelan pakaian kerja itupun menghampiri Asma dan Akbar yang sudah menunggunya di beranda rumah."Maaf, maaf, aku baru menemukan berkas yang aku cari terselip di buku catatanku," jawab Wisnu berjalan cepat menuju dari dalam rumah. "Maaf sudah membuat kalian menunggu!" Imbuhnya tersenyum hangat pada Asma dan Akbar.Asma mendengus berat. Bangkit dari bangku yang berada di beranda rumah, mengikuti langkah Wisnu menuju mobil yang terparkir di depan rumah. Sementara Akbar, berjalan di barisan paling belakang dengan bena
Gala masih berdiri di samping jendela kamarnya. Menatap ke arah lantai bawah. Dari tempatnya berada ia bisa melihat Danil tengah menarik kasar seorang wanita keluar dari dalam rumah. Menyeretnya masuk ke dalam mobil yang terparkir di depan rumah.Suara tangisan dan permintaan tolong wanita itu terdengar hingga ke kamar Gala yang berada di lantai atas. Keheningan malam, membuat Gala dapat mendengar dengan jelas suara rintihan wanita yang berada di dalam kamar Danil beberapa saat yang lalu. Tapi kini wanita itu ditarik paksa meninggalkan rumah Danil.Lampu mobil menyala. Sorotnya begitu jauh menyapu taman bunga yang ada di halaman rumah Danil yang sangat luas. Dengan kecepatan tinggi, kendaraan berkali empat itu melaju meninggalkan rumah berlantai dua milik Danil. Meninggalkan pagar rumah yang dibiarkan terbuka begitu saja.Gala membuang nafas panjang. Benaknya mengembara jauh menerka apa yang sebenarnya terjadi pada ayah angkatnya. Tetapi ia tetap tidak menemukan jawaban apapun. Terbes
Pesawat yang membawa Wisnu dan Asma ke Bali sudah meninggalkan bandara beberapa saat yang lalu. Akbar dan Tuan Wisnu berjalan menuju mobil yang terparkir di luar bandara."Tuan Hamzah, apakah Sukma boleh tinggal di rumah?" ucap Akbar saat mobil yang membawanya telah meninggal bandara untuk mengantarkan Wisnu dan Asma pergi liburan ke Bali.Lelaki bertubuh besar yang duduk di samping Akbar menoleh. "Apakah anda tidak sekolah hari ini?" tanya Hamzah. "Lagi pula Sukma juga harus sekolah, Dimas" imbuh Tuan Hamzah menatap pada Akbar yang tidak lain adalah Dimas."Tidak apa-apa, Tuan, Sukma kan bisa sekolah dari rumah," sahut Akbar bersikukuh agar Sukma tinggal di rumahnya. "Lagi pula Papa dan Ibu akan berlibur ke Bali selama dua minggu," alasan Akbar. "Jadi tidak masalah jika Sukma tinggal di rumah bersamaku."Tuan Hamzah terdiam untuk beberapa saat dengan wajah berpikir. "Tapi Dimas, besok aku harus pergi ke Bandung untuk mengecek beberapa urusan. Aku tidak mungkin selalu menemani kamu da
Dinginnya udara menelusup masuk melalui sela-sela jendela. Menyentuh pori-pori kulit tubuh gadis yang terbaring di atas ranjang tanpa sehelai benangpun. Sedikit ia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya hingga ke dagu. Rasa malu dan berdosa meronta-ronta di dalam dada. Meskipun ia menikmati permainan yang baru saja lelaki itu lakukan kepadanya. Tidak cukup satu kali untuk membuktikan noda merah yang bercecer di atas sprei. Tapi beberapa kali lelaki bertubuh jangkung itu melakukannya. Hanya karena untuk menjawab rasa penasaran yang memburu di dalam dada.Suara helaan nafas panjang terdengar memecah keheningan. Peluh membahasi dada lelaki yang duduk pada bibir ranjang dengan bertelanjang dada. Menyesap sebatang rokok yang menyeruakan aroma khas, menusuk pangkal hidung. Sejenak beberapa lalu wajahnya terlihat gugup dan penuh dengan penyesalan dan ia sedang berusaha untuk meredakannya."Maafkan aku!" suara berat itu terdengar memecah keheningan. Tidak ada sahutan dari Natasya yang lebih
Seminggu telah berlalu. Gala menyimpan rapat rahasia itu dari Danil. Setiap pagi ia berangkat sekolah, tapi tidak untuk pergi ke sekolah. Gala sudah memutuskan untuk menyimpan beban hidupnya sendiri. Apalagi setelah tau jika hidup ayah angkatnya tidak seindah yang ia pikirkan."Gala, bagaian dengan sekolahmu?" ucap Danil mengalihkan tatapannya pada Gala.Gala mengalihkan tatapannya pada lelaki yang duduk di depannya. "Baik Ayah!" balas Gala terdengar tidak bersemangat. Lalu kembali melanjutkan menyantap sarapan pagi."Apakah kamu sedang sakit?" Danil memperhatikan dengan seksama wajah Gala. Tidak pucat, tapi suaranya terdengar tidak bersemangat."Tidak!" Gala menjawab singkat seraya menggelengkan kepalanya. Tangannya terus menyendok makanan dan memasukannya ke dalam mulut.Danil terdiam sesaat. Matanya menelisik memperhatikan Gala. Tubuh bocah lelaki itu memang sedikit kurus. Tidak segemuk saat pertama kali ia membawanya ke Jakarta.Gala seperti tidak peduli. Ia segera menyelesaikan m
Guru menyatakan jika Akbar putra Tuan Wisnu adalah pelaku atas penyembunyian pakaian dalam siswa perempuan saat menjalankan kegiatan camping di Bandung. Beberapa bukti dan saksi sudah jelas mengarah pada bocah lelaki yang ia adopsi dari jalanan itu. Rupanya, lingkungan Dimas dengan mudah membentuk kepribadian bocah lelaki itu. Tidak ada bimbingan orang tua, membuat Dimas tidak terarah. Butiran bening jatuh membasahi pipi Asma. Payung yang ada di dalam genggamannya bergetar. Satu tangan Asma membungkam mulutnya, menahan suara tangisannya. Wajahnya kecewa, semua orang tua pasti kecewa mendengar anaknya melakukan perbuatan tercela. Begitu juga dengan Asma."Ada apa, Bik?" Gala menatap bingung pada Asma yang tiba-tiba menangis. Sementara Wisnu yang menghampirinya, merangkul tubuh wanita berkerudung itu ke dalam pelukannya. Tangannya setia mengusap pada bahu wanita itu.Asma tidak ingin menjawab. Rasa malu dan kecewa sedang memenuhi dadanya saat ini. Bagaimana dia tidak malu, anak lelaki
"Diam!" Danil membungkam mulut Bianca. Mengunci tubuh wanita bertubuh sintal itu dengan tangan yang ia tarik ke belakang punggung. "Ehm, ehm!" Bianca menggelengkan kepalanya, keras. Berusaha untuk melepaskan diri dari cengkeraman Danil.Rahang Danil mengeras. Urat-urat pada pelipisnya nampak menegang. Lengan kerasnya, menarik tubuh Bianca masuk ke dalam rumah sewa berukuran sedang. Namun cukup jika ditinggali hanya untuk Bianca.Bruk!Danil menendang kasar pintu rumah Bianca dengan kakinya. Lalu menyeret tubuh Bianca yang berusaha memberontak untuk melepaskan diri masuk ke dalam kamar. "Diam!" sentak Danil tak kala Bianca terus memberontak. Matanya membulat, menakutkan.Kasar, Danil melempar tubuh Bianca di atas ranjang berukuran sedang yang berada di dalam kamar. Tubuh wanita itu memantul di atas kasur, setelah sesaat ia berteriak saat Danil melempar tubuhnya."Ampun Danil, aku benar-benar tidak menipumu! Natasya adalah cewek bokingan!" Bianca masih dengan pendirinya. Menegaskan j
Gerimis lagi-lagi turun. Membuat siapa saja memilih untuk menghindar daripada harus basah terkena cairan bening yang jatuh dari langit gelap. Gala menatap pada sepatu yang ia kenakan. Lalu mendengus berat. Baru saja sepatu itu kering karena hujan tadi pagi, kini sudah harus basah lagi.Langit semakin gelap, karena matahari pun telah menyingsing di ujung langit barat. Tidak ada cahaya kemuning hanya ada mendung yang semakin pekat dan menyatu dengan gelap malam."Apakah supir ayah lupa untuk menjemput aku!" gerutu Gala pada dirinya sendiri. Wajahnya nampak berpikir sesaat.Kegiatan sekolah memaksanya harus pulang terlambat. Sudah menjadi hal biasa untuk Gala. Sepersekian detik Gala berpikir. Ia memutuskan untuk pulang dengan berjalan kaki melewati jalan rahasia. Tidak peduli seragam yang ia kenakan akan basah karena hujan. Setidaknya ia bisa tiba di rumah lebih awal. Daripada harus menunggu hingga malam di sekolah yang nampak sepi. Bagi Gala menunggu supir pribadi Danil adalah suatu